Anda di halaman 1dari 73

M AT E R I K U L I A H

KONSTRUKSI PERKERASAN

OLEH:

IR. HAMZAH, S.T., M.T.

POLITEKNIK PENERBANGAN MAKASSAR


S E M E S T E R AWA L 2 0 2 3 / 2 0 2 4
PENDAHULUAN

Jaringan jalan menjadi bagian penting dari prasarana perhubungan untuk menumbuhkan
dan meningkatkan kegiatan ekonomi. Distribusi barang dari produsen ke konsumen dan
sebaliknya, mobilitas manusia dari satu tempat ketempat lain, sangat membutuhkan
keandalan prasarana jalan. Jaringan jalan yang menjamin kelancaran dan keamanan lalu-
lintas akan mampu menurunkan biaya operasi kendaraan yang merupakan komponen harga
barang, sehingga nilai barang menjadi ekonomis, meningkatkan daya saing dan
memperluas jangkauan pemasarannya.

Perkerasan jalan adalah bagian utama dari konstruksi jalan raya. Kelancaran lalu-lintas
banyak tergantung dari kondisi perkerasan jalan. Bila bermasalah, (rusak, berlubang-
lubang, menggelombang, licin, retak dsb) maka kelancaran lalu-lintas akan terganggu
(waktu tempuh bertambah, pemakaian bahan bakar meningkat, resiko kerusakan kendaraan
tinggi dsb) berakibat biaya angkut barang menjadi tinggi, pasaran surut dan secara
keseluruhan ekonomi mundur.

Usaha-usaha perlu dilakukan agar jaringan jalan selalu dalam kondisi lancar untuk dilewati
(rata, tahan cuaca, tanpa hambatan / gangguan fisik ataupun kemacetan lalu-lintas, aman
(tidak licin, tidak berbahaya bila dilewati dengan kecepatan relatif tinggi,) dan nyaman
(tidak membutuhkan konsentrasi tinggi, tidak membosankan/melelahkan dsb). Terutama
sekali usaha untuk mempertahankan permukaan jalan agar selalu dalam kondisi siap untuk
digunakan. Usaha-usaha tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit, oleh karena itu
dituntut petugas pengelola jalan untuk mendalami filosofi perkerasan jalan, pengaruh lalu-
lintas terhadap perkerasan jalan, bahan-bahan setempat yang dapat digunakan sebagai lapis
perkerasan dan cara-cara pembangunan jalan serta pemeliharaannya sedemikian sehingga
biaya pembinaan jalan tersebut dapat ditekan seoptimal mungkin dalam usaha
mendapatkan manfaat sebesar mungkin yaitu mendukung kegiatan ekonomi di sepanjang
daerah pengaruh jalan.

Usaha pembinaan perkerasan jalan yang berhasil adalah membangun perkerasan jalan
sesuai dengan tuntutan lalu-lintas (tipis saja kalau memang itu mencukupi, atau terpaksa
tebal kalau memang harus) menggunakan sejauh mungkin material setempat dan
melakukan pemeliharaan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan konstruksi serta
kelancaran lalu-lintas.

Prediksi kebutuhan tebal konstruksi menjadi penting, disesuaikan dengan perkiraan beban
as kendaraan yang diduga akan lewat selama masa umur rencana jalan. Apabila prediksi
beban kendaraan ini sulit dilakukan, maka dapat ditempuh konstruksi bertahap, dimana
ketebalan perkerasan dapat dikaji ulang dikemudian hari dan ditambah bila perlu, setelah
melalui masa pelayanan yang dibuat tidak terlalu panjang (3 atau 5 tahun). Kebijakan
seperti itu dilakukan dengan kesadaran bahwa membuat jaringan jalan yang lebih panjang
jauh lebih baik dari pada punya jalan yang bertahan lama, tapi terbatas panjangnya dengan
daerah pengaruh yang terbatas pula.

Perkerasan adalah menghitung kebutuhan tebal perkerasan untuk mendukung beban lalu-
lintas selama umur rencananya. Perhitungan itu tidak seluruhnya bersifat eksak matematis
tapi lebih dekat dengan usaha optimal untuk mempertemukan antara kebutuhan teoritis,
berdasarkan asumsi dan predisi untuk masa depan yang dapat dihitung secara matematis,
untuk dipadukan dengan pengetahuan kita tentang sifat tanah, sifat bahan perkerasan yang
sejauh ini pendekatannya adalah empiris.

Oleh karena itu seorang perencana perkerasan harus berpengetahuan luas tentang variasi
sifat-sifat bahan setempat, tajam dalam menangkap kesimpulan berdasarkan data-data yang
ada, kecenderungan perkembangan lalu-lintas, serta mampu berekreasi untuk mencari
kombinasi paling ekonomis dari berbagai kemungkinan untuk membuat perkerasan jalan.

Tebal perkerasan yang berlebihan memang lebih aman dilihat dari segi penggunaanya
namun pihak lain berarti pemborosan dana yang semestinya dapat dialokasikan ke tempat
lain.

Sasaran utama perencanaan perkerasan yang baik adalah tebal perkerasan yang tepat
memenuhi kebutuhan, bertahan tetap berfungsi selama umut rencananya.
DEFINISI ISTILAH

1. Jalur Rencana adalah salah satu jalur lalu-lintas dari sumbu sistim jalan raya, yang
menampang lalu-lintas terbesar. Umumnya jalur rencana adalah salah satu jalur dari
jalan raya dua jalur tepi luar dari jalan raya berjalur banyak.

2. Umur Rencana (UR) adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung dari mulai
dibukanya jalan tersebut sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap
perlu untuk diberi lapis permukaan yang baru.

3. Indeks Permukaan (IP) adalah suatu angka yang dipergunakan untuk menyatakan
kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan jalan yang bertalian dengan tingkat
pelayanan bagi lalu-lintas yang lewat.

4. Lalu-lintas Hatian Rata-rata (LHR) adalah jumlah rata-rata lalu-lintas kendaraan


bermotor beroda 4 atau lebih yang dicatat selama 24 jam sehari untuk kedua
jurusan.

5. Angka Ekivalen (E) dari suatu beban sumbu kendaraan adalah angka yang
menyatakan jumlah lintasan sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18000 lbs) yang akan
menyebabkan derajat kerusakan yang sama apabila beban sumbu tersebut lewat
satu kali.

6. Lintas Ekivalen Permukaan (LEP) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata
dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18000 lbs) pada jalur rencana yang diduga
terjadi pada permulaan umur rencana.

7. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari
sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18000 lbs) pada jalur rencana pada pertengahan
umur rencana.

8. Lintas Ekivalen Tengah (LET) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari
sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18000 lbs) pada jalur rencana pada pertengahan
umur rencana.

9. Lintas ekivalen Rencana (LER) adalah suatu besaran yang dipakai dalam
nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan jumlah dasar untuk
perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.

10. Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula, permukaan galian atau permukaan
tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan
bagian-bagian perkerasan lainnya.

11. Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi
dan tanah dasar.

12. Lapis Pondasi adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan
dengan lapis pondasi bawah (atau tanah dasar bila menggunakan lapis pondasi
bawah).
13. Lapis Permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas.

14. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) adalah suatu skala yang dipakai dalam
nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan berkekuatan tanah dasar.
15. Faktor Regional (FR) adalah faktor setempat, menyangkut keadaan lapangan dan
iklim, yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan, daya dukung tanah dasar
dan perkerasan.

16. Indeks Tebal Perkerasan (ITP) adalah suatu angka yang berhubungan dengan
penentuan tebal perkerasan.
I. Standar-Standar Perkerasan Bina Marga
Perkerasan adalah lapisan atas dari badan jalan yang dibuat dari bahan-bahan terpilih
yang bersifat lebih baik dalam fungsinya untuk mendukung beban roda lalu-lintas.

Perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan jalan yang menggunakan


lapis-lapis bahan yang bersifat lentur (tidak kaku/getas) dan biasanya ditutup dengan
lapis yang menggunakan bitumen sebagai pengikat.

Perkerasan kaku (rigid pavement) adalah perkerasan jalan yang lapis utamanya
menggunakan semen portland sebagai bahan pengikat.
Kedua jenis (type) perkerasan ini masing-masing mempunyai keuntungan dan
kerugiannya, oleh karena itu keputusan untuk menggunakan jenis mana perlu
dipertimbangkan dengan teliti.

Keuntungan penggunaan jenis perkerasan kaku adalah karena perkerasan ini tahan air
(apabila drainase kurang berfungsi), tahan deformasi, relatif tidak tebal (± 35 cm),
tahan lama (umur rencana 15 s/d 20 tahun) dan bila didesain dengan baik biaya
pemeliharaannya tidak mahal. Namun kerugian menggunakan perkerasan kaku juga
sangat penting untuk dipertimbangkan antara lain biaya pembangunannya mahal (2
sampai 3 kali lipat), tidak dapat dibangun secara bertahap, waktu dibangun jalan harus
ditutup dari lewatan lalu-lintas paling tidak selama 3 minggu.

1. Pengenalan Standar-standar Perkerasan Jalan Bina Marga

Desain Struktur perkerasan yang flexible pada dasarnya ialah menentukan tebal
lapis perkerasan yang mempunyai sifat-sifat mekanis yang telah ditetapkan
sedemikian sehingga menjamin bahwa tegangan-tegangan dan regangan-regangan
pada semua tingkat yang diakibatkan oleh beban lalu-lintas, masih pada batas-
batas yang dapat ditahan dengan aman oleh lapis-lapis perkerasan tersebut.

Metoda untuk desain didasarkan pada interpretasi atas hasil dari percobaan skala
penuh AASHTO, yang dimodifikasi agar sesuai dengan kondisi Indonesia,
menjadi produk standar “Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan
Raya dengan metode Analisa komponen” SN 03-1732-1989

Untuk kepentingan kemudahan dan mencegah terjadinya kesalahan interpretasi


dalam penggunaan Petunjuk Desain Perkerasan tersebut, maka pada kasus ini
dilakukan beberapa penyederhanaan dan asumsi-asumsi. Kenyataan menunjukkan
bahwa data-data besaran perencanaan yang tidak tersedia dan sulit didapatkan di
dapat mengarah kepada keputusan yang tidak akurat atau tidak ekonomis.

1.a. Persyaratan Desain Dasar Untuk Alinyemen Jalan Baru

Ada tiga langkah utama yang harus diikuti dalam perencanaan perkerasan
jalan baru, ialah:
a. Hitunglah jumlah lalu-lintas serta distribusi beban sumbunya yang
akan melewati jalan tersebut.
b. Tetapkanlah kekuatan tanah dasar, pada jalan yang akan dibangun
tersebut.
c. Pertimbangan a dan b, pilihlah kombinasi yang paling ekonomis
untuk bahan-bahan perkerasan serta ketebalan lapisan yang akan
mencukupi untuk tersedianya layanan yang memuaskan selama umur
desain perkerasan dengan pemeliharaan rutin saja.

1.b. Persyaratan Desain Dasar Untuk Peningkatan Jalan

Untuk pelapisan ulang atau rekonstruksi perkerasan-perkerasan yang ada


diambil pendekatan yang sama. Akan tetapi lebih baik lagi bila
dimungkinkan untuk mendapatkan data-data dari survei setempat
mengenai lalu-lintas dan CBR tanah dasar untuk membantu (dan
menyederhanakan atau meningkatkan ketepatan) prosedur desain yang ada.

a. Perhitungan lalu-lintas dapat diambil dari lalu-lintas yang ada dan


prakiraan pertumbuhan lalu-lintas tahunan selama 10 tahun. Dari
angka-angka ini LER dapat ditentukan.
b. CBR tanah dasar dapat ditentukan dengan cara menggali lubang uji
pada perkerasan yang ada, mengambail contoh tanah dasar untuk
ditentukan harga CBR (rendaman) laboratorium.
Pengambilan sample tanah dasar ini dilakukan rata-rata setiap 1 km.
Diantara titik-titik sample tersebut dapat dilakukan pemeriksaan
dengan DCP (Dynamic Cone Penetrometer) untuk menyakinkan
sebaran nilai CBR sepanjang jalan.
c. Kadar air tanah dasar dapat ditentukan dari contoh tanah setempat dan
kondisi tanah bawah yang lembek dapat dilihat dengan memeriksa
kondisi perkerasan yang ada.
LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN PERKERASAN
GAMBAR I-1, LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN PERKERASAN

Dari tahun survei LHR sampai tahun selesai pelaksanaan jalan


terdapat selisih n tahun dengan perkembangan lalu-lintas i %
LHR AWAL UMUR RENCANA pertahun

LHR Awal Umur Rencana = (1+i)n x LHR Survei

Jalan direncanakan berumur UR tahun, terhitung dari mulai


berfungsinya jalan tersebut, dengan perkembangan lalu-lintas i
LHR AKHIR UMUR RENCANA % pertahun

LHR Akhir Umur Rencana = (1+i)UR x LHR Awal Umur


Rencana

MENGHITUNG ANGKA E (sumbu tunggal) = ( Beban satu sumbu tunggal (dalam kg))4
EKIVALEN KENDARAAN 8160
(E) E (sumbu ganda) = 0.086( Beban satu sumbu ganda (dalam kg))4
8160

LEP = LHR Awal Umur Rencana x Koefisien Distribusi


Kendaraan (C) x Angka Ekivalen (E).
LINTAS EKIVALEN
- Lintas Ekivalen LEA = LHR Akhir Umur Rencana x Koefisien Distribusi
Permulaan (LEP) Kendaraan (C) x Angka Ekivalen (E).
- Lintas Ekivalen Akhir
(LEA) LET = LEP + LEA
- Lintas Ekivalen Tengah 2
(LET) LEA = LET x FP FP = Faktor Penyesuaian
- Lintas Ekivalen Rencana FP = UR UR = Umur Rencana
(LER) 10

 Menentukan Daya Dukung Tanah dari CBR.


MENCARI INDEKS  Indeks Permukaan (IP) dan LER.
TEBAL PERKERASAN  Faktor Regional (FR).
(ITP dan ITP)  Menentukan Indeks Tebal Perkerasan (ITP dan ITP) dari
Nomogram.

MENENTUKAN TEBAL
 Nilai ITP.
LAPIS PERKERASAN
 Koefisien Kekuatan Relatif (a).
(D)
 Batas minimum tebal lapisan sesuai nilai ITP.
ITP = a1D1+a2D2+a3D3
2. Pengumpulan Daftar Standar Yang Berlaku

Di atas telah disajikan langkah-langkah desain perkerasan menurut Standar Bina


Marga. Dalam mendesain ternyata perlu memperhatikan hal-hal berikut ini:

1) Beban lalu-lintas
- Kelas Rencana Lalu-lintas (KRLL)
- Beban Gandar
2) Tanah Dasar
- Kekuatan Tanah Dasar
- CBR (Daya Dukung Tanah Dasar)
3) Material
- Lapis permukaan
- Lapis pondasi atas
- Lapis pondasi bawah
4) Penentuan Perkerasan
- Perhitungan perkerasan
- Penentuan tebal perkerasan tambahan

Kelas Rencana Lalu Lintas (KRLL) disajikan pada tabel I-1. Kelas-kelas ini
didasarkan pada lalu-lintas harian rata-rata yang diperkirakan (LHR) selama 5
tahun sesudah konstruksi dan dibandingkan dengan tabel terhadap klasifikasi
transpor (DLLAJR) sebelumnya.

