Anda di halaman 1dari 31

MODUL 03

PERENCANAAN TEBAL
PERKERASAN LENTUR
DENGAN ANALISA KOMPONEN

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA


JURUSAN TEKNIK SIPIL
2012, 2016 Hamdi, B.Sc.E,
M.T.

3. PARAMETER PERENCANAAN
Secara praktis, kebutuhan bahan jalan (baik agregat
maupun aspal) ditentukan oleh ketebalan lapisan
perkerasan jalan yang harus dihampar dan dikerjakan di
lapangan.
Di sisi lain, ketebalan perkerasan juga terkait dengan
kekuatan struktur perkerasan terhadap beban lalulintas.
Oleh karena itu, perhitungan struktur perkerasan
merupakan tahap penting dalam pekerjaan konstruksi
jalan. Hasil yang diperoleh secara langsung berkaitan
dengan aspek biaya konstruksi serta aspek kinerja jalan
untuk jangka waktu teknis dan ekonomis yang
ditentukan (life periods).

3.1. Prosedur Perhitungan Metode


Analisa Komponen
Perhitungan struktur jalan yang
ditetapkan di Indonesia
menggunakan metode analisa
komponen.
Pada metode analisa komponen
perhitungan ketebalan akhir lapislapis perkerasan yang diperoleh
dipengaruhi oleh karakteristik atau
sifat-sifat teknis bahan yang
digunakan yaitu tanah dasar,

3.2. Komponen - komponen Perhitungan

a. Analisis lalulintas dan kendaraan


1). Jumlah lajur dan koefisien distribusi
kendaraan (C)

Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalulintas dari


suatu ruas jalan yang menampung lalulintas terbesar. Jika
jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur
ditentukan dari lebar perkerasan menurut tabel 3.1
berikut
: perkerasan (L) (m)
Lebar
Jumlah lajur (n)
Tabel 3.1 Jumlah
Lajur
L < 5,50
m berdasarkan lebar perkerasan
1
5,50 m L < 8,25 m
8,25 m L < 11,25 m
11,25 m L < 15,00 m
15,00 m L < 18,75 m
18,75 m L < 22,00 m

2
3
4
5
6

Prosentase kendaraan pada lajur rencana dapat ditentukan


dengan menggunakan koefisien distribusi kendaraan (C),
sesuai dengan tabel 3.2 berikut :
Tabel 3.2 Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk
kendaraan ringan dan berat yang lewat pada lajur
rencana.
Kendaraan ringan
Kendaraan berat
Jumlah lajur
1 arah
2 arah
1 arah
2 arah
1

1,00

1,00

1,00

1,00

0,60

0,50

0,70

0,50

0,40

0,40

0,50

0,475

0,30

0,45

0,25

0,425

0,20

0,40

2). Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan.

Jenis kendaraan pengguna jalan beraneka macam bervariasi


baik ukuran, berat total konfigurasi dan beban sumbu dan
daya (power). Oleh karena itu volume lalulintas umumnya
dikelompokkan atas beberapa kelompok yang masing-masing
kelompok diwakili oleh satu jenis kendaraan, yaitu : mobil
penumpang, bus, truk 2 as, truk 3 as, truk 5 as, semi trailler.
Konstruksi perkerasan jalan menerima beban lalulintas yang
dilimpahkan melalui roda-roda kendaraan. Besarnya beban
yang dilimpahkan tersebut tergantung pada :
Berat total kendaraan.
Konfigurasi sumbu.
Bidang kontak dengan perkerasan.
Dengan demikian efek dari masing-masing kendaraan
terhadap kerusakan yang ditimbulkan tidak sama. Oleh karena
itu, perlu adanya beban standar sehingga semua beban
lainnya dapat diekivalensikan kepada beban standar.

Beban standar merupakan beban sumbu tunggal beroda


ganda seberat 18.000 pon (8,16 ton).
Semua beban kendaraan lain dengan beban sumbu
berbeda diekivalensikan ke beban sumbu standar dengan
menggunakan angka ekivalen beban sumbu (E).
Angka Ekivalen (E) dari suatu beban sumbu adalah angka
yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang
ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal
kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan
oleh satu lintasan standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton
(18.000 pon). Misal : E truck= 1,2; berarti satu kali lintasan
truk mengakibatkan penurunan indeks permukaan sama
dengan 1,2 kali lintasan sumbu standar. Nilai E masingmasing golongan beban sumbu (setiap kendaraan)
ditentukan dengan persamaan :

