Anda di halaman 1dari 16

EVALUASI PEMETAAN DESA MENGGUNAKAN GIS

Oleh
Agus Santoso Budiharso
Direktur Lembaga Kursus dan Pelatihan Geospasial Bumi Nusantara
Disampaikan pada
Evaluasi Perkembangan Desa Wilayah III B (Sulawesi)
Tanggal 19-21 November 2015 Di Makassar, Sulawesi Selatan

I. Latar Belakang

Evaluasi adalah bagian dari proses perencanaan sebagaimana disebutkan


bahwa Perencanaan adalah suatu proses yang berkesinambungan dan
berkelanjutan mulai dari tahap pengumpulan data, penyusunan rencana, hingga
tahap evaluasi dan monitoring. Proses perencanaan merupakan kegiatan yang
tidak pernah selesai, karena selalu memerlukan peninjauan ulang atau
pengkajian guna memberikan umpan balik dalam proses evaluasi.

Dalam UU No. 6 Tahun 2014 disebutkan bahwa Kawasan Perdesaan adalah


kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan
sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi. Dengan demikian secara geografis bahwa kawasan desa adalah
kawasan yang mempunyai persebaran ruang dengan fungsi-fungsi tertentu, yang
kesemua ruang tersebut tentunya mempunyai referensi Geografis yang unik.

Manajemen pembangunan desa haruslah dipahami pembangunan secara holistic


baik fisik lingkungan termasuk infrastruktur, sosialbudaya dan ekonominya untuk
menuju kesejahteraan masyarakat perdesaan. Pembangunan Fisik Lingkungan
akan mudah dilakukan ketika ketersediaan data-data lingkungan fisik tersebut
dalam data spasial desa. Data spasial desa itu mencakup batas desa,
infrastruktur desa (jalan, pasar, fasos, fasum, sekolah); penggunaan lahan
(permukiman, tegalan, perkebunan, sawah dll.) dan prasarana lainnya. Untuk
mewujudkan pengorganisasian data spasial saat ini sudah tersedia sistemnya
yaitu Sistem Informasi Geografi. Hal ini juga didukung dengan adanya UU No. 4
Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial. Dalam UU ini didalam
pertimbangannya disebutkan bahwa dalam mengelola sumber daya alam dan sumber
daya lainnya serta penanggulangan bencana dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan wilayah yurisdiksinya diperlukan informasi geospasial, tidak terkecuali
masalah Sumberdaya alam di kawasan perdesaan dalam hal ini ada hutan, ada pertanian
dan lain-lain.

II. Pengertian Sistem Informasi Geografi dan Komponennya

Menurut Gistut (1994) Sistem Informasi Geografi -SIG adalah sistem yang dapat
mendukung pengambilan keputusan spasial dan mampu mengintegrasikan
deskripsi-deskripsi lokasi dengan karakteristik-karakteristik fenomena yang
ditemukan di lokasi tersebut. SIG yang lengkap mencakup metodologi dan
teknologi yang diperlukan, yaitu data spasial perangkat keras, perangkat lunak
dan struktur organisasi.

Selain itu masih banyak lagi definisi antara lain bahwa SIG adalah kumpulan
yang terorganisir dari perangkat keras computer, perangkat lunak, data geografi
dan personil yang dirancang untuk memperoleh menyimpan, memperbaiki,
memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua informasi yang
berreferensi geografi.

Menurut Bernhardsen (2002) SIG sebagai sistem komputer yang digunakan


untuk memanipulasi data geografi. Sistem ini diimplementasikan dengan
perangkat keras dan perangkat lunak komputer yang berfungsi untuk akusisi dan
verifikasi data, kompilasi data, penyimpanan data, perubahan dan pembaharuan
data, manajemen dan pertukaran data, manipulasi data, pemanggilan dan
presentasi data serta analisa data.