TABEL I-1. Kelas Rencana lalu-lintas untuk jalan


Kelas Koefisien Lintas Harian Bauran
Lebar Perkerasan Jumlah
Rencana Distribusi Rata-rata kendaraan
(L) Lajur
Lalu-lintas Kendaraan Tahun ke 0 Berat (BKB)
<10%
1 III C L < 5.50 1 1,00 < 50 10% - 20%
20% - 50%
<10%
2 III B2 5.50 ≤ L < 8.25 2 0,50 51 – 200 10% - 20%
20% - 50%
<10%
3 III B1 8.25 ≤ L < 11.25 3 0,475 201 – 500 10% - 20%
20% - 50%
<10%
4 III A 11.25 ≤ L < 15.00 4 0,45 501 – 1500 10% - 20%
20% - 50%
<10%
5 > III A L > 15.00 >4 < 0,45 > 1500 10% - 20%
20% - 50%

 Kelas Rencana lalu-lintas adalah kelas jalan berdasarkan jumlah lalu-lintas


yang diperkirakan lewat.
 Lintas Harian Rata-rata adalah jumlah lalu-lintas harian yang lewat untuk satu
jurusan (jalan satu arah) atau dua jurusan atau satu arah (pada jalan multi jalur
yang dipisah dengan median).
 Heavy Vehicle Mix adalah presentase kendaraan berat (lebih dari 5 Ton berat
total : Bus, Truk, Truk Multi gandar, Trailer dsb).
 Adapun standar desain Bina Marga antara lain adalah:
- Tata Cara Perencana tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan metode
Analisa Komponen, SN. 03-1732-1989.
- Metoda Pengujian CBR Laboratorium SN. 03-1744-1989.
- Metoda Pengujian CBR Lapangan SN. 03-1738-1989.
- Tata cara pelaksanaan survei kondisi jalan beraspal, SN. 03-3844-1992.
 Standar desain lain dapat dipakai sebagai rujukan antara lain:
 Road Note 29 dan Road Note 31 dari TRRL
Jalan yang masih dalam tingkat pertumbuhan (LHR kecil) dapat merujuk
kepada RN 29 dan dan RN 31 untuk menetapkan tebal perkerasan. Kedua
standar tersebut disusun khusus untuk daerah Tropis dan Subtropik, dan
disederhanakan untuk memudahkan penggunaannya.
 RDS (Road Design System)
Road Design System adalah penetapan tebal perkerasan jalan (umumnya
overlay) yang dibuat oleh Bina Marga untuk proyek peningkatan jalan.
Basic filosofinya dari Road Note 29 dan Road Note 31 disajikan dalam
bentuk Software (Computer Program) HRODI (Hot Rolled Overlay
Design for Indonesia) termasuk didalam system RDS untuk overlay
menggunakan Hot Rolled Sheet (HRS)
 Asphalt Institute MS-1
Rujukan Asphalt Institute MS-1 banyak digunakan untuk jalan baru
ataupun overlay, terutama yang menggunakan campuran aspal
 SHELL Pavement Design
Rujukan ini mengacu kepada campuran beton aspal untuk seluruh tebal
perkerasan (full depth)

3. Pemahaman Tujuan Setiap Standar

Setiap standar yang dikeluarkan tentu ada maksud dan tujuan. Sebelum
menggunakan standar tersebut perlu diketahui maksud dan tujuannya, karena akan
berisi sasaran yang akan dicapai standar tersebut. Misalnya:

 Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan metode
analisa komponen SN.03-1732-1989

Maksud dan Tujuan

Perencanaan tebal perkerasan yang akan diuraikan dalam buku ini adalah
merupakan dasar dalam menentukan tebal perkerasan lentur yang dibutuhkan
untuk suatu jalan raya.

Yang dimaksud perkerasan lentur (flexible pavement) dalam perencanaan ini


adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran beraspal
sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan dibawahnya.
Interpretasi, evaluasi dan kesimpulan-kesimpulan yang akan dikembangkan
dari hasil penetapan ini, harus juga memperhitungkan penerapannya secara
ekonomis, sesuai dengan kondisi setempat, tingkat keperluan, kemampuan
pelaksanaan dan syarat teknis lainnya, sehingga konstruksi jalan yang
direncanakan itu adalah yang optimal.

Seorang Pavement Engineer harus menguasai asumsi-asumsi batasan-batasan dan


tujuan yang ingin dicapai oleh standar desain tersebut. Hasil suatu desain
perkerasan jalan yang baik adalah perkerasan yang mampu mendukung lalu-lintas
dengan lancar, aman dan nyaman, ekonomis dalam pembuatan serta hemat
pemeliharaannya. Terkait dengan maksud tersebut, Pavement Engineer harus
berusaha :

- Mampu menganalisa data lalu-lintas, penafsiran serta prediksinya untuk masa


umur rencana jalan.
- Mampu menggunakan material setempat secara efektif dan efisien.
- Mampu mengantisipasi kemungkinan kerusakan dini serta pencegahannya.
- Mampu menetapkan teknik-teknik pemeliharaan yang tepat, ekonomis dan
berkesinambungan.
- Mengusahakan sepanjang mungkin jaringan jalan dapat berfungsi mendukung
lalu-lintas komersial, untuk meningkatkan kegiatan ekonomi daerah.
II. Pengenalan Fungsi Setiap Lapis Perkerasan
Perkerasan jalan dapat didefinisikan sebagai suatu lapisan atau lapisan-lapisan yang
mampu mendukung beban lalu-lintas, dan beban tersebut diteruskan/disebarkan dari
permukaan jalan ke masing-masing lapisan dibawahnya sehingga menjadi semakin
kecil, dan mampu didukung oleh tanah asli.

1. Fungsi Menyeluruh Perkerasan


Bagian perkerasan jalan umumnya terdiri dari: lapis pondasi bawah (sub base
course), lapis pondasi (base course), dan lapis permukaan (surface course).

LAPIS PERMUKAAN
(SURFACE COURSE)

LAPIS PONDASI (BASE COURSE)


LAPIS PONDASI BAWAH
(SUBASE COURSE)
TANAH DASAR (SUBGRADE)

Gambar B-1
a. Fungsi Perkerasan antara lain:
 Memikul dan menyebarkan beban lalu-lintas merata ke tanah dasar.
 Mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya dapat
cepat dialirkan.
 Menjamin kelancaran lalu-lintas, memberikan rasa aman dan nyaman
kepada pemakai jalan.

2. Fungsi Lapis Demi Lapis Perkerasan


a. Tanah Dasar
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari
sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar.
Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut:

 Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu


akibat tidak mampu memikul beban lalu-lintas.
 Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan
kadar air (tanah liat sensitif).
 Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti
pada daerah dengan jenis tanah yang sangat berbeda-beda sifat dan
kedudukannya, atau sebagai akibat pelaksanaan yang kurang baik.
 Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu-lintas
dari jenis tanah tertentu (gambut, silt, organic).
 Tambahan pemadatan (secondary compaction) akibat pembebanan lalu-
lintas dan penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar
(granular soil) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.
Fungsi Tanah Dasar adalah sebagai tempat perletakan lapis perkerasan.
b. Lapis Pondasi Bawah

Fungsi lapis pondasi bawah antara lain:

 Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan


menyebarkan beban roda kepada Tanah Dasar.
 Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar
lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya
konstruksi).
 Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam lapis pondasi.
 Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar
(lalu-lintas alat berat dalam proses pelaksanaan).

c. Lapis Pondasi

Fungsi lapis pondasi antara lain:

 Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda.


 Sebagai peletakan terhadap lapis permukaan.

Bahan-bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet
sehingga dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan
untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan
dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik.

Bermacam-macam bahan alam/bahan setempat dapa digunakan sebagai bahan


lapis pondasi, antara lain: batu pecah, kerikil pecah dan stabilitasi tanah
dengan semen, atau lainnya.

d. Lapis Permukaan

Fungsi lapis permukaan antara lain:

 Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda.


 Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan
akibat cuaca.
 Sebagai lapisan aus (wearing course).

Bahan agregat untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan
untuk lapis pondasi, dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan
aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan
aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi
daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu-lintas.

Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan,


umur rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai manfaat yang sebesar-
besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
e. Lapis Aus (Penutup)
Fungsi lapis penutup:

 Memberikan permukaan yang rata.


 Mencegah permukaan berdebu.
 Agar permukaan kedap air.
 Mencegah lepasnya butir-butir halus.
 Mencegah licin.

Lapisan penutup adalah lapis perkerasan jalan yang terletak diatas lapis
permukaan atau di atas lapis pondasi atas yang tergantung pada jenis/macam
lapisan yang dipakai.

Lapis permukaan dan Lapis Penutup dibedakan dari nilai strukturnya, lapis
permukaan mempunyai nilai struktur, sedang lapis penutup tidak mempunyai
nilai struktur.
III. Pengenalan Sifat-Sifat Tanah dan Bahan Perkerasan Jalan
1. Bahan-Bahan Tanah
Tanah adalah lapukan batuan alam dengan butir mineral dan bahan organik yang
dapat dipisahkan dengan cara mekanis ringan. Butir tanah terdiri dari:
- Bahan Organik
- Bahan an-organik
- Air (kadar air)
- Udara (void)
Bahan organik umumnya terdapat pada kedalaman 5 s/d 50 cm dari permukaan
tanah bumi.

a. Maksud Kegunaan/Klasifikasi

Guna memudahkan mempelajari, merujuk dan membicarakan sifat-sifat tanah


yang akan dipergunakan sebagai bahan tanah dasar jalan, tanah itu
dikelompokkan berdasarkan sifat plastisitas (untuk tanah yang berbutir halus)
dan ukuran butirnya (untuk tanah yang berbutir kasar).

Sistem klasifikasi tanah umumnya digunakan dalam teknik jalan raya adalah
sistem Unified dan sistem AASHTO.

1) Unified Soil Classification System (USCS)

Oleh Casagrande tanah diklasifikasikan menjadi 2 golongan besar yaitu:

- Tanah berbutir kasar meliputi kerikil, pasir, tanah berkerikil, tanah


berpasir (<50% lolos saringan No. 200)

- Tanah berbutir halus, yaitu tanah yang mengandung 50% butiran halus
yang selanjutnya dikelompokkan lagi menurut sifat-sifat plastisitasnya,
batas cair serta kandungan bahan organik (>50% lolos saringan No.
200).

Kelompok-kelompok tanah ini kemudian diberi simbol:


G - Kerikil (gravel)
S - Pasir (sand)
M - Lanau (Silt/Moan)
C - Lempung (Clay)
O - Organik (Organic)
W - Bergradasi baik (Well graded)
P - Bergradasi buruk (Poor graded)
U - Bergradasi seragam (Uniform graded)
L - Batas cair rendah (Low Liquid Limit)
H - Batas cair Tinggi (High Liquid Limit)

Klasifikasi visual dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah pada


Tabel C-1 dari kiri ke kanan.
TABEL III-1
KLASIFIKASI TANAH SISTEM UNIFIED (Visual)

KETERANGAN YANG
PROSEDUR IDENTIFIKASI LAPANGAN (tidak termasuk partikel yang berukuran lebih dari 3
SIMBOL DIPERLUKAN DALAM
inci dan berat fraksinya diperkirakan)
MENGANALISA TANAH

GW Ukuran butirnya bervariasi dan banyak mangandung partikel berukuran sedang Untuk tanah tidak terganggu
diperlihatkan keterangan
tambahan seperti pelapisan,
GP Umumnya ukuran butirnya sama atau sedikit mengandung partikel berukuran sedang tingkat kepadatan segmentasi
kondisi kadar air dan
GM Bahan halusnya nonplastis atau plastisitasnya rendah (lihat prosedur identifikasi M1.) karakteristik drainase. Berikan
nama jenis tanahnya, perkiraan
% pasir dan kerikil, ukuran
GC Bahan halusnya plastis (lihat prosedur identifikasi C1.) butir maksimum, bentuk butir
dan, kondisi permukaan,
SW Ukuran butirnya bervariasi dan banyak mengandung partikel berukuran sedang kekerasan tanah berbutir kasar,
nama setempat atau nama
geologi, dan keterangan lain
SP Umumnya ukuran butirnya sama atau sedikit mengandung partikel berukuran sedang untuk kepentingan deskripsi
serta simbol huruf kapital.
SM Bahan halusnya nonplastis atau plastisnya rendah (lihat prosedur identifikasi M1.)

SC Bahan halusnya plastis (lihat prosedur identifikasi C1.)

PROSEDUR IDENTIFIKASI
untuk fraksi lebih halus dari saringan no. 4
Kekuatan kering Dilatansi (Reaksi terhadap Keteguhan (Konsistensi
(Karakteristik pecah) goncangan) mendekati batas plastis)

ML Nol sampai rendah Berikan nama jenis tanahnya,


tingkat dan sifat plastis jumlah
dan ukuran maksimum dari
CL Rendah sampai tinggi tanah berbutir kasar, warna dan
kondisi basah, bau bila ada,
nama setempat atau nama
OL Rendah sampai sedang
geologi dan keterangan lainnya
untuk kepentingan deskripsi
MH Rendah sampai sedang serta simbol tanah dengan
huruf kapital. Untuk tanah tidak
terganggu diperlukan
CH Tinggi sampai sangat tinggi
keterangan tambahan seperti
struktur, pelapisan, konsisitensa
OH Sedang sampai tinggi dalam keadaan tidak terganggu
dan remasan, kondisi kadar air
Secara langsung dapat diidentifikasikan dari warna, bau. Rasanya seperti bunga karang dan dan drainase
H
seringkali teksturnya berbentuk serat.

2) Sistem AASHTO

Dikembangkan pada tahun 1931 oleh Bureau of Public Road (USA)


berdasarkan klasifikasi Hogentogler dan Terzaghi. Mula-mula tanah
dibedakan menjadi A dan B tergantung apakah tanah sebagai subgrade
dapat memberikan daya dukung yang seragam atau tidak. Namun akhirnya
kelas B dianggap tidak ada, dan simbol A dalam klasifikasi ini sekarang
tidak berarti apa-apa.

Pada garis besarnya tanah dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu


kelompok tanah berbutir kasar (<35% lolos saringan No. 20) dan tanah
berbutir halus (>35% lolos saringan No. 200).
Kelompok tanah berbutir kasar dibedakan atas:
A-1, Adalah kelompok tanah yang terdiri dari kerikil dan pasir kasar
dengan sedikit atau tanpa butir-butir halus, dengan atau tanpa sifat-
sifat plastis.
A-3, Adalah kelompok tanah yang terdiri dari pasir halus dengan sedikit
sekali butir-butir halus lolos No. 200 dan tidak plastis.
A-2, Sebagai kelompok batas antara kelompok tanah berbutir kasar
dengan tanah berbutir halus. Kelompok A-2 ini terdiri dari campuran
kerikil/pasir dengan tanah berbutir halus yang cukup banyak
(<35%).

Kelompok tanah berbutir halus dibedakan atas:


A-4, Adalah kelompok tanah lanau dengan sifat plastisitas rendah.
A-5, Adalah kelompok tanah lanau yang mengandung lebih banyak butir-
butir plastis, sehingga sifat plastisnya lebih besar dari kelompok A-
4.
A-6, Adalah kelompok tanah lempung yang masih mengandung butir-
butir pasir kerikil, tetapi sifat perubahan volumenya cukup besar.
A-7, Adalah kelompok tanah lempung yang lebih bersifat plastis. Tanah
ini mempunyai sifat perubahan yang cukup besar.

Kelompok tanah A-4 s/d A-7 (tanah >35% lolos No. 200) sangat
ditentukan dari sifat plastisitas tanahnya. Dengan demikian
pengelompokkannya dapat mempergunakan grafik pada gambar C-1.

Gambar III-1
Grafik Klasifikasi AASHTO untuk menentukan A-4 s/d A-7

100

90
SUB P.I = LL - 30
80 GROUP
A-7-5
70
60 SUB
GROUP
A-7-5 BATAS
50 A-5 A-7
CAIR (LL)
40
30 A-4 A-6
20
10
0
10 20 30 40 50 60 70
Batas Plastis (PI)
TABEL III – 2
KLASIFIKASI TANAH SISTEM AASHTO

KLASIFIKASI BAHAN BERBUTIR KASAR BAHAN BERBUTIR HALUS


UMUM 35% atau kurang lewat No. 200 35% atau kurang lewat No. 200
A-1 A-2 A-7
A-3 A-4 A-5 A-6 A-7-5
A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7 A-7-6
Analisa saringan
(% lolos)
No. 10 50 max .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ..........
No. 40 30 max 50 max 51 max .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ..........

No. 200 15 max 25 max 10 max 35 max 35 max 35 max 35 max 36 max 36 max 36 max 36 max
Sifat fraksi yang lewat
No. 40
Batas Cair ......................... 40 max 41 max 40 max 41 max 40 max 40 max 40 max 40 max
Indeks Plastisitas 6 max N.P 10 max 10 max 11 max 11 max 10 max 10 max 11 max 11 max
Fragmen batuan Pasir Kerikil atau pasir lanauan atau
Jenis Umum Tanah lanauan Tanah lempungan
kerikil dan pasir halus lempungan
Tingkat umum sebagai
Sangat baik sampai baik Cukup sampai buruk
tanah dasar
Catatan: Indeks Plastisitas untuk sub-kelompok A-7-5 <LL – 30, sedang
Indeks Plastisitas untuk sub-kelompok A-7-6>LL – 30
Klasifikasi AASHTO secara lengkap dapat dibaca pada tabel III-2 berikut ini:
b. Sifat Khusus dan Pengaruh Kadar Air

1) Sifat Khusus

Sifat-sifat yang tidak diinginkan dari sudut teknik antara lain:

- Strukturnya terbuka, banyak berpori-pori serta mudah menyerap air


- Kelemahan mekanis dari komponen-komponen pembentuknya
- Volume banyak berubah jika diberi pembebanan atau bila kadar air
yang terkandung berubah
- Kadar air sangat tinggi, sehingga kemantapan mekanisnya rendah
- Sifat asam dari senyawa-senyawa pembentuknya menyebabkan air
yang terkandung bereaksi asam (bahan-bahan dalam tanah dapat
berkarat)

“Tanah yang mengandung Bahan Organik yang agak banyak tidak baik
untuk dipakai pada konstruksi jalan.”

