02 - Materi 3 - KONSTRUKSI PERKERASAN
02 - Materi 3 - KONSTRUKSI PERKERASAN
KONSTRUKSI PERKERASAN
OLEH:
Jaringan jalan menjadi bagian penting dari prasarana perhubungan untuk menumbuhkan
dan meningkatkan kegiatan ekonomi. Distribusi barang dari produsen ke konsumen dan
sebaliknya, mobilitas manusia dari satu tempat ketempat lain, sangat membutuhkan
keandalan prasarana jalan. Jaringan jalan yang menjamin kelancaran dan keamanan lalu-
lintas akan mampu menurunkan biaya operasi kendaraan yang merupakan komponen harga
barang, sehingga nilai barang menjadi ekonomis, meningkatkan daya saing dan
memperluas jangkauan pemasarannya.
Perkerasan jalan adalah bagian utama dari konstruksi jalan raya. Kelancaran lalu-lintas
banyak tergantung dari kondisi perkerasan jalan. Bila bermasalah, (rusak, berlubang-
lubang, menggelombang, licin, retak dsb) maka kelancaran lalu-lintas akan terganggu
(waktu tempuh bertambah, pemakaian bahan bakar meningkat, resiko kerusakan kendaraan
tinggi dsb) berakibat biaya angkut barang menjadi tinggi, pasaran surut dan secara
keseluruhan ekonomi mundur.
Usaha-usaha perlu dilakukan agar jaringan jalan selalu dalam kondisi lancar untuk dilewati
(rata, tahan cuaca, tanpa hambatan / gangguan fisik ataupun kemacetan lalu-lintas, aman
(tidak licin, tidak berbahaya bila dilewati dengan kecepatan relatif tinggi,) dan nyaman
(tidak membutuhkan konsentrasi tinggi, tidak membosankan/melelahkan dsb). Terutama
sekali usaha untuk mempertahankan permukaan jalan agar selalu dalam kondisi siap untuk
digunakan. Usaha-usaha tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit, oleh karena itu
dituntut petugas pengelola jalan untuk mendalami filosofi perkerasan jalan, pengaruh lalu-
lintas terhadap perkerasan jalan, bahan-bahan setempat yang dapat digunakan sebagai lapis
perkerasan dan cara-cara pembangunan jalan serta pemeliharaannya sedemikian sehingga
biaya pembinaan jalan tersebut dapat ditekan seoptimal mungkin dalam usaha
mendapatkan manfaat sebesar mungkin yaitu mendukung kegiatan ekonomi di sepanjang
daerah pengaruh jalan.
Usaha pembinaan perkerasan jalan yang berhasil adalah membangun perkerasan jalan
sesuai dengan tuntutan lalu-lintas (tipis saja kalau memang itu mencukupi, atau terpaksa
tebal kalau memang harus) menggunakan sejauh mungkin material setempat dan
melakukan pemeliharaan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan konstruksi serta
kelancaran lalu-lintas.
Prediksi kebutuhan tebal konstruksi menjadi penting, disesuaikan dengan perkiraan beban
as kendaraan yang diduga akan lewat selama masa umur rencana jalan. Apabila prediksi
beban kendaraan ini sulit dilakukan, maka dapat ditempuh konstruksi bertahap, dimana
ketebalan perkerasan dapat dikaji ulang dikemudian hari dan ditambah bila perlu, setelah
melalui masa pelayanan yang dibuat tidak terlalu panjang (3 atau 5 tahun). Kebijakan
seperti itu dilakukan dengan kesadaran bahwa membuat jaringan jalan yang lebih panjang
jauh lebih baik dari pada punya jalan yang bertahan lama, tapi terbatas panjangnya dengan
daerah pengaruh yang terbatas pula.
Perkerasan adalah menghitung kebutuhan tebal perkerasan untuk mendukung beban lalu-
lintas selama umur rencananya. Perhitungan itu tidak seluruhnya bersifat eksak matematis
tapi lebih dekat dengan usaha optimal untuk mempertemukan antara kebutuhan teoritis,
berdasarkan asumsi dan predisi untuk masa depan yang dapat dihitung secara matematis,
untuk dipadukan dengan pengetahuan kita tentang sifat tanah, sifat bahan perkerasan yang
sejauh ini pendekatannya adalah empiris.
Oleh karena itu seorang perencana perkerasan harus berpengetahuan luas tentang variasi
sifat-sifat bahan setempat, tajam dalam menangkap kesimpulan berdasarkan data-data yang
ada, kecenderungan perkembangan lalu-lintas, serta mampu berekreasi untuk mencari
kombinasi paling ekonomis dari berbagai kemungkinan untuk membuat perkerasan jalan.
Tebal perkerasan yang berlebihan memang lebih aman dilihat dari segi penggunaanya
namun pihak lain berarti pemborosan dana yang semestinya dapat dialokasikan ke tempat
lain.
Sasaran utama perencanaan perkerasan yang baik adalah tebal perkerasan yang tepat
memenuhi kebutuhan, bertahan tetap berfungsi selama umut rencananya.
DEFINISI ISTILAH
1. Jalur Rencana adalah salah satu jalur lalu-lintas dari sumbu sistim jalan raya, yang
menampang lalu-lintas terbesar. Umumnya jalur rencana adalah salah satu jalur dari
jalan raya dua jalur tepi luar dari jalan raya berjalur banyak.
2. Umur Rencana (UR) adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung dari mulai
dibukanya jalan tersebut sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap
perlu untuk diberi lapis permukaan yang baru.
3. Indeks Permukaan (IP) adalah suatu angka yang dipergunakan untuk menyatakan
kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan jalan yang bertalian dengan tingkat
pelayanan bagi lalu-lintas yang lewat.
5. Angka Ekivalen (E) dari suatu beban sumbu kendaraan adalah angka yang
menyatakan jumlah lintasan sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18000 lbs) yang akan
menyebabkan derajat kerusakan yang sama apabila beban sumbu tersebut lewat
satu kali.
6. Lintas Ekivalen Permukaan (LEP) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata
dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18000 lbs) pada jalur rencana yang diduga
terjadi pada permulaan umur rencana.
7. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari
sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18000 lbs) pada jalur rencana pada pertengahan
umur rencana.
8. Lintas Ekivalen Tengah (LET) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari
sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18000 lbs) pada jalur rencana pada pertengahan
umur rencana.
9. Lintas ekivalen Rencana (LER) adalah suatu besaran yang dipakai dalam
nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan jumlah dasar untuk
perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.
10. Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula, permukaan galian atau permukaan
tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan
bagian-bagian perkerasan lainnya.
11. Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi
dan tanah dasar.
12. Lapis Pondasi adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan
dengan lapis pondasi bawah (atau tanah dasar bila menggunakan lapis pondasi
bawah).
13. Lapis Permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas.
14. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) adalah suatu skala yang dipakai dalam
nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan berkekuatan tanah dasar.
