Anda di halaman 1dari 69

LAPORAN MAKALAH

OTOPSI

Pembimbing:
dr. Arfi Syamsun,Sp.F

MUHYIDDIN

(H1A010002)

GEDE VENDI CR

(H1A010006)

PUTU AYU RILA A

(H1A010045)

DANDI PW

(H1A010047)

HIDAYATULLAH

(H1A010049)

OUTLINE
A.PENDAHULUAN
B.PEMERIKSAAN LUAR
C.PEMERIKSAAN DALAM

Definisi, Jenis-jenis, Dasar hukum,Prosedur persiapan


Identifikasi, Tanda kematian, tanda kekerasan, tanda
keracunan
Irisan, teknik pengeluaran organ, pemeriksaan organ dalam,
pemeriksaan khusus

D.PEMERIKSAAN
PENUNJANG

Histologi, virologi, toksikologi, dll.

E.PERAWATAN JENAZAH
POST OTOPSI

Pengawetan jenazah (embalming)

A.PENDAHULUAN

Definisi
Autopsi berasal kata dari Auto yang artinya sendiri dan Opsis yang
artinya melihat
pemeriksaan terhadap tubuh mayat yang terdiri dari pemeriksaan
terhadap bagian luar maupun bagian dalam dengan tujuan
menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan
interpretasi atas penemuan penemuan tersebut, menerangkan
penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara
kelainan kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian

Jenis-jenis autopsi
1. Autopsi Klinik
Dilakukan terhadap mayat seseorang yang menderita penyakit, dirawat di Rumah
Sakit tetapi kemudian meninggal. Jenis autopsi ini mutlak diperlukan izin dari
keluarga terdekat mayat yang bersangkutan.
2. Autopsis Forensik
Dilakukan terhadap mayat seseorang berdasarkan peraturan perundang
undangan. Untuk melakukan autopsi forensik ini, diperlukan suatu surat
permintaan pemeriksaan atau pembuatan Visum et Repertum (VeR) dari pihak
yang berwenang, dalam hal ini pihak penyidik. Izin keluarga tidak diperlukan.

Dasar Hukum Pelaksanaan Autopsi


Pihak yang berhak meminta VeR
Penyidik (KUHAP I butir 1, 6, 7, 120, 133, PP RI No 27 Th 1983)
Pejabat polisi negara RI tertentu sekurang-kurangnya berpangkat PELDA (AIPDA)
serta berpangkat bintara dibawah PELDA (AIPDA).

Penyidik pembantu (KUHAP I Butir 3,10, PP RI No 27 Th 1983)


Pejabat polisi Negara RI tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat SERDA
polisi ( BRIPDA).

Provos (UU No I Darurat Th 1958, Keputusan Pangab No Kep/04/P/II/1984)


Hakim pidana (KUHAP 180)

Dasar hukum autopsi forensik


KUHAP 133, KUHAP 134, KUHP 222
UU RI No 23 Th 1992 Pasal 70

Dasar hukum yang berkaitan dengan barang bukti (KUHAP 42)


Barang bukti harus diperiksa oleh dokter untuk dicatat kemudian dilaporkan
dalam VeR; barang bukti setelah diperiksa diserahkan kepada penyidik
secepatnya dengan disertai surat tanda penerimaan yang ditanda-tangani
oleh penyidik.

Untuk menentukan saat kematian berdasarkan PP No 18 th 1981


secara konvensional; seseorang telah meninggal dunia apabila keadaan
insane yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi
otak, pernapasan, dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.
Khusus untuk transplantasi; saat kematian ditentukan oleh dua dokter yang
tidak ada hubungan dengan dokter yang melakukan transplantasi dan
penentuan kematian di RS modern menggunakan EEG, yaitu alat yang
mencatat aktivitas otak.

Persiapan sebelum tindakan autopsi


1. Kelengkapan surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan
dilakukan yakni surat permintaan VeR yang telah ditandatangani oleh
penyidik
2. Pastikan mayat yang akan diautopsi benar-benar adalah mayat yang
dimaksudkan dalam surat yang bersangkutan dalam hal ini surat
permintaan VeR
3. Kumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian
selengkap mungkin.
4. Periksa kelengkapan alat - alat yang diperlukan sepanjang pelaksanaan
autopsi.