2) Pengaruh Kadar Air

Tanah berbutir halus (lolos saringan No. 40) dicampur air akan
menghasilkan suspensi, sebagai cairan.

Bila kadar air dari suspensi tersebut berangsur-angsur


dikurangi/diturunkan dengan proses pengeringan, maka campuran itu
berangsung-angsur akan beralih dari keadaan cair kekeadaan padat.

BASAH MENJADI KERING KERING

CAIR PLASTIS SEMI PLASTIS PADAT

BATAS BATAS BATAS


CAIR PLASTIS KERUT

- Batas Atterberg
Ialah nilai kadar air dari tanah padat saat mana peralihan terjadi dari
cair menjadi padat.

- Batas Cair (Liquid Limit atau LL)


Adalah nilai kadar air pada saat tanah beralih dari keadaan cair
kekeadaan plastis.

- Batas Plastis (Plastisity Limit atau PL)


Adalah nilai kadar air pada saat tanah beralih dari keadaan plastis
kekeadaan setengah plastis

- Batas Pengerutan
Adalah nilai kadar air pada saat tanah mengalami peralihan dari
keadaan setengah plastis kekeadaan padat.
- Indek Plastis (Plastisity Indek atau PI)
Adalah selisih aljabar antara Batas Cair dan Batas Plastis (PI = LL –
PL)

- Indeks Plastis sering digunakan sebagai kriteria dalam spesifikasi yang


meliputi bahan pembuatan jalan

- Tanah dengan Batas Cair yang tinggi dan Indeks Plastis yang besar,
biasanya memiliki sifat teknis yang jelek, kekuatan rendah,
kemampuan pemampatan yang tinggi, sukar dipadatkan dan
sebagainya.

c. Jenis Pengujian

1) Pengujian laboratorium diperlukan untuk memeriksa dan menilai sifat-sifat


tanah, pengujian utama meliputi:

- Pengujian kimia untuk nilai PH dan kadar sulfat


- Pengujian pemadatan
- California Bearing Ratio (CBR)
- Pengujian Penetrasi
- Penentuan kekuatan geser
- Pengujian stabilitasi
- Pengujian kadar air
- Pengujian berat jenis
- Pengujian berat isi
- Pengujian batas atterberg
- Pengujian analisa butir

2) Pengujian lapangan dengan penetrometer kerucut dinamis (DCP-Dynamic


Cone Penetrometer)

Pengujian DCP dilakukan pada sepanjang sumbu jalan untuk menentukan


kekuatan tanah dasar setempat. Maksud pengujian ini adalah:

 Agar dapat menetapkan sebaran nilai kekuatan tanah dasar setempat


dengan cara cepat dan murah
 Biasanya setiap penggal 1 km di kalibrasi dengan CBR laboratorium
(rendaman)
 DCP paling cocok digunakan pada tanah berbutir yang tidak menyatu
(unbonding granular material)

Pengujian-pengujian yang penting ditinjau lebih terinci terlihat pada Tabel


III-3
Tabel III – 3
Tinjauan mengenai pengujian Tanah Dasar

JENIS PENGUJIAN BATAS-BATAS PENGUJIAN


1. Analisa Mekanis
Cocok tidaknya tanah sebagai Tanah Dasar.
Referensi:
Apabila memungkinkan hindari penggunaan tanah
a. Klasifikasi-AASHTO M145
jelek termasuk:
b. Tabel dan Sistem Klasifikasi
unified (USC)
c. Untuk menentukan dan
mengidentifikasi jenis-jenis tanah, ukuran M 145 USC
butir, dan persentase macam-macam
ukuran.
A5, A6, A7 OH, CH, OL, MH

2. Nilai Plastisitas Tanah (Batas Atterberg) Batas-batas yang digunakan

Referensi: Tes Sebaiknya Maks


AASHTO T89 SNI 03-1967-1999 Batas Cair < 22% < 50%
AASHTO T90 SNI 03-1966-1990 Batas Plastis > 15% < 50%

Penting sekali dalam menilai sifat-sifat tanah Indeks 7% < 25%


untuk macam-macam kadar air dan Plastisitas
keandalannya dibawah beban

3. Pemadatan tanah (Proctor test) Digambarkan grafik kadar air dan kerapatan. Kadar
Referensi: AASHTO T99 SNI 03-1742-1989 air dikontrol selama mempersiapkan tanah dasar
Menentukan untuk setiap jenis tanah dari sekita – 3% optimum sampai – 1% optimum.
kepadatan maks/kadar air optimum yang Kerapatan tidak boleh kurang dari 100% kepadatan
memungkinkan dan menunjukkan pemadatan kering maksimal di laboratorium untuk 30 cm
yang bagaimana dapat dicapai untuk lapisan teratas dan 95% untuk lapisan di bawahnya.
konstruksi tanah dasar.

4. California Bearing Ratio CBR Minimum Tanah dasar = 6%


Referensi: AASHTO T193 SNI 03-1744-1984 Apabila ini tidak dapat dicapai, pertimbangkan
Test geser Pons untuk menentukan kapasitas untuk mencampur atau stabilitasi dengan kapur, atau
dukung relatif dari tanah dasar. perbaiki kondisi drainase, atau memasang lapis
penopang (capping layer) antara tanah dasar dengan
lapis pondasi bawah.

2. Bahan Lapis Perkerasan

Lapisan-lapisan perkerasan dapat dibuat dari bahan-bahan yang semakin kebawah


kekuatan bahannya dapat semakin kecil, atau semakin kebawah mutu bahannya
dapat semakin rendah.

a. Jenis

Bahan dasar dari lapisan-lapisan perkerasan adalah agregat dan aspal.

1) Aspal

Aspal merupakan bahan PEREKAT, terdiri dari bahan BITUMEN dan


MINERAL. Aspal dapat dibedakan:
a) Aspal Alam

 Aspal gunung (rock asphalt), contoh aspal dari Pulau Buton


 Aspal danau (lake asphalt), contoh aspal dari Trinidad (Trinidad
Lake Asphalt)

b) Aspal Buatan

(1) Aspal minyak, merupakan hasil penyulingan minyak bumi


(2) Tar merupakan hasil penyulingan batu bara. Tidak umum
digunakan untuk perkerasan jalan karena lebih cepat mengeras,
peka terhadap perubahan temperatur dan beracun.

(a) Aspal minyak (petroleum aspal)

Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas:

 Aspal keras/panas (asphalt cement, AC), adalah aspal yang


digunakan dalam keadaan cair dan panas. Aspal ini
berbentuk padat pada keadaan penyimpanan (temperatur
ruangan).

 Aspal dingin/cair (cut back asphalt), adalah aspal yang


digunakan dalam keadaan cair dan dingin.

 Aspal emulsi (emulsion asphalt), adalah aspal yang


disediakan dalam bentuk emulsi. Dapat digunakan dalam
keadaan dingin ataupun panas. Aspal emulsi dan cutback
asphalt umum digunakan pada campuran dingin atau pada
penyemprotan dingin.

(b) Aspal Semen/Asphalt Cement (AC)

Di Indonesia, aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan


nilai penetrasinya yaitu:

 AC pen 40/50, yaitu AC dengan penetrasi antara 40 – 50


 AC pen 60/70, yaitu AC dengan penetrasi antara 60 – 70
 AC pen 85/100, yaitu AC dengan penetrasi antara 85 - 100

Aspal semen dengan penetrasi rendah digunakan di daerah


bercuaca panas atau lalu-lintas dengan volume tinggi,
sedangkan aspal semen dengan penetrasi tinggi digunakan
untuk daerah bercuaca dingin atau lalu-lintas dengan volume
rendah. Di Indonesia pada umumnya dipergunakan aspal semen
dengan penetrasi 60/70 dan 80/100.
(c) Aspal Cair (Cut back asphalt)

Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan bahan


pencair dari hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian
cutback asphalt berbentuk cair dalam temperatur ruang.
Berdasarkan bahan pencairannya dan kemudahan menguap dari
bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas:

 RC (Rapid Curing Cut Back)

Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bensin atau


premium. RC merupakan cut back aspal yang paling cepat
menguap.

 MC (Medium Curing Cut Back)

Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan


pencair yang kental seperti minyak tanah.

 SC (Slow Curing Cut Back)

Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan yang


lebih kental. Aspal jenis ini merupakan cutback aspal yang
paling lama menguap.

Berdasarkan nilai viskositas pada temperatur 60C, cutback


asphalt dapat dibedakan atas:

RC 30 – 60 MC 30 – 60 SC 30 – 60
RC 70 – 40 MC 70 – 40 SC 70 – 40
RC 250 – 500 MC 250 – 500 SC 250 – 500
RC 800 – 1600 MC 800 – 1600 SC 800 – 1600
RC 3000 - 6000 MC 3000 - 6000 SC 3000 - 6000

(d) Aspal Emulsi

Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan


bahan pengemulsi. Berdasarkan muatan listrik yang
dikandungnya, aspal emulsi dapat dibedakan atas:

 Kationik disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal


emulsi yang bermuatan arus listrik positif.
 Anionik disebut juga aspal emulsi alkasi, merupakan aspal
emulsi yang bermuatan negatif.
 Nonionik merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami
ionisasi, berarti tidak mengantarkan listrik.

Yang umum dipergunakan sebagai bahan perkerasan jalan


adalah aspal emulsi anionik dan kationik.
Berdasarkan kecepatan pengerasannya, aspal emulsi dapat
dibedakan atas:

 Rapid Setting (RS) jenis aspal emulsi yang pengikatnya


paling cepat.
 Medium Setting (MS) jenis aspal emulsi yang pengikatnya
sedang.
 Slow Setting (SS) jenis aspal emulsi yang pengikatnya
paling lambat.

(e) Aspal Buton

Aspal buton adalah aspal alam yang masuk kedalam matrix


batuan kapur. Pemeraman dengan solvent (modifier) tertentu
dapat mengaktifkan aspal tersebut menjadi binder yang siap
dicampur dengan batuan (Lasbutag).

2) Agregat

Agregat adalah bahan berbutir yang mempunyai komposisi mineral seperti


pasir, kerikil, batu kapur, atau batu pecah.

Batuan/agregat dasar adalah semua material yang terbentuk oleh proses


alam dan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok:

 Batuan beku (granit dll)


 Batuan sedimen (pasir, lempung, dll)
 Batuan ,metamorf (marmer dll)

Selanjutnya berdasarkan partikel-partikel agregat, agregat dibedakan:

- Agregat kasar, agregat 4,75 mm (ASTM)


- Agregat halus, agregat < 4,75 mm (ASTM)
- Abu batu/mineral filler, agregat halus yang umumnya lolos saringan
no. 200.

Dua bentuk agregat alam yang sering dipergunakan yaitu kerikil dan pasir.
Kerikil adalah agregat dengan ukuran partikel lebih besar dari 6 mm, pasir
adalah agregat dengan ukuran partikel lebih kecil dari 6 mm, tetapi lebih
besar dari 0,075 mm (saringan No. 200).

b. Sifat-sifat

1) Sifat Aspal

Aspal yang dipergunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi


sebagai:

 Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat
dan antara aspal itu sendiri.
 Pada waktu pemadatan aspal (masih panas) berfungsi sebagai pelicin
agar agregat mudah bergeser mengisi tempat kosong.
 Material untuk kedap air
 Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori
yang ada dari agregat itu sendiri.

Berarti sifat aspal haruslah mempunyai daya tahan (tidak cepat rapuh)
terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan
sifat elastis yang baik.

a) Daya tahan (durability)

Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat


asalnya terhadap pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan.

b) Adhesi dan Kohesi

Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga


dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah
kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap
ditempatnya setelah terjadi pengikatan.

c) Kepekaan Terhadap Temperatur

Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras


atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih
cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap
perubahan temperatur.

d) Kerapuhan aspal

Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan


agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan
kepermukaan agregat pada proses pelaburan. Pada waktu proses
pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas
(viskositas bertambah tinggi). Peristiwa perapuhan terus berlangsung
setelah masa pelaksanaan selesai. Jadi selama masa pelayanan, aspal
mengalami oksidasi dan polimerisasi yang besarnya dipengaruhi juga
oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat. Semakin tipis lapisan
aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.

2) Sifat Agregat

Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul


beban lalu-lintas. Agregat dengan kualitas dan sifat yang baik dibutuhkan
untuk lapisan permukaan yang langsung memikul beban lalu-lintas dan
menyebarkannya ke lapis dibawahnya. Sifat agregat sebagai bahan
konstruksi perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok
yaitu:
a) Kekuatan dan keawetan (strength and durability) lapisan perkerasan
dipengaruhi oleh:
 Gradasi
 Ukuran maksimum
 Kadar lempung
 Kekerasan dan ketahanan
 Tekstur permukaan (bidang pecah)
b) Kemampuan untuk dapat dilapisi aspal dengan baik, dipengaruhi oleh:
 Porositas
 Kemungkinan basah
 Jenis agregat (rheologi)

c) Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang


nyaman dan aman, dipengaruhi oleh:
 Kekasaran permukaan (skid resistence, texture)
 Campuran yang memberikan kemudahan dalam pelaksanaan
(bituminous mix workability, mudah dipadatkan)

c. Jenis Pengujian

Untuk aspal keras adalah sebagai berikut:

- Pemeriksaan Penetrasi aspal


- Pemeriksaan titik lembek
- Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar dengan cleveland open cup
- Pemeriksaan penurunan berat aspal (thin film oven test)
- Pemeriksaan kelarutan aspal dalam karbon tetraklorida
- Pemeriksaan daktilitas
- Pemeriksaan berat jenis aspal keras
- Pemeriksaan viskositas kinematik

1) Pemeriksaan penetrasi aspal

Prosedur pemeriksaan mengikuti SNI 06-2456-1991 atau AASHTO


T49-89

2) Pemeriksaan Titik lembek/lunak (Softening point test)

Temperatur pada saat dimana aspal mulai menjadi lunak tidaklah sama
pada setiap hasil produksi aspal walaupun mempunyai nilai penetrasi
yang sama. Temperatur tersebut dapat diperiksa dengan mengikuti
prosedur SNI 06-2434-1991 atau AASHTO T53-89

3) Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar dengan cleveland open cup

Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar untuk aspal keras mengikuti
prosedur AASHTO T48-89 atau SNI 06-2433-1991, yang berguna
untuk menentukan suhu dimana aspal terlihat menyala singkat
dipermukaan aspal (titik nyala), dan suhu pada saat terlihat nyala
sekurang-kurangnya 5 detik.
4) Pemeriksaan kehilangan berat aspal (thin film oven test)
Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui pengurangan berat akibat
penguapan bahan-bahan yang mudah menguap dalam aspal.
Pemeriksaan mengikuti prosedur SNI 06-2440-1991 atau AASHTO
T174-88. Penurunan berat yang besar menunjukkan banyaknya bahan-
bahan yang hilang karena penguapan. Aspal tersebut akan cepat
mengeras dan menjadi rapuh.

5) Pemeriksaan Kelarutan bitumen dalam karbon tetraklorida/karbon


bisulfida (solubility test)
Pemeriksaan dilakukan untuk menentukan jumlah bitumen yang larut
dalam karbon tetraklorida/karbon bisulfisa. Jika semua bitumen yang
diuji larut dalam CC 14 atau larut dalam C2 maka bitumen tersebut
adalah murni. Disyaratkan bitumen yang digunakan untuk perkerasan
jalan mempunyai kemurnian > 99%. Prosedur pemeriksaan mengikuti
PA-0305-76 atau AASHTO T44-90

Hasil yang diperoleh adalah:

P = Bitumen larut dalam CCL 4 x 100%


Jumlah bitumen kering

Dimana p adalah bitumen yang larut dalam CCL 4

6) Pemeriksaan Daktilitas Aspal


Tujuan pemeriksaan ini untuk mengetahui sifat kohesi dalam aspal itu
sendiri yaitu dengan mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik
antara 2 cetakan yang berisi bitumen keras sebelum putus, pada suhu
dan kecepatan tarik tertentu. Pemeriksaan mengikuti prosedur SNI-06-
2432-1991 atau AASHTO T51-89. Aspal dengan daktilitas yang lebih
besar mengikat butir-butir agregat lebih baik tetapi lebih peka terhadap
perubahan temperatur.

