Anda di halaman 1dari 8

INDUSTRI JAMU PADA PERIODE REVOLUSI INDUSTRI 4.

0
Mumuh M. Zakaria, Dade Mahzuni, Ayu Septiani
e-mail:
mumuh.muhsin@unpad.ac.id, dade.mahzuni@unpad.ac.id, ayu.septiani@unpad.ac.id
I. PENDAHULUAN
Jamu merupakan minuman tradisional yang diracik dari tanaman obat. Eksistensi
jamu sudah dimulai sejak zaman Kerajaan Mataram. Sejak saat itu pula antara laki-laki dan
perempuan memiliki pembagian tugas dalam mengolah jamu. Laki-laki bertugas mencari
tanaman obat herbal. Sementara itu, perempuan bertugas mengolah tanaman-tanaman obat
tersebut menjadi jamu yang siap dikonsumsi. Fakta tersebut diperkuat dengan adanta
penemuan artefak cobek dan ulekan yang digunakan untuk membuat jamu. Artefak tersebut
dapat dilihat di situs arkeologi Liyangan yang berada di Lereng Gunung Sindoro, Jawa
Tengah (melalui https://indonesia.go.id/ragam/komoditas/sosial/sejarah-dan-perkembangan-
jamu-minuman-tradisonal-indonesia).
Jamu menjadi minuman khas Indonesia seperti Ayurveda dari India dan Zhongyi dari
Cina (melalui https://indonesia.go.id/ragam/komoditas/sosial/sejarah-dan-perkembangan-
jamu-minuman-tradisonal-indonesia). Masyarakat Indonesia menjadikan jamu sebagai
minuman kesehatan untuk mencegah dan menyembuhkan berbagai penyakit. Pengolahannya
yang relatif mudah dan bahan baku tanaman obat yang mudah ditemukan karena memang
ditanam di sekitar lingkungan tempat tinggal masyarakat menjadikan jamu populer sebagai
obat tradisional.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan industri, jamu kurang populer di
kalangan generasi milenial. Kecenderungan untuk menjadikan jamu sebagai obat mulai
berkurang karena jamu berkompetisi dengan obat-obatan kimia yang cenderung memiliki
efek yang lebih cepat untuk menyembuhkan dibandingkan dengan jamu. Seiring dengan
perkembangan zaman yang serba cepat, masyarakat pun menginginkan kesembuhan yang
cepat ketika sakit. Jamu tidak dapat memberikan jaminan itu. Mengkonsumsi jamu untuk
kesehatan baik sebagai pencegah maupun mengobati penyakit diperlukan kesabaran dan
konsistensi dari tiap-tiap individu. Namun, jamu memiliki efek samping yang minim karena
dibuat secara alami, langsung dari tumbuhannya, berbeda dengan obat kimia yang melalui
beberapa proses dalam produksinya.
Namun demikian, memasuki periode revolusi industri 4.0, sangat dimungkinkan
industri jamu mengalami perkembangan. Tulisan ini bermaksud memaparkan industri jamu
dalam periode Revolusi Industri 4.0. Fokus pembahasannya pada bagaimana jamu sebagai
komoditas industri menjadi konsumsi utama bagi masyarakat ketika sakit, bukan lagi sebagai
alternatif.

II. PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Rempah dan Tanaman Obat
Rempah merupakan tanaman yang sangat populer di Indonesia dan dunia. Rempah-
rempah jugalah yang menarik perhatian bangsa Portugis untuk datang menjajah demi
menguasai rempah-rempah yang saat itu ditemukan di Maluku. Sepanjang abad ke-16 dan 17,
bangsa Portugis dan Spanyol memperebutkan penguasaan tanah rempah-rempah di Maluku.
Disusul oleh bangsa Belanda di abad ke-17. Rempah merupakan barang dagang utama dan
paling berharga saat itu. Bayangkan saja, harga jual cengkeh hampir sama dengan harga emas
batangan. Ada banyak sekali rempah-rempah khas Indonesia yang menjadi komoditi utama
perdagangan, antara lain, cengkeh, pala, kayu manis, lada, dan jahe. Rempah-rempah
memiliki nilai penting karena manfaatnya, misalnya untuk kesehatan, menghangatkan badan,
ataupun pengobatan. Bahkan rempah juga sudah digunakan sejak bangsa Mesir Kuno, jauh
sebelum zaman penjajahan bangsa Eropa di abad 16. Saat itu bangsa Mesir Kuno
menggunakan kayu manis, merica, dan cengkeh untuk mengawetkan mumi raja-raja Mesir.
Rempah-rempah juga digunakan sebagai bumbu dalam meracik masakan melalui (
https://biz.kompas.com/read/2015/10/30/091823528/Menyibak.Rekam.Sejarah.Rempah-
Rempah.Indonesia).
Bermula, usai menaklukan bandar perdagangan Malaka pada 1511, bangsa Portugis yang
dipimpin Francisco Serrao bertolak menuju pusat produksi rempah-rempah nusantara,
Maluku. Kedatangan bangsa Portugis rupanya menarik perhatian Sultan Ternate, Abu Lais,
yang kemudian menawarkan pendirian benteng di Ternate dengan imbalan produksi cengkeh
sepenuhnya akan dijual kepada Portugis. Portugis menyepakati kerja sama dagang
tersebut.Inilah awal mula periode kolonialisme di Indonesia, yang dimulai dari ambisi
penguasaan dagang rempah-rempah yang melimpah di Nusantara oleh bangsa-bangsa Eropa.
Berabad-abad kemudian, rempah-rempah masih menjadi salah satu komoditas unggulan
ekspor ke negara-negara Eropa dan Amerika. Berdasarkan data yang dirilis Food and
Agriculture Organizatio (FAO) 2016, Indonesia menempati posisi keempat terbesar di dunia
sebagai negara penghasil rempah-rempah dengan total produksi 113.649 ton serta total
eskpornya mencapai USD652,3 juta. Besarnya nilai tersebut disokong oleh keragaman jenis
rempah-rempah khas Nusantara yang menjadi satu bagian tak terpisahkan dari penggalan
perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Dari data Negeri Rempah Foundation, ada sekitar 400-
500 spesies rempah di dunia, 275 di antaranya ada di Asia Tenggara dan Indonesia menjadi
yang paling dominan hingga kemudian Indonesia dijuluki sebagai Mother of Spices.
Beberapa daerah penghasil rempah-rempah di Indonesia adalah Jambi, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Maluku, NTT, Papua,
Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sumatra Selatan, dan DI
Yogyakarta. Dari keragaman jenis dan wilayah penghasil rempah-rempah, Indonesia
memiliki peluang besar menjadi pemasok rempah dunia yang dapat memberikan kontribusi
besar bagi perekonomian Indonesia. Apalagi, nilai impor (permintaan) dunia terhadap
rempah-rempah setiap tahunnya mengalami kenaikan sebesar 7,2% dengan nilai mencapai
USD10,1 miliar.

2.2 Pengembangan Industri Jamu dalam Periode Revolusi Industri 4.0


Seiring kemajuan teknologi dan internet, April 2018 lalu pemerintah pun
meluncurkan agenda Making Indonesia 4.0 guna meningkatkan daya saing industri Indonesia.
Ada lima sektor industri yang menjadi prioritas, antara lain industri obat dan makanan,
industri otomotif, industri elektronik, industri kimia, dan industri tekstil. Industri obat
tradisional dan obat herbal yang termasuk di dalamnya turut menjadi perhatian pemerintah.
Kementerian Perindustrian Indonesia pun menaruh harapan kuat dalam industri obat
tradisonal melalui perusahaan jamu yang produknya sudah ekspansi secara internasional
seperti Sido Muncul.