Berat kendaraan dilimpahkan ke perkerasan melalui rodaroda yang terletak di ujung sumbu. Setiap jalan kendaraan
mempunyai konfigurasi yang berbeda-beda :
Sumbu depan : sumbu tunggal
Sumbu belakang : sumbu tunggal/sumbu ganda
Dengan demikian setiap jenis kendaraan akan mempunyai
E yang merupakan jumlah angka ekivalen sumbu depan
dan sumbu belakang. Beban masing-masing sumbu
dipengaruhi letak titik berat kendaraan dan bervariasi
sesuai dengan muatan dari kendaraan.
Contohnya : truk dengan berat 4,2 ton. Distribusi beban
sumbu depan dan sumbu belakang = 34% : 66%. Maka
E truk = E sumbu depan + E sumbu belakang atau

3). Perhitungan Lalu-lintas


Faktor pertumbuhan lalu-lintas adalah peningkatan
jumlah kendaraan pemakai jalan dari tahun ke
tahun. Faktor pertumbuhan lalulintas (i) dinyatakan
dalam persen per tahun. Untuk memperkirakan
peningkatan jumlah kendaraan pemakai jalan pada
tahun tertentu digunakan rumus berikut :
LHRn = LHRo (1 + i)n
Keterangan :
LHRn : perkiraan lalulintas harian rata-rata kendaraan jenis
tertentu pada tahun ke n.
L,HRo : lalulintas harian rata-rata kendaraan jenis tertentu
pada tahun awal (tahun survei atau tahun awal umur
rencana).
n
:jumlah tahun dari tahun awal diperolehnya data.

b. Stabilitas tanah dasar


Stabilitas tanah dasar dinyatakan dalam daya dukung tanah (DDT). Nilai
DDT diperoleh dari nilai CBR lapangan rencana tanah dasar sesuai rumus
7.2.

DDT = 4,3 log (CBR) + 1,7


Selain menggunakan rumus, penentuan CBR juga bisa dilakukan dengan
menggunakan grafik pada Gambar 1.

c. Umur Rencana

Umur rencana (UR), adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak
jalan tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat
atau dianggap perlu untuk diberi lapis permukaan baru(overlay).
Selama umur rencana tersebut, pemeliharaan perkerasan jalan tetap
dilakukan, seperti pelapisan non struktural sebagai lapis aus.
Nilai UR untuk jalan beraspal lazimnya diambil antara 10 15 tahun.
Untuk alternatif, konstruksi bertahap dapat diambil nilai UR 5 10
tahun.

Lintas Ekivalen Rencana (LEP)

Lintas Ekivalen Akhir

Dimana :
i = pertumbuhan lalu-lintas
j = jenis kendaraan
(LEA) n = banyaknya kendaraan
LHR = Lintas Harian Rata-rata
UR = Umur rencana
FP = Faktor penyesuaian

Lintas Ekivalen Tengah (LET)

Lintas Ekivalen Rencana (LER)

d.Daya dukung tanah


dasar, DDT.
Daya dukung tanah dasar (DDT)
ditetapkan berdasarkan grafik
korelasi yang menkonversikan
besaran CBR rencana (CBR yang
mewakili segmen) kedalam suatu
nilai daya dukung tanah dasar,
sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 1.

Gambar 1. Grafik Korelasi DDT dan CBR


Dari : SKBI 2.3.26.1987 / SNI 03-1732-1989

e. Faktor Regional (FR)

Faktor regional (FR) merupakan faktor koreksi sehubungan dengan


adanya perbedaan kondisi sebenarnya dengan kondisi percobaan
AASHTO Road Test dan disesuaikan dengan kondisi di Indonesia.
FR merupakan faktor setempat, menyangkut keadaan lapangan
dan iklim yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan, daya
dukung tanah dasar dan perkerasan.
Keadaan lapangan mencakup permeabilitas tanah, perlengkapan
drainase, bentuk alinemen, persentase kendaraan berat > 13 ton
dan kendaraan parkir. Keadaan iklim meliputi curah hujan ratarata per tahun. Bina Marga memberikan angka yang bervariasi
II (6
KELANDAIAN III ( >
antara 0,5 KELANDAIAN
sampai 4. I (< 6%) KELANDAIAN
10%)
10%)
% KENDARAAN BERAT
30 %

> 30 %

30 %

> 30 %

30 %

> 30 %

IKLIM I
< 900
MM/TH

0.5

1.0 - 1.5

1.0

1.0 - 2.0

1.5

1.5 - 2.5

IKLIM II
900
MM/TH

1.5

2.0 - 2.5

2.0

2.5 3.0

2.5

3.0 - 3.5

Catatan : Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari
kurang dari 30 m), maka FR ditambah dengan 0.5. Sedangkan pada daerah rawa-rawa FR ditambah dengan
1.0.

f. Indeks permukaan (IP)


IP adalah suatu angka yang dipergunakan untuk
menyatakan kehalusan /kerataan serta kekokohan
permukaan jalan yang berkaitan dengan tingkat
pelayanan bagi lalulintas yang lewat.
Dalam konteks perencanaan tebal lapis perkerasan
dikenal :
Indeks permukaan pada awal umur rencana (IP 0)
Indeks permukaan pada akhir umur rencana (IP t)
Misal : suatu jalan baru dibuka mempunyal nilai IP 0
= 4. Seiring dengan masa pengoperasian maka
kinerja jalan menurun, pada akhir umur rencana
diperkirakan. IPt=1 2,5.