Perlengkapan untuk autopsi


Kamar autopsi
Meja autopsi
Peralatan autopsi
Peralatan untuk pemeriksaan tambahan
Peralatan tulis menulis dan fotografi

1. Identifikasi

B.PEMERIKSAAN LUAR

2. Tanda kematian
3. Tanda kekerasan
4. Tanda keracunan

1. IDENTIFIKASI
Memeriksa Label Mayat
Mencatat jenis/bahan, warna, corak,
bercak/pengotoran) dari penutup mayat

serta

kondisi

(ada

tidaknya

Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya


bercak/pengotoran) dari bungkus mayat. Catat tali pengikatnya bila ada.
Mencatat pakaian mayat dengan teliti
Mencatat perhiasan mayat
Mencatat benda di samping mayat
Mencatat perubahan tanatologi

Cont
Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna
kulit, status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada
dinding perut.
penentuan identitas khusus, meliputi rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan
kulit, anomali dan cacat pada tubuh
Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut
Memeriksa mata
Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung.
Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi
Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran pembuluh
darah.

Cont
Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan.
tanda perbendungan, ikterus, sianosis, edema, bekas pengobatan, bercak
lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.
Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap.
Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis/sifatnya

2. TANDA-TANDA KEMATIAN
Tanda yang segera dikenali setelah kematian :
Berhentinya sirkulasi darah.
Berhentinya pernafasan.

Tanda-tanda kematian setelah beberapa saat kemudian:


Penurunan Temperatur Tubuh (algor Mortis)

Lebam Mayat (Livor Mortis)


Kaku Mayat (Rigor Mortis)
Tanda-tanda kematian setelah selang waktu yang lama:
Proses Pembusukan
Lepuhan Kulit (blister)
Organ Tubuh Bagian Dalam
Adiposera
Mummifikasi

3. TANDA KEKERASAN/LUKA
Penulisan deskripsi luka-luka harus sistematis yang meliputi
Jumlah luka-luka,
Lokasi luka menurut regio anatomi beserta koordinatnya
Regio anatomi dijelaskan menurut bahasa anatomi yang sederhana, contohnya :
dahi, pipi, dada, perut, leher, punggung, pinggang, paha, betis, punggung kaki,
telapak kaki, dan lain - lain. usnya (Syamsun, 2014).
Koordinat tubuh yang sering dipergunakan untuk mendeskripsikan luka-luka adalah
sebagai berikut :
garis mendatar yang melewati pertengahan kedua mata, garis mendatar yang melewati
kedua puting susu, garis mendatar yang melewati pertengahan pusat, garis mendatar
yang melewati kedua ujung bawah tulang belikat.
garis membujur tubuh yang dipergunakan adalah garis membujur pertengahan tubuh
bagian depan dan garis membujur pertengahan tubuh bagian belakang.

Proyeksi yang sering dipergunakan untuk mendeskripsikan luka-luka adalah


sebagai berikut :
Pada leher, luka-luka diproyeksikan ke dagu/jakun, liang telinga kanan, liang
telinga kin, dan daerah batas kulit berambut di kepala bagian belakang.
Pada ektremitas atas, luka-luka diproyeksikan ke pergelangan tangan, siku, lipat
siku, lipat ketiak, dan puncak bahu.
Luka-luka di ekstremitas bawah diproyeksikan ke tumit, pergelangan kaki,
tumit, lipat tumit, lipat paha (Syamsun, 2014).

Bentuk luka-luka,
Ukuran luka-luka
Panjang, lebar, kedalaman
Sebelum dan sesudah ditautkan

Sifat luka-luka.
Daerah batas luka meliputi tepi luka rasa atau tidak rasa, jumlah dan besarnya sudut luka, serta batas
luka tegas atau tidak tegas. Batas tegas ariinya dapat masih bisa membedakan antara bagian kulit yang
sehat dan bagian kulit yang sakit.
Daerah di dalam garis batas luka meliputi tebing luka rata atau tidak rata, ada atau tidak ada
Jembatan jaringan antara kedua tebing luka, jaringan tubuh yang membentuk tebing luka, dan jaringan
tubuh yang membentuk dasar luka.
Daerah di sekitar garis batas luka meliputi kelainan-kelaianan yang ditemukan diluar garis batas luka,
contohnya : kulit berwarna kemerahan, jelaga, tatoase, dan seterusnya (Syamsun,2014).