PT. Sido Muncul membuktikan kontribusinya dalam industri obat tradisional Indonesia
dengan meresmikan perluasan pabrik Cairan Obat Dalam (COD) baru. Peresmian pabrik
ditandai dengan penandatanganan prasasti dan pengguntingan pita oleh Menteri Perindustrian
Airlangga Hartarto. Pabrik yang terletak di Ungaran, Semarang tersebut menerapkan standar
4.0 dalam memproduksi jamu Tolak Angin dan Tolak Linu. Dana investasi pembangunan
perluasan pabrik baru ini mencapai Rp 900 miliar. Pabrik COD standar 4.0 Direktur PT. Sido
Muncul, Irwan Hidayat mengatakan tujuan perluasan pabrik dengan penerapan standar 4.0
adalah untuk meningkatkan kualitas produksi, menghindari human error, dan meningkatkan
kapasitas produksi seiring meningkatnya permintaan pasar. Adapun konsep pabrik COD yaitu
dengan proses produksi otomatis, diprogram oleh sistem komputer melalui
Kompas.com”Revolusi Industri 4.0,industry Farmasi meningkat 6,85%”.
.
Proses produksi sistem tertutup dengan mensterilkan setiap bahan yang masuk melalui
pemanasan. Kemudian, untuk menunjang porses otomatis dan tertutup, pabrik COD Sido
Muncul dilengkapi dengan alat-alat ukur modern, seperti alat ukur timbangan (load cell),
sensor temperatur, tekanan, volume, dan laju alir. Produksi juga dilakukan dengan lebih
efisien melalui proses bertingkat dari atas ke bawah. Selain itu, sistem pembersihan juga
ramah lingkungan. “Pabrik jamu cair sudah ada dan yang ini dibuat dengan lebih modern.
Mengikuti aturan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dan pemerintah dari izin
produksi, lingkungan pabrik, dan izin edar,” ujar Irwan saat acara Peresmian Perluasan
Pabrik Cairan Obat Dalam (COD) Sido Muncul, pada Kamis (25/10/18) di Ungaran,
Semarang.
Pabrik COD baru dapat menghasilkan 200 juta sachet per bulan dengan proses
produksi full automatic. Sebelumnya, pabrik COD lama didesain sesuai dengan kapasitas
produksi 80 juta sachet per bulan. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang turut hadir
dalam acara juga mengatakan Sido Muncul telah memiliki sertifikat Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik (CPOTB) dan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). “Ini
menjadikannya sebagai pabrik jamu pertama di Indonesia yang suda berstandar farmasi.
Pabrik terbaru untuk produk Tolak Angin Cair memiliki sistem proses produkti yang full
automation, higienis, dan memenuhi standarisasi yang terlah ditetapkan,” kata Airlangga.
Kepala BPOM RI Penny K. Lukito yang turut hadir juga mengatakan Sido Muncul
dianggap sebagai perusahaan yang terkemuka. “Ada 266 izin edar yang berarti produksinya
sangat banyak dan sudah memenuhi standar,” ujar Penny. Kepercayaan dan inovasi Sejak
berdiri tahun 1951 hingga sekarang, Sido Muncul sudah memproduksi lebih dari 200 jenis
produk. Salah satu produk unggulannya yaitu jamu Tolak Angin Cair yang telah diekspor ke
Amerika, Australia, Asia, dan beberapa negara di Eropa dan Afrika. Direktur PT. Sido
Muncul Irwan Hidayat mengatakan bahwa pencapaian Sido Muncul sampai saat ini berkat
adanya kepercayaan dari masyarakat Indonesia dan internasional. Supaya menjaga
kepercayaan itu, peraturan dari BPOM dan pemerintah terus diikuti agar menghasilkan
produk yang baik. “Sebagai pengusaha saya tidak usah mikir banyak, pokoknya ikuti saja.
Karena aturannya juga sesuai standar internasional,” terang Irwan. Selain itu, Irwan juga
menjelaskan bahwa untuk meningkatkan daya saing di pasaran, penting untuk terus
melakukan inovasi, research and development, sehingga bisa menciptakan produk-produk
baru. Kepercayaan dan inovasi Sejak berdiri tahun 1951 hingga sekarang, Sido Muncul sudah
memproduksi lebih dari 200 jenis produk. Salah satu produk unggulannya yaitu jamu Tolak
Angin Cair yang telah diekspor ke Amerika, Australia, Asia, dan beberapa negara di Eropa
dan Afrika. Direktur PT. Sido Muncul Irwan Hidayat mengatakan bahwa pencapaian Sido
Muncul sampai saat ini berkat adanya kepercayaan dari masyarakat Indonesia dan
internasional.

