Pesawat Ultrasonik 6.1. Prinsip
Pesawat Ultrasonik 6.1. Prinsip
PESAWAT ULTRASONIK
6.1. Prinsip
Jenis pesawat ultrasonik tergantung pada teknik
yang digunakan. Peralatan untuk teknik resonansi
berbeda dengan peralatan untuk teknik gema/
transmisi. Dibawah ini digambarkan diagram blok
yang bisa digunakan dalam teknik gema.
scan A
scan C
scan B
Dari prersentasi scan A dapat pula digabungkan
dengan sistem lain sehingga dapat menggambarkan
letak cacat pada suatu penampang lintang dari benda
uji yang diperiksa.
Presentasi ini disebut scan B.
Bila scan A ini digabungkan dengan posisi probe
diseluruh permukaan benda uji maka diperoleh
lokasi cacat dilihat dari permukaan atas (plan view).
Presentasi ini disebut scan C.
Display digital dapat pula dilakukan dengan
mengambil dasar pengukuran seperti pada scan A,
dalam hal ini hanya jarak yang dipresentasikan,
sedangkan amplitudo tidak didisplaykan, misalnya
thickness meter.
8. KALIBRASI
Setiap kali akan digunakan, pesawat ultrasonik harus
dikalibrasi dengan bantuan blok kalibrasi, misal blok
kalibrasi V1. V2, step wedge dan sebagainya.
Sementara itu pesawat harus diperiksa linieritasnya
baik linieritas horisontal, linieritas vertikal maupun
tombol gain-nya
Amplitudo Awal
(%)
Perubahan Gain
(%)
Amplitudo Akhir
(%)
indikasi I :
100
2 x 25
indikasi II :
x 10,0 = 5,0
100
3 x 25
indikasi III :
x 10,0 = 7,5
100
indikasi IV :
4 x 25
x 10,0 =
10,0
100
x
y
p = 2d tg = s sin
s
2d
sin =
2d
s =
p
=
cos
sin
p
tg =
2d
t1 = sc cos = pc / tg
t2 = 2d - sc cos = 2d - pc/tg
indikasi I
100
x 10,0 = 5,0
200
indikasi II:
2 x 100
x 10,0 = 10,0
200
70,0
:
x 10,0 = 3,5
200
2 x 70,7
indikasi II
x 10,0 = 7,1
200
9. P E M A K A I A N
Seperti telah dikemukakan pada butir sebelumnya,
permukaan yang mudah dideteksi adalah
permukaan yang tegak lurus terhadap arah
rambatan gelombang. Perbedaan antara kecepatan
gelombang ultrasonik dalam blok kalibrasi dan
dalam benda uji akan menyebabkan ketidak tepatan
hasil pengukuran.
Ketelitian juga dipengaruhi oleh ketepatan
kalibrasi, pembacaan skala, pencapaian indikasi
maksimum, kondisi permukaan benda uji,
homoginitas bahan, tekanan probe pada benda uji
dan sebagainya.
Penentuan jenis cacat lebih sukar dilakukan karena
memerlukan pengalaman dan ketelitian dalam
menginterpretasi bentuk indikasi yang timbul pada
layar.
atau
9,0
d = x 200 = 90 mm
2 x 10,0
Jadi pada bahan yang tebalnya 120 mm terdapat
cacat pada kedalaman 90 mm dari permukaan.
R =
Range
sc = x R
sk1 =
lokasi indikasi
10,0
sc =
lokasi cacat
Sebelum
probe
sudut
digunakan
untuk
pendekteksian cacat, periksa kemungkinan adanya
cacat diluar lasan dengan probe normal (tunggal
atau kembar). Pemeriksaan dengan probe sudut
dilakukan minimum dengan dua sudut misal 45 o
dan 60o atau 70o dari dua arah yaitu dari sebelah
kiri dan kanan lasan. Agar effisien, posisi probe
paling jauh terhadap sumbu las dapat dibatasi yaitu
sebesar p = 2d tg B. Probe digerakkan secara zig
zag dengan tumpang tindih sebesar 10 % atau
sesuai prosedur agar seluruh volume lasan dapat
tercakup oleh gelombang yang dikeluarkan oleh
probe. Bilamana perlu, probe dapat diputar kekiri
dan kekanan untuk memeriksa cacat yang mungkin
arahnya tidak tepat dengan posisi probe, tetapi
harus dijaga agar posisi utama probe adalah tegak
lurus terhadap sumbu las.
Bila diperoleh indikasi cacat pada layar dan
kemudian dimaksimumkan, beri tanda lokasi titik
indeks, probe pada permukaan benda uji dan ukur
jarak proyeksi dari titik tersebut kearah lasan untuk
memperkirakan lokasi cacat, kemudian beri tanda.
Penentuan lokasi cacat dalam lasan dapat pula
dilaksanakan dengan cara sebagai berikut
11.
PEMERIKSAANTEKNIK
(RENDAM)
IMERSION
Vb 4Va , maka
12.