Anda di halaman 1dari 4

Korelasi kitab Al-Qur'an dan "kitab" Alam semesta

"Haa Miim. Diturunkan kitab ini dari Allah yang Mahaperkasa lagi Mahabihaksana. Kami tiada menciptakan
langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam
waktu yang ditentunkan. Dan, orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka."
(al-Ahqaaf: 1-3)

Inilah proyeksi pertama di permulaan surah,yang menyentuh hubungan antara huruf Arab yang terdapat
dalam tuturan mereka dengan Kitab yang tersusun dari huruf tersebut, tetapi tidak seperti lazimnya tuturan
manusia. Fenomena ini membuktikan bahwa kitab itu diturunkan dari Allah Yang Mahaperkasa dan
Mahabijaksana. Juga menyentuh hubungan antara Kitab Allah yang dibaca dan diturunkan dari sisi-Nya (Al-
Qur'an) dengan "kitab" Allah yang dicermati dan diciptakan dengan tangan-Nya. Yaitu, "kitab" alam semesta
yang dapat dilihat mata dan dibaca dengan qalbu.

Kedua kitab itu berlandasan kebenaran dan pengaturan. Penurunan Kitab "dari Allah Yang Mahaperkasa lagi
Mahabijaksana "merupakan bukti kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya. Penciptaan langit dan bumi serta isi
keduanya dilakukan dengan tujuan yang benar. " kami tiada menciptakan langit dan bumi serta apa yang ada
di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar", dan dengan penetapan yang cermat, "dan dalam
waktu yang ditentukan", sehingga terwujudlah hikmah Allah dari pengadaan makhluk-Nya ini dan tercapailah
tujuan yang ditetapkan-Nya.

Kedua kitab itu terbuka, tersaji bagi pendengaran dan penglihatan. Keduanya menuturkan kekuasaan Allah,
membuktikan hikmah-Nya, dan memberikan ornamen dengan pengaturan dan penetapan-Nya. Kitab
makrokosmos menunjukkan kebenaran kitab yang dibaca dan peringatan serta berita gembira yang terdapat
di dalamnya. Namun, "orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang di peringatkan kepada mereka".
Keganjilan yang mengherankan ini tetap ada, padahal telah ada petunjuk dari kitab Al-Qur'an dan kitab
makrokosmos.

Kitab Al-Qur'an menegaskan bahwa Allah itu Satu dan tidak berbilang; Dia adalah Rabb segala perkara karena
Dialah Pencipta segala perkara; Pengatur segala perkara, dan penuntu segala perkara. Adapun kitab
makrokosmos menunturkan kebenaran itu sendiri. Keteraturan, keruntutan, dan keharmonisan alam semesta
membuktikan keesaan Sang Pencipta, penentu, dan Pengatur Yang membuat berdasarkan ilmu dan
menciptakan-Nya adalah sama pada setiap perkara yang dibuat dan diciptakan-Nya.

Lalu, mengapa manusia mengambil tuhan selain Dia? Apa yang telah dibuat dan diciptakan oleh tuhan-tuhan
itu? Inilah alam semesta yang tegak andil mereka pada alam ini? Bagian manakah dari alam ini yang telah
mereka buat?
"Katakanlah? Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu sembah selain Allah? Perlihatkanlah kepada-
Ku, apakah yang telah mereka ciptakan dari bumi ini? Atau, adakah mereka berserikat (dengan Allah) dalam
(penciptaan) langit? Bawalah kepadaku kitab yang belum (Al-Qur'an) ini atau peninggalan dari pengetehuan
(orang-orang dahulu), jika adalah orang-orang yang benar." (Al-Ahqaaf: 4)

Inilah pengajaran dari Allah Ta'ala Kepada Rasul-Nya. Yaitu, agar beliau mengarahkan kaumnya dengan
bukti-bukti yang terdapat dalam kitab makrokosmos yang terbuka; kitab yang tidak dapat didebat dan
disalahkan. Juga kitab yang menyapa fitrah dengan kelogisannya. Sebab, antara kitab itu dan fitrah
manusia terdapat hubungan individual yang tersembunyi, yang sulit dikalahkan dan disalahkan.

..." Perlihatkanlah kepada-Ku, apakah yang mereka ciptakan dari bumi?..."

Manusia tidak akan mampu mengatakan bahwa sesembah-sesembahan itu telah menciptkan suatu
bagian dari bumi atau menciptakan sesuatu di bumi. Sesungguhnya logika fitrah ialah logika realita.
Fitrah dapat meneriakkan klaim apapun dari sisi realitas ini.

".... Atau adakah mereka berserikat (dengan Allah) dalam (penciptaan) langit?..."

Juga manusia tidak akan mampu mengatakan bahwa sembahan-sembahan itu memiliki andil dalam
penciptaan langit atau dalam kepemilikannya. Memandang langit menimbulkan perasaan akan
keagungan al-Khaliq di dalam qalbu dan merasakan keesaan-Nya. Sehingga, lenyaplah aneka
penyimpangan dan kebohongan dari qalbu.

Demi Allah, yang menurunkan Al-Qur'an ini mengetahui dampak dari melihat alam semesta terhadap
qalbu. Karena itu, Dia mengarahkan manusia supaya merenungkan kitab makrokosmos, menjadikannya
sebagai bukti, dan menyimak proyeksinya yang langsung ke qalbu.

Kemudian ambillah jalan yang telah membuat sebagian manusia menyimpang jauh, bahkan
penyimpangan itu sampai pada penyampaian pandangan ini atau itu tanpa di sertai argumentasi dan
dalil. Ambillah jalan itu, lalu telusurilah dengan menggunakan argumentasi dan dalil. Pelajarilah,pada
saat yang sama, metode inferensi yang sahih. Telusurilaj jalan itu dengan menggunakan manhaj yang
valid dalam menalar, memutuskan, dan menetapkan.