2.2.1 Jenis-Jenis Tanaman Obat dan Rempah-Rempah serta Khasiatnya


Setidaknya ada tujuh jenis rempah yang menjanjikan, yakni lada, kayu manis, pala,
vanili, cengkeh, kunyit, dan jahe.

Lada
Tanaman lada (Piper Nigrum Linn) ditengarai berasal dari daerah Ghat Barat, India.
Menurut para ahli sejarah, diperkirakan pada 110-600 SM koloni Hindu yang datang ke Jawa
membawa bibit lada. Di indonesia, lada banyak tersebar di DI Aceh, Jambi, Kalimantan
Barat, Kalimantan Timu, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, Sumatra Selatan, Sumatra Utara, dan DI Yogyakarta. Pada 2016, lada menjadi
komoditas rempah utama Indonesia dengan nilai ekspor mencapai USD143,6 juta atau sekitar
Rp1,9 triliun.

Cengkeh
Rempah-rempah ini merupakan tanaman asli Indonesia yakni dari kepulauan Maluku
(Ternate dan Tidore). Cengkeh pernah menjadi rempah yang paling popluer dan mahal di
Eropa yakni di masa awal ekspansi Portugis ke Maluku, harganya hampir sama dengan harga
sebatang emas. Di Indonesia, cengkeh tersebar di daerah Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Maluku, NTT, Papua, Riau, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sumatra Selatan, dan DI Yogyakarta. Pada
2016, nilai ekspor cengkeh mencapai nilai USD11,3 juta.

Kayu Manis
Rempah yang memiliki aroma harum dan rasanya yang khas membuat kayu manis
biasa digunakan sebagai pelengkap pada kue atau pada minuman. Selain itu, kayu manis juga
memiliki manfaat bagi kesehatan. Daerah persebarannya banyak terdapat di Jambi, Sumatra
Barat, dan DI Yogyakarta. Pada 2016, nilai ekspornya berada di urutan kedua di bawah lada
dengan nilai USD44,8 juta.
Pala
Tanaman ini banyak tersebar di Bengkulu, Maluku, Papua, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Utara. Selain berfungsi sebagai rempah-rempah, pala juga
menjadi komoditas penghasil minyak atsiri. Tanaman ini merupakan tanaman khas Banda
dan Maluku. Di tahun 2016, nilai ekspornya ada di urutan ketiga dengan nilai mencapai
USD44,1 juta.

Vanili
Sebetulnya rempah ini bukan tanaman khas Indonesia, namun berasal dari Meksiko.
Akan tetapi di Indonesia sudah banyak dibudidayakan terutama di daerah Jawa Timur,
Lampung, NTT, Jawa Tengah, Jawa Tengah, dan D.I. Yogyakarta. Harga per pound-nya bisa
mencapai USD50-200 atau sekitar Rp700 ribu-3 juta. Di tahun 2016, nilai ekspor vanili
Indonesia mencapai USD30,2 juta.

Jahe
Jahe menjadi salah satu komoditas rempah unggulan Indonesia, nilai ekspornya di
2016 mencapai USD2,6 juta. Jahe memiliki khasiat bagi kesehatan terutama digunakan
sebagai bahan obat herbal.

Kunyit
Tanaman ini memiliki sejarah sebagai tanaman untuk pemakaian obat. Di Asia
Tenggara, kunyit tidak hanya digunakan untuk bumbu utama tetapi juga sebagai komponen
upacara religius. Nilai ekspornya di tahun 2016 mencapai USD3,5 juta. Melalui
(https://indonesia.go.id/ragam/komoditas/ekonomi/rempah-indonesia-diburu-dunia).