4. TANDA KERACUNAN
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pemeriksaan luar kasus keracunan,
antara lain (Fitriana, 2015):
Bau
Pemeriksa dapat mencium bau amandel pada penelan sianida, bau minyak tanah pada
penelanan insektisida, bau kutu busuk pada malation, bau amoniak, fenol, alkohol, eter
dan lain-lain.
Pakaian
Perhatikan bercak-bercak racun yang telah ditelan, misalnya bercak berwarna coklat
karena asam sulfat atau kuning karena asam nitrat. Penyebaran bercak perlu
diperhatikan, karena dari penyebaran itu dapat diperoleh petunjuk tentang intense atau
kemauan korban yaitu apakah racun itu ditelan atas kemauan sendiri atau dipaksa. Jika
korban dipaksa maka bercak-bercak racun akan tersebar pada daerah yang luas dan pada
pakaian melekat bau racun.
Lebam mayat

Perubahan warna kulit


Hiperpigmentasi atau melanosis dan keratosis pada telapak tangan dan kaki akibat
keracunan arsen kronik. Kulit berwarna kelabu kebiruan akibat keracunan perak (Ag)
kronik (deposisi perak dalam jaringan ikat dan korium kulit). Kulit akan berwarna kuning
pada keracunan tembaga (Cu) dan fosfor akibat hemolisis, serta pada keracunan
insektisida hidrokarbon dan arsen karena terjadi gangguan fungsi hati. Dermatitis pada
keracunan kronik salisilat, bromida dan beberapa logam berat seperti arsen dan talium.
Vesikel atau bula pada tumit, bokong dan punggung pada keracunan karbon monoksida
dan barbiturat akut.
Kuku
Keracunan arsen kronik dapat ditemukan kuku yang menebal yang tidak teratur.
Rambut
Kebotakan (alopesia) pada keracunan talium, arsen, air raksa dan boraks.
Sklera

Zat-zat bersifat korosif menyebabkan luka bakar atau korosi pada bibir,
mulut dan kulit sekitar.
Pada asam nitrat, korosi berwarna kuning atau jingga karena reaksi xantoprotein,
Pada asam klorida korosif kulit tidak begitu hebat atau kadang tidak ditemukan.
Pada asam format ditemukan luka bakar warna merah coklat, batas tegas dan kelopak
mata mungkin membengkak karena ekstravasasi hemorhagik.
Bunuh diri dengan lisol ditemukan luka bakar kering berwarna coklat bentuk tidak
teratur dengan garis-garis yang berjalan dari bibir atau sudut-sudut mulut kearah leher.

Pada orang yang dipaksa menelan zat itu akan ditemukan bercak-bercak
luka bakar barbagai bentuk dan ukuran tersebar dimana-mana.

1. Insisi

C.PEMERIKSAAN DALAM

2. Teknik pengeluaran organ


3. Pemeriksaan organ dalam
4. Pemeriksaan khusus

1. INSISI
A. Insisi I
insisi yang paling ideal
dimulai di bawah tulang rawan
krikoid di garis tengah sampai
prosesus xifoideus kemudian 2
jari paramedian kiri dari pusat
sampai simfisis, dengan demikian
tidak perlu melingkari pusat

Cont
B. Insisi Y
Atas indikasi kosmetik insisi Y tidak
dianjurkan.
Insisi melalui lekukan suprastenal
menuju simfisis pubis, lalu dari lekukan
suprasternal ini dibuat sayatan
melingkari bagian leher
Dua jenis : Insisi yang dilakukan dangkal
(shallow incision) yang dilakukan pada
tubuh pria dan Insisi yang lebih dalam
(deep incision), yang dilakukan untuk
kaum wanita.

2. TEKNIK PENGELUARAN ORGAN

Teknik
Teknik
Teknik
Teknik

Virchow
Rokitansky
Letulle
Ghon

Teknik virchow
Merupakan teknik yang sederhana
Dengan cara mengeluarkan organ satu per satu kemudian langsung
diperiksa
Kelainan yang terdapat pada masing-masing organ dapat terlihat,
namun hubungan anatomic antar beberapa organ yang tergolong dalam
satu sistem menjadi hilang
Sehingga, Teknik ini kurang baik digunakan terutama pada kasus-kasus
penembakan dengan senjata api dan penusukan dengan senjata tajam
yang memerlukan penentuan saluran luka, arah serta dalamnya
penetrasi yang terjadi.