15. Faktor Regional (FR) adalah faktor setempat, menyangkut keadaan lapangan dan
iklim, yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan, daya dukung tanah dasar
dan perkerasan.
16. Indeks Tebal Perkerasan (ITP) adalah suatu angka yang berhubungan dengan
penentuan tebal perkerasan.
I. Standar-Standar Perkerasan Bina Marga
Perkerasan adalah lapisan atas dari badan jalan yang dibuat dari bahan-bahan terpilih
yang bersifat lebih baik dalam fungsinya untuk mendukung beban roda lalu-lintas.
Perkerasan kaku (rigid pavement) adalah perkerasan jalan yang lapis utamanya
menggunakan semen portland sebagai bahan pengikat.
Kedua jenis (type) perkerasan ini masing-masing mempunyai keuntungan dan
kerugiannya, oleh karena itu keputusan untuk menggunakan jenis mana perlu
dipertimbangkan dengan teliti.
Keuntungan penggunaan jenis perkerasan kaku adalah karena perkerasan ini tahan air
(apabila drainase kurang berfungsi), tahan deformasi, relatif tidak tebal (± 35 cm),
tahan lama (umur rencana 15 s/d 20 tahun) dan bila didesain dengan baik biaya
pemeliharaannya tidak mahal. Namun kerugian menggunakan perkerasan kaku juga
sangat penting untuk dipertimbangkan antara lain biaya pembangunannya mahal (2
sampai 3 kali lipat), tidak dapat dibangun secara bertahap, waktu dibangun jalan harus
ditutup dari lewatan lalu-lintas paling tidak selama 3 minggu.
Desain Struktur perkerasan yang flexible pada dasarnya ialah menentukan tebal
lapis perkerasan yang mempunyai sifat-sifat mekanis yang telah ditetapkan
sedemikian sehingga menjamin bahwa tegangan-tegangan dan regangan-regangan
pada semua tingkat yang diakibatkan oleh beban lalu-lintas, masih pada batas-
batas yang dapat ditahan dengan aman oleh lapis-lapis perkerasan tersebut.
Metoda untuk desain didasarkan pada interpretasi atas hasil dari percobaan skala
penuh AASHTO, yang dimodifikasi agar sesuai dengan kondisi Indonesia,
menjadi produk standar “Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan
Raya dengan metode Analisa komponen” SN 03-1732-1989
Ada tiga langkah utama yang harus diikuti dalam perencanaan perkerasan
jalan baru, ialah:
a. Hitunglah jumlah lalu-lintas serta distribusi beban sumbunya yang
akan melewati jalan tersebut.
b. Tetapkanlah kekuatan tanah dasar, pada jalan yang akan dibangun
tersebut.
c. Pertimbangan a dan b, pilihlah kombinasi yang paling ekonomis
untuk bahan-bahan perkerasan serta ketebalan lapisan yang akan
mencukupi untuk tersedianya layanan yang memuaskan selama umur
desain perkerasan dengan pemeliharaan rutin saja.
MENGHITUNG ANGKA E (sumbu tunggal) = ( Beban satu sumbu tunggal (dalam kg))4
EKIVALEN KENDARAAN 8160
(E) E (sumbu ganda) = 0.086( Beban satu sumbu ganda (dalam kg))4
8160
MENENTUKAN TEBAL
Nilai ITP.
LAPIS PERKERASAN
Koefisien Kekuatan Relatif (a).
(D)
Batas minimum tebal lapisan sesuai nilai ITP.
ITP = a1D1+a2D2+a3D3
2. Pengumpulan Daftar Standar Yang Berlaku
1) Beban lalu-lintas
- Kelas Rencana Lalu-lintas (KRLL)
- Beban Gandar
2) Tanah Dasar
- Kekuatan Tanah Dasar
- CBR (Daya Dukung Tanah Dasar)
3) Material
- Lapis permukaan
- Lapis pondasi atas
- Lapis pondasi bawah
4) Penentuan Perkerasan
- Perhitungan perkerasan
- Penentuan tebal perkerasan tambahan
Kelas Rencana Lalu Lintas (KRLL) disajikan pada tabel I-1. Kelas-kelas ini
didasarkan pada lalu-lintas harian rata-rata yang diperkirakan (LHR) selama 5
tahun sesudah konstruksi dan dibandingkan dengan tabel terhadap klasifikasi
transpor (DLLAJR) sebelumnya.
Setiap standar yang dikeluarkan tentu ada maksud dan tujuan. Sebelum
menggunakan standar tersebut perlu diketahui maksud dan tujuannya, karena akan
berisi sasaran yang akan dicapai standar tersebut. Misalnya:
Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan metode
analisa komponen SN.03-1732-1989
Perencanaan tebal perkerasan yang akan diuraikan dalam buku ini adalah
merupakan dasar dalam menentukan tebal perkerasan lentur yang dibutuhkan
untuk suatu jalan raya.
LAPIS PERMUKAAN
(SURFACE COURSE)
Gambar B-1
a. Fungsi Perkerasan antara lain:
Memikul dan menyebarkan beban lalu-lintas merata ke tanah dasar.
Mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya dapat
cepat dialirkan.
Menjamin kelancaran lalu-lintas, memberikan rasa aman dan nyaman
kepada pemakai jalan.
c. Lapis Pondasi
Bahan-bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet
sehingga dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan
untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan
dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik.
d. Lapis Permukaan
Bahan agregat untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan
untuk lapis pondasi, dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan
aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan
aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi
daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu-lintas.
Lapisan penutup adalah lapis perkerasan jalan yang terletak diatas lapis
permukaan atau di atas lapis pondasi atas yang tergantung pada jenis/macam
lapisan yang dipakai.
Lapis permukaan dan Lapis Penutup dibedakan dari nilai strukturnya, lapis
permukaan mempunyai nilai struktur, sedang lapis penutup tidak mempunyai
nilai struktur.
III. Pengenalan Sifat-Sifat Tanah dan Bahan Perkerasan Jalan
1. Bahan-Bahan Tanah
Tanah adalah lapukan batuan alam dengan butir mineral dan bahan organik yang
dapat dipisahkan dengan cara mekanis ringan. Butir tanah terdiri dari:
- Bahan Organik
- Bahan an-organik
- Air (kadar air)
- Udara (void)
Bahan organik umumnya terdapat pada kedalaman 5 s/d 50 cm dari permukaan
tanah bumi.
a. Maksud Kegunaan/Klasifikasi
Sistem klasifikasi tanah umumnya digunakan dalam teknik jalan raya adalah
sistem Unified dan sistem AASHTO.
- Tanah berbutir halus, yaitu tanah yang mengandung 50% butiran halus
yang selanjutnya dikelompokkan lagi menurut sifat-sifat plastisitasnya,
batas cair serta kandungan bahan organik (>50% lolos saringan No.
200).