Berdasarkan pengertian tersebut diatas, maka dapat dipahami bahwa SIG paling
tidak ada memuat lima komponen yaitu :
a. perangkat keras computer,
b. perangkat lunak,
c. Metodologi
d. data geografi dan
e. personil dalam hal ini Sumberdaya Manusia bidang Geospasial

Sebagai ilustrasi komponen Sistem Informasi Geografi dapat dilihat pada Gambar berikut
ini :

Gambar 1. Komponen SIG

(http://geograph88.blogspot.co.id/2013/06/komponen-sistem-informasi-geografis-sig.html)

1. Hardware, yaitu perangkat keras yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem


komputer seperti, Laptop, CPU, plotter, digitizer, RAM, hardisk, flash disk,
GPS dan lainnya.
2. Software, merupakan perangkat lunak SIG berupa program aplikasi yang
memiliki kemampuan pengolahan, penyimpanan, pemrosesan, analisis dan
penayangan data spasial. Contoh software SIG yaitu Arc View, ArcGIS, Map
Info, ILWIS
3. Data, berupa data spasial/grafis dan data atribut. Data spasial merupakan
data berupa representasi fenomena permukaan bumi yang dapat berupa foto
udara, citra satelit, koordinat dan lainnya. Data atribut adalah data yang
merepresentasikan aspek deskriptif dari fenomena yang dimodelkan seperti
data sensus penduduk, jumlah penganguran dan lainnya, Data infrastruktur
pedesaan dan lain-lain
4. Manusia, dalam arti sumberdaya manusia yang dapat mengoperasikan atau
menggunakan peranti SIG dalam pekerjaannya.
5. Aplikasi, merupakan prosedur dan metodologi yang digunakan mengolah data
menjadi informasi misalnya penjumlahan, klasifikasi, tabulasi, interseksi,
union, abstraksi dan lain-lain. Metode, merupakan cara/tahapan yang
dilakukan dalam pengoperasian SIG mulai dari awal sampai akhir.

III. Data Spasial Wilayah Pedesaan


III.1. Definisi

Peranan data spasial dalam SIG adalah sangat sentral dan sangat penting. Data
spasial adalah sebuah data yang berorientasi geografis dan memiliki sistem
koordinat tertentu sebagai dasar referensinya, yang biasanya sudah disusun dalam
layer-layer tematis, contohnya jalan, sungai, hutan, dll.

Data Spasial ini memuat lokasi (spasial) dan sekaligus deskripsinya. Informasi lokasi
(spasial) merupakan informasi yang berkaitan dengan suatu koordinat baik
koordinat geografi (lintang dan bujur) maupun koordinat Cartesian XYZ (absis,
ordinat dan ketinggian), termasuk diantaranya sistem proyeksi. Sedangkan Informasi
deskriptif (atribut) atau informasi non-spasial merupakan informasi suatu lokasi yang
memiliki beberapa keterangan yang berkaitan dengan lokasi tersebut, contohnya
jenis vegetasi, populasi, luasan, kode pos, dan sebagainya. Informasi atribut
seringkali digunakan pula untuk menyatakan kualitas dari lokasi.

III.2. Model Data Spasial

Data Spasial menurut modelnya dibedakan menjadi dua yaitu Data Raster dan Data Vektor.

a. Model Data Raster


Data raster atau disebut juga dengan sel grid adalah data yang dihasilkan dari
sistem penginderaan jauh. Pada data raster, obyek geografis
direpresentasikan sebagai struktur sel grid yang disebut dengan piksel
(picture element). Pada data raster, resolusi tergantung pada ukuran piksel-
nya. Dengan kata lain, resolusi piksel menggambarkan ukuran sebenarnya di
permukaan bumi yang diwakili oleh setiap piksel pada citra. Semakin kecil
ukuran permukaan bumi yang direpresentasikan oleh satu sel, semakin tinggi
resolusinya. Data raster sangat baik untuk merepresentasikan batas-batas
yang berubah secara gradual, seperti jenis tanah, kelembaban tanah,
vegetasi, suhu tanah dan sebagainya.
Gambar 2. Format Data Raster

b. Model Data Vektor


Data vektor merupakan bentuk bumi yang direpresentasikan ke dalam
kumpulan garis, area (daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal dan
berakhir pada titik yang sama), titik dan nodes (merupakan titik perpotongan
antara dua buah garis). Keuntungan utama dari format data vektor adalah
ketepatan dalam merepresentasikan fitur titik, batasan dan garis lurus. Hal ini
sangat berguna untuk analisa yang membutuhkan ketepatan posisi, misalnya
pada basis data batas-batas kadaster. Contoh penggunaan lainnya adalah
untuk mendefinisikan hubungan spasial dari beberapa fitur. Kelemahan data
vektor yang utama adalah ketidak mampuannya dalam mengakomodasi
perubahan gradual. Contoh gambar format data vektor dapat dilihat pada
gambar 2.3.