Teknik Rokitansky
Setelah rongga tubuh dibuka, organ dilihat dan diperiksa dengan
melakukan beberapa irisian in situ, baru kemudian seluruh organorgan tersebut dikeluarkan dalam kumpulan-kumpulan organ (enbloc).
Teknik ini jarang dipakai karena tidak menunjukkan keunggulan
yang nyata atas teknik lainnya. Teknik ini pun tidak baik digunakan
untuk autopsi forensik.

Teknik Letulle
Setelah rongga dibuka, organ leher, dada, diafragma, dan perut dikeluarkan
sekaligus (en mase). Kepala diletakkan di atas meja dengan permukaan posterior
menghadap meja ke atas. Pleksus coeliacus dan kelenjar para aorta diperiksa.
Aorta dibuka sampai arkus aorta dan Aa. Renales kanan dan kiri dibuka serta
diperiksa
Dengan pengangkatan organ-organ di tubuh secara en mase ini, hubungan antar
organ tetap dipertahankan setelah seluruh organ dikeluarkan dari tubuh. Kerugian
teknik ini adalah sukar dilakukan tanpa pembantu, serta agak sukar dalam
penanganan karena panjangnya kumpulan organ-organ yang dikeluarkan
sekaligus

Teknik Ghon
Setelah rongga tubuh dibuka, organ dada dan leher, hati, limpa,
dan organ-organ pencernaan, serta organ-organ urogenital
diangkat keluar sebagai tiga kumpulan organ-organ.

3. PEMERIKSAAN ORGAN DALAM


a. Otak
b. Aorta
c. Medulla spinalis
d. Mammae (payudara)
e. Thymus
f. Jantung
g. Saluran pernafasan
h. Saluran pencernaan
i. Saluran urogenital
j. Leher

Otak
Pemeriksaan dalam kepala dilakukan harus setelah rongga dada kosong, untuk
menghindari artefac bendungan di otak akibat tekanan dirongga yang meninggi
karena mulainya pembusukan.
Setelah kulit kepala diperiksa, maka dibuat insisi pada kulit kepala mulai dari
puttinh tulang kepala (mastoid) kanan ke mastoid kiri melalui puncak (vertex).
Insisi diperdalam sampai tulang, kemudian kulit kepala bersama selaput urat
pembungkus tengkorak (galea) yang sudah insisi dikelupas sejauh-jauhnya
kemuka dan kebelakang.
Menggergaji tengkorak
Keluarkan otak

Aorta
Insitu batang nadi (aorta) di buka menurut aliran darah dari
lengkung batang nadi (arcus aorta) ke bifurcatio aorta abdominalis
sampai dengan arteri iliaca communis.

Medulla spinalis
Untuk mengeluarkan medula spinalis perlu digergaji processus spinosus vertebrae (taju
duri tulang belakang) dibagian laminanya. Ini dikerjakan dengan gergaji khusus yang
disebut rhachiotom.
Mayat diletakkan pada dada dengan suatu balok dibawahnya. Suatu insisi dibuat dari
protuberentia occipitalis sampai ke sacrum melalui garis yang dibuat oleh processus
spinosus.
Jaringan di bawah kulit dan otot dibersihkan sehingga terlihat lamina processus
spinosus. Lamina inilah yang digergaji dengan cara memahatnya. Kemudian processus
spinonosus diangkat. Dengan gunting dipisahkan bagian nervi spinalis yang letaknya
extra dural, kemudian dipisahkan pula bagian cauda equina. Medulla spinalis dipotong
sedekat-dekatnya dengan foramen magnum. Kemudian duramater dibuka dengan
gunting di sebelah anterior dan posterior di garis tengah dan medulla spinalis
dimasukan dalam formalin 10%.

Mammae (payudara)
Payudara dilepaskan dengan tajam dari jaringan kulit, harus hatihati supaya tidak memotong kulit dan putting susu.