7) Pemeriksaan berat jenis aspal (spesific gravity test)


Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat aspal dan berat air
suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu, 25 atau 156 C.
Prosedur pemeriksaan mengikuti SNI 06-2441-1991 AASHTO T228-
90.
Berat Jenis Aspal = (C – A)
[(B-A) – (D-C)]
Dimana:
A = Berat piknometer (dengan penutup)
B = Berat piknometer berisi air
C = Berat piknometer berisi aspal
D = Berat piknometer berisi aspal dan air
Berat jenis aspal diperlukan untuk perhitungan dalam analisa
campuran.
8) Pemeriksaan viskositas

Pemeriksaan viskositas pada aspal semen bertujuan untuk memeriksa


kekentalan aspal, dilakukan pada temperatur 60oC dan 135oC. 60oC
adalah temperatur dimana proses pencampuran/penyemprotan aspal
umumnya dilakukan.
Viskositas kinematik = t.C

Dimana:
t = Waktu mengalir dalam detik
C = Konstanta viscosimeter yang dinyatakan dalam
centistokes/detik (cSt/dt)

Pemeriksaan dilakukan mengikuti prosedur PA-0308-76 atau


AASHTO T201-90.

Tabel III-4 merupakan daftar rujukan dari pemeriksaan yang umum


dilakukan pada aspal keras.

Tabel III-4
Pemeriksaan Metode pemeriksaan
Bina Marga AASHTO
1. Penetrasi SNI 06-2456-1991 T49-89
2. Titik lembek SNI 06-2434-1991 T53-89
3. Titik nyala dan bakar SNI 06-2433-1991 T48-89
4. Thin Film Oven Test SNI 06-2440-1991 T174-88
5. Kadar larut dalam CCL4 PA-0305-76 T44-90
6. Daktilitas SNI 06-2432-1991 T51-89
7. Berat Jenis SNI 06-2441-1991 T228-90
8. Viskositas Kinematik PA-0308-76 T201-90

Untuk aspal cair yang umum dilakukan adalah:

- Viskositas kinematik
- Pemeriksaan titik nyala dengan tag open cup
- Daktilitas aspal cair
- Penyulingan aspal cair
- Kadar air

1) Pemeriksaan viscositas kinematik

Pemeriksaan viscositas kinematik pada aspal cair (cut back asphalt)


umumnya dilakukan sebagai dasar untuk menentukan klasifikasi
kekentalan dari RC, MC, dan SC. Prosedur pemeriksaan mengikuti
AASHTO T201-90.
2) Pemeriksaan titik nyala

Kegunaan dari pemeriksaan ini adalah untuk menentukan suhu


dimana aspal cair mulai menyala. Untuk Slow Curing Cut Back
aspal pemeriksaan menggunakan cleveland open cup, prosedur
mengikuti AASHTO T48-89 atau SNI 06-24 199. Sedangkan untuk
MC dan RC yang lebih cepat menguap, pemeriksaan
mempergunakan pemanas air (water bath). Prosedur pemeriksaan
mengikuti AASHTO T79-88 atau PA-0309-76.

3) Penyulingan (destilasi) aspal cair

Pemeriksaan ini berguna untuk memisahkan zat-zat dengan titik


didih yang berlainan yang terdapat dalam aspal cair, karena aspal
cair berasal dari campuran aspal keras dan bahan pelarut.
Pemeriksaan menggunakan alat penyuling. Pemeriksaan mengikuti
prosedur SNI 06-2488-199 atau AASHTO T78-90

Pemeriksaan Kadar air berguna untuk menentukan banyaknya air


terdapat dalam aspal cair. Pemeriksaan mengikuti SNI 06-2490-
1991 arau AASHTO T55-89

Pada Tabel III-5 diberikan daftar rujukan untuk pemeriksaan aspal


cair.

Tabel III-5
Pemeriksaan Metode pemeriksaan
Bina Marga AASHTO
1. Viskositas kinematik PA-0308-76 T201-90
2. Titik Nyala SNI 06-2433-1991 T79-88
3. Daktilitas aspal cair SNI 06-2432-1991 T51-84
4. Penyulingan aspal cair SNI 06-2488-1991 T78-90
5. Kadar air SNI 06-2440-1991 T55-89

Untuk agregat adalah sebagai berikut:


 Analisa saringan dari agregat halus dan kasar
 Keausan
 Karakteristik agregat
 CBR
 Berat jenis

Penjelasan mendetail akan diberikan pada kursus tersendiri yaitu


Kursus “Teknisi Laboratorium”.
3. Pengolahan Bahan

Pada garis besarnya bahan perkerasan konstruksi jalan dapat dilihat pada
tabel III-6

Tabel III-6
LPA (LAPIS PONDASI) Stabilisasi tanah dengan Suatu campuran tanah
(BASE) semen atau kapur dengan bahan
stabilisasi untuk lapis
pondasi yang baik
untuk konstruksi jalan
aspal
Makadam Ikat Kering/Air Batu pecah ditebar
secara manual dan
diikat dengan tanah
(makadam kering bila
diberi air disebut
makadam ikat air)
Batu pecah Batu pecah mesin,
ukuran dan banyaknya
butiran ditetapkan
LPB (LAPIS PONDASI Sirtu/Pitran Yaitu bahan yang
BAWAH) (SUBBASE) terdiri dari pasir dan
batu atau kerikil alam.

Kelihatan bahwa bahan dasar dari lapisan-lapisan perkerasan adalah agregat


(batuan) baik berbentuk batu pecah maupun butiran dengan melalui prosedur
rumit maupun dengan proses sederhana.

a. Pemecahan dan Penyaringan

Dalam pemecahan batu dikenal beberapa jenis dari crusher yaitu:

1) Jaw Crusher (Pemecah Tipe Rahang)


2) Roll Crusher (Pemecah Tipe Silinder)
3) Impact Crusher (Pemecah Tipe Pukulan)
4) Cone Crusher (Pemecah Tipe Konus)
5) Hammer Crusher (Pemecah Tipe Pukulan)
6) Ball Mill (Untuk membuat Filler)

Yang dalam operasinya dapat beroperasi sendiri maupun penggabungan


beberapa crusher serta dilengkapi pula dengan ayakan untuk memperoleh batu
yang gradasinya minimal mendekati gradasi yang diinginkan.

Dari Crusher plant, didapat agregat dalam berbagai gradasi, tentu saja gradasi
yang bermacam-macam ini perlu suatu pengelompokan dan pemisahan dalam
ukuran, satu dengan yang lainnya. Untuk keperluan pemisahan berbagai
gradasi maka diperlukan penyaringan melalui suatu ayakan (screen).
Dari hasil penyaringan diperoleh butiran yang berukuran:

- 40 – 70 mm (4/7)
- 25 – 40 mm (2,5/4)
- 15 – 25 mm (1,5/2,5)
- 8 – 15 mm (0,8/1,5)
- 3 – 8 mm (0,3/0,8)
- 0 – 3 mm (0,3)

skema pemecahan dan penyaringan batu dapat dilihat pada gambar III-2
dibawah ini:

Gambar III-2
Sistem Pemecah Batu yang Lengkap

Heavy
Material

40-70 mm
1

8-25 mm

25-40 mm
4

25-26 mm 2-6 mm
5

0-5 mm

b. Jenis Pengujian

1) Agregat

- Kekerasan (keausan)
- Kekasaran permukaan batu
- Gradasi (analisa saringan)
- Bentuk
- Berat jenis dan penyerapan air

Selanjutnya untuk mengetahui cara-cara pengujian tersebut diberikan


kursus tersendiri yaitu “Teknisi Laboratorium”.

c. Pencampuran

Hasil crusher belum tentu memenuhi persyaratan gradasi (grading reqirement)


dan syarat-syarat lainnya, maka diperlukan pencampuran untuk memenuhi
syarat-syarat sebagai bahan perkerasan.
Untuk memenuhi suatu persyaratan gradasi maka diperlukan suatu proses baik
proses panjang maupun proses pendek, namun pada umumnya proses tersebut
berbentuk pencampuran (bleeding) beberapa fraksi agregat. Pencampuran
tersebut dapat dilaksanakan dalam beberapa cara.

Pencampuran dengan grader bisa dilakukan kalau terpaksa, dengan grader ini
dilaksanakan, maka bahan (material) halus akan berada pada lapis bawah
sehingga tidak homogen, sering disebut terjadi proses segregasi.

d. Stabilisasi

Dikenal ada dua cara stabilisasi:

- Stabilisasi Mekanis
- Stabilisasi Kimia

Stabilisasi Mekanis dapat dilakukan melalui pemadatan, penggantian dan


pencampuran. Stabilisasi Kimia dapat dilakukan dengan bahan semen, kapur
atau lainnya.

Pengujian campuran tanah dengan kapur/semen dilakukan untuk menentukan


prosentase kapur/semen yang diinginkan untuk mencapai kekuatan yang
sesuai dan mengurangi plastisitas tanah. Prosentase kapur/semen berkisar
antara 3%-5%. Bahan stabilisasi jenis lain tergantung dari manufakturer
bahan.

Perbandingan kriteria test stabilisasi kapur dan stabilisasi semen dapat dilihat
pada table III-7 dibawah ini.

Tabel III-7
Kriteria Tanah Yang Distabilisasi

% MINIMUM UNTUK
BAHAN BAHAN KEKUATAN CAMPURAN SETEMPAT
CBR
STABILISASI TEST TEKAN PASIR DAN
KERIKIL
LEMPUNG
Kapur 2% - 5% 100% pada 18 kg/cm2
0.03 0.04
Kapur hari ke-7
2
Semen 2% - 5% 100% pada 18 kg/cm
0.03 0.04
Semen hari ke-7 (250 lbs/m2)
IV. Pengenalan Parameter-Parameter Desain Perkerasan Jalan
Parameter-parameter desain perkerasan pada metode Analisa Komponen SN. 03-
1732-1989adalah:

1. Jumlah lajur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C).

Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu-lintas dari suatu ruas jalan raya,
yang menampung lalu-lintas terbesar.
Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur, maka jumlah jalur ditentukan dari lebar
perkerasan menurut daftar dibawah:

Daftar I
Jumlah Jalur Berdasarkan Lebar Perkerasan

Lebar Perkerasan (L) (m) Jumlah Jalur (n)


L < 5,50 1 jalur
5,50 ≤ L < 8,25 2 jalur
8,25 ≤ L < 11,25 3 jalur
11,25 ≤ L < 15,00 4 jalur

Koefisien distribusi kendaraan ( C ) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat
pada jalur rencana ditentukan menurut daftar di bawah ini:

Daftar II
Koefisien Distribusi Kendaraan ( C )

Jumlah Kendaraan Ringan *) Kendaraan Berat **)


Jalur 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 jalur 1,00 1,00 1,00 1,00
2 jalur 0,60 0,50 0,70 0,50
3 jalur 0,40 0,40 0,50 0,475
4 jalur - 0,30 - 0,45

*) berat total < 5 ton, misalnya : mobil penumpang,pick up, mobil hantaran
**) berat total ≥ 5 ton, misalnya : bus, truk, traktor, semi trailer, trailer

2. Angka Ekivalen (E) Beban sumbu Kendaraan

Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan)


ditentukan menurut rumus daftar dibawah ini :
4
Beban satu sumbu
Angka Ekivalen sumbu tunggal = Tunggal dalam kg
8160
4
Beban satu sumbu
Angka Ekivalen sumbu ganda = 0,086 Ganda dalam kg
8160

Daftar III
Angka Ekivalen ( E ) Beban Sumbu Kendaraan

Beban Sumbu Angka Ekivalen *)


Sumbu Sumbu
Kg Lb
tunggal ganda
1000 2205 0,0002 -
2000 4409 0,0036 0,0003
3000 6614 0,0183 0,0016
4000 8818 0,0577 0,0050
5000 11023 0,1410 0,0121
6000 13228 0,2923 0,0251
7000 15432 0,5415 0,0466
8000 17637 0,9238 0,0794
8160 18000 1,0000 0,0860
9000 19841 1,4798 0,1273
10000 22046 2,2555 0,1940
11000 24251 3,3022 0,2840
12000 26455 4,6770 0,4022
13000 28660 6,4419 0,5540
14000 30864 8,6647 0,7452
15000 33069 11,4184 0,9820
16000 35276 14,7815 1,2712
Catatan : Angka Ekivalen untuk sumbu tiga (artic/tridom) tidak dicantumkan
disini, ada diliteratur lain

3. Lalu Lintas Harian Rata-rata dan Rumus-rumus Lintas Ekivalen.

a. Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) setiap kendaraan ditentukan pada awal
umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau
masing-masing arah pada jalan dengan median.

b. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan rumus sebagai berikut:


n
LEP = ∑ LHRj x Cj x Ej
j=1

Catatan : j = jenis kendaraan

c. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dihitung dengan rumus sebagai berikut:


n
LEA = ∑ LHRj (1+i)^UR x Cj x Ej
j=1

Catatan : i = perkembangan lalu-lintas


j = jenis kendaraan
d. Lintas Ekivalen Tengah (LET) dihitung dengan rumus sebagai berikut:

LET = LEP + LEA


2

e. Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rumus sebagai berikut:

LER = LET x FP

Faktor Penyesuaian (FP) tersebut diatas ditentukan dengan rumus:

FP = UR/10

4. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan CBR)

Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi (gambar
1).

5. Faktor Regional

Faktor Regional dipengaruhi oleh bentuk alinyemen (kelandaian dan tikungan),


Persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim (curah hujan) sebagai
berikut:

Daftar IV
Faktor Regional (FR)

Kelandaian I Kelandaian II Kelandaian III


(< 6%) (6 – 10%) (> 10%)
% kendaraan % kendaraan % kendaraan
berat berat berat
≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30%
Iklim I
0,5 1,0-1,5 1,0 1,5-2,0 1,5 2,0-2,5
Curah < 900 mm/th
hujan Iklim II
1,5 2,0-2,5 2,0 2,5-3,0 2,5 3,0-3,5
> 900 mm/th

Catatan : Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan, pemberhentian


atau tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah dengan 0,5. Pada
daerah rawa-rawa FR ditambah dengan 1,0.

6. Indeks Permukaan (IP)

Indeks Permukaan ini menyatakan nilai dari kerataan/kehalusan serta kekokohan


permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu-lintas yang lewat.

Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang dibawah ini:

IP = 1,0 : Adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat


sehingga sangat mengganggu lalu-lintas kendaraan.
IP = 1,5 : Adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak
putus).

IP = 2,0 : Adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap

IP = 2,5 : Adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.

Dalam menentukan Indeks Permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah Lintas
Ekivalen Rencana (LER), menurut daftar di bawah ini:

Daftar V
Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IP)

LER = Lintas Klasifikasi Jalan


Ekivalen Rencana *) Lokal Kolektor Arteri Tol
< 10 1,0-1,5 1,5 1,5-2,0 -
10 – 100 1,5 1,5-2,0 2,0 -
100 – 1000 1,5-2,0 2,0 2,0-2,5 -
> 1000 - 2,0-2,5 2,5 2,5

*) LER dalam satuan angka Ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal.