KETERANGAN YANG
PROSEDUR IDENTIFIKASI LAPANGAN (tidak termasuk partikel yang berukuran lebih dari 3
SIMBOL DIPERLUKAN DALAM
inci dan berat fraksinya diperkirakan)
MENGANALISA TANAH
GW Ukuran butirnya bervariasi dan banyak mangandung partikel berukuran sedang Untuk tanah tidak terganggu
diperlihatkan keterangan
tambahan seperti pelapisan,
GP Umumnya ukuran butirnya sama atau sedikit mengandung partikel berukuran sedang tingkat kepadatan segmentasi
kondisi kadar air dan
GM Bahan halusnya nonplastis atau plastisitasnya rendah (lihat prosedur identifikasi M1.) karakteristik drainase. Berikan
nama jenis tanahnya, perkiraan
% pasir dan kerikil, ukuran
GC Bahan halusnya plastis (lihat prosedur identifikasi C1.) butir maksimum, bentuk butir
dan, kondisi permukaan,
SW Ukuran butirnya bervariasi dan banyak mengandung partikel berukuran sedang kekerasan tanah berbutir kasar,
nama setempat atau nama
geologi, dan keterangan lain
SP Umumnya ukuran butirnya sama atau sedikit mengandung partikel berukuran sedang untuk kepentingan deskripsi
serta simbol huruf kapital.
SM Bahan halusnya nonplastis atau plastisnya rendah (lihat prosedur identifikasi M1.)
PROSEDUR IDENTIFIKASI
untuk fraksi lebih halus dari saringan no. 4
Kekuatan kering Dilatansi (Reaksi terhadap Keteguhan (Konsistensi
(Karakteristik pecah) goncangan) mendekati batas plastis)
2) Sistem AASHTO
Kelompok tanah A-4 s/d A-7 (tanah >35% lolos No. 200) sangat
ditentukan dari sifat plastisitas tanahnya. Dengan demikian
pengelompokkannya dapat mempergunakan grafik pada gambar C-1.
Gambar III-1
Grafik Klasifikasi AASHTO untuk menentukan A-4 s/d A-7
100
90
SUB P.I = LL - 30
80 GROUP
A-7-5
70
60 SUB
GROUP
A-7-5 BATAS
50 A-5 A-7
CAIR (LL)
40
30 A-4 A-6
20
10
0
10 20 30 40 50 60 70
Batas Plastis (PI)
TABEL III – 2
KLASIFIKASI TANAH SISTEM AASHTO
No. 200 15 max 25 max 10 max 35 max 35 max 35 max 35 max 36 max 36 max 36 max 36 max
Sifat fraksi yang lewat
No. 40
Batas Cair ......................... 40 max 41 max 40 max 41 max 40 max 40 max 40 max 40 max
Indeks Plastisitas 6 max N.P 10 max 10 max 11 max 11 max 10 max 10 max 11 max 11 max
Fragmen batuan Pasir Kerikil atau pasir lanauan atau
Jenis Umum Tanah lanauan Tanah lempungan
kerikil dan pasir halus lempungan
Tingkat umum sebagai
Sangat baik sampai baik Cukup sampai buruk
tanah dasar
Catatan: Indeks Plastisitas untuk sub-kelompok A-7-5 <LL – 30, sedang
Indeks Plastisitas untuk sub-kelompok A-7-6>LL – 30
Klasifikasi AASHTO secara lengkap dapat dibaca pada tabel III-2 berikut ini:
b. Sifat Khusus dan Pengaruh Kadar Air
1) Sifat Khusus
“Tanah yang mengandung Bahan Organik yang agak banyak tidak baik
untuk dipakai pada konstruksi jalan.”
Tanah berbutir halus (lolos saringan No. 40) dicampur air akan
menghasilkan suspensi, sebagai cairan.
- Batas Atterberg
Ialah nilai kadar air dari tanah padat saat mana peralihan terjadi dari
cair menjadi padat.
- Batas Pengerutan
Adalah nilai kadar air pada saat tanah mengalami peralihan dari
keadaan setengah plastis kekeadaan padat.
- Indek Plastis (Plastisity Indek atau PI)
Adalah selisih aljabar antara Batas Cair dan Batas Plastis (PI = LL –
PL)
- Tanah dengan Batas Cair yang tinggi dan Indeks Plastis yang besar,
biasanya memiliki sifat teknis yang jelek, kekuatan rendah,
kemampuan pemampatan yang tinggi, sukar dipadatkan dan
sebagainya.
c. Jenis Pengujian
3. Pemadatan tanah (Proctor test) Digambarkan grafik kadar air dan kerapatan. Kadar
Referensi: AASHTO T99 SNI 03-1742-1989 air dikontrol selama mempersiapkan tanah dasar
Menentukan untuk setiap jenis tanah dari sekita – 3% optimum sampai – 1% optimum.
kepadatan maks/kadar air optimum yang Kerapatan tidak boleh kurang dari 100% kepadatan
memungkinkan dan menunjukkan pemadatan kering maksimal di laboratorium untuk 30 cm
yang bagaimana dapat dicapai untuk lapisan teratas dan 95% untuk lapisan di bawahnya.
konstruksi tanah dasar.
a. Jenis
1) Aspal
b) Aspal Buatan
RC 30 – 60 MC 30 – 60 SC 30 – 60
RC 70 – 40 MC 70 – 40 SC 70 – 40
RC 250 – 500 MC 250 – 500 SC 250 – 500
RC 800 – 1600 MC 800 – 1600 SC 800 – 1600
RC 3000 - 6000 MC 3000 - 6000 SC 3000 - 6000
2) Agregat
Dua bentuk agregat alam yang sering dipergunakan yaitu kerikil dan pasir.
Kerikil adalah agregat dengan ukuran partikel lebih besar dari 6 mm, pasir
adalah agregat dengan ukuran partikel lebih kecil dari 6 mm, tetapi lebih
besar dari 0,075 mm (saringan No. 200).
b. Sifat-sifat
1) Sifat Aspal
Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat
dan antara aspal itu sendiri.
Pada waktu pemadatan aspal (masih panas) berfungsi sebagai pelicin
agar agregat mudah bergeser mengisi tempat kosong.
Material untuk kedap air
Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori
yang ada dari agregat itu sendiri.
Berarti sifat aspal haruslah mempunyai daya tahan (tidak cepat rapuh)
terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan
sifat elastis yang baik.
d) Kerapuhan aspal
2) Sifat Agregat
c. Jenis Pengujian
Temperatur pada saat dimana aspal mulai menjadi lunak tidaklah sama
pada setiap hasil produksi aspal walaupun mempunyai nilai penetrasi
yang sama. Temperatur tersebut dapat diperiksa dengan mengikuti
prosedur SNI 06-2434-1991 atau AASHTO T53-89
3) Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar dengan cleveland open cup
Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar untuk aspal keras mengikuti
prosedur AASHTO T48-89 atau SNI 06-2433-1991, yang berguna
untuk menentukan suhu dimana aspal terlihat menyala singkat
dipermukaan aspal (titik nyala), dan suhu pada saat terlihat nyala
sekurang-kurangnya 5 detik.