Thymus
Thymus mencapai ukuran dan berat maksimum pada usia remaja (pubertas)
yaitu dapat mencapai 25-30 gram. Pada orang dewasa thymus biasanya sudah
mengecil (atropihia). Kadang dijumpai thymus persisten.
Melepaskan thymus dilakukan dengan cara tajam dengan pinset dan gunting,
setelah lepas kemudian ditimbang.
Status thymico lympaticus ialah suatu keadaan dimana thymusnya membesar
dengan pembesaran umum kelenjar getah bening, hypoplasia aorta, atrophia
anak ginjal (glandula suprarenalis) dan perkembangan yang terbelakang
(underdevelopment) dari kelenjar testis atau indung telur (ovarium).
Keadaan status thymico lympaticus sering dihubungkan dengan kematian
mendadak.

Jantung
Pericardium dibuka dengan insisi Y terbalik, kemudian ujung
jantung (apex) diangkat untuk melihat jumlah cairan dimana
normalnya 30-50 cc jernih sedikit kekuningan.
Membuka Jantung
Prinsip membuka jantung ialah menuruti aliran darah dengan
maksud agar katup jantung (valvula) tidak rusak.

Cont
Membuka jantung kanan
Pisau dimasukkan dari vena cava inferior ke vena cava superior, jantung kemudian
digantungkan pada pisau dan dinding atrium kanan dipotong.
Selanjutnya telinga jantung (auricular cordis) kanan dibuka dan diperiksa adanya
thrombus.
Ujung pisau sekarang dimasukkan ke ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis ke
apex jantung. Jantung digantungkan lagi, pisau ditusukkan lagi hingga menembus
apex dan dinding ventrikel kanan dipotong.
Arteria pulmonalis dipisahkan dari aorta, kemudian ujung pisau dengan maata keatas
dimasukkan dari apex ke arteria pulmonalis, dengan ventrikel kiri disebelah kanan
pisau maka ventrikel kanan dipotong sedekat-dekatnya dengan septum
interventrikularis.

Cont
Membuka jantung kiri
Pisau dimasukkan dalam salah satu vena pulmonalis kanan sampai keluar dari vena
pulmonalis kiri. Jantung kemudian digantungkan pada pisau dan dinding atrium kiri
dipotong.
Selanjutnya telinga jantung (auricular cordis) kiri dibuka dan diperiksa adanya thrombus.
Ujung pisau sekarang dimasukkan dari atrium kiri melalui katup bikuspidalis. Jantung
digantungkan lagi dengan matas pisau keatas dan dinding ventrikel kiri dipotong.
Ujung pisau dengan mata pisau keatas dimasukkan dari apex jantung ke aorta dengan
ventrikel kanan disebelah kiri pisau dan ventrikel kiri dipotong sedekat-dekatnya dengan
septum iterventrikularis.
Katup jantung kanan dan kiri, katup arteri pulmonalis, dan katup aorta diperiksa dan
diukur lingkarannya.

Cont
Arteri coroner
Arteri coroner diperiksa melintang dengan jarak tiga millimeter, tidak boleh
disonde. Untuk mengiris arteri coroner pisau harus tajam dan jari telunjuk kiri
dibalut kain kasa, kemudian arteri coroner diletakkan di jari telunjuk dan
irisan dimulai dari muaranya di aorta. Maksudnya unutk mencari adanya
arteriosclerosis, atherosclerosis, thrombus dan embolus.
Tebal jantung
Tebal otot jantung kanan dan kiri diukur sebagai berikut : dibuat irisan tegak
lurus pada pertengahan apex dan basis jantung. Yang diukur hanya otot saja,
tanpa muskulus papilaris jantung dan lemak.

Cont
Septum interventrikularis
Konsistensi jantung ditentukan lebih dulu, kemudian dilakuakan
irisan pada otot ventrikel dan septum interventrikular dengan cara
menyayat, untuk melihat adanya infark, fibrosis, radang.
Timbang jantung

Kelainan Jantung
Kelainan pericardium

Kelainan myocardium

Hydropericardium

Infark myocardium

Hemopericardium

Aneurysma jantung

Pericarditis akut

Ruptur jantung

Pericarditis
kronik

Hipertropi myocardium
Delatatio jantung

Kelainan endocardium
Endocarditis
bakterial
Endocarditis
rematik
Endocarditis kronik

Cont
Kelainan katup jantung
Stenosis aorta
Stenosis mitralis
Stenosis trikuspidalis