"... Bawalah kepadaku kitab yang sebelum (Al-Qur'an) ini atau peninggalan dari pengetahuan (orang-
orang dahulu), jika kamu adalah orang-orang yang benar.'" (al-Ahqaaf: 4)

Yang mereka bawa itu dapat berupa kitab dari sisi Allah atau ilmu yang kokoh dan sempurna. Seluruh
kitab yang di turunkan sebelum Al-Qur'an membuktikan keesaan yang menciptakan, Mengatur, dan
Menetapkan. Tidak ada satupun dari kitab samawi yang mengakui berbilangnya tuhan atau mengatakan
bahwa tuhan sekutunya itu memiliki mahkluk di bumi atau memiliki andil di langit. Tidak ada satupun
ilmu pengetahuan yang menguatkan anggapan kosong tersebut.

Demikianlah, Al-Qur'an mengatahkan mereka melalui bukti ciptaan ini, yaitu bukti yang jelas dan pasti.
Al-Qur'an mencela mereka yang mngambil jalan pengklaiman tanpa bukti. Al-Qur'an memberitahukan
manhaj penelitian yang sahih melalui satu ayat yang singkat, tetapi jangkauannya jauh, proyeksinya
kuat, dan dalilnya pasti.

Selanjutnya Al-Qur'an menuntun mereka untuk merenungkan topik tentang hakikat tuhan yang mereka
seru sambil membokar kesesatan mereka akibat dari seruannya itu. Padahal, tuhan tersebut tidak
merespons mereka dan tidak mereka di seru oleh mereka di dunia. Lalu, tuhan itu akan berdebat
dengan mereka pada hari kiamat dan mengingkari penyembahannya,

"Siapakah yang lebih sesat daripada orang yag menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada
dapat memperkenankan (do'anya) sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatika) doa
mereka? Apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat ), niscaya sembahan-sembahan mereka itu
menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka." (al-Ahqaaf: 5-6)

Ada sebagian mereka yang menjadikan berhala sebagai tuhan, baik karena substansinya atau karena
memandangnya sebagai personifikasi malaikat. Yang lain menjadikan pohon sebagai malaikat. Bahkan,
ada yang menjadikan malaikat dan setan secara langsung sebagai tuhan. Semua tuhab ini sama sekali
tidak dapat menjawab seruan para penyerunya, atau tidak memberikan jawaban yang bernanfaat. Batu
dan pepohonan tidak merespons. Malaikat tidak merespons kaum musyrikin. Setan tidak merespons
kecuali dengan bisikan dan penyesatan. Kemudian jika kiamat tiba dan manusia dikumpulkan dihadapan
Tuhannya, tuhan yang ini dan yang itu berlepas diri dari penyembahan kaum yang sesat tersebut,
termasuk setan seperti di kemukakan dalam surat lain.

"Dan berkatalah setan tatkala perkara (hisab) telah di selesaikan, "sesungguhnya Allah telah menjanjikan
kepadamu janji yang benar,dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-
kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekadar) aku menyeru kamu lalu kamu
mematuhi seruanku. Oleh sebab itu, janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku
sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamu pun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya
aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.
"Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih" (Ibrahim : 22)

Demikianlah Al-Qur'an nemposisikan mereka saling berhadapan dengan hakikat pengakuan dan hasil
akhirnya di dunia dan akhirat setelah ia menempatkannya di depan hakikat alahm semesta yang
mengingkari dan menolak pengakuan tersebut. Dalam kedua posisi ini muncullah hakikat yang kokoh.
Yaitu, hakikat keesaan yang diturukan oleh "kitab" makrokosmos, yang dipastikan kaum musyrikin saat
mereka menata dirinya sendiri, dan yang ditetapkan oleh perenungan mereka tentang hasil akhirnya di
dunia dan akhirat.

Jika Al-Qur'an membongkar kesesatan orang yang menyeru tuhan selain Allah (padahal hingga kiamat
pun seruan mereka takka ditanggapi, sedangkan tuhan ini merupakan sembahan historis yang telah
dikenal oleh komunitas manusia tatkala turunnya Al-Qur'an), maka sesungguhnya penunjukan nash itu
lebih luas dan lebih jauh jangkauannya daripada realitas sejarah tersebut. Siapakah yang lebih sesat
daripada orang yag menyeru tuha selain Allah kapan dan dimana pun? Setiap manusia tidak dapat
memenuhi apa pun yang dipinta penyerunya dan tidak memiliki kemampuan untuk memenuhinya. Tidak
ada yang dapat memenuhi kecuali Allah; Dia Maha Melakukan apa yang dikehendaki-Nya.

Syirik tidak terfokus pada bentuknya yang sederhana seperti yang dikenal oleh kaum musyrikin
terdahulu. Betapa banyak manusia yang menyekutukan Allah dengan para pemilik
kekuasaan,kepangkatan, dan kekayaan. Mereka menggantungkan harapan dan permohonannya kepada
pihak-pihak tersebut, padahal semuanya terlalu lemah untuk mampu memenuhi permohonan mereka
secara nyata. Bahkan, pihak-pihak itu tidak dapat meraih manfaat atau menolak mudharat dari dirinya.

Permohonan mereka itu merupakan syirik; harapan mereka juga syirik; dan takut terhadap mereka
merupakan syirik. Tetapi, jenisnya syirik khafi 'samar'. Syirik demikian dilakukan banyak orang tanpa di
sadari.

Anda mungkin juga menyukai