4) Pemeriksaan kehilangan berat aspal (thin film oven test)
Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui pengurangan berat akibat
penguapan bahan-bahan yang mudah menguap dalam aspal.
Pemeriksaan mengikuti prosedur SNI 06-2440-1991 atau AASHTO
T174-88. Penurunan berat yang besar menunjukkan banyaknya bahan-
bahan yang hilang karena penguapan. Aspal tersebut akan cepat
mengeras dan menjadi rapuh.
Dimana:
t = Waktu mengalir dalam detik
C = Konstanta viscosimeter yang dinyatakan dalam
centistokes/detik (cSt/dt)
Tabel III-4
Pemeriksaan Metode pemeriksaan
Bina Marga AASHTO
1. Penetrasi SNI 06-2456-1991 T49-89
2. Titik lembek SNI 06-2434-1991 T53-89
3. Titik nyala dan bakar SNI 06-2433-1991 T48-89
4. Thin Film Oven Test SNI 06-2440-1991 T174-88
5. Kadar larut dalam CCL4 PA-0305-76 T44-90
6. Daktilitas SNI 06-2432-1991 T51-89
7. Berat Jenis SNI 06-2441-1991 T228-90
8. Viskositas Kinematik PA-0308-76 T201-90
- Viskositas kinematik
- Pemeriksaan titik nyala dengan tag open cup
- Daktilitas aspal cair
- Penyulingan aspal cair
- Kadar air
Tabel III-5
Pemeriksaan Metode pemeriksaan
Bina Marga AASHTO
1. Viskositas kinematik PA-0308-76 T201-90
2. Titik Nyala SNI 06-2433-1991 T79-88
3. Daktilitas aspal cair SNI 06-2432-1991 T51-84
4. Penyulingan aspal cair SNI 06-2488-1991 T78-90
5. Kadar air SNI 06-2440-1991 T55-89
Pada garis besarnya bahan perkerasan konstruksi jalan dapat dilihat pada
tabel III-6
Tabel III-6
LPA (LAPIS PONDASI) Stabilisasi tanah dengan Suatu campuran tanah
(BASE) semen atau kapur dengan bahan
stabilisasi untuk lapis
pondasi yang baik
untuk konstruksi jalan
aspal
Makadam Ikat Kering/Air Batu pecah ditebar
secara manual dan
diikat dengan tanah
(makadam kering bila
diberi air disebut
makadam ikat air)
Batu pecah Batu pecah mesin,
ukuran dan banyaknya
butiran ditetapkan
LPB (LAPIS PONDASI Sirtu/Pitran Yaitu bahan yang
BAWAH) (SUBBASE) terdiri dari pasir dan
batu atau kerikil alam.
Dari Crusher plant, didapat agregat dalam berbagai gradasi, tentu saja gradasi
yang bermacam-macam ini perlu suatu pengelompokan dan pemisahan dalam
ukuran, satu dengan yang lainnya. Untuk keperluan pemisahan berbagai
gradasi maka diperlukan penyaringan melalui suatu ayakan (screen).
Dari hasil penyaringan diperoleh butiran yang berukuran:
- 40 – 70 mm (4/7)
- 25 – 40 mm (2,5/4)
- 15 – 25 mm (1,5/2,5)
- 8 – 15 mm (0,8/1,5)
- 3 – 8 mm (0,3/0,8)
- 0 – 3 mm (0,3)
skema pemecahan dan penyaringan batu dapat dilihat pada gambar III-2
dibawah ini:
Gambar III-2
Sistem Pemecah Batu yang Lengkap
Heavy
Material
40-70 mm
1
8-25 mm
25-40 mm
4
25-26 mm 2-6 mm
5
0-5 mm
b. Jenis Pengujian
1) Agregat
- Kekerasan (keausan)
- Kekasaran permukaan batu
- Gradasi (analisa saringan)
- Bentuk
- Berat jenis dan penyerapan air
c. Pencampuran
Pencampuran dengan grader bisa dilakukan kalau terpaksa, dengan grader ini
dilaksanakan, maka bahan (material) halus akan berada pada lapis bawah
sehingga tidak homogen, sering disebut terjadi proses segregasi.
d. Stabilisasi
- Stabilisasi Mekanis
- Stabilisasi Kimia
Perbandingan kriteria test stabilisasi kapur dan stabilisasi semen dapat dilihat
pada table III-7 dibawah ini.
Tabel III-7
Kriteria Tanah Yang Distabilisasi
% MINIMUM UNTUK
BAHAN BAHAN KEKUATAN CAMPURAN SETEMPAT
CBR
STABILISASI TEST TEKAN PASIR DAN
KERIKIL
LEMPUNG
Kapur 2% - 5% 100% pada 18 kg/cm2
0.03 0.04
Kapur hari ke-7
2
Semen 2% - 5% 100% pada 18 kg/cm
0.03 0.04
Semen hari ke-7 (250 lbs/m2)
IV. Pengenalan Parameter-Parameter Desain Perkerasan Jalan
Parameter-parameter desain perkerasan pada metode Analisa Komponen SN. 03-
1732-1989adalah:
Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu-lintas dari suatu ruas jalan raya,
yang menampung lalu-lintas terbesar.
Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur, maka jumlah jalur ditentukan dari lebar
perkerasan menurut daftar dibawah:
Daftar I
Jumlah Jalur Berdasarkan Lebar Perkerasan
Koefisien distribusi kendaraan ( C ) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat
pada jalur rencana ditentukan menurut daftar di bawah ini:
Daftar II
Koefisien Distribusi Kendaraan ( C )
*) berat total < 5 ton, misalnya : mobil penumpang,pick up, mobil hantaran
**) berat total ≥ 5 ton, misalnya : bus, truk, traktor, semi trailer, trailer
Daftar III
Angka Ekivalen ( E ) Beban Sumbu Kendaraan
a. Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) setiap kendaraan ditentukan pada awal
umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau
masing-masing arah pada jalan dengan median.
LER = LET x FP
FP = UR/10
Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi (gambar
1).
5. Faktor Regional
Daftar IV
Faktor Regional (FR)
Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang dibawah ini:
IP = 2,0 : Adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap
IP = 2,5 : Adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.
Dalam menentukan Indeks Permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah Lintas
Ekivalen Rencana (LER), menurut daftar di bawah ini:
Daftar V
Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IP)
*) LER dalam satuan angka Ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal.