Kelainan arteri
Thrombus/Embolus
arteri coroner

Kelainan kongenital
Pulmonary stenosis
Ductus arteriosus terbuka

Stenosis pulmonalis

Arterio sclerosis

Coaretatio aorta

Insufisiensi aorta

Athero sclerosis

Foramen ovale terbuka

Insufisiensi mitralis

Aortitis syphilitica

Insufisiensi trikuspidalis

Aneurysma

Septum interventrikular
terbuka

Insufisiensi pulmonalis

Tetralogy Fallot

Organ Pernafasan
Setelah jantung dikeluarkan maka pericardium dapat dibersihkan dan tampak batang
tenggorakan (trakea) dan kedua cabang tenggorakan (bronkus). Kedua bronki dan
kedua paru-paru dikeluarkan sebagai satu unit.
Perlekatan paru-paru dilepaskan secara tumpul dengna jari-jari setelah membuat insisi
terlbih dahulu.
Trakea dipotong melintang setinggi tulang klavikula, kemudia selaput paru bagian luar
(pleura parietalis) kanan dan kiri tulang punggung diiris dari atas sampai kebawah.
Trakea diterik keras ke ventral dan jaringan sekitarnya yang masih melekat dipotong
secara tajam dengan pisau atau gunting. Setelah trakea dan bronki lepas, jaringan
pleura yang masih melekat pada dinding dada dikumpulkan dan dipotong.

Cont
Diseksi selanjutnya sebagai berikut :
Trakea dan kedua bronki dibuka dengan gunting pada bagian belakang,
yakni bagia yang tidak mengandung tulang rawan.
Cabang bronki dibuka dengan gunting sejauh-jauhnya kedalam paru-paru.
Vena maupun arteri pulmonalis dipisahkan.
Trakea dipisahkan dari paru-paru dengan memotong bronki di hillus.
Paru-paru kanan dan kiri ditimbang masing-masing.

Cont
Insisi paru dibuat sebagai berikut :
Paru diletakkan sedemikian rupa sehingga hillus menghadap keatas dan
basis menghadap kepada desektor.
Tangan kiri menekan pada paru-paru dan tangan kanan memegang pisau
dengan pangkal pisau diletakkan pada apex paru-paru, kemudian sambil
menekan mata pisau pada jaringan paru-paru pisau ditarik kea rah basis
paru-paru. Insisi dilakukan dengan satu gerakan, bila irisan belum cukup
dapat diulang.
Isi lainnya dibuat sejajar dengan irisan pertama.

Kelainan organ pernafasan


Kelainan pleura

Kelainan paru-paru

Hidro thorax

Atelectasis

Lobar pneumonia

Hemo thorax

Emfisema

Bronkiektasis

Pneumothorax

Pneumoconiosis

Abses paru-paru

Pleuritis eksudatif

Emboli paru-paru

Tuberculosis paru-paru

Tumor pimer atau


metastasis

Emboli lemak

Tumor atau metastasis

Bronkopneumonia

Organ pencernaan
Dimulai dengan inspeksi yang sebagian sudah dibicarakan, antara lain :
Pada waktu membuka peritoneum, di periksa apakah terdapat cairan.
Peritoneum
Omentum
Diaphragma
Omentum kemudian dibalik untuk melihat keadaan usus. (post moertem kadangkadang dapat dijumpai invaginasi usus halus).
Hati : beberapa jaringan hati yang tidak tertutup oleh lengkung tulang iga (arcus
costae)

Cont
Limpa : beberapa jaringan limpa yang tidak tertutup oleh arcus costae
Mesenterium diperiksa melihat keadaan kelenjar lymphe, vena dan arteria
mesenterica
Usus diperiksa apakah terdapat kelainan letak (situs inversus), keadaan
umbai usus buntuk (appendix)
Memisahkan usus halus dan usus besar
Memisahkan Lien
Memisahkan Oesophagus, ventriculus duodenus, pancreas, hepar