IPo tergantung dari jenis bahan yang dipergunakan untuk lapis


perkerasan tersebut dan dapat dilihat pada tabel .
Tabel 3.4 Indeks Permukaan awal Umur Rencana (IPo)
JENIS LAPIS
PERKERASAN

IPo

ROUGHNESS* (MM/KM)

LASTON

4
3.9 3.5

1000
> 1000

LASBUTAG

3.9 3.5
3.4 3.0

2000
> 2000

HRA

3.9 3.5
3.4 3.0

2000
> 2000

BURDA

3.9 3.5

< 2000

BURTU

3.4 3.0

< 2000

LAPEN

3.4 3.0
2.9 2.5

3000
> 3000

LATASBUM

2.9 -

--

IP merupakan tolok ukur kriteria keruntuhan. IP diperoleh dari


pengamatan kondisi jalan, meliputi kerusakan-kerusakan
seperti : retak, alur, lubang, lendutan pada jalur roda,
kekasaran dan lain-lain. Indeks permukaan bervariasi dari
angka 0 5, beberapa nilai IP beserta artinya misalnya :
IP = 1,0 permukaan jalan rusak berat sehingga sangat
mengganggu lalulintas
IP = 1,5 tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin
IP = 2,0 tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih
mantap
Tabel 3.5 Indeks Permukaan pada akhir umur rencana (IPt)
IP = 2,5 permukaan jalan masih cukup stabil dan baik
Lintas
Ekivalen
Rencana
(LER)

Lokal

< 10
10 -100
100 - 1000
> 1000

1,0 - 1,5
1,5
1,5 - 2,0
-

Klasifikasi Jalan
Kolektor
Arteri

1,5
1,5 - 2,0
2,0
2,0 - 2,5

1,5 - 2,0
2,0
2,0 - 2,5
2,5

Tol

2,5

g. Koefisien Kekuatan Relatif, a


Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai
lapis permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditetapkan secara korelasi sesuai nilai
dari pengujian Marshal (MS, untuk bahan dengan pengikat aspal), kuat tekan (Kt,
untuk bahan hasil stabilisasi kapur dan semen) atau CBR (untuk lapis pondasi
bawah). Besarnya koefisien kekuatan relatif untuk masing-masing jenis bahan
perkerasan dapat dilihat pada Tebl 3.6

h. Batas-batas Minimum Tebal Perkerasan

Disamping memberikan nilai koefisien sebagaimana tersebut di atas, Bina


Marga juga membatasi ketebalan dari masing-masing lapisan yang paling
minimum sehubungan dengan beban lalu lintas yang akan diterimanya.
Batasan minimum ini ditetapkan untuk tujuan penghematan biaya yang harus
dikeluarkan, namun masih dapat memenuhi syarat kekuatan yang
diharapkan.
Agar konstruksi perkerasan dapat bertahan sesuai dengan usia rencana yang
ditetapkan, sebaiknya batasan minimum tersebut tidak dilanggar.
Beban lalu lintas yang akan diterima oleh lapisan perkerasan merupakan
suatu nilai yang diberi nama dengan Indeks Tebal Perkerasan (ITP),
sebagaimana disebutkan dalam Tabel 3.7. untuk lapis permukaan, Tabel 3.8
untuk lapis pondasi dan Tabel 3.9 untuk lapis pondasi bawah.

Tabel 3.6 Koefisien Kekuatan Relatif, a


Koefisien Kekuatan Relatif

Kekuatan Bahan

a1

a2

a3

MS (kg)

0,40
0,35
0,32
0,30

744
590
454
340

KT
(kg/cm2)
-

0,35
0,31
0,28
0,26

744
590
454
340

0,30
0,26
0,25
0,20

0,28
0,26
0,24

Jenis Bahan

CBR (%)
-

LASTON

LASBUTAG

340
340
-

HRA
ASPAL MACADAM
LAPEN (MEKANIS)
LAPEN (MANUAL)

590
454
340

LASTON ATAS

0,23
0,19

LAPEN (MEKANIS)
LAPEN (MANUAL)