Dalam menentukan Indeks Permukaan pada awal umur rencana (Ipo) perlu
diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan)
pada awal umur rencana, menurut Daftar VI dibawah ini:
Daftar VI
Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (Ipo)
Roughness
Jenis Lapis Perkerasan Ipo
(mm/km)
LASTON ≥ 4 ≤ 1000
3,9 – 3,5 > 1000
LASBUTAG 3,9 – 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 > 2000
HRA 3,9 – 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 > 2000
BURDA 3,9 – 3,5 < 2000
BURTU 3,4 – 3,0 < 2000
LAPEN 3,4 – 3,0 ≤ 3000
2,9 – 2,5 > 3000
LATASBUM 2,9 – 2,5
BURAS 2,9 – 2,5
LATASIR 2,9 – 2,5
JALAN TANAH ≤ 2,4
JALAN KERIKIL ≤ 2,4
7. Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Daftar VII
Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Koefisien
Kekuatan Kekuatan Bahan
Relatif Jenis Bahan
MS Kt CBR
a1 a2 a3
(kg) (kg/cm) (%)
0,40 - - 744 - -
0,35 - - 590 - - Laston
0,32 - - 454 - -
0,30 - - 340 - -
0,35 - - 744 - -
0,31 - - 590 - - Lasbutag
0,28 - - 454 - -
0,26 - - 340 - -
0,30 - - 340 - - HRA
0,26 - - 340 - - Aspal Macadam
0,25 - - - - - Lapen (mekanis)
0,20 - - - - - Lapen (manual)
- 0,28 - 590 - -
- 0,26 - 454 - - Laston atas
- 0,24 - 340 - -
- 0,23 - - - - Lapen (mekanis)
- 0,19 - - - - Lapen (manual)
- 0,15 - - 22 - Stabilitas tanah dengan semen
- 0,13 - - 18 -
- 0,15 - - 22 - Stabilitas tanah dengan kapur
- 0,13 - - 18 -
- 0,14 - - - 100 Batu pecah (kls A)
- 0,13 - - - 80 Batu pecah (kls B)
- 0,12 - - - 60 Batu pecah (kls C)
- - 0,13 - - 70 Sirtu/pitrun (kls A)
- - 0,12 - - 50 Sirtu/pitrun (kls B)
- - 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun (kls C)
- - 0,10 - - 20 Tanah/lempung kepasiran
V. Merubah LHR Kedalam Muatan Gandar Standar
1. Lintas Harian Rata-rata
Lintas harian rata-rata adalah jumlah lalu-lintas yang lewat dalam satu kali 24 jam
untuk dua jurusan atau satu jurusan (bila jalan tersebut terpisah dengan median).
Untuk kepentingan desain perkerasan, LHR dibatasi hanya untuk kendaraan roda
4 atau lebih, bahkan untuk penyederhanaan cukup dicatat jumlah kendaraan berat
(Berat total lebih dari 5 ton) atau prosentase kendaraan berat terhadap LHR, bukan
diambil dari Satuan Mobil Penumpang (SMP) karena SMP hanya untuk desain
geometrik.
Contoh:
Mobil penumpang, pickup dsb = 250 k/hr = 50%
Bus = 25 k/hr = 5%
Truck 2 as – 13 Ton = 100 k/hr = 20% Kendaraan
Truck 2 as – 20 Ton (Thronton) = 100 k/hr = 20% berat
Truck 2 as – 24 Ton (overload) = 25 k/hr = 5%
LHR = 500K/hr = 100%
Disini terlihat jumlah kendaraan berat = 250 kendaraan atau
250 x 100% = 50% x LHR
500
Prosentase Kendaraan Berat terhadap LHR = AKB
Jumlah Kendaraan Berat = AKB x LHR
AKB = 50%
2. Lajur Rencana
Lajur rencana adalah lajur jalan yang mewakili lajur lain, umumnya diambil
sebagai lajur yang paling banyak dilalui kendaraan.
= LHR x AKB x C
3. Angka Ekivalen Beban Gandar Standar 18 K (18.000 lbs)
ANGKA
AS DEPAN AS BELAKANG ANGKA
PERKIRAAN EKIVALEN
TIPE KENDARAAN ANGKA EKIVALEN
PROPORSI KENDARAAN
BERAT EKIVALEN MASING-
KG AE KG AE TIPIKAL BERAT
MASING
(TIPIKAL)
BUS 3000 0,0183 5000 0,1410 0,1593 10% 0,0159
Dari penalaran diatas, maka dapat kita hitung lintas Ekivalen (LEP atau LEA).
Asumsi diatas dipakai untuk mencari model type jalan dengan kendaraan berat
(Bauran Kendaraan Berat) berkisar antara 10% (ringan) 20% (sedang) 50% (berat)
b) Umur rencana (UR) adalah masa pelayanan jalan dihitung sejak selesai
dibangun hingga jalan dianggap sudah perlu direhabilitasi berat atau dievaluasi
kembali untuk masa pelayanan selanjutnya.
Di negara yang sudah maju umumnya UR ditetapkan diatas 10 tahun hingga
20 tahun, disesuaikan dengan material pembentuk perkerasan jalan yang
biasanya mampu mencapai lebih dari 10 tahun serta faktor-faktor kepastian
yang lebih baik dibanding di negara berkembang seperti Indonesia.
LER = LET x FP
LER adalah lintas ekivalen rencana, yaitu jumlah lintasan as tunggal 18 Kips
perhari yang lewat pada lajur rencana selama umur rencana yang ditetapkan.
LER tersebut merupakan jumlah lintasan yang mewakili dan ekivalen terhadap
perkiraan jumlah lintasan muatan sumbu masing-masing kendaraan yang
sebenarnya nanti akan lewat pada jalan tersebut.
Kekhususan desain perkerasan ini terletak pada mencari LER sebagai input utama
untuk menggunakan nomogram perkerasan, berbeda dengan cara analisa lain yang
umumnya menggunakan Accumated Equivalent Single Axle Load Application
(AESAL 18 K).
Untuk membandingkan dengan cara lain (Road Note 31, Asphalt Institut dan lain-
lain) tersebut, maka nilai Accumulated Equivalent Single Axle Load 18 K perlu
dicari dengan rumus
Sebagai gambaran, dari contoh-contoh diatas dan dengan ketentuan yang telah
ditetapkan terdahulu, telah dihitung besar LER yang dapat dijadikan pedoman
untuk menghitung atau membandingkan dengan LER spesifik yang dihitung
dengan teliti dan dengan data yang akurat:
Tabel
Kelas Rencana Lalu-lintas, LHR, BKB dan LER untuk Jalan
LER = Lintas Equivalen
LINTAS
Rencana (umur rencana 5
KELAS LEBAR KOEFISIEN HARIAN
JUMLAH tahun)
RENCANA PERKERASAN DISTRIBUSI RATA-
LAJUR BKB BKB BKB
LALU-LINTAS (L) KENDARAAN RATA pada
< 10% 20% 50%
tahun ke 10
Ringan Sedang Berat
1 IIIC L < 5,50 1 1,00 < 50 11 21 54
2 III B2 5,50 ≤ L < 8,25 2 0,50 51 – 200 21 43 107
3 III B1 8,25 ≤ L < 11,25 3 0,475 201 – 500 51 102 254
4 III A 11,25 ≤ L < 15,00 4 0,45 501 – 1500 144 289 723
5 > III A > 15,00 >4 0,45 > 1500 - *) - *) *)
Kelas Rencana lalu-lintas, kelas kelas jalan sebagaimana ditetapkan oleh studi terdahulu.