Dalam menentukan Indeks Permukaan pada awal umur rencana (Ipo) perlu
diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan)
pada awal umur rencana, menurut Daftar VI dibawah ini:

Daftar VI
Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (Ipo)

Roughness
Jenis Lapis Perkerasan Ipo
(mm/km)
LASTON ≥ 4 ≤ 1000
3,9 – 3,5 > 1000
LASBUTAG 3,9 – 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 > 2000
HRA 3,9 – 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 > 2000
BURDA 3,9 – 3,5 < 2000
BURTU 3,4 – 3,0 < 2000
LAPEN 3,4 – 3,0 ≤ 3000
2,9 – 2,5 > 3000
LATASBUM 2,9 – 2,5
BURAS 2,9 – 2,5
LATASIR 2,9 – 2,5
JALAN TANAH ≤ 2,4
JALAN KERIKIL ≤ 2,4
7. Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai


lapis permukaan, pondasi, pondasi bawah ditentukan secara korelasi sesuai nilai
Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang
distabilisasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi
bawah)
ITP = a1 D1 + a2 D2 + a3 D3
a = Koefisien Kekuatan Relatif
D = Tebal Lapis Perkerasan dalam cm

Daftar VII
Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Koefisien
Kekuatan Kekuatan Bahan
Relatif Jenis Bahan
MS Kt CBR
a1 a2 a3
(kg) (kg/cm) (%)
0,40 - - 744 - -
0,35 - - 590 - - Laston
0,32 - - 454 - -
0,30 - - 340 - -
0,35 - - 744 - -
0,31 - - 590 - - Lasbutag
0,28 - - 454 - -
0,26 - - 340 - -
0,30 - - 340 - - HRA
0,26 - - 340 - - Aspal Macadam
0,25 - - - - - Lapen (mekanis)
0,20 - - - - - Lapen (manual)
- 0,28 - 590 - -
- 0,26 - 454 - - Laston atas
- 0,24 - 340 - -
- 0,23 - - - - Lapen (mekanis)
- 0,19 - - - - Lapen (manual)
- 0,15 - - 22 - Stabilitas tanah dengan semen
- 0,13 - - 18 -
- 0,15 - - 22 - Stabilitas tanah dengan kapur
- 0,13 - - 18 -
- 0,14 - - - 100 Batu pecah (kls A)
- 0,13 - - - 80 Batu pecah (kls B)
- 0,12 - - - 60 Batu pecah (kls C)
- - 0,13 - - 70 Sirtu/pitrun (kls A)
- - 0,12 - - 50 Sirtu/pitrun (kls B)
- - 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun (kls C)
- - 0,10 - - 20 Tanah/lempung kepasiran
V. Merubah LHR Kedalam Muatan Gandar Standar
1. Lintas Harian Rata-rata

Lintas harian rata-rata adalah jumlah lalu-lintas yang lewat dalam satu kali 24 jam
untuk dua jurusan atau satu jurusan (bila jalan tersebut terpisah dengan median).

Untuk kepentingan desain perkerasan, LHR dibatasi hanya untuk kendaraan roda
4 atau lebih, bahkan untuk penyederhanaan cukup dicatat jumlah kendaraan berat
(Berat total lebih dari 5 ton) atau prosentase kendaraan berat terhadap LHR, bukan
diambil dari Satuan Mobil Penumpang (SMP) karena SMP hanya untuk desain
geometrik.

Contoh:
Mobil penumpang, pickup dsb = 250 k/hr = 50%
Bus = 25 k/hr = 5%
Truck 2 as – 13 Ton = 100 k/hr = 20% Kendaraan
Truck 2 as – 20 Ton (Thronton) = 100 k/hr = 20% berat
Truck 2 as – 24 Ton (overload) = 25 k/hr = 5%
LHR = 500K/hr = 100%
Disini terlihat jumlah kendaraan berat = 250 kendaraan atau
250 x 100% = 50% x LHR
500
Prosentase Kendaraan Berat terhadap LHR = AKB
Jumlah Kendaraan Berat = AKB x LHR
AKB = 50%

2. Lajur Rencana

Lajur rencana adalah lajur jalan yang mewakili lajur lain, umumnya diambil
sebagai lajur yang paling banyak dilalui kendaraan.

Untuk menghitung jumlah lalu-lintas yang diperkirakan akan menggunakan lajur


rencana, perlu ditetapkan koefisien distribusi kendaraan (C).

Koefisien distribusi C (kendaraan berat)

Jumlah Lajur Jalan Koefisien C


1 1,00
2 0,50
3 0,475
4 0,45

Jumlah kendaraan berat yang lewat pada lajur rencana adalah

= LHR x AKB x C
3. Angka Ekivalen Beban Gandar Standar 18 K (18.000 lbs)

Angka Ekivalen Beban Gandar Standar 18 K adalah angka konversi untuk


mengubah berat gandar yang ada menjadi berat gandar as tunggal 18 Kips (8160
kg) agar kita dapat memanfaatkan semua nomogram yang ada di “Petunjuk
Perencanaan Tebal Perkerasan lentur Jalan Raya” dengan metoda Analisa
komponen (SKBI 2.3.26.1987).

Angka Ekivalen Beban Gandar

Beban Sumbu Angka Ekivalen


Kg Lb Sumbu tunggal Sumbu ganda
1000 2205 0,0002 -
2000 4409 0,0036 0,0003
3000 6614 0,0183 0,0016
4000 8818 0,0577 0,0050
5000 11023 0,1410 0,0121
6000 13228 0,2923 0,0251
7000 15432 0,5415 0,0466
8000 17637 0,9238 0,0794
8160 18000 1,0000 0,0860
9000 19841 1,4798 0,1273
10000 22046 2,2555 0,1940
11000 24251 3,3022 0,2840
12000 26455 4,6770 0,4022
13000 28660 6,4419 0,5540
14000 30864 8,6647 0,7452
15000 33069 11,4184 0,9820
16000 35276 14,7815 1,2712

Dengan menggunakan Daftar Konversi beban as dengan Beban as tunggal 18 K


maka contoh terdahulu dapat dihitung Angka Ekivalennya sebagai berikut:

Angka Ekivalen Kelompok Kendaraan Berat


(AEKB)

ANGKA
AS DEPAN AS BELAKANG ANGKA
PERKIRAAN EKIVALEN
TIPE KENDARAAN ANGKA EKIVALEN
PROPORSI KENDARAAN
BERAT EKIVALEN MASING-
KG AE KG AE TIPIKAL BERAT
MASING
(TIPIKAL)
BUS 3000 0,0183 5000 0,1410 0,1593 10% 0,0159

TRUK 2 AS – 13 TON 5000 0,1410 8000 0,9238 1,0648 40% 0,4259


AEKB
TRUK 2 AS – 20 TON 7690 0,8053 12130 4,9064 5,7117 40% 2,2847 3,9708

TRUK 2 AS – 24 TON 9230 1,6582 14.769 10.7823 12,4409 10% 1,2441


Catatan :
 Perkiraan Proporsi Tipikal komposisi kendaraan berat disini adalah prediksi
saja, dapat diganti dengan data yang lebih akurat bila tersedia. (Vehicle
Weight and Dimension Study)
Pertumbuhan yang dipakai:
 Bus atau mikrolet/minibus selalu akan tumbuh akrab dengan peningkatan
kegiatan ekonomi daerah karena transport jenis lain sudah tidak lagi
banyak dipakai (kereta kuda, gerobak sapi).
 Truk 2 as – 13 Ton adalah truk ringan yang sangat serba guna, untuk
mobilitas barang sehari-hari (kelas Elf).
 Truk 2 as – 20 Ton adalah truk berat yang akan segera menyusul karena
sangat ekonomis untuk mengangkut komoditi yang mulai banyak (kelas
Tronton).
 Truk 2 as – 24 Ton adalah jenis truk berat yang dimuati secara overload.
Adalah kecenderungan pada daerah yang baru berkembang untuk memuati
alat angkut secara overload karena komoditi yang masih terbatas
sedangkan daya beli barang masih rendah (hemat biaya transport).

Dari penalaran diatas, maka dapat kita hitung lintas Ekivalen (LEP atau LEA).

LEP atau LEA = LHR x AKB x C x AEKB

Tergantung LHR, awal umur rencana atau akhir umur rencana

Pada contoh diatas:


LEP = LHR x AKB x 0,50 x 3,9708

Asumsi diatas dipakai untuk mencari model type jalan dengan kendaraan berat
(Bauran Kendaraan Berat) berkisar antara 10% (ringan) 20% (sedang) 50% (berat)

4. Pertumbuhan Lalu-lintas (i) dan Umur Rencana (UR)

a) Pertumbuhan lalu-lintas adalah kenaikan lalu-lintas pertahun dinyatakan dalam


prosen terhadap LHR awal

Pertumbuhan lalu-lintas (i) dipengaruhi oleh peningkatan kegiatan ekonomi


disekitar daerah pengaruh jalan raya. Pada daerah yang baru terbuka dan
sangat berpotensi, pertumbuhan lalu-lintas dapat tercatat tinggi (lebih dari
12%) sedang bagi daerah yang sudah lama dilayani jaringan jalan
menunjukkan angka yang stabil dan tidak begitu tinggi (4 – 6%). Untuk
spesifik suatu daerah (i) harus ditetapkan berdasarkan kecenderungan data
yang ada serta perkiraan pertumbuhan ekonomi daerah dikaitkan dengan
asumsi program-program pembangunan didaerah tersebut.

Untuk memberikan contoh kita ambil i = 3%

b) Umur rencana (UR) adalah masa pelayanan jalan dihitung sejak selesai
dibangun hingga jalan dianggap sudah perlu direhabilitasi berat atau dievaluasi
kembali untuk masa pelayanan selanjutnya.
Di negara yang sudah maju umumnya UR ditetapkan diatas 10 tahun hingga
20 tahun, disesuaikan dengan material pembentuk perkerasan jalan yang
biasanya mampu mencapai lebih dari 10 tahun serta faktor-faktor kepastian
yang lebih baik dibanding di negara berkembang seperti Indonesia.

Pada kondisi ketidakpastian pertumbuhan ekonomi masa depan, masih


susahnya ditegakkan disiplin dijalan raya (terutama mengenai pembatasan
muatan sumbu) serta terbatasnya dana pembangunan, maka penetapan UR 5
s/d 10 tahun adalah wajar dan disarankan.

Pada contoh ini kita tetapkan UR = 5 tahun.


Dengan demikian dapat diteruskan untuk hitungan tentang kebutuhan lalu-
lintas sebagai berikut:
UR
LEA = LEP x (1+i)

Pada contoh diatas:


5
LEA = LEP x (1+0,03)
dan

LET = LEP + LEA


2

5. Faktor Penyesuaian (FP)

Nomogram desain perkerasan pada SKBI 2.3.26.1987 diambil dari percobaan


AASHSO Road Test dan diperhitungkan untuk umur rencana 20 tahun, telah
dimodifikasi menjadi umur rencana 10 tahun, oleh karena itu bila UR tidak sama
dengan 10 tahun perlu dikoreksi dengan FP = UR
10

LER = LET x FP

Pada contoh kita: LER = LET x 5


10

6. Menetapkan LER (Lintas Ekivalen Rencana)

LER adalah lintas ekivalen rencana, yaitu jumlah lintasan as tunggal 18 Kips
perhari yang lewat pada lajur rencana selama umur rencana yang ditetapkan.

LER tersebut merupakan jumlah lintasan yang mewakili dan ekivalen terhadap
perkiraan jumlah lintasan muatan sumbu masing-masing kendaraan yang
sebenarnya nanti akan lewat pada jalan tersebut.

Kekhususan desain perkerasan ini terletak pada mencari LER sebagai input utama
untuk menggunakan nomogram perkerasan, berbeda dengan cara analisa lain yang
umumnya menggunakan Accumated Equivalent Single Axle Load Application
(AESAL 18 K).
Untuk membandingkan dengan cara lain (Road Note 31, Asphalt Institut dan lain-
lain) tersebut, maka nilai Accumulated Equivalent Single Axle Load 18 K perlu
dicari dengan rumus

a. AESAL 18 K = LER x UR x 365 (Rumus penyederhanaan)


UR
b. AESAL 18 K = LEP x (1+i) – 1 x UR x 365 (Rumus lengkap)
10elog (1+i)

LER adalah beban lalu-lintas yang merupakan tuntutan kebutuhan untuk


diberikan pelayanan berupa perkerasan jalan dengan tebal cukup, diatas
kondisi tanah setempat dan dengan memperhitungkan faktor pengaruh lain
yang mungkin akan mempengaruhi unjuk kerja jalan selama masa umur
rencananya.

Oleh karena itu dengan membanding-bandingkan LER orang dapat menilai


seberapa berat jalan yang akan dibangun. Semakin besar nilai LER semakin
berat tuntutan kebutuhan yang diminta, sebaliknya semakin kecil LER maka
beban jalan semakin ringan.

Sebagai gambaran, dari contoh-contoh diatas dan dengan ketentuan yang telah
ditetapkan terdahulu, telah dihitung besar LER yang dapat dijadikan pedoman
untuk menghitung atau membandingkan dengan LER spesifik yang dihitung
dengan teliti dan dengan data yang akurat:

Tabel
Kelas Rencana Lalu-lintas, LHR, BKB dan LER untuk Jalan
LER = Lintas Equivalen
LINTAS
Rencana (umur rencana 5
KELAS LEBAR KOEFISIEN HARIAN
JUMLAH tahun)
RENCANA PERKERASAN DISTRIBUSI RATA-
LAJUR BKB BKB BKB
LALU-LINTAS (L) KENDARAAN RATA pada
< 10% 20% 50%
tahun ke 10
Ringan Sedang Berat
1 IIIC L < 5,50 1 1,00 < 50 11 21 54
2 III B2 5,50 ≤ L < 8,25 2 0,50 51 – 200 21 43 107
3 III B1 8,25 ≤ L < 11,25 3 0,475 201 – 500 51 102 254
4 III A 11,25 ≤ L < 15,00 4 0,45 501 – 1500 144 289 723
5 > III A > 15,00 >4 0,45 > 1500 - *) - *) *)
 Kelas Rencana lalu-lintas, kelas kelas jalan sebagaimana ditetapkan oleh studi terdahulu.
 Lintas Ekivalen Rata-Rata adalah parameter dalam metoda desain perkerasan standar, angka yang disebut disini
adalah bersifat perkiraan dari asumsi LHR, UR = 5 tahun, dan i = 3%, dapat digunakan sebagai pedoman kalau data
yang akurat sulit didapat.
 BKB = Bauran Kendaraan Berat = Prosentase kendaraan berat terhadap LHR, dengan Ekivalen Faktor sebesar 3,9708
(Bus 10%, truk 2-13 = 4%, truk 2-20 = 40% dan truk 2-24 = 10%).
 LHR = LHR diambil angka tertinggi (50, 200, 500, 1500).
*) Dianjurkan dihitung secara spesifik, teliti berdasarkan data sebenarnya.
VI. Daya Dukung Tanah Dasar
1. Penetapan CBR Tanah Dasar dan Lendutan

Umum

Kekuatan tanah dasar/daya dukung tanah dasar sangat mempengaruhi kekuatan


dan keawetan konstruksi perkerasan jalan.
Kekuatan tanah dasar besarnya dinilai dalam CBR tanah dasar dan ini sangat
tergantung pada jenis tanah dasar, kadar air dan kerapatan (density) tanah dasar
tersebut.

Sementara ini dianjurkan untuk mendasarkan daya dukung tanah dasar hanya
kepada pengukuran nilai CBR. Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan
berdasarkan grafik korelasi dengan CBR. Harga CBR disini, adalah CBR
laboratorium.

a. Prosedur dan Analisis Pengujian

Ada beberapa cara pengujian terhadap tanah dasar antara lain dengan cara
‘California Bearing Ratio’ (CBR), ‘Dynamic Cone Penetration Test’ (DCP),
‘Group Index’. ‘Plate Bearing Text’, atau ‘R.M. Value’. Sedangkan untuk
pengujian lendutan permukaan jalan dapat dengan pengujian ‘Benkelman
Beam’.

Cara-cara pengujian ini dapat dilakukan bila CBR laboratorium dianggap


terlalu lama dan mahal, tapi setiap material tertentu harus dikalibrasi dengan
CBR laboratorium.

1) Prosedur Pengujian

Sebelum pengujian terhadap tanah dasar dilaksanakan perlu dilakukan


langkah-langkah awal sebagai bagian dari prosedur pengujian.

a) Tentukan terlebih dahulu ruas jalan yang akan diuji baik daya dukung
tanah dasarnya maupun lendutan permukaan jalannya dari ruas jalan
yang akan digarap untuk proyek yang bersangkutan.
b) Diadakan penentuan lokasi pada ruas jalan yang bersangkutan dengan
membuat pembagian seksi ruas (segmen) dan ditentukan apakah
pengujian tanah dasar tersebut untuk konstruksi perkerasan baru atau
untuk peningkatan dan rekonstruksi jalan lama. Maka disini perlu
adanya identifikasi bahan tanah dasar untuk konstruksi perkerasan
baru, sedangkan untuk peningkatan dan rekonstruksi jalan lama dapat
dilakukan dengan cara CBR lapangan.
c) Diadakan pemilihan cara pengujian terhadap tanah dasar, dengan CBR
laboratorium, CBR lapangan atau DCP.
2) Analisis Pengujian Terhadap CBR

Setelah pengujian tanah dasar dengan salah satu cara pengujian


dilaksanakan, maka kemudian dilakukan analisis hasil pengujian. Analisis
hasil pengujian terhadap CBR diperlukan untuk memperoleh hasil
pengujian yang dapat mewakili seluruh hasil pengujian tanah dasar
terhadap CBR diseluruh ruas dari jalan yang telah dibagi-bagi menjadi
segmen-segmen tersebut.

