Anda di halaman 1dari 10

TUGAS PERANCANGAN PERKERASAN JALAN

‘ANALISA KOMPONEN’
Dalam menentukan tebal perkerasan, hampir tiap negara mempunyai cara
tersendiri. Di Indonesia metode yang digunakan untuk menentukan tebal perkerasan lentur
adalah metode Bina Marga yang bersumber dari AASHTO 1972 atau Analisa Komponen dan
dimodifikasi sesuai dengan kondisi jalan di Indonesia.
Penggunaan analisa komponen dalam menentukan tebal perkerasan jalan
membutuhkan beberapa komponen yang dapat memberikan pengaruh pada setiap
komponen satuan dalam menyusun lapisan perkerasan jalan.

1. Persentase Kendaraan pada Lajur Rencana.


Jalur Rencana (JR) merupakan jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya yang terdiri dari
satu lajur atau lebih, lebar perkerasan (L) dapat mempengaruhi  jumlah lajur berdasarkan
lebar jalan dapat dilihat pada Tabel berikut ini:
Tabel .Jumlah Jalur Berdasarkan Lebar Perkerasan

Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n)

L<5,5m 1 Lajur

5,5m  L < 8,25 m 2 Lajur

8,25 m  L < 11,25 m 3 Lajur

11,25 m  L < 15,00 m 4 Lajur

15,00 m  L < 18,75 m 5 Lajur

18,75 m  L < 22,00 m 6 Lajur

  
  Tabel lebar perkerasan jalan dan jumlah jalur dan lajur dapat memberikan indikasi pada
koefisien analisa perkerasan. Perolehan Koefisien distribusi kendaraan (C)  untuk kendaraan
ringan dan berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan dari jumlah lajur jalan yang
direncakanan dan pengunaan lajur dalam arah kendaraan  dari  dan ke tujuan, menurut
tabel  dibawah ini :
Tabel  Koefisien Distribusi Arah Kendaraan
2. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan
Angka ekivalen beban sumbu kendaraan adalah angka yang menyatakan perbandingan
tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal / ganda
kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar
sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 Lb).
Perolehan Angka Ekivalen (E) beban sumbu kendaraan dari masing-masing golongan
beban sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menurut rumus dibawah ini :
a. Angka Ekivalen sumbu tunggal:

b. Angka Ekivalen sumbu ganda :

c. Angka Ekivalen sumbu triple :

3. Lintas Ekivalen
Yang dimaksud dengan lintas ekivalen adalah suatu nilai ekivalen tingkat kerusakan jalan
akibat repetisi dari lintasan kendaraan selama satu satuan waktu.
Lintas Ekivalen dibedakan atas :

a. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)


Yaitu besarnya lintas ekivalen pada saat jalan dibuka (awal umur rencana).

Dimana :
LHR = Lalu lintas harian rata-rata
Cj = Koefisien distribusi arah
E = Angka ekivalen (factor kerusakan jalan akibat lalu lintas kendaraan)
j = Jenis kendaraan
b. Lintas Ekuivalen Akhir (LEA)

Yaitu besarnya lalu lintas ekivalen pada saat akhir umur rencana.

Dimana :
i = tingkat pertumbuhan lalu lintas
UR = umur rencana
c. Lintas Ekuivalen Tengah (LET)
Yaitu besarnya lintas ekivalen rata-rata selama umur perencanaan.

d. Lintas Ekuivalen Rencana (LER)

Yaitu besarnya lintas ekivalen rencana yang digunakan dalam perencanaan.

Dimana :
UR
FP = Faktor penyesuaian ( ¿
10

4. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT)


Untuk menentukan daya dukung tanah dasar, terlebih dahulu harus ditentukan CBR
(California Bearing Ratio) dari tanah dasar itu. Pada satu titik pengamatan diharapkan telah
mewakili nilai CBR tanah dasar sedalam  1 meter. Apabila terjadi perbedaan nilai CBR pada
satu titik pengamatan, maka dilakukan perhitungan CBR mewakili dengan formula dibawah
ini :
Dan memenuhi persyaratan :
a. Jika h1 > 40 CBR mewakili > CBR1
b. Jika h1+h2 > 40 dan CBR1 < CBR2 CBR mewakili > CBR1
c. Jika h1+h2 > 40 dan CBR1 > CBR2 CBR mewakili > CBR2
d. Jika h1+h2 < 40, CBR1 < CBR2 < CBR3 CBR mewakili > CBR1
e. Jika h1+h2 < 40, CBR2 < CBR1 < CBR3 CBR mewakili > CBR2
f. Jika h1+h2 < 40, CBR3 < CBR1 < CBR2 CBR mewakili > CBR3