Organ Urogenital
Pada laki-laki

Organ Urogenital
Pada Perempuan

Organ Leher

4.PEMERIKSAAN KHUSUS

1. Test apung aru


2. Test pneumothoraks
3. Test napthylamin

1. Test apung paru


Test apung paru ini dikerjakan pada korban bayi dengan untuk mengetahui
apakah bayi yang diperiksa itu pernah hidup. Untuk melakukan test ini,
persyaratannya mayat harus segar.
Tahap-tahapan tes ini yaitu:
Keluarkan alat-alat dalam rongga mulut, leher dan rongga dada dalam satu
kesatuan, pangkal dari esofagus dan trakea boleh diikat.
Apungkan seluruh alat-alat tersebut pada bak yang berisi air
Bila terapung, lepaskan organ paru-paru baik yang kiri maupun yang kanan
Apungkan kedua organ paru-paru tadi, bila terapung lanjutkan dengan
pemisahan masing-masing lobus

Apungkan semua lobus tersebut, catat mana yang tenggelam dan mana yang
terapung
Lobus yang terapung diambil sebagian, yaitu tiap-tiap lobus 5 potong dengan ukuran
5 mm x 5 mm dari tempat yang terpisah dan perifer.
Apungkan ke 25 potongan kecil-kecil tersebut, bila terapung, letakkan potongan
tesebt pada dua karton, dan lakukan penginjakan dengan menggunakan berat
badan, kemudian dimasukkan kembali ke dalam air.
Bila terapung berarti test apung positif, paru-paru mengandung udaara, bayi
tersebut pernah dilahirkan hidup.
Bila hanya sebagaian yang terapung, kemungkinan terjadi pernafasan partial, bayi
tetap pernah dilahirkan hidup.

2. Test Pada Pneumothoraks


Peneumothoraks Trauma dada jaringan paru robek
sedemikian rupa terjadi mekanise ventil dimana udara
yang masuk ke paru-paru akan diteruskan ke dalam rongga dada
dan tidak dapat keluar kembali terjadi akumulasi udara
dengan akibat paru-paru akan kolaps korban akan mati.
Diagnosa pneumothoraks yang fatal dapat ditegakkan
berdasarkan test ini, bila test ini tidak dilakukan, diagnosa
sifatnya hanya dugaan.

Adapun tahapan test ini yaitu:


Buka kulit dinding dada pada bagian yang tertinggi dari dada, yaitu
sekitar iga ke 4 dan 5 (udara akan berada pada tempat yang tertinggi)
Buat kantung, dari kulit dada tersebut mengelilingi separuhnya dari
daerah iga 4 dan 5(sekitar 10 x 5 cm)
Pada kantung tersebut kemudian diisii air, dan selanjutnya tusuk
dengan pisau, adanya gelembung udara yang keluar berarti ada
pneumothoraks, dan bila diperiksa paru-parunya, paru-paru tersebut
tampak kolaps
Cara lain: setelah dibuat kantung, kantung ditusuk dengan spuit
besar dengan jarum besar yang berisi air separuhnya pada spit
tersebut, bila ada pneumothoraks, tampak gelembung-gelembung

3. Test Alpha Naphthylamine


Test ini dilakukan untuk mengetahui adanya butir-butir mesiu khususnya pada pakaian
korban penembakan.
Adapun tahapan prosesnya yaitu:
Kertas saring Whatman direndam dalam larutan alpha-naphthylamine, dan keringkan
dalam oven, hindari jangan sampai terkena sinar matahari
Pakaian yang akan diperiksa yaitu yang diduga mengandung butir-butir mesiu dipotong
dan di atasnya diletakkan kertas saring yang telah diberi alpha-naphthylamine.
Di atas kertas saring yang mengandung alpha-naphthylamine tadi ditaruh lagi kertas
saring yang dibasahi oleh aquadest
Keringkan dengan cara menyetrika tumpukan tersebut, yaitu kain yang akan diperiksa,
kertas yang mengandung alpha-naphthylamine dan kertas saring yang basah
Test yang positif akan terbentuk warna merah jambu (pink color), pada kertas saring
yang mengandung alpha-naphthylamine. Bintik-bintik merah jambu tadi sesuai dengan
penyebaran butr-butir mesiu pada pakaian

D.PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang
Sediaan histopatologi dari masing-masing organ.
Pemeriksaan toksikologi
Pemeriksaan bakteriologi.
Sediaan apus bagian korteks otak, limpa dan hati.
Darah dan cairan cerebrospinalis diambil untuk pemeriksaan analisa biokimia.
Pemeriksaan urine dan feces.
Usapan vagina dan anus, utamanya pada kasus kejahatan seksual.
Cairan uretra.