CBR Segmen Jalan

Jalan dalam arah memanjang cukup panjang dibandingkan dengan jalan


arah melintang. Jalan tersebut dapat saja melintasi jenis tanah dan keadaan
medan yang berbeda-beda. Kekuatan tanah dasar dapat bervariasi antara
nilai yang terjelek dan tidak pula memenuhi syarat, jika berdasarkan hanya
nilai terbesar saja. Jadi sebaiknya panjang jalan tersebut dibagi atas
segmen-segmen yang mempunyai daya dukung tanah, sifat tanah dan
keadaan lingkungan yang relatif sama. Setiap segmen mempunyai satu
nilai CBR yang mewakili daya dukung tanah dasar dan dipergunakan
untuk perencanaan tebal lapisan perkerasan dari segmen tersebut. Tetapi
tidak mewakili dari seluruh segmen.

Nilai CBR segmen dapat ditentukan dengan mempergunakan cara analisis


atau dengan cara grafis.

a) Secara Analisis

(CBR maks-CBR min)


 CBR Segmen = CBR rata-rata –
R
 Cara lain
CBR Segmen = CBR rata-rata – S
S = Standar deviasi

Dinamai Nilai ‘R’ tergantung dari jumlah data yang terdapat dalam 1
segmen. Besarnya nilai ‘R’ dapat dilihat pada Tabel C – 1 dibawah ini.

TABEL C – 1
NILAI ‘R’ UNTUK PERHITUNGAN CBR SEGMEN
Jumlah Titik Pengamatan Nilai ‘R’
2 1,41
3 1,91
4 2,24
5 2,48
6 2,67
7 2,83
8 2,96
9 3,08
> 10 3,18
b) Secara Grafis

Prosedurnya sama dengan penentuan harga CBR yang mewakili dari


sejumlah harga CBR disetiap segmen yang telah diuraikan diatas.
Nilai CBR segmen, adalah pada keadaan 90%.

Harga yang mewakili dari sejumlah harga CBR yang dikeluarkan,


ditentukan sebagai berikut:

a) Tentukan harga CBR terendah.


b) Tentukan berapa banyak harga CBR yang sama dan lebih besar
dari masing-masing nilai CBR.
c) Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100% jumlah lainnya
merupakan persentase dari 100%.
d) Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan persentase jumlah
tadi.
e) Nilai CBR yang mewakili, adalah yang didapat dari angka
persentase 90%. (Lihat perhitungan pada contoh dibawah ini).

Contoh Perhitungan:

Dari hasil pemeriksaan daya dukung tanah dasar sepanjang jalan,


diperoleh nilai-nilai CBR, sebagai berikut: 4%, 2%, 3%, 4%, 6%, 8%,
4%, 5%, 6%, 5%, 7%, 8%, 6%, 7%, 9%, 5%. Memperhatikan nilai
CBR yang diperoleh sebaiknya ruas jalan jalan tersebut dibagi menjadi
2 segmen.

Segmen pertama dengan nilai CBR:


4%, 2%, 3%, 4%. 4%, 6%, 8% dan 4% sisanya untuk segmen kedua.

Cara Grafis

Nilai CBR segmen pertama:

Jumlah yang sama Persen (%) yang sama


CBR
Atau lebih besar Atau lebih besar
2 8 8/8 x 100% = 100%
3 7 7/8 x 100% = 87,5%
4 6 6/8 x 100% = 75%
6 2 2/8 x 100% = 25%
8 1 1/8 x 100% = 12,5%
100%
100

90
87,5%
80
75% CBR Segmen = 2,9

% yang sama atau lebih


70 =3

60

50
40

30
25%
20

10 12,5%

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
C.B.R
.
Cara Analisis

CBR rata-rata segmen pertama:

(4+2+3+4+4+6+8+4) = 4,375
8
CBR segmen = 4,375 – (8 – 2) = 2,347
2,96
Terlihat dari contoh perhitungan diatas bahwa nilai CBR segmen
mendekati nilai CBR terendah dari nilai CBR yang terdapat pada
segmen tersebut.
Catatan : kalau terjadi perbedaan nilai grafis dengan nilai analitis
ambil yang terkecil

b. Penentuan Program Pengujian

Setelah ditentukan lokasi ruas jalan pada proyek yang sedang digarap dengan
membagi-bagi ruas jalan tersebut menjadi segmen-segmen dan telah
ditentukan pula cara pengujiannya maka program pengujian tanah dasar
disetiap segmen pada ruas jalan tersebut sudah dapat ditentukan.

Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa pada setiap segmen tadi


kemungkinan nilai CBR-nya berbeda, maka perlu dilakukan pengujian
terhadap tanah dasar untuk pelebaran jalan atau adanya realigement pada
proyek peningkatan jalan.

Untuk itu semua perlu diprogramkan terlebih dahulu untuk:

1) Pengambilan contoh tanah dasar dengan menggunakan CBR lapangan


untuk perencanaan lapis tambahan (‘overlay’).
2) Pengambilan contoh tanah dasar dengan menggunakan CBR laboratorium
untuk perencanaan pelebaran jalan atau relaligement pada proyek
peningkatan.
3) Memproses pengujian dengan menggunakan CBR lapangan.
4) Memproses pengujian dengan menggunakan CBR laboratorium.
5) Menghitung/mencari harga yang mewakili dari sejumlah harga CBR
masing-masing cara tadi baik secara grafis maupun secara analitis.

2. Penentukan Nilai CBR lapangan dengan menggunakan Data DCP

Nilai CBR Lapangan dapat juga diperoleh dengan menggunakan hasil


pemeriksaan ‘Dynamic Cone Penetrometer’ (DCP).

DCP mulai dipergunakan di Indonesia sejak tahun 1985/1986. Pemeriksaan


dengan alat DCP menghasilkan data kekuatan tanah sampai kedalaman 90 cm
dibawah tanah dasar

Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat seperti pada Gambar C-2 di bawah
ini. Pemberat seberat 20lb (9,07 Kg) dijatuhkan dari ketinggian 20 inch (50,8 cm)
melalui sebuah tiang berdiameter 5/8 inch (16 mm).

GAMBAR C – 2
ALAT DCP (‘DYNAMIC CONE PENETROMETER’)

JATUH BEBAS

0 0 0

D1

(A) (B) (C)


D1

Ujung tiang berbentuk kerucut dengan luas ½ sq. Inch (1,61 cm2) bersudut 30o
atau 60o di Indonesia umum digunakan yang bersudut 30o.
Hasil pemeriksaan dapat dinyatakan dengan:

a) Skala Penetrometer Penetrability (S.P.P.), yaitu mudah atau tidaknya


melakukan penetrasi kedalam tanah. Dinyatakan dalam cm/tumbukan.

b) Tahanan Penetrasi Skala (SPR = Scala Penetration Resistance), yaitu sukar


atau tidaknya melakukan penetrasi kedalam tanah. Dinyatakan dalam
tumbukan/cm.
SPR = 1 / SPP

Data lapangan umumnya SPP, tetapi dalam analisis data dipergunakan SPR
korelasi dengan nilai CBR diperoleh dengan mempergunakan kertas transparan
seperti pada Gambar C-4. kertas transparan tersebut digeser-geserkan dengan tetap
menjaga sumbu grafik pada kedua gambar sejajar, sehingga diperoleh garis
kumulatif tumbukan (Gambar C-3) berimpit dengan salah satu garis pada kertas
transparan.

Nilai yang ditunjukan oleh garis tersebut merupakan nilai CBR lapangan pada
kedalaman tersebut. Tetapi korelasi ini sebaiknya dibandingkan dengan hasil yang
diperoleh dari hasil tes CBR dengan nilai DCP dari lokasi yang berdekatan dengan
lokasi dimana CBR tersebut dilaksanakan.

GAMBAR C – 3
GRAFIK HASIL PEMERIKSAAN ALAT DCP

Kumulatip Pukulan

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
0
Kedalaman Penetrasi (cm)

10
20
30
40
50
60
70

80
90
GAMBAR C – 4
KORELASI DDT DAN CBR

Catatan : Hubungan nilai CBR dengan garis mendatar ke sebelah


kiri diperoleh nilai DDT
VII. Menetapkan Struktur Lapis Perkerasan
1) Indeks Permukaan (IP)

Indeks Permukaan (IP) adalah suatu angka yang dipergunakan untuk menyatakan
kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan jalan yang bertalian dengan
tingkat pelayanan bagi lalu-lintas yang lewat.

Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut dibawah ini:

IP = 1,0: adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat


sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.
IP = 1,5: adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak
terputus).
IP = 2,0: adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap.
IP = 2,5: adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.

Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas
ekivalen rencana (LER), menurut tabel D-1 di bawah ini:

Tabel D-1 Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IP)

Klasifikasi Jalan
LER = Lintas
Ekivalen Rencana *)
Lokal Kolektor arteri Tol

< 10 1,0 - 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -


10 – 100 1,5 1,5 – 20 2,0 -
100 – 1000 1,5 – 20 2,0 2,0 – 2,5 -
> 1000 - 2,0 – 2,5 2,5 2,5

*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal.

 Pada proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT/Jalan Murah, atau jalan darurat


maka IP dapat diambil 1,0.
 Pada Jalan umumnya, Ipt diambil 1,5, sesuai dengan kondisi saat ini: dana
terbatas dan dengan persyaratan terendah: asal jalan tidak terputus.

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) perlu
diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan)
pada awal umur rencana, menurut tabel D-2.
Tabel D–2 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo)

Roughness *)
Jenis Lapis Perkerasan IPo
(mm/km)
LASTON ≥4 ≤ 1000
3,9 – 35 > 1000
LASBUTAG 3,9 – 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 > 2000
HRA 3,9 – 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 > 2000
BURDA 3,9 – 3,5 < 2000
BURTU 3,4 - 3,0 < 2000
LAPEN 3,4 – 3,0 < 3000
2,9 – 2,5 > 3000
LATASBUM 2,9 – 2,5
BURAS 2,9 – 2,5
LATASIR 2,9 – 2,5
JALAN TANAH ≤ 2,4
JALAN KERIKIL ≤ 2,4

*) Alat pengukur roughness yang dipakai adalah roughometer NAASRA, yang


dipasang pada kendaraan standar Datsun 1500 stasion wagon, dengan
kecepatan kendaraan = 32 km per jam.
Gerakan sumbu belakang dalam arah vertikal dipindahkan pada alat
‘roughometer’ melalui kabel yang dipasang ditengah-tengah sumbu belakang
kendaraan, yang selanjutnya dipindahkan kepada counter melalui “flexible
drive”.
Setiap putaran counter adalah sama dengan 15,2 mm gerakan vertikal antara
sumbu belakang dan body kendaraan. Alat pengukur ‘roughness’ type lain
dapat digunakan dengan mengkalibrasikan hasil yang diperoleh terhadap
‘roughometer’ NAASRA.

*) Untuk Jalan tidak banyak berharap dapat mencapai mutu tertinggi (IPo = 4)
karena itu ditetapkan IPo = 2,9 – 2,5

2) Faktor Regional (FR)

Faktor Regional (FR) adalah faktor setempat, menyangkut keadaan lapangan dan
iklim, yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan, daya dukung tanah dasar
dan perkerasan. Keadaan lapangan mencakup permeabilitas tanah, perlengkapan
drainase, bentuk alinyemen serta persentase kendaraan dengan berat ≥ 5 ton, dan
kendaraan yang berhenti, sedangkan keadaan iklim mencakup curah hujan rata-
rata pertahun.

Mengingat persyaratan penggunaan disesuaikan dengan “Peraturan Pelaksanaan


Pembangunan Jalan Raya” edisi terakhir, maka pengaruh keadaan lapangan yang
menyangkut permeabilitas tanah dan perlengkapan drainase dapat dianggap sama.
Dengan demikian dalam penentuan tebal perkerasan ini, Faktor Regional hanya
dipengaruhi oleh bentuk alinyemen (kelandaian dan tikungan), persentase
kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim (curah hujan) sebagai berikut:

Tabel D – 3 Faktor Regional (FR)

Kelandaian I Kelandaian II Kelandaian III


Curah (< 6%) (6 – 10%) (> 10%)
Hujan % kendaraan berat % kendaraan berat % kendaraan berat
≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30%
Iklim I
0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2,0 1,5 2,0 – 2,5
≤ 900 mm/th
Iklim II 15
2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 3,0 – 3,5
> 900 mm/th 1,5

Catatan: Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan, pemberhentian


atau tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah dengan 0.5. Pada daerah rawa-
rawa FR ditambah dengan 1.0.

3) Analisis Tebal Perkerasan

Perhitungan perencanaan ini didasarkan pada kekuatan relatip masing-masing


lapisan perkerasan, dimana penentuan tebal perkerasan dinyatakan oleh ITP
(Indeks Tebal Perkerasan), dengan rumus sebagai berikut:

ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3

a1-a2-a3 = Koefisien kekuatan relatip bahan perkerasan


D1-D2-D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan (cm)

Angka 1,2 dan 3: masing-masing untuk lapis permukaan, lapis pondasi dan lapis
pondasi bawah.

Sejauh ini kita telah mendapatkan semua unsur untuk dapat mengunakan Grafik
Nomogram Tebal Perkerasan:

LER = Dihitung atau sesuai pedoman


DDT = Ditetapkan sesuai kondisi lapangan
FR = Ditetapkan dilapangan
Ipo = 2,9 – 2,5
Ipt = 1,5 Nomogram 7

Sehingga dapat dihitung ITP (Indeks Tebal Perkerasan)

4) Contoh penetapan Indeks Tebal Perkerasan

Semua parameter untuk penetapan Indeks Tebal Perkerasan sejauh ini telah
dijelaskan. Dibawah ini diberikan contoh penetapan ITP berdasarkan asumsi-
asumsi terdahulu dan besaran lain yang umum dipakai:

a) LER diambil 12 (dua belas) contoh dengan berbagai kombinasi BKB (Bauran
Kendaraan Berat atau Heavy Vehicle Mix) berikut ini dengan UR = 5.
Kelas Lintas LER
Jumlah
rencana Harian BKB BKB BKB
lajur
Lalu lintas Rata-rata 10% 20% 50%
1 IIIC 1 50 11 21 54
2 III B2 2 200 21 43 107
3 III B1 3 500 51 102 254
4 III A 4 1500 144 289 723

b) Daya Dukung Tanah diambil 5 (atau identik dengan nilai CBR 4 – 6, nilai
yang paling banyak terjadi dilapangan)

c) IPt = 1,5, kondisi jalan rusak tapi tidak putus

d) IPo = 2,9 – 2,5, kondisi lapis perkerasan dengan kualitas sedang-sedang saja
dan bukan yang tertinggi mengingat keterbatasan
kompetensi kontraktor lokal

e) FR = 1, angka tengah dan bukan extreem


INDEX TEBAL PERKERASAN (ITP)

Kelas Rencana Jumlah INDEX TEBAL PERKERASAN


LHR
Lalu-lintas Lajur BKB = 10% BKB = 20% BKB = 50%
1 III C 1 50 2,45 4,75 5,8
2 III B2 2 200 4,75 5,70 6,80
3 III B1 3 500 5,80 6,80 8,00
4 III A 4 1500 7,40 8,00 9,50

5) Koefisien Kekuatan Relatif dari Material Lapis Perkerasan

a) Beton aspal untuk lapis permukaan


0,5
A

C
0,4 
Koefisien a1

0,3

0,2 
B
0,1

0
400 800 1200 1600 2000 2400
Marshall Stability, Lb

Koefisien Kekuatan Relatif untuk beton aspal lapis permukaan. (Highway


Research Record Number 90)
Titik A adalah beton aspal seperti yang digunakan pada uji gelar percobaan
skala penuh AASHO, angka koefisien a1 untuk material beton aspal ini adalah
0,44 dengan Marshall stability 2100lbs.
Titik B adalah beton aspal kualitas rendah dimana angka ekivalen pada 0,20
dan marshall stability 300lbs.
Titik C adalah beton aspal yang biasa dipakai dengan angka ekivalen 0,40 dan
marshall stability 1700lbs.
b) Stabilisasi kerikil dan material berbutir untuk lapis pondasi
0,5