Lintas Ekivalen Rata-Rata adalah parameter dalam metoda desain perkerasan standar, angka yang disebut disini
adalah bersifat perkiraan dari asumsi LHR, UR = 5 tahun, dan i = 3%, dapat digunakan sebagai pedoman kalau data
yang akurat sulit didapat.
BKB = Bauran Kendaraan Berat = Prosentase kendaraan berat terhadap LHR, dengan Ekivalen Faktor sebesar 3,9708
(Bus 10%, truk 2-13 = 4%, truk 2-20 = 40% dan truk 2-24 = 10%).
LHR = LHR diambil angka tertinggi (50, 200, 500, 1500).
*) Dianjurkan dihitung secara spesifik, teliti berdasarkan data sebenarnya.
VI. Daya Dukung Tanah Dasar
1. Penetapan CBR Tanah Dasar dan Lendutan
Umum
Sementara ini dianjurkan untuk mendasarkan daya dukung tanah dasar hanya
kepada pengukuran nilai CBR. Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan
berdasarkan grafik korelasi dengan CBR. Harga CBR disini, adalah CBR
laboratorium.
Ada beberapa cara pengujian terhadap tanah dasar antara lain dengan cara
‘California Bearing Ratio’ (CBR), ‘Dynamic Cone Penetration Test’ (DCP),
‘Group Index’. ‘Plate Bearing Text’, atau ‘R.M. Value’. Sedangkan untuk
pengujian lendutan permukaan jalan dapat dengan pengujian ‘Benkelman
Beam’.
1) Prosedur Pengujian
a) Tentukan terlebih dahulu ruas jalan yang akan diuji baik daya dukung
tanah dasarnya maupun lendutan permukaan jalannya dari ruas jalan
yang akan digarap untuk proyek yang bersangkutan.
b) Diadakan penentuan lokasi pada ruas jalan yang bersangkutan dengan
membuat pembagian seksi ruas (segmen) dan ditentukan apakah
pengujian tanah dasar tersebut untuk konstruksi perkerasan baru atau
untuk peningkatan dan rekonstruksi jalan lama. Maka disini perlu
adanya identifikasi bahan tanah dasar untuk konstruksi perkerasan
baru, sedangkan untuk peningkatan dan rekonstruksi jalan lama dapat
dilakukan dengan cara CBR lapangan.
c) Diadakan pemilihan cara pengujian terhadap tanah dasar, dengan CBR
laboratorium, CBR lapangan atau DCP.
2) Analisis Pengujian Terhadap CBR
a) Secara Analisis
Dinamai Nilai ‘R’ tergantung dari jumlah data yang terdapat dalam 1
segmen. Besarnya nilai ‘R’ dapat dilihat pada Tabel C – 1 dibawah ini.
TABEL C – 1
NILAI ‘R’ UNTUK PERHITUNGAN CBR SEGMEN
Jumlah Titik Pengamatan Nilai ‘R’
2 1,41
3 1,91
4 2,24
5 2,48
6 2,67
7 2,83
8 2,96
9 3,08
> 10 3,18
b) Secara Grafis
Contoh Perhitungan:
Cara Grafis
90
87,5%
80
75% CBR Segmen = 2,9
60
50
40
30
25%
20
10 12,5%
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
C.B.R
.
Cara Analisis
(4+2+3+4+4+6+8+4) = 4,375
8
CBR segmen = 4,375 – (8 – 2) = 2,347
2,96
Terlihat dari contoh perhitungan diatas bahwa nilai CBR segmen
mendekati nilai CBR terendah dari nilai CBR yang terdapat pada
segmen tersebut.
Catatan : kalau terjadi perbedaan nilai grafis dengan nilai analitis
ambil yang terkecil
Setelah ditentukan lokasi ruas jalan pada proyek yang sedang digarap dengan
membagi-bagi ruas jalan tersebut menjadi segmen-segmen dan telah
ditentukan pula cara pengujiannya maka program pengujian tanah dasar
disetiap segmen pada ruas jalan tersebut sudah dapat ditentukan.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat seperti pada Gambar C-2 di bawah
ini. Pemberat seberat 20lb (9,07 Kg) dijatuhkan dari ketinggian 20 inch (50,8 cm)
melalui sebuah tiang berdiameter 5/8 inch (16 mm).
GAMBAR C – 2
ALAT DCP (‘DYNAMIC CONE PENETROMETER’)
JATUH BEBAS
0 0 0
D1
Ujung tiang berbentuk kerucut dengan luas ½ sq. Inch (1,61 cm2) bersudut 30o
atau 60o di Indonesia umum digunakan yang bersudut 30o.
Hasil pemeriksaan dapat dinyatakan dengan:
Data lapangan umumnya SPP, tetapi dalam analisis data dipergunakan SPR
korelasi dengan nilai CBR diperoleh dengan mempergunakan kertas transparan
seperti pada Gambar C-4. kertas transparan tersebut digeser-geserkan dengan tetap
menjaga sumbu grafik pada kedua gambar sejajar, sehingga diperoleh garis
kumulatif tumbukan (Gambar C-3) berimpit dengan salah satu garis pada kertas
transparan.
Nilai yang ditunjukan oleh garis tersebut merupakan nilai CBR lapangan pada
kedalaman tersebut. Tetapi korelasi ini sebaiknya dibandingkan dengan hasil yang
diperoleh dari hasil tes CBR dengan nilai DCP dari lokasi yang berdekatan dengan
lokasi dimana CBR tersebut dilaksanakan.
GAMBAR C – 3
GRAFIK HASIL PEMERIKSAAN ALAT DCP
Kumulatip Pukulan
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
0
Kedalaman Penetrasi (cm)
10
20
30
40
50
60
70
80
90
GAMBAR C – 4
KORELASI DDT DAN CBR
Indeks Permukaan (IP) adalah suatu angka yang dipergunakan untuk menyatakan
kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan jalan yang bertalian dengan
tingkat pelayanan bagi lalu-lintas yang lewat.
Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut dibawah ini:
Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas
ekivalen rencana (LER), menurut tabel D-1 di bawah ini:
Klasifikasi Jalan
LER = Lintas
Ekivalen Rencana *)
Lokal Kolektor arteri Tol
*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal.
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) perlu
diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan)
pada awal umur rencana, menurut tabel D-2.
Tabel D–2 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo)
Roughness *)
Jenis Lapis Perkerasan IPo
(mm/km)
LASTON ≥4 ≤ 1000
3,9 – 35 > 1000
LASBUTAG 3,9 – 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 > 2000
HRA 3,9 – 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 > 2000
BURDA 3,9 – 3,5 < 2000
BURTU 3,4 - 3,0 < 2000
LAPEN 3,4 – 3,0 < 3000
2,9 – 2,5 > 3000
LATASBUM 2,9 – 2,5
BURAS 2,9 – 2,5
LATASIR 2,9 – 2,5
JALAN TANAH ≤ 2,4
JALAN KERIKIL ≤ 2,4
*) Untuk Jalan tidak banyak berharap dapat mencapai mutu tertinggi (IPo = 4)
karena itu ditetapkan IPo = 2,9 – 2,5
Faktor Regional (FR) adalah faktor setempat, menyangkut keadaan lapangan dan
iklim, yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan, daya dukung tanah dasar
dan perkerasan. Keadaan lapangan mencakup permeabilitas tanah, perlengkapan
drainase, bentuk alinyemen serta persentase kendaraan dengan berat ≥ 5 ton, dan
kendaraan yang berhenti, sedangkan keadaan iklim mencakup curah hujan rata-
rata pertahun.