Persyaratan untuk perencanaan daya dukung tanah dasar yang baik minimum nilai CBR
adalah 6 %. Korelasi antara Daya Dukung Tanah (DDT) dengan CBR diberikan dengan
persamaan sebagai berikut : DDT = 4,3 log (CBR) + 1,7

5. Faktor Regional (FR)


Faktor regional adalah keadaan lapangan yang mencakup permeabilitas tanah,
perlengkapan drainase, bentuk alinyemen, presentase kendaraan berat dengan MST ≥ 13
ton dan kendaraan yang berhenti, serta iklim. Peraturan Pelaksanaan Pembangunan Jalan
Raya menentukan bahwa factor yang menyangkut permeabilitas tanah hanya dipengaruhi
oleh alinyemen, presentase kendaraan berat dan kendaraan yang berhenti, serta alinyemen.
Untuk kondisi pada daerah rawa-rawa ataupun daerah terendam, nilai FR yang diperoleh
dari table dibawah ini ditambahkan 1.

6. Indeks Permukaan (IP)


Indeks Permukaan (IP) ini menyatakan nilai dari pada kerataan / kehalusan serta
kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat.
Adapun beberapa nilai IP beserta artinya seperti yang tersebut dibawah ini :
IP = 1,0 : Menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat
mengganggu lalu lintas kendaraan.
IP = 1,5 : Tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus).
IP = 2,0 : Tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap.
IP = 2,5 : Menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.
IP > 2,5 : Menyatakan permukaan jalan cukup stabil dan baik.
Dalam menentukan IPt pada akhir umur rencana perlu dipertimbangkan faktor-
faktor klasifikasi fungsional jalan dan LER.

Tabel Indeks Permukaan Akhir Umur Rencana (IPt)

Tabel IPo terhadap


Jenis Lapis Permukaan
7. Koefisien Kekuatan Relatif Bahan (a)
Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai lapis
permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test
(untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang stabilisasi dengan semen atau
kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah).
Tabel Koefisien Kekuatan Relatif

8. Tebal Minimum Lapis Perkerasan


a. Tebal Lapisan Permukaan minimum dari jenis bahan perkerasan

b. Tebal Lapisan Pondasi sub base dan base dipakai disesuaikan dengan jenis bahan
yang digunakan

c. Tebal Lapisan Bawah


Untuk setiap ITP bila digunakan pondasi bawah tebal minimum adalah 10 cm.

9. Indeks Tebal Perkerasan ( ITP)


Indeks tebal perkerasan (ITP ) adalah suatu indeks yang menentukan tebal perkerasan
dan ditulis dengan rumus umum sebagai berikut :

dimana :
a1 = Koefisien kekuatan relatif lapisan permukaan.
a2 = Koefisien kekuatan relatif lapisan pondasi atas perkerasan beraspal.
a3 = Koefisien kekuatan relatif lapisan pondasi atas perkerasan berbutir.
a4 = Koefisien kekuatan relatif lapisan pondasi bawah.
D1 = Tebal lapisan permukaan.
D2 = Tebal lapisan pondasi atas perkerasan beraspal.
D3 = Tebal lapisan pondasi atas perkerasan berbutir.
D4 = Tebal lapisan pondasi bawah.

Langkah-langkah Perhitungan Metode Analisa Komponen


Langkah-langkah perencanaan tebal perkerasan lentur dengan menggunakan metode Bina
Marga atau analisis komponen, sebagai berikut:
1. Menentukan daya dukung tanah dasar (DDT) dengan cara menggunakan
pemeriksaan CBR, dengan menggunakan :
a. Grafik korelasi nilai CBR dan DDT
b. Persamaan : DDT = 4,3 log (CBR) + 1,7
2. Menentukan umur rencana (UR) dari jalan yang hendak direncanakan. Umumnya
menggunakan umur rencana 20 tahun.
3. Menentukan factor pertumbuhan lalu lintas (i%) selama masa pelaksanaan dan
selama umur rencana.
4. Menentukan factor regional (FR).
5. Menentukan Lintas Ekuivalen
6. Menentukan Indeks Permukaan (IP)
7. Menentukan Indeks Tebal Perkerasan (ITP)
8. Menentukan koefisien kekuatan relative (a) dan tebal minimum (D)
Sumber :
Metode Analisa Komponen Rencana Tebal Perkerasan Jalan (civillenial.blogspot.com)

PDF Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur dengan Metode Analisa Komponen

Anda mungkin juga menyukai