0,4
A

Koefisien a2
0,3

0,2
C

0,1
B
0
400 800 1200 1600 2000 2400
Marshall Stability, Lb

Koefisien Kekuatan Relatif untuk material berbutir distabiliser dengan


Bitumen pada lapis pondasi (Highway Research Record Number 90)
Titik A adalah material sirtu distabiliser dengan Bitumen pen 85-100 sebesar
5%, koefisien a2 = 0,34 dan Marshall stability 1900lbs
Titik B adalah material sirtu tanpa stabilisasi yang dipakai pada AASHO Road
Test dengan a2 = 0,07
Titik C adalah material kerikil distabilisasi dengan aspal emulsi atau aspal
cair, a2 = 0,16 dan Marshall stability 300lbs

c) Stabilisasi semen untuk lapis pondasi


0,28

0,24 A

0,20
0,60
P.C.C Base
(2500 PSI) 
0,16
Koefisien a2

C 0,40
Soil Cement Treated
0,12
0,20
 Base (650 PSI)
 Soil Cement Base
0,08 (300 PSI)
B 0
1000 2000 3000

0,04

0
200 400 600 800 1000
7 hari kuat tekan, psi
Koefisien Kekuatan Relatif untuk stabilisasi semen pada lapis pondasi
(Highway Research Record Number 90)
Titik A adalah stabilisasi semen yang digunakan pada AASHO Road Test
(Sand gravel subbase material) dengan semen 4%, a2 = 0,23
Titik B adalah sand gravel tanpa stabilisasi a2 = 0,07
Titik C adalah material dengan kuat tekan minimum untuk soil cement base
dengan a2 = 0,15

d) Material berbutir untuk lapis pondasi

0.150

0.125

C
0.100
Koefisien a2

0.075

0.050

0.025

0
1 2 3 4 5 6 7 8 10 20 40 60 80 100

Nilai CBR %

Koefisien Kekuatan Relatif untuk material berbutir lapis pondasi (Highway


Research Record Number 90)
Titik A adalah batu pecah seperti yang digunakan pada AASHO Road Test
skala penuh dengan nilai a2 = 0,14 dan CBR 110
Titik B adalah sand gravel material (sirtu) yang digunakan sebagai lapis
pondasi dengan a2 = 0,07 dan CBR 30
Titik C adalah batu pecah yang umumnya dipakai dengan a2 = 0,11 dan CBR
= 50
e) Material berbutir sebagai lapis pondasi bawah

0.125

C
0.100
Koefisien a3

0.075

0.050
B

0.025

0
1 2 3 4 5 6 7 8 10 20 40 60 80 100
Nilai CBR %

Koefisien Kekuatan Relatif untuk material berbutir pada lapis pondasi bawah
(Highway Research Record Number 90)
Titik A adalah batu pecah (seluruh permukaan) dengan CBR 110 dan a3 = 0,14
Titik B adalah sandy clay material dengan a3 = 0,05 dan CBR = 5
Titik C adalah sand gravel subbase yang dipakai di AASHO Road Test a3 = 0,11
dan CBR = 30
6) Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan

Tabel D-5
Batas-batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan

1. Lapis Permukaan :
Tebal Minimum
ITP Bahan
(cm)
< 3,00 - Lapis pelindung : (Buras/Burtu/Burda)
3,00 – 6,70 5 Lapen/Aspal Macadam, Laston
6,71 – 7,49 8 Lapen/Aspal Macadam, Laston
7,50 – 9,99 10 Laston
≥ 10,00 15 Laston
2. Lapis Pondasi :
Tebal Minimum
ITP Bahan
(cm)
< 3,00 15 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen stabilisasi tanah
dengan kapur
3,00 – 7,49 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah
dengan kapur
10 Laston Atas (ATB)
7,50 – 9,99 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah
dengan kapur, pondasi macadam
10 Laston Atas
10 – 12,14 25 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah
dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston Atas
≥ 12,25 30 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah
dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston Atas
3. Lapis Pondasi Bawah :
Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm
Tabel D – 6 Contoh dan Pembanding
Indeks Tebal Perkerasan (ITP) dan Tebal Perkerasan Jalan

Kelas Rencana Jumlah BKB BKB BKB


LHR
Lalu-lintas Lajur 10% 20% 50%
ITP = 2,45 ITP = 4,75 ITP = 5,8
1 III C 1 50 = SD = 5 Lapen = 5 cm Lapen
= 20 cm CS = 20 cm CS = 20 cm CS
= 20 cm PR = 10 cm PR = 20 cm PR
ITP = 4,75 ITP = 5,70 ITP = 6,80
2 III B2 2 200 = 5 Lapen = 5 cm AC = 8 cm AC
= 20 cm CS = 20 cm CS = 20 cm CS
= 10 cm PR = 20 cm PR = 15 cm PR
ITP = 5,80 ITP = 6,80 ITP = 8,00
3 III B1 3 500 = 5 cm AC = 8 AC = 10 cm AC
= 20 cm CS = 20 cm CS = 20 cm CS
= 20 cm PR = 15 cm PR = 20 cm PR
ITP = 7,40 ITP = 8,00 ITP = 9,50
4 III A 4 1500 = 8 AC = 10 cm AC = 10 cm AC
= 20 cm CS = 20 cm CS = 20 cm CS
= 20 cm PR = 20 cm PR = 30 cm PR

ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3

Bahan Perkerasan yang dipilih :


Lapis Penutup = Lapis Penetrasi (manual) a1 = 0,19
Aspal Beton Ms 600 kg a1 = 0,34
Lapis Pondasi = Batu Pecah (CS) CBR 110% a2 = 0,14
Lapis Pondasi Bawah = Sirtu (PR) CBR 30% a3 = 0,11
CS = Crushed Stone
PR = Pit Run
VII. Menetapkan Struktur Pelapisan Ulang
Pelapisan ulang dilakukan terhadap jalan lama yang sudah menunjukkan akhir dari
masa pelayanannya, terlihat dari jenis kerusakan permukaan yang mulai tampak.
Tujuan pelapisan ulang adalah meningkatkan kekuatan perkerasan jalan lama agar
mampu mendukung beban lalu-lintas selama umur rencananya yang baru.

Terlepas dari fungsinya untuk menambah kekuatan, pelapisan ulang juga berfungsi
untuk meratakan kembali permukaan jalan akibat defferential settlement, tambal
sulam, aus atau terjadinya secondary compaction akibat dilalui oleh lalu-lintas.

Perhitungan kebutuhan tebal pelapisan ulang dapat ditentukan dengan beberapa cara
antara lain : Benkelmann Beam, Plate Bearing Test, Falling Weight Deflectograph
dan sebagainya. Disini kita pakai analisa komponen perkerasan, dimana tebal lapis
ulang dihitung dari selisih ITP antara lapis perkerasan lama dan lapis perkerasan baru,
maka ITP ini dapat dikonversikan menjadi ketebalan lapis ulang yang perlu
ditambahkan.

1) Nilai Kondisi Perkerasan Jalan Lama

Nilai Kondisi Perkerasan Jalan Lama bila akan mendesain pelapisan tambahan
(‘overlay’).

Tabel D-6
Nilai Kondisi Perkerasan Jalan

1. Lapis Permukaan :
Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur roda ..................... 90 – 100%
Terlihat retak halus sedikit deformasi pada jalur roda namun masih tetap
stabil ................................................................................................................ 70 – 90%
Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda, pada dasarnya masih
menunjukkan kestabilan .................................................................................. 50 – 70%
Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda, menunjukkan
gejala ketidak stabilan ..................................................................................... 30 – 50%
2. Lapis Pondasi Atas :
a. Pondasi Aspal Beton atau Penetrasi Macadam :
Umumnya tidak retak .............................................................................. 90 – 100%
Terlihat retak halus, namun masih tetap stabil ........................................ 70 – 90%
Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan ................ 50 – 70%
Retak banyak, menunjukkan gejala ketidak stabilan .............................. 30 – 50%
b. Stabilisasi Tanah dengan Semen atau Kapur :
Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 10 ........................................ 70 – 100%
c. Pondasi Macadam atau Batu Pecah :
Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 6 …………………………….…….. 80 – 100%
3. Lapis Pondasi Bawah :
Indek plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 6 …………………………….…………… 90 – 100%
Indek plastisitas (Plasticity Index = PI) > 6 ………………………….………………. 70 – 90%
2) Contoh Soal

Jalan KRLL 3 (III B1) dengan :


LHR = 500 kr/hr (Lintas harian rata-rata 1996)
AKB = 50% (Prosentase kendaraan berat terhadap LHR)
AEKB = 3,9708 (Angka Ekivalen kendaraan berat berdasar asumsi
komposisi terdahulu)
C = 0,475 (koefisien distribusi lajur)

Telah mencapai akhir umur rencana pertamanya (5 tahun) pada tahun 2001 (i =
3%) dengan ciri beberapa keretakan permukaan. Ingin di overlay agar dapat
menampung lalu-lintas 5 tahun lagi dengan i = 6%

Penyelesaian
(1) mencari LEA (2001)
LEP (1996) = 500 x 0,475 x 0,5 x 3,9708
= 471
LEA (2001) = 471 x (1+0,03)5
= 471 x 1,159
= 546
LEA (2001) = LEP (2001) = 546

(2) mencari LEA (2006)


LEA (2006) = LEP (2001) x (1+0,06)5
= 546 x 1,338
LEA (2006) = 731

(3) mencari LET2


LET2 = LEP (2001) + LEA (2006)
2
= 546 + 731
2
= 639

(4) mencari LER2


LER2 = LET2 x UR
10
= 639 x 5
10
= 320

(5) mencari ITP2


LER2 = 320
DDT = 5
FR = 1
ITP2 = 8,2 (Nomogram 7)

(6) mencari selisih ITP1 dan ITP2


ITP1 ditaksir dari kondisi kerusakan yang ada
Lapis permukaan dinilai 50% (tebal 6 cm)
Lapis pondasi 70% (tebal 20 cm)
Lapis pondasi bawah 100% (tebal 30 cm)
ITP1 = 0,34 x 6 x 50% + 0,14 x 20 x 70% + 0,11 x 30
= 1,02 + 1,96 + 3,3
= 6,28
Selisih ITP1 dan ITP2 = 8,2 – 6,28 = 1,92

(7) mencari tebal overlay


1,92 = 0,34 x D1
D1 = 5,647
Tebal overlay D1 dibulatkan 6 cm (Beton Aspal MS 600 kg)
Lampiran 1 :

Perhitungan Tebal Perkerasan


Untuk Jalan
Menurut Kelas Rencana Lalu-lintas
Dan
Besaran Rencana Yang Disederhanakan

1. Lintas Harian Rata-rata Awal Disain (LHRad)

LHR awal disain, jumlah lajur, Koefisien Distribusi dan lebar jalan ditetapkan sebagai
berikut :

Kelas Rencana Koefisien


Jumlah
Lalu-lintas Distribusi Lebar Jalan LHR
Lajur
No. Kelas Kendaraaan
1 III C 1 1,00 L < 5,5 50
2 III B2 2 0,50 5,50 ≤ L < 8,25 200
3 III B1 3 0,475 8,25 ≤ L < 11,25 500
4 III A 4 0,45 11,25 ≤ L < 15,00 1500

2. Umur Rencana (UR) dan Pertumbuhan Lalu-Lintas (i)

Umur rencana ditetapkan dalam penyederhanaan ini 10 tahun dengan pertimbangan


bahwa keterbatasan pendanaan tidak memungkinkan melakukan penanganan jalan lagi
sebelum 10 tahun, karena dana pembangunan masih dibutuhkan ditempat lain.

Pertumbuhan lalu lintas 3% diambil sebagai angka pertumbuhan rata rata di wilayah
yang baru berkembang, sesuai pula dengan kelesuan investasi sejak Krisis Moneter
yang mengakibatkan pertumbuhan lalu-lintas untuk transport barang-barang mengalami
kelambatan dalam mobilitasnya

3. Komposisi Kelompok Kendaraan Berat dan Angka Ekivalen, As Tunggal 18 Kips

Komposisi Kendaraan Berat, tergantung ketersediaan Data, ditetapkan sbb:

(a) Apabila jalan raya telah berfungsi dalam jangka waktu lama dalam keadaan lancar,
permukaan jalan dalam kondisi baik atau rusak ringan tidak sampai menghambat
kelancaran lalu-lintas secara berarti, maka hasil survai lalu lintas dapat dijadikan
pedoman dalam menetapkan Komposisi kelompok Kendaraan Berat.

(b) Apabila jalan yang ada (atau yang belum pernah ada) dalam keadaaan rusak berat,
lalu lintas terhambat, maka prediksi Komposisi Kendaraan Berat dapat ditetapkan
dengan menggunakan data hasil dari studi pengembangan Wilayah dari Daerah
Pengaruh jalan tersebut. Sebagai Contoh, bila wilayah tersebut berpotensi untuk
menghasilkan Komoditi berbobot berat (Semen Kelapa sawit, Bahan Pulp dsb)
maka sangat mungkin dikemudian hari akan muncul dan tumbuh Kendaraan-
kendaraan Berat yang akan membebani Jalan.
(c) Apabila Jalan yang ada (atau belum pernah ada) dalam keadaan putus karena ada
jembatan tidak berfungsi, atau sebab lainnya, sedangkan studi pengembangan
wilayah di daerah tersebut belum ada atau sulit dilakukan, maka dapat dilakukan
asumsi seperti yang akan diterakan dibawah ini.

Kelompok Representatif (1) melibatkan Overload Vehicle


Kelompok Representatif (1) adalah Lalu-lintas Kendaraan Berat terdiri dari
gabungan Bus, Truk Ringan,Truk Sedang dan Truk Berat yang dimuati berlebih,
sebagai kecenderungan umum saat ini yang terjadi dibeberapa Daerah yang
menungkinkan (Jumlah komoditi berat dan berlebih, jalan, relatif landai, angkutan
jarak jauh, daerah yang baru berkembang dimana armada angkutan belum banyak,
dsb), Kondisi tersebut ditambah dengan belum dapat tercapainya disiplin lalu-lintas
terutama dalam pembatasan beban gandar dan hal ini diperkirakan masih akan
berlangsung dalam waktu yang lama dimasa datang, maka daerah dengan potensi
yang demikian disarankan mengantisipasi sebelumnya dalam menentukan tebal
perkerasan untuk tidak terjadi under design dalam pelaksanaannya.

Kelompok Representatif (2) terbatas Truk Berat


Kelompok Representatif (2) adalah lalulintas berat yang didominasi Truk Berat tapi
masih dalam Beban gandar yang diijinkan (Max 10 Ton) dan tidak dimuati lebih
karena berbagai alasan misalnya Disiplin lalu lintas yang berhasil ditegakkan, Jenis
komoditi daerah tersebut yang relatif ringan (Industri Kerajinan tangan, industri
Elektronik, industri ringan yang lain), atau hambatan alam (tanjakan berat, tikungan
tajam dll).

Kelompok Representatif (3) terbatas Truk Ringan


Kelompok Representatif (3) adalah kelompok Kendaraan Berat yang terdiri paling
banyak truk-truk ringan (Max 13 ton, karena jenis komoditi ringan) jarak
transportasi dekat/sedang, pengoperasian truk berat tidak ekonomis karena yang
diperlukan adalah kecepatan delivery dan bukan jumlah barang, dan hambatan-
hambatan alam maupun geometrik yang sangat berat misalnya daerah pegunungan
dengan lebar jalan terbatas, tanjakan tinggi, jembatan dengan kemampuan daya
dukung kecil dan lain sebagainnya.