Angka 1,2 dan 3: masing-masing untuk lapis permukaan, lapis pondasi dan lapis
pondasi bawah.
Sejauh ini kita telah mendapatkan semua unsur untuk dapat mengunakan Grafik
Nomogram Tebal Perkerasan:
Semua parameter untuk penetapan Indeks Tebal Perkerasan sejauh ini telah
dijelaskan. Dibawah ini diberikan contoh penetapan ITP berdasarkan asumsi-
asumsi terdahulu dan besaran lain yang umum dipakai:
a) LER diambil 12 (dua belas) contoh dengan berbagai kombinasi BKB (Bauran
Kendaraan Berat atau Heavy Vehicle Mix) berikut ini dengan UR = 5.
Kelas Lintas LER
Jumlah
rencana Harian BKB BKB BKB
lajur
Lalu lintas Rata-rata 10% 20% 50%
1 IIIC 1 50 11 21 54
2 III B2 2 200 21 43 107
3 III B1 3 500 51 102 254
4 III A 4 1500 144 289 723
b) Daya Dukung Tanah diambil 5 (atau identik dengan nilai CBR 4 – 6, nilai
yang paling banyak terjadi dilapangan)
d) IPo = 2,9 – 2,5, kondisi lapis perkerasan dengan kualitas sedang-sedang saja
dan bukan yang tertinggi mengingat keterbatasan
kompetensi kontraktor lokal
0,3
0,2
B
0,1
0
400 800 1200 1600 2000 2400
Marshall Stability, Lb
0,4
A
Koefisien a2
0,3
0,2
C
0,1
B
0
400 800 1200 1600 2000 2400
Marshall Stability, Lb
0,24 A
0,20
0,60
P.C.C Base
(2500 PSI)
0,16
Koefisien a2
C 0,40
Soil Cement Treated
0,12
0,20
Base (650 PSI)
Soil Cement Base
0,08 (300 PSI)
B 0
1000 2000 3000
0,04
0
200 400 600 800 1000
7 hari kuat tekan, psi
Koefisien Kekuatan Relatif untuk stabilisasi semen pada lapis pondasi
(Highway Research Record Number 90)
Titik A adalah stabilisasi semen yang digunakan pada AASHO Road Test
(Sand gravel subbase material) dengan semen 4%, a2 = 0,23
Titik B adalah sand gravel tanpa stabilisasi a2 = 0,07
Titik C adalah material dengan kuat tekan minimum untuk soil cement base
dengan a2 = 0,15
0.150
0.125
C
0.100
Koefisien a2
0.075
0.050
0.025
0
1 2 3 4 5 6 7 8 10 20 40 60 80 100
Nilai CBR %
0.125
C
0.100
Koefisien a3
0.075
0.050
B
0.025
0
1 2 3 4 5 6 7 8 10 20 40 60 80 100
Nilai CBR %
Koefisien Kekuatan Relatif untuk material berbutir pada lapis pondasi bawah
(Highway Research Record Number 90)
Titik A adalah batu pecah (seluruh permukaan) dengan CBR 110 dan a3 = 0,14
Titik B adalah sandy clay material dengan a3 = 0,05 dan CBR = 5
Titik C adalah sand gravel subbase yang dipakai di AASHO Road Test a3 = 0,11
dan CBR = 30
6) Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan
Tabel D-5
Batas-batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan
1. Lapis Permukaan :
Tebal Minimum
ITP Bahan
(cm)
< 3,00 - Lapis pelindung : (Buras/Burtu/Burda)
3,00 – 6,70 5 Lapen/Aspal Macadam, Laston
6,71 – 7,49 8 Lapen/Aspal Macadam, Laston
7,50 – 9,99 10 Laston
≥ 10,00 15 Laston
2. Lapis Pondasi :
Tebal Minimum
ITP Bahan
(cm)
< 3,00 15 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen stabilisasi tanah
dengan kapur
3,00 – 7,49 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah
dengan kapur
10 Laston Atas (ATB)
7,50 – 9,99 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah
dengan kapur, pondasi macadam
10 Laston Atas
10 – 12,14 25 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah
dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston Atas
≥ 12,25 30 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah
dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston Atas
3. Lapis Pondasi Bawah :
Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm
Tabel D – 6 Contoh dan Pembanding
Indeks Tebal Perkerasan (ITP) dan Tebal Perkerasan Jalan
Terlepas dari fungsinya untuk menambah kekuatan, pelapisan ulang juga berfungsi
untuk meratakan kembali permukaan jalan akibat defferential settlement, tambal
sulam, aus atau terjadinya secondary compaction akibat dilalui oleh lalu-lintas.
Perhitungan kebutuhan tebal pelapisan ulang dapat ditentukan dengan beberapa cara
antara lain : Benkelmann Beam, Plate Bearing Test, Falling Weight Deflectograph
dan sebagainya. Disini kita pakai analisa komponen perkerasan, dimana tebal lapis
ulang dihitung dari selisih ITP antara lapis perkerasan lama dan lapis perkerasan baru,
maka ITP ini dapat dikonversikan menjadi ketebalan lapis ulang yang perlu
ditambahkan.
Nilai Kondisi Perkerasan Jalan Lama bila akan mendesain pelapisan tambahan
(‘overlay’).