E. PENGAWETAN MAYAT/JENAZAH
(EMBALMING)

Definisi
Pengawetan mayat ditujukan untuk mempertahankan rupa mayat
dalam waktu yang lama. Dengan mempertahankan rupa dari
mayat, dapat memenuhi kebutuhan masing-masing orang yang
memerlukan

Fungsi
Fungsi pengawetan mayat dapat berupa mempertahankan bentuk
mayat supaya dapat dipelajari atau mempertahankan keadaan
rupa mayat untuk acara duka

Indikasi dan Kontraindiasi


Indikasi embalming
Adanya penundaan penguburan atau kremasi lebih dari 24 jam.
Jenazah perlu dibawa ke tempat lain.
Jenazah meninggal akibat penyakit menular
Kontraindikasi Embalming
Embalming di Indonesia tidak dapat dilakukan pada kematian tidak wajar
sebelum dilakukan autopsi, hal ini dapat menyebabkan terjadinya kesulitan
penyidikan karena adanya bukti-bukti tindak pidana yang hilang atau berubah
dan karenanya dapat dikenakan sanksi pidana penghilangan benda bukti
berdasarkan pasal 233 KUHP. Cara kematian pada kematian tidak wajar adalah
pembunuhan, bunuh diri dan kecelakaan

Alat dan bahan


Secara umum, yang diperlukan untuk mengawetkan mayat:
orang yang memiliki sertifikasi dan berkompeten untuk mengawetkan,
seperti seorang pengawet (embalmer) khusus
dokter forensik atau dokter umum yang ada ditempat
Tempat khusus untuk mengawetkan
Cairan pengawet
Pompa elektrik
Selang arteri
Trokar/aspirator

Jenis cairan pengawet


Jenis-jenis cairan pengawet ada banyak, tergantung dari apa dan
bagaimana suatu jaringan atau mayat akan diawetkan
Secara praktis dibedakan menjadi 3, yaitu:
1. pengawetan secara mikroanatomis formalin dan modifikasinya, cairan
formalin alkohol asetat, cairan Heidenhain Susa, cairan Zenker, dan
cairan Bouin
2. Pengawetan secara sitologi fiksasi Carnov untuk fiksasi inti dan larutan
Muller, Formol salin, Formol kalsium, dan Zenker Formol untuk
mengawetkan sitoplasma
3. Pengawetan secara histokimia fiksasi glutaraldehida

Proses
Arterial Embalming
Cavity Embalming
Hypodermic Embalming (jika dibutuhkan)
Surface Embalming (jika dibutuhkan)

Arterial embalming
Merupakan permulaan dalam mengawetkan
mayat
Pertama, arteri karotis dekstra dipotong dan
disambungkan kepada selang yang terhubung
dengan pompa mekanis untuk memasukkan
cairan pengawet ke dalam tubuh. Darah
dikeluarkan melalui vena jugularis. Jika
peredaran darah kurang baik, dapat
menggunakan arteri besar lain sebagai tempat
masuknya cairan pengawet yaitu arteri iliaka,
femoralis, subklavia atau aksila

cavity embalming
Setelah memasukkan cairan kedalam arteri,
cairan yang berada di rongga dalam perut
dikeluarkan menggunakan aspirator atau
trokar dan diganti dengan cairan pengawet.
Trokar atau aspirator dimasukkan pada
bagian berongga, yaitu rongga dada dan
rongga perut. Setelah masuk, cairan akan
dikeluarkan semua dan digantikan dengan
cairan pengawet.

Hypodermic & Surface embalming


Hypodermic embalming merupakan metode tambahan
dimana injeksi bahan kimia pengawet ke dalam
jaringan dengan menggunakan jarum dan suntik
hipodermik yang biasanya digunakan pada kasus
dimana area yang tidak memiliki aliran arterial yang
baik setelah dilakukan injeksi arteri.
Surface embalming merupakan metode tambahan
yang menggunakan bahan kimia pengawet untuk
mengawetkan area langsung pada permukaan kulit
dan area superfisial lainnya dan juga area yang rusak,
seperti pada kecelakaan lalu lintas, penbusukan,
pertumbuhan kanker, atau donor kulit

TERIMAKASIH...!

Anda mungkin juga menyukai