Gambar 3. Format Data Vektor

Sumber Data Spasial

a) Peta Analog
Peta analog (antara lain peta topografi, peta tanah, peta kawasan hutan dan
perairan, dan sebagainya) yaitu peta dalam bentuk cetak.

b) Citra Penginderaan Jauh


Data Penginderaan Jauh (antara lain citra satelit dan foto-udara), merupakan
sumber data yang terpenting bagi SIG, utamanya untuk memantau kondisi lahan,
karena ketersediaanya secara berkala dan mencakup area tertentu yang cukup
luas).

c) Data Hasil Pengukuran


Data pengukuran lapangan yang dihasilkan berdasarkan teknik pemetaan tersendiri,
pada umumnya data ini merupakan sumber data atribut, contohnya batas
administrasi, batas kepemilikan lahan, batas persil, batas hak pengusahaan hutan,
trase (alur) jalan hutan dan lain lain.

d) Data Global Positioning System


Teknologi Global Positioning System (GPS) memberikan terobosan penting dalam
menyediakan data bagi SIG. Keakuratan pengukuran GPS semakin tinggi dengan
berkembangnya teknologi.

Data Atribut

Data atribut memberikan gambaran atau menjelaskan informasi berkaitan dengan


fitur peta atau cara kerja SIG. Data atribut dapat disimpan dalam format angka
maupun karakter. Pada Sistem Informasi Geografis, utamanya di ArcView dan
ARC/INFO data atribut dihubungkan dengan data spasial melalui identifier (ID) yang
terkait di fitur. Pada ArcGIS dan juga QGIS file dikenal dengan nama shapefile
(*.SHP) yang terdiri dari serangkaian file, atributnya disimpan pada file berekstensi
*.dbf

Berikut ini adalah ilustrasi hubungan antara data Spasial dan Atrubutnya yang sudah
disusun dalam sebuah basis data SIG (Geo-Database)

Gambar 4. Hubungan antara data Spasial dan Atrubutnya (Agus Santoso 2012-
Materi Kursus GIS DASAR)
Gambar 5. Gambar Data Spasial dengan Atributnya

IV. Manfaat Sistem Informasi Geografi Untuk Evaluasi Pemetaan Desa

Kaitannya dengan data-data geografi, SIG merupakan alat analisis yang handal.
Pemanfaatan SIG menjadi bagian penting dan mampu memberikan analisis serta
kesimpulan yang bisa diandalkan. Berikut ini beberapa manfaat dan kemampuan
SIG:

1. Mencari dan menunjukkan lokasi suatu objek tertentu beserta keterangan


lainnya.
2. Mencari atau menentukan lokasi yang memenuhi kriteria untuk mendirikan
suatu kawasan permukiman, perkantoran, pusat pemerintahan, pusat
perdagangan, dan usaha ekonomi lainnya.
3. Menyajikan kecenderungan perubahan atau perkembangan dari suatu
fenomena, misalnya perubahan luas permukiman, perkembangan kepadatan
penduduk.
4. Menganalisis pola dari suatu fenomena tertentu, misalnya pola sebaran
penyakit.
5. Membuat model-model untuk keperluan evaluasi kesesuaian lahan,
peruntukan lahan, konservasi DAS, penanggulangan bahaya banjir, dan
model-model lain.
Inventarisasi sumber daya alam kawasan Perdesaan
SIG dapat digunakan dalam inventarisasi sumber daya alam seperti :

 Untuk mengetahui persebaran berbagai sumber daya alam, misalnya minyak


bumi, batubara, emas, besi dan barang tambang lainnya.
 Untuk mengetahui persebaran kawasan lahan, misalnya: Kawasan lahan
potensial dan lahan kritis; Kawasan hutan yang masih baik dan hutan rusak;
Kawasan lahan pertanian dan perkebunan; Pemanfaatan perubahan
penggunaan lahan; Rehabilitasi dan konservasi lahan.