Tabel D-6
Nilai Kondisi Perkerasan Jalan
1. Lapis Permukaan :
Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur roda ..................... 90 – 100%
Terlihat retak halus sedikit deformasi pada jalur roda namun masih tetap
stabil ................................................................................................................ 70 – 90%
Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda, pada dasarnya masih
menunjukkan kestabilan .................................................................................. 50 – 70%
Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda, menunjukkan
gejala ketidak stabilan ..................................................................................... 30 – 50%
2. Lapis Pondasi Atas :
a. Pondasi Aspal Beton atau Penetrasi Macadam :
Umumnya tidak retak .............................................................................. 90 – 100%
Terlihat retak halus, namun masih tetap stabil ........................................ 70 – 90%
Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan ................ 50 – 70%
Retak banyak, menunjukkan gejala ketidak stabilan .............................. 30 – 50%
b. Stabilisasi Tanah dengan Semen atau Kapur :
Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 10 ........................................ 70 – 100%
c. Pondasi Macadam atau Batu Pecah :
Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 6 …………………………….…….. 80 – 100%
3. Lapis Pondasi Bawah :
Indek plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 6 …………………………….…………… 90 – 100%
Indek plastisitas (Plasticity Index = PI) > 6 ………………………….………………. 70 – 90%
2) Contoh Soal
Telah mencapai akhir umur rencana pertamanya (5 tahun) pada tahun 2001 (i =
3%) dengan ciri beberapa keretakan permukaan. Ingin di overlay agar dapat
menampung lalu-lintas 5 tahun lagi dengan i = 6%
Penyelesaian
(1) mencari LEA (2001)
LEP (1996) = 500 x 0,475 x 0,5 x 3,9708
= 471
LEA (2001) = 471 x (1+0,03)5
= 471 x 1,159
= 546
LEA (2001) = LEP (2001) = 546
LHR awal disain, jumlah lajur, Koefisien Distribusi dan lebar jalan ditetapkan sebagai
berikut :
Pertumbuhan lalu lintas 3% diambil sebagai angka pertumbuhan rata rata di wilayah
yang baru berkembang, sesuai pula dengan kelesuan investasi sejak Krisis Moneter
yang mengakibatkan pertumbuhan lalu-lintas untuk transport barang-barang mengalami
kelambatan dalam mobilitasnya
(a) Apabila jalan raya telah berfungsi dalam jangka waktu lama dalam keadaan lancar,
permukaan jalan dalam kondisi baik atau rusak ringan tidak sampai menghambat
kelancaran lalu-lintas secara berarti, maka hasil survai lalu lintas dapat dijadikan
pedoman dalam menetapkan Komposisi kelompok Kendaraan Berat.
(b) Apabila jalan yang ada (atau yang belum pernah ada) dalam keadaaan rusak berat,
lalu lintas terhambat, maka prediksi Komposisi Kendaraan Berat dapat ditetapkan
dengan menggunakan data hasil dari studi pengembangan Wilayah dari Daerah
Pengaruh jalan tersebut. Sebagai Contoh, bila wilayah tersebut berpotensi untuk
menghasilkan Komoditi berbobot berat (Semen Kelapa sawit, Bahan Pulp dsb)
maka sangat mungkin dikemudian hari akan muncul dan tumbuh Kendaraan-
kendaraan Berat yang akan membebani Jalan.
(c) Apabila Jalan yang ada (atau belum pernah ada) dalam keadaan putus karena ada
jembatan tidak berfungsi, atau sebab lainnya, sedangkan studi pengembangan
wilayah di daerah tersebut belum ada atau sulit dilakukan, maka dapat dilakukan
asumsi seperti yang akan diterakan dibawah ini.
Dari ketiga kelompok Representatif Kendaraan Berat tadi perlu ditetapkan Angka
Ekivalen terhadap Gandar Tunggal 18 Kips (18.000 lbs atau 8160kg)
Bauran Kendaraan Berat adalah jumlah kendaraan berat dalam prosen terhadap LHR.
Kendaraan Berat diartikan sebagai Kendaraan-kendaraan yang mempunyai bobot total
lebih dari 5 ton, untuk dipisahkan dengan kendaraan-kendaraan ringan (Mobil
Penumpang, Van, Pick-up dsb) yang mungkin jumlahnya banyak namun kontribusinya
terhadap perusakan jalan relatif jauh lebih kecil. Bauran kendaraan dimaksudkan untuk
menyederhanakan perhitungan untuk mengkait dengan kendaraan berat saja yang
memberikan kontribusi terhadap kerusakan jalan sangat besar (terutama bila dimuati
lebih).
Pada jalan-jalan yang biasanya masih terbatas volume lalu-lintasnya ( kurang dari
1500 kend/hari) maka dapat dilakukan penyederhanaan untuk kepentingan
pembandingan ataupun karena data aktual belum dapat diperkirakan atau didapatkan.
Bauran Kendaraan Berat tergolong Ringan, bila kurang dari 10% LHR - AKB = 0,10
Bauran Kendaraan Berat tergolong Sedang, bila antara 10-20% LHR - AKB = 0,20
Bauran Kendaraan Berat tergolong Berat, bila antara 20-50% LHR - AKB = 0,50
Dari Data-data yang telah ditetapkan diatas, maka dapat dihitung LEP.
Rumus : LEP = LHR x AKB x C x AEKB
6. Menghitung Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dan Lintas Ekivalen Tengah (LET)
Perhitungan Index Tebal Perkerasan dan Penetapan Tebal Perkerasan seperti tersebut
diatas hanya merupakan contoh perhitungan dan dapat dijadikan angka-angka
pembanding pada kasus yang sebenarnya.
NOTASI : SD/KR adalah Surface Dressing (Lapis penutup sederhana/tanpa nilai
struktur : Burtu, Burda, Lasbutag, Aspal Beton dengan tebal
kurang dari 3 cm)
CS adalah Crushed Stone, batu pecah dengan nilai CBR Min 100%,
punya bidang pecah minimum 3.
PR adalah Pit Run (Sirtu) punya CBR min 30%
KR adalah Kerikil unt!Jk lapis penutup, dengan campuran tanah 15%
, terpasang minimum 5 cm.
Pada LHR lebih besar dari 1500 kendaraan per hari tidak dianjurkan untuk
memperkirakan tebal perkerasan dengan cara penyederhanaan seperti
diatas karena kemungkinan melesetnya akan sangat besar, oleh karena itu
perlu dilakukan studi kelayakan yang menyeluruh terutama pada prediksi
jumlah dan jenis kendaraan yang diperkirakan akan menggunakan jalan
tersebut.
Lampiran 2 :
Besaran Rencana
AKB
AEKB
UR
Tanah Dasar
(CBR / DCP / Benkelman Beam) Nomogram 7
Perkerasan Lama
ITP
(5) FR
ITP
Material Penutup
Permukaan
Lapis Pondasi (6)
Lapis Pondasi Bawah
Tebal Perkerasan
Tabel 6.5.2.
Program Peningkatan Jalan dan Kotamadya
Disain Perkerasan yang Disederhanakan Untuk Jalan Baru dan Jalan Lama
LP = Lapis Permukaan LPA = Lapisan Pondasi Atas LPB = Lapis Pondasi Bawah
LHR Bahan Pilih dari : Pilih dari :
< 50 KRK Gradasi 5 cm 1. Agregat Pecah bergradasi 1. Batu pecah atau kerikil/pasir/lempung campuran
Ukuran maksimum = 37.5 mm (sirtu)
51 – 500 Burtu / Burda CBR minimum = 60% Ukuran maksimum = 75 mm (batu pecah)/37.5 m
IP maksimum = 8% (sirtu)
> 500 Lapen 5 cm atau 2. Makadam Ikat Basah CBR minimum = 25%
Lataston 3 cm Ukuran maksimum = 62.5 mm IP maksimum = 12%
CBR minimum = 55% 2. Tanah Stabilisasi Kapur/Semen
IP maksimum = 12% Ukuran partikel maksimum = 75 mm sebelum digiling
CBR minimum = 25%
CRE :
BTU = 0.5 KRK = 0.86 BDA = 1.00 PM = 1.56
LTST = 2.33 A.C = 2.5 LTST = HRS AC =
Lasion