0,15
0,13

22
18

SOIL CEMENT

0,15
0,13

22
18

STAB. TANAH + KAPUR

0,14
0,12
0,11

100
80
60

BATU PECAH (KELAS A)


BATU PECAH (KELAS B)
BATU PECAH (KELAS C)

0,13
0,12
0,11
0,10

70
50
30
20

SIRTU/PITRUN (KELAS A)
SIRTU/PITRUN (KELAS B)
SIRTU/PITRUN (KELAS C)
TANAH/LEMPUNG
KEPASIRAN

Tabel 3.7 Batas minimum ketebalan lapis Permukaan


ITP

Tebal
Minimum
(cm)

< 3,00
3,00 - 6,70
6,71 - 7,49
7,50 - 9,99
10,00

5,0
5,0
7,5
7,5
10

Bahan
Lapis pelindung (Buras, Burtu, Burda)
Lapen, Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston
Lapen, Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston
Lasbutag, Laston
Laston

Tabel 3.8 Batas minimum ketebalan lapis Pondasi Atas

< 3,00

Tebal
Minimum
(cm)
15

3,00 - 7,49

20*

7,50 - 9,99

10
20

10,0 - 12,14

15
20

ITP

Tabel 3.9
12,25

Bahan
Batu pecah, stabilisasi tanah/semen, stabilisasi
tanah/kapur.
Batu pecah, stabilisasi tanah/semen, stabilisasi
tanah/kapur.
LASTON Atas
Batu pecah, stab. tanah/semen, stab. tanah/kapur,
pondasi Macadam
LASTON Atas
Batu pecah, stab. tanah/semen, stab. tanah/kapur,
pondasi Macadam, LAPEN, LASTON Atas.

Batas
minimum
ketebalan lapis Pondasi Bawah
Batu pecah, stab. tanah/semen, stab. tanah/kapur,
25

pondasi
Macadam, pondasi
Lapen, Laston
Atas tebal
Untuk setiap nilai ITP bila
digunakan
bawah,
minimum adalah 10 cm

i.

Menghitung Tebal Perkerasan.

Menentukan ketebalan dari masing-masing lapis


perkerasan dapat dihitung dengan menggunakan
rumus;
ITP = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3
Dimana:
ITP

= indeks tebal perkerasan, diperoleh


melalui grafik.
A1, a2, a3 = koefisien kekuatan relatif untuk lapis
permukaan, lapis pondasi atas dan lapis
pondasi bawah.
D1, D2, D3= tebal setiap lapisan (lapis permukaan,
lapis pondasi atas dan lapis pondasi
bawah)

Lampiran :

Nomogram 1

Nomogram 2

Nomogram 3

Nomogram 4

Nomogram 5

Nomogram 6

Nomogram 7

Nomogram 8

Nomogram 9

Contoh :
Rencanakan tebal perkerasan lentur untuk jalan baru dengan
ketentuan;
- Kelas jalan: Arteri 6/2 B
- Umur rencana: 20 tahun
- CBR rencana : 3.85 %
- Kondisi iklim :curah hujan rata-rata 750 mm/tahun
- Kelandaian rata-rata 6 %
- LHR pada awal umur rencana (LHRo);
BEBAN SUMBU (ton)
JENIS KENDARAAN

Mobil Penumpang
Bus
Truk 10 ton
Truk 20 ton

VOLUME
1400
450
90
45

DEPAN

BELAKANG

1
3
4
6

1
5
6
2.7

Angka pertumbuhan lalu-lintas rata-rata 6% pertahun.

Tugas:
Rencanakan tebal perkerasan untuk ruas jalan baru dengan data sbb:
Kelas jalan
: Kolektor 4/2B
Rata-rata kelandaian : 8%
Curah hujan rata-rata : 950 mm/tahun
Usia Rencana : 15 tahun
Data CBR tanah dasar : 6, 6, 6, 7, 7, 5, 6, 7, 8, 5-1/2, 6, 7, 7
Bahan perkerasan : - lapis permukaan (Laston, MS744)
- Lapis pondasi atas (Agregat kelas A, CBR 100)
- Lapis pondasi bawah (Agregat kelas B, CBR 60)
Data lalu-lintas:
Data Survey tahun 2010;
- mobil penumpang (1+1)
= 7500
- Bus kecil (2+3)
= 1500
- Bus besar (3+5)
= 750
- Truk sedang (3+5)
= 650
- Truk berat (6+7.7)
= 400
- Truk semi trailer (6+7.7+7.7) = 200
Pertumbuhan lalu-lintas selama pelaksanaan= 1.75% /tahun
Pertumbuhan lalu-lintas setelah jalan dibuka = 2,85% /tahun
Jalan dibuka tahun 2015.

Anda mungkin juga menyukai