Untuk pengawasan daerah bencana alam


Kemampuan SIG untuk pengawasan daerah bencana alam, misalnya:

 Memantau luas wilayah bencana alam;


 Pencegahan terjadinya bencana alam pada masa datang;
 Menyusun rencana-rencana pembangunan kembali daerah bencana;
 Penentuan tingkat bahaya erosi; Prediksi ketinggian banjir; Prediksi tingkat
kekeringan.

Bidang sosial
Selain dalam inventarisasi sumber daya alam dan perencanaan pola pembangunan,
SIG juga dapat dimanfaatkan dalam bidang sosial. Dalam bidang sosial SIG dapat
dimanfaatkan pada hal-hal berikut:

 Mengetahui potensi dan persebaran penduduk.


 Mengetahui luas dan persebaran lahan pertanian serta kemungkinan pola
drainasenya.
 Untuk pendataan dan pengembangan jaringan transportasi.
 Untuk pendataan dan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan dan
pembangunan.
 Untuk pendataan dan pengembangan permukiman penduduk, kawasan
industri, sekolah, rumah sakit, sarana hiburan dan rekreasi serta perkantoran.

Melihat kenyataan di atas maka SIG dapat dimanfaatkan dalam perencanaan dan
evaluasi pengembangan kawasan perdesaaan. Perencanaan adalah suatu proses
yang berkesinambungan dan berkelanjutan mulai dari tahap pengumpulan data,
penyusunan rencana, hingga tahap evaluasi dan monitoring. Proses perencanaan
merupakan kegiatan yang tidak pernah selesai, karena selalu memerlukan
peninjauan ulang atau pengkajian guna memberikan umpan balik dalam proses
evaluasi. Siklus perencanaan pengembangan wilayah pedesaan secara umum
dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 6. Siklus Perencanaan

Dalam perencanaan kawasan perdesaaan, teknologi geospasial memegang


peranan yang sangat penting dalam mengarahkan berbagai proses pengambilan
keputusan secara spasial (spatial decision making process). Apabila dalam
perencanaan kawasan perdesaan tersedia teknologi geospasial yang memadai
terutama ketersediaan data geospasial skala besar, maka tahapan-tahapan
prosedur perencanaan kawasan perdesaaan secara formal adalah sebagai berikut :

a. Inisiasi kegiatan dan pengembangan format system informasi geografi


kawasan perdesaan (SIG)
b. Evaluasi kondisi eksisting
c. Kajian Alternatif masa depan
d. Pemilihan alaternatif terbaik dan pembuatan zonasi kawasan perdesaan
e. Implementasi dan monitoring dan evaluasi.
Tahapan di atas secara diagramatis disajikan dalam Gambar berikut ini :
Gambar 6. Kerangka Kerja Formal Perencanaan Tata Guna lahan perdesaan
dengan sedikit modifikasi
Sumber : Sumbangan Baja (2012)

Di daerah pedesaan (rural) manajemen tata guna lahan lebih banyak mengarah ke
sektor pertanian. Dengan terpetakannya curah hujan, iklim, kondisi tanah,
ketinggian, dan keadaan alam, akan membantu penentuan lokasi tanaman, pupuk
yang dipakai, dan bagaimana proses pengolahan lahannya.

Usaha pemetaan yang dilakukan masyarakat biasanya menghasilkan peta yang


dibuat secara manual yang menunjukkan lokasi landmark penting, penggunaan
lahan tradisional, dan batas-batas desa. Mendigitalkan peta-peta tersebut
menggunakan software SIG akan meningkatkan akurasi fitur dalam peta yang dibuat
secara manual dengan menghubungkan mereka ke dalam sistem koordinasi
geografis. Data tersebut kemudian dapat dikombinasikan dengan jenis data lainnya,
seperti konsesi perusahaan atau klasifikasi hukum tanah, untuk menghasilkan
analisis yang kuat yang dapat membantu pengembangan kawasan dan apabila
terjadi konflik kepentingan akan mudah diatasi karena semua sudah dalam bentuk
peta.

Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dapat


secara efektif menjadi pintu masuk untuk melakukan penataan desa terutama bagi
desa-desa yang berbatasan dengan kawasan hutan. Selama ini sangatlah sulit
untuk mendapatkan peta desa yang jelas di lapangan karena peta desa seringkali
dibuat secara manual sehingga informasi yang didapatkan sangat terbatas dan
dapat mucul banyak interpretasi. Oleh karena melakukan pemetaan dan penataan
desa dengan menggunakan SIG dan menjadikan datanya dalam bentuk digital
sehingga data-data tersebut dapat lebih bermanfaat bagi penataan dan
perencanaan desa.

V. Kasus Pemetaan Desa

Proses Pemetaan Desa di Desa Kuala, Kecamatan Kaidipang Kabupaten Bolaang


Mongondow Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Pemetaan dilakukan berdasarkan
digitasi dari Citra Satelit Quickbird yang dipesan dari vendor.
Proses pemetaan yang benar adalah sebelum citra di digitasi, citra terlebih dahulu
dilakukan koreksi berdasarkan ground Control Point dari hasil survey dengan
menggunakan GPS Geodetik. Setelah didapat GCP maka dilakukan proses
orthorectifikasi untuk menghasilkan citra tegak.

Setelah citra tegak didapat maka dilakukan proses digitasi pada setiap kenampakan
yang ada pada citra tersebut. Digitasi dilakukan dengan mendasarkan batas-batas
kenampakan, misalnya sawah, jalan, sungai, perkebunan, tanah kosong, ruang
terbuka dan lain-lain.

Setelah proses digitasi selesai selanjutnya dengan program yang ada dapat
diketahui luasan masing-masing. Dengan diketahui luasan penggunaan lahan yang
ada di Desa kuala ini maka dapat digunakan untuk evaluasi, misalnya Hasil panen
padinya di desa itu berapa. Karena Hasil panen nda tolok ukurnya misalnya 4
Ton/ha per musim tanam, maka kalau dalam setahun dual kali panen hasil produksi
padinya tinggal dikalikan dengan luas sawah ada. Begitu juga hasil perkebunan
kelapa yang ada dengan cara yang sama hasil panennya dapat dihitung.
Proses selanjutnya adalah melayout peta untuk pelbagai keperluan pengambilan
keputusan dan publikasi.
Berikut ini adalah hasil perencanaan pemetaan Desa Kuala sebagai studi kasus:

Gambar 7.Tampilan Citra Satelit Resolusi Tinggi

Gambar 8. Overlay Antara Batas Wilayah Desa dan Citra Satelit


Gambar 9. Proses Digitasi

Gambar 10. Proses Pelabelan – dan Simbologi


Gambar 11. Proses Pengitungan Luasan Polygon yang didigitasi

Gambar 12. Peta Setelah di layout


VI. Saran Tindak Lanjut

1. Pemetaan Desa hendaknya melibatkan masyarakat Desa Setempat,


karena yang mengetahui nama-nama geografi (toponimi) adalah
masyarakat setempat, sehingga Peta Desa yang dibuat akan sanngat
bermanfaat.
2. Mengingat hingga saat ini masih sangat minimnya ketersediaan peta
administrasi desa yang akurat, kiranya segera dibuat peta batas desa
dengan melibatkan masyarakat dibantu oleh tenaga ahli Geospasial.
3. Segera dilakukan pemetaan skala detail di seluruh desa di Sulawesi agar
seluruh potensi desa dapat dihitung dengan akurat.
4. Kepada Instansi yang berwenang menyediakan Citra Resolusi Tinggi
segera melakukan kebijakan pengadaan Citra agar pemetaan Potensi
Desa segera dapat dilaksanakan.
5. Perlunya persiapan dengan menambah sumberdaya manusia yang
paham akan geospasial untuk membantu mempercepat pembuatan Profil
Desa Spasial.

Daftar Pustaka :

Agus Santoso Budiharso, 2012. Modul Pelatihan Sistem Informasi Tingkat Dasar.
LKP Geospasial Bumi Nusantara, Manado

http://geograph88.blogspot.co.id/2013/06/komponen-sistem-informasi-geografis-sig.html di
akses tanggal 11 November 2015

http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-data-spasial-dan-definisi.html di akses
tanggal 11 November 2015

Baja, Sumbangan., 2012. Perencanaan Tata Guna Lahan dalam Pengembangan


Wilayah Pendekatan Spasial & Aplikasinya. Penerbit Andi. Yogyakarta

UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa

UU No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasia

Anda mungkin juga menyukai