2.2.2 Pemanfaatan Tanaman Obat dan Rempah-Rempah sebagai Bahan Baku Industri Jamu
Rempah-rempah adalah tumbuhan beraroma atau memiliki rasa yang kuat walaupun
digunakan dalam jumlah kecil, dapat dimanfaatkan sebagai pengawet atau perasa masakan.
Rempah-rempah biasanya dibedakan dengan tanaman lain yang digunakan untuk tujuan yang
mirip, seperti tanaman obat, sayuran beraroma dan buah kering. Rempah-rempah sudah
digunakan beribu-ribu tahun yang lalu. Sejarah mencatat karena rempah Indonesia dijajah.
Aroma khas rempah menjadi daya tarik bagi para pecinta rempah terutama di Eropa dan Asia.
Indonesia dijuluki sebagai “Mother of Spices” (ibu rempah) karena keunggulan geografisnya,
sehingga masih diburu negara lain karena produk rempahnya. Termasuk Amerika Serikat,
Vietnam, India, Belanda, Singapura, Jerman, Jepang, Italia, Malaysia, Perancis, China,
Australia. Thailand, Belgia, Korea Selatan, Brasil, Inggris, Rusia, Kanada dan Pakistan.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO), Indonesia
menduduki peringkat pertama produsen vanili dan cengkeh dunia serta menduduki peringkat
ke-2 produsen lada dan pala dunia di tahun 2014 (FAO Stat, 2016). Indonesia kaya dengan
keanekaragaman rempah-rempah. Beberapa komoditas rempah yang diperdagangkan di pasar
internasional adalah lada, pala, vanila, kayu manis, cengkeh, kapulaga dan jahe. Dari sekian
banyak komoditas rempah, lada dan pala merupakan komoditas utama dalam perdagangan
rempah dunia, sekaligus merupakan produk ekspor unggulan Indonesia dibandingkan dengan
komoditas lainnya melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.go.id “Menuju
Kejayaan Rempah Indonesia”).
Kembali menempatkan kejayaan rempah-rempah Indonesia, khususnya dari Provinsi
Maluku dan Maluku Utara saat ini adalah salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan
petani pala yang sudah terkenal karena harumnya pala dan cengkehnya. Bangsa-bangsa di
dunia seperti Inggris, Portugis, Spanyol, Belanda, China dan Arab datang ke Maluku karena
rempah-rempah.
Kementerian Pertanian menargetkan sepuluh tahun mendatang kejayaan rempah
Nusantara dari Maluku bisa diwujudkan kembali. Strateginya adalah dengan memperbaiki
pembibitan rempah dan SOP budidaya guna menjaga kualitas dan produksi rempah. Untuk
itu Kementerian Pertanian mengucurkan bantuan Rp 200 M di 2 (dua) provinsi tersebut untuk
pembibitan rempah seperti cengkeh, pala, kayu manis dan cokelat yang menjadi primadona
Maluku dan Maluku Utara. Dana APBN sebesar Rp5,5 triliun dikhususkan untuk pengadaan
bibit unggul berbagai komoditas rempah dan disebarkan ke sejumlah provinsi yang
merupakan penghasil rempah-rempah Indonesia melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan.go.id “Menuju Kejayaan Rempah Indonesia”).

III. PENUTUP
Sektor pertanian tidak hanya menjadi bagian vital bagi Indonesia karena merupakan
sumber pendapatan, namun juga menjadikan masyarakat dunia bergantung dalam memenuhi
kebutuhan. Hingga saat ini pertanian Indonesia harus mampu bersaing dengan negara-negara
lain utamanya dalam merebut pangsa pasar dunia. Tidak hanya jumlah produksi yang
dihasilkan, namun juga kualitas dan ketersediaannya. Komoditas yang menjadi rebutan dunia
dari Indonesia adalah komoditas perkebunan dari aneka komoditas rempah-rempah.oleh
karena itu diperlukan sinergitas yang baik antara pemerintah, petani, dan masyarakat dalam
mencapai tujuan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
(melalui https://indonesia.go.id/ragam/komoditas/sosial/sejarah-dan-perkembangan-jamu-
minuman-tradisonal-indonesia).

https://indonesia.go.id/ragam/komoditas/sosial/sejarah-dan-perkembangan-jamu-minuman-
tradisonal-indonesia.

https://biz.kompas.com/read/2015/10/30/091823528/Menyibak.Rekam.Sejarah.Rempah-
Rempah.Indonesia.

KOMPAS.com”Revolusi Industri 4.0,industry Farmasi meningkat 6,85%”.

https://indonesia.go.id/ragam/komoditas/ekonomi/rempah-indonesia-diburu-dunia.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.go.id “Menuju Kejayaan Rempah


Indonesia”.

Anda mungkin juga menyukai