Dari ketiga kelompok Representatif Kendaraan Berat tadi perlu ditetapkan Angka
Ekivalen terhadap Gandar Tunggal 18 Kips (18.000 lbs atau 8160kg)

Tipe Kendaran As Depan As Belakang Total As Komposi AEKB


Kg AE Kg AE si
Bus 3000 0,0183 5000 0,1410 0,1593 10% 0,0159
Truk2as-13ton 5000 0,1410 8000 0,9238 1,0648 40% 0,4259
Truk2as-20ton 7690 0,8053 12130 4,9064 5,7117 40% 2,2847
Truk2as-24ton 9230 1,6582 14764 10,7823 12,4409 10% 1,2441
Angka Ekivalen Komposisi Kendaraan Berat Representatif (1) = 3,9706
Bus 3000 0,0183 5000 0,1410 0,1593 40% 0,0637
Truk2as-13ton 5000 0,1410 8000 0,9238 1,0648 40% 0,4259
Truk2as-20ton 7690 0,8053 12130 4,9064 5,7117 20% 1,1423
Angka Ekivalen Komposisi Kendaraan Berat Representatif (2) = 1,6319
Bus 3000 0,0183 5000 0,1410 0,1593 20% 0,0319
Truk2as-13ton 5000 0,1410 8000 0,9238 1,0648 80% 0,4259
Angka Ekivalen Komposisi Kendaraan Berat Representatif (3) = 0,4578
4. Bauran Kendaraan Berat (Heavy Vehicle Mix)

Bauran Kendaraan Berat adalah jumlah kendaraan berat dalam prosen terhadap LHR.
Kendaraan Berat diartikan sebagai Kendaraan-kendaraan yang mempunyai bobot total
lebih dari 5 ton, untuk dipisahkan dengan kendaraan-kendaraan ringan (Mobil
Penumpang, Van, Pick-up dsb) yang mungkin jumlahnya banyak namun kontribusinya
terhadap perusakan jalan relatif jauh lebih kecil. Bauran kendaraan dimaksudkan untuk
menyederhanakan perhitungan untuk mengkait dengan kendaraan berat saja yang
memberikan kontribusi terhadap kerusakan jalan sangat besar (terutama bila dimuati
lebih).
Pada jalan-jalan yang biasanya masih terbatas volume lalu-lintasnya ( kurang dari
1500 kend/hari) maka dapat dilakukan penyederhanaan untuk kepentingan
pembandingan ataupun karena data aktual belum dapat diperkirakan atau didapatkan.

Bauran Kendaraan Berat tergolong Ringan, bila kurang dari 10% LHR - AKB = 0,10
Bauran Kendaraan Berat tergolong Sedang, bila antara 10-20% LHR - AKB = 0,20
Bauran Kendaraan Berat tergolong Berat, bila antara 20-50% LHR - AKB = 0,50

5. Menghitung Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)

Dari Data-data yang telah ditetapkan diatas, maka dapat dihitung LEP.
Rumus : LEP = LHR x AKB x C x AEKB

Kelas Koefisien Lintas Ekivalen Permulaan


Jumlah
Rencana Distribusi LHR AEKB
Lajur AKB = 10% AKB = 20% AKB = 50%
Lalu-lintas (C)
III C 1 1,000 50 3,9706 19,85 39,70 99,27
III B2 2 0,500 200 3,9706 39,71 79,70 198,53
III B1 3 0,475 500 3,9706 94,70 188,60 471,51
III A 4 0,45 1500 3,9706 268,02 536,03 1340,00
III C 1 1,000 50 1,6319 8,16 16,32 40,80
III B2 2 0,500 200 1,6319 16,32 32,64 81,60
III B1 3 0,475 500 1,6319 38,76 77,52 193,79
III A 4 0,45 1500 1,6319 110,15 220,30 550,77
III C 1 1,000 50 0,4578 2,29 4,58 11,45
III B2 2 0,500 200 0,4578 4,58 9,16 22,89
III B1 3 0,475 500 0,4578 10,87 21,74 54,36
III A 4 0,45 1500 0,4578 30,90 61,80 154,51

6. Menghitung Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dan Lintas Ekivalen Tengah (LET)

Rumus yang dipakai LEA = LEP x (1 + i)UR


LET = (LEP + LEA) x 1/2
Pada penyederhanaan ini ditetapkan harga i = 3% dan UR = 10 tahun
Kelas Lintas Ekivalen Permulaan Lintas Ekivalen Akhir
10
Rencana LHR AEKB (1,03)
Lalu-lintas AKB = 10% AKB = 20% AKB = 50% AKB = 10% AKB = 20% AKB = 50%
III C 50 19,85 39,70 99,27 26,68 53,35 133,41
III B2 200 39,71 79,70 198,53 53,37 107,11 266,80
3,9706 1,3439
III B1 500 94,70 188,60 471,51 127,27 253,46 633,66
III A 1500 268,02 536,03 1340,00 360,19 720,33 1800,83
III C 50 8,16 16,32 40,80 10,97 21,93 54,83
III B2 200 16,32 32,64 81,60 21,93 43,86 109,66
1,6319 1,3439
III B1 500 38,76 77,52 193,79 52,09 104,18 260,43
III A 1500 110,15 220,30 550,77 148,03 296,06 740,18
III C 50 2,29 4,58 11,45 3,08 6,15 15,38
III B2 200 4,58 9,16 22,89 6,15 12,30 30,76
0,4578 1,3439
III B1 500 10,87 21,74 54,36 14,61 29,22 73,05
III A 1500 30,90 61,80 154,51 41,53 83,03 207,65
Kelas LET = (LEP + LEA) x 1/2 LER = LET x FP
Rencana LHR AEKB FP=UR/10
Lalu-lintas AKB = 10% AKB = 20% AKB = 50% AKB = 10% AKB = 20% AKB = 50%
III C 50 23,27 46,53 116,34 23 46 116
III B2 200 46,54 93,41 232,67 46 93 232
3,9706 1,00
III B1 500 110,99 221,03 552,59 110 221 552
III A 1500 314,11 628,18 1570,42 314 628 1570
III C 50 9,57 19,13 47,82 9 19 48
III B2 200 19,13 38,25 95,63 19 38 95
1,6319 1,00
III B1 500 45,43 90,85 227,11 45 90 227
III A 1500 129,05 258,18 645,48 129 258 645
III C 50 2,68 5,37 13,42 2 5 13
III B2 200 5,36 10,73 26,82 5 10 26
0,4578 1,00
III B1 500 14,61 29,22 73,05 14 29 73
III A 1500 36,22 72,42 181,08 36 72 181
7. Menghitung Index Tebal Perkerasan (ITP) dan Tebal Perkerasan

Berdasarkan asumsi-asumsi yang telah dijelaskan diuraian sebelumnya, dan besaran-


besaran rencana yang telah ditetapkan sebagai berikut :

Umur Rencana 10 tahun, Pertumbuhan lalu-lintas i = 3%, DDT = 5 (atau sebanding


dengan CBR Tanah Dasar 6%), Faktor Regional = 1, maka dapat dihitung Index Tebal
Perkerasan dengan menggunakan Nomogram no 7, (IPt = 1,5, Ipo = 2,9 – 2,5)

Kelas AKB = 10% AKB = 20% AKB = 50%


Rencana LHR AEKB
LL LER ITP LER ITP LER ITP
III C 50 3,9706 23 4,6 46 5,2 116 6,1
■ 5 Lapen ■ 5 Lapen ■ 5 Lapen
▲ 20 CS ▲ 20 CS ▲ 20 CS
● 15 PR ● 20 PR ● 30 PR
III B2 200 3,9706 46 5,2 93 5,9 232 6,7
■ 5 Lapen ■ 5 Lapen ■ 4 AC
▲ 20 CS ▲ 20 CS ▲ 20 CS
● 20 PR ● 30 PR ● 25 PR
III B1 500 3,9706 110 6,1 221 6,6 552 7,5
■ 5 Lapen ■ 5 Lapen ■ 10 AC
▲ 20 CS ▲ 20 CS ▲ 20 CS
● 30 PR ● 20 PR ● 10 PR
III A 1500 3,9706 314 7,0 628 7,6 1570 8,6
■ 8 AC ■ 10 AC ■ 10 AC
▲ 20 CS ▲ 20 CS ▲ 20 CS
● 20 PR ● 15 PR ● 25 PR

III C 50 1,6319 9 4,0 19 4,6 48 5,6


■ 5 Lapen ■ 5 Lapen ■ 5 Lapen
▲ 20 CS ▲ 20 CS ▲ 20 CS
● 10 PR ● 10 PR ● 20 PR
III B2 200 1,6319 19 4,5 38 5,1 95 5,9
■ 5 Lapen ■ 5 Lapen ■ 5 Lapen
▲ 20 CS ▲ 20 CS ▲ 20 CS
● 10 PR ● 15 PR ● 20 PR
III B1 500 1,6319 45 5,2 90 5,9 227 6,7
■ 5 Lapen ■ 5 Lapen ■ 5 AC
▲ 20 CS ▲ 20 CS ▲ 20 CS
● 15 PR ● 20 PR ● 20 PR
III A 1500 1,6319 129 6,2 258 6,7 645 7,6
■ 5 Lapen ■ 5 AC ■ 10 AC
▲ 20 CS ▲ 20 CS ▲ 20 CS
● 25 PR ● 20 PR ● 15 PR
Kelas AKB = 10% AKB = 20% AKB = 50%
Rencana LHR AEKB
LER ITP LER ITP LER ITP
LL
III C 50 0,4578 2 3,2 5 3,7 17 4,5
■ 5 Lapen ■ 5 Lapen ■ 5 Lapen
▲ 20 CS ▲ 20 CS ▲ 20 CS
● 10 PR ● 10 PR ● 10 PR
III B2 200 0,4578 5 3,7 10 4,4 26 4,8
■ 5 Lapen ■ 5 Lapen ■ 5 Lapen
▲ 20 CS ▲ 20 CS ▲ 20 CS
● 10 PR ● 10 PR ● 10 PR
III B1 500 0,4578 14 4,5 29 4,8 73 6,2
■ 5 Lapen ■ 5 Lapen ■ 5 Lapen
▲ 20 CS ▲ 20 CS ▲ 20 CS
● 10 PR ● 10 PR ● 25 PR
III A 1500 0,4578 36 5,2 72 6,2 181 7,5
■ 5 Lapen ■ 5 Lapen ■ 10 AC
▲ 20 CS ▲ 20 CS ▲ 20 CS
● 15 PR ● 25 PR ● 15 PR

Perhitungan Index Tebal Perkerasan dan Penetapan Tebal Perkerasan seperti tersebut
diatas hanya merupakan contoh perhitungan dan dapat dijadikan angka-angka
pembanding pada kasus yang sebenarnya.
NOTASI : SD/KR adalah Surface Dressing (Lapis penutup sederhana/tanpa nilai
struktur : Burtu, Burda, Lasbutag, Aspal Beton dengan tebal
kurang dari 3 cm)
CS adalah Crushed Stone, batu pecah dengan nilai CBR Min 100%,
punya bidang pecah minimum 3.
PR adalah Pit Run (Sirtu) punya CBR min 30%
KR adalah Kerikil unt!Jk lapis penutup, dengan campuran tanah 15%
, terpasang minimum 5 cm.

Tebal Perkerasan diatas dapat dibandingkan dengan Standar tebal


Perkerasan untuk Jalan seperti yang tercantum pada Petunjuk Teknis
No.013/T/Bt/1995 "Petunjuk Teknik Survai dan Perencanaan Teknik Jalan
" Tabel no.6.5.2.
Program Peningkatan Jalan dan Kotamadya, Disain Perkerasan yang
Disederhanakan Untuk Jalan Baru dan Jalan Lama.
Umur Disain 10 tahun dengan Pemeliharaan rutin dan berkala, dimana
Beban Gandar Standar Ekivalen dicari dengan mengkalikan LER pada
Tabel diatas dengan Angka 10 x 365 yaitu jumlah hari dalam periode umur
rencana.

Pada LHR lebih besar dari 1500 kendaraan per hari tidak dianjurkan untuk
memperkirakan tebal perkerasan dengan cara penyederhanaan seperti
diatas karena kemungkinan melesetnya akan sangat besar, oleh karena itu
perlu dilakukan studi kelayakan yang menyeluruh terutama pada prediksi
jumlah dan jenis kendaraan yang diperkirakan akan menggunakan jalan
tersebut.
Lampiran 2 :

Diagram Proses Perhitungan Tebal Perkerasan

Besaran Rencana

LHR (1) LEP (2) LEA (3) LET (4) LER

AKB

AEKB

UR

Tanah Dasar
(CBR / DCP / Benkelman Beam) Nomogram 7
Perkerasan Lama
ITP

(5) FR

ITP
Material Penutup
Permukaan
Lapis Pondasi (6)
Lapis Pondasi Bawah
Tebal Perkerasan

Proses (1) LEP = LHR x C x AKB x AEKB


UR
(2) LEA = LEP x (1+i)

(3) LET = (LEP + LEA) x ½

(4) LER = LET x UR/10

(5) Penarikan grafis pada Nomogram no 7

(6) Pemilihan berbagai kombinasi lapis Perkerasan dengan rumus :

ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3


Lampiran 3 :

Tabel 6.5.2.
Program Peningkatan Jalan dan Kotamadya
Disain Perkerasan yang Disederhanakan Untuk Jalan Baru dan Jalan Lama

Petunjuk Teknis No. 013/T/Bt/1996


Petunjuk Teknik Survai dan Perencanaan Teknik Jalan
Tabel 6.5.2.
Program Peningkatan Jalan dan Kotamadya
Disain Perkerasan yang Disederhanakan Untuk Jalan Baru dan Jalan Lama

Umur Disain 10 Tahun dengan Pemeliharaan Rutin dan Berkala

LHR Kelas Rencana Lalu-lintas


Kelas Lapis
Proyeksi Beban Gandar Standar Ekivalen
Jalan 6 6 Permukaan
Lima Tahun 5.000 160.000 50.000 160.000 250.000 500.000 800.000 1.6x10 2.5x10
III C < 50 1.1 1.2 1.3 KRK 5 cm
III B2 51 – 200 2.1 2.2* 2.3* KRK 5/ Burtu *
III B1 2001 – 500 3.1* 3.2# 3.3# Burtu */PM 5 cm#
III A 501 – 1500 4.1# 4.2+) 4.3+) PM 5 / LTST 3+)
> III A 1501 - 2500 5.1++) 5.2++) 5.3++) PM 7 / AC4+)
CBR
Lapisan Total Tebal Perkerasan (Cm)
Tanah Kondisi Umum
Perkerasan (Termasuk Nilai Sisa Perkerasan Lama)
Dasar
L.P KRK KRK KRK BDA PM 5/ PM 7/ PM 7/ PM 7/ PM 7/ Drainase baik, Muka air
BTU LTST 3 LTST 3 AC 4 AC 4 AC 4 tanah rendah, Tanah
> 24 % L.P.A 10 10 20 15 10 10 10 dasar baik
L.P.B - - - - - - 15 20
- -
L.P KRK KRK BDA LAPEN 5/ PM 5/ PM 7/ PM 7/ PM 7/ PM 7/ Kondisi tanah umumnya
BDA LTST 3 LTST 3 AC 4 AC 4 AC 4 AC 4 baik
8 – 24%
L.P.A 15 15 15 15 15 15 15 20 20
L.P.B 10 10 15 10 10 10 10 10
L.P KRK BTU PM 5 PM 5 PM 7/ PM 7/ PM 7/ PM 7/ PM 7/ Kelemahan dalam
AC 4 AC 4 AC 4 AC 4 AC 4 Drainase atau tanah
5 – 8%
L.P.A 15 15 15 15 15 15 20 20 20 Datar
L.P.B 10 15 20 25 20 20 15 15 20
Bahan Tanah Dasar Tambahan Diperlukan Untuk CBR < 5%
CBR Tanah Dasar Urugan Timbunan yang Disetujui Dipadatkan Sampai CBR 5%
4% Padatkan 5 5 5 5 5 5 5 10 5 Drainase jelek, Maka air
dalam lapis 15 tanah tinggi, Tanah
3% 10 15 15 15 15 15 15 20 15
cm sampai dasar jelek
2% CBR minimum 25 25 25 25 25 25 30 35 30
Tanah sangat lunak
1.5% 5% kemudian 35 35 35 35 35 40 40 45 45 (CBR 2% Disain
buat disain
1% 50 50 50 55 55 60 60 60 60 khusus)
CBR = 5%

LP = Lapis Permukaan LPA = Lapisan Pondasi Atas LPB = Lapis Pondasi Bawah
LHR Bahan Pilih dari : Pilih dari :
< 50 KRK Gradasi 5 cm 1. Agregat Pecah bergradasi 1. Batu pecah atau kerikil/pasir/lempung campuran
Ukuran maksimum = 37.5 mm (sirtu)
51 – 500 Burtu / Burda CBR minimum = 60% Ukuran maksimum = 75 mm (batu pecah)/37.5 m
IP maksimum = 8% (sirtu)
> 500 Lapen 5 cm atau 2. Makadam Ikat Basah CBR minimum = 25%
Lataston 3 cm Ukuran maksimum = 62.5 mm IP maksimum = 12%
CBR minimum = 55% 2. Tanah Stabilisasi Kapur/Semen
IP maksimum = 12% Ukuran partikel maksimum = 75 mm sebelum digiling
CBR minimum = 25%
CRE :
BTU = 0.5 KRK = 0.86 BDA = 1.00 PM = 1.56
LTST = 2.33 A.C = 2.5 LTST = HRS AC =
Lasion

Anda mungkin juga menyukai