Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM UJI BAHAN

ULTRASONIC TEST

Oleh :
1. Emy Suciati ( 0514040018 )

2. Ardino Putra Perbawa ( 0514040022 )

3. Akhmad Fachrul R. ( 0514040026 )

4. Khairunnisa Ghina S. ( 0514040031 )

Kelompok : 1 ( SATU ) / K3-3A

PROGRAM STUDI
TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
Tahun 2015 – 2016
BAB VI
ULTRASONIC TEST
6.1 Pendahuluan
6.1.1 Latar belakang
Benda padat dalam proses pembuatanya tidak bisa terlepas dari
masalah kecacatan fisik atau kerusakan yang terjadi di dalam benda
tersebut. Kerusakan tersebut dapat menjadi resiko yang membahayakan
serta menimbulkan kerugian. Oleh karena itu, perlu dilakukannya uji
kualitas terhadap benda padat tersebut guna menanggulangi resiko yang
membahayakan serta menimbulkan kerugian.
Non destructive testing (NDT) adalah aktivitas tes atau inspeksi
terhadap suatu benda untuk mengetahui adanya cacat, retak, atau
diskontinuitas lain tanpa merusak struktur benda yang di inspeksi. Pada
dasarnya, tes ini dilakukan untuk menjamin bahwa materal yang kita
gunakan memiliki mutu yang baik sesuai dengan standar yang berlaku.
NDT ini dijadikan sebagai bagian dari kendali mutu komponen dalam
proses produksi terutama untuk industri fabrikasi.
Dalam pengujian ini, kita akan menggunakan metode Ultrasonic
Testing (UT) yaitu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui cacat
permukaan (surface) dan permukaan bawah (subsurface) suatu
komponen tanpa merusak material yang diuji. Dengan menggunakan
prinsip gelombang ultrasonik yang dipantulkan dan dibiaskan oleh
permukaan batas antara dua bahan yang berbeda. Dari sifat pantulan
tersebut dapat ditentukan tebal bahan, lokasi cacat serta ukuran cacat.
Cacat yang mudah dideteksi oleh gelombang ultrasonik adalah cacat
yang tegak lurus terhadap arah rambatan gelombang karena cacat
tersebut mudah memantulkan kembali gelombang untuk diterima oleh
probe.

6.1.2 Tujuan praktikum


Tujuan dari dilakukannya praktikum ultrasonic test ini adalah
sebagai berikut :
1. Mahasiswa mampu mengukur ketebalan suatu material menggunakan
pesawat ultrasonik.
2. Mahasiswa mampu mengukur kedalaman suatu cacat yang tidak
terlihat atau laminasi pada suatu material menggunakan probe normal.
3. Mahasiswa mampu mengoperasikan pesawat ultrasonik termasuk cara
mengkalibrasi menggunakan probe normal.

6.2 Dasar Teori


Gelombang Ultrasonik adalah gelombang mekanik seperti gelombang
suara yang frekuensinya lebih besar dari 20 kHz. Gelombang ini dapat
dihasilkan dari probe yang berdasarkan perubahan energi listrik menjadi
energi mekanik. Sebaliknya probe juga dapat mengubah energi mekanik
menjdi energi listrik. Selama perambatannya di dalam material, gelombang
ini dipengaruhi oleh sifat-sifat bahan yang dilaluinya missal masa jenis,
homogenitas, besar butiran, kekerasan dan sebagainya. Sehingga gelombang
ini dapat dipakai untuk mengetahui jenis bahan, tebal dan ada tidaknya cacat
di dalam bahan tersebut. Gelombang Ultrasonik dapat dipantulkan dan
dibiaskan oleh permukaan dengan batas antara dua bahan yang berbeda.
Berdasarkan sifat pantulan tersebut dapat ditentukan tebal bahan lokasi
cacat serta ukuran cacat.

6.2.1 Prinsip dasar ultrasonik


Pemeriksaan tebal bahan atau adanya cacat dalam bahan dengan
gelombang ultrasonik dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu : teknik
resonansi, teknik tranmisi dan teknik gema. Dari ketiga teknik tersebut,
teknik gema kontak langsung paling sering digunakan terutama pada
pemeriksaan di lapangan.
6.2.2 Pantulan atau gema
Pada teknik ini, probe secara bergantian mengeluarkan dan
menerima getaran. Tebal bahan dan letak cacat ditentukan dari letak
getaran atau gema pada layar osiloskop, sedangkan besarnya ditentukan
dari simpangan tinggi getaran yang diterima kembali, seperti yang
ditunjukkan Gambar 6.1.

Timer

osiloskop
AMPLIFIER

Penguat/
Pembangkit pulsa

probe

Benda
uji
Gambar 6.1 Skema aliran gema

6.2.3 Teknik resonansi


Tebal bahan dapat diukur dengan cara mengukur frekuensi atau
panjang gelombang ultrasonik yang dapat menimbulkan resonansi
maksimum pada bahan tersebut. Adanya cacat dapat dideteksi dengan
terjadinya perubahan resonansi karena jarak bahan yang beresonansi
berubah, seperti yang ditunjukkan Gambar 6.2.
Gambar 6.2 Skema metode resonansi

6.2.4 Teknik transmisi


Adanya cacat di dalam bahan dapat diketahui dari adanya
penurunan intensitas gelombang ultrasonik yang diterima oleh
probe penerima. Sedangkan tebal bahan tidak digunakan untuk
pengujian dengan teknik ini, seperti yang terlihat pada Gambar 6.3
dibawah ini.

Gambar 6.3 Skema metode Transmisi

6.2.5 Gelombang ultrasonik


Gelombang ultrasonik adalah gelombang mekanik seperti suara,
yang frekuensinya lebih besar dari pada 20 kHz. Gelombang ini
mempunyai besaran fisis seperti pada suara yakni panjang gelombang ( 
), kecepatan rambat (v), waktu getar (T), amplitudo (A), frekuensi (f),
fasa (  ) dan sebagainya. Formula yang berlaku bagi gelombang suara
berlaku pula pada gelombang ultrasonik.
v
 s  v.t ....................................................(6.1)
f
sin  v1
 (snellius).................................................(6.2)
sin  v2

I1 r22
 (least aquare law)...................................(6.3)
I 2 r12

I f = I 0 e  t (attenuation)...........................................(6.4)

Dalam perambatannya pada bahan yang sama, kecepatan dan


frekuensi dianggap tetap. Dalam perambatannya dalam berbagai bahan,
frekuensi gelombang selalu dianggap tetap, sedangkan kecepatan rambat
bergantung pada jenis bahan dan mode gelombang. Frekuensi yang
sering digunakan untuk uji tanpa rusak umumnya antara 250 kHz-15
MHz, sedangkan pada pemeriksaan las digunakan frekuensi 2 MHz-
6MHz.

6.2.6 Teknik perambatan


Dari cara bergetar dan perambatannya maka gelombang ultrasonik
dapat menjalar di dalam bahan dalam berbagai mode :
1. Mode longitudinal.
Mode longitudinal terjadi bila gelombang ultrasonik merambat
pada suatu arah sejajar dengan arah gerakan atom yang digetarkan,
misal atom digerakkan kekanan dan kekiri sedangkan gelombang
bergerak merambat kearah kekiri atau kekanan. Gelombang
longitudinal dapat merambat pada semua bahan, baik gas, cair maupun
padat
2. Mode permukaan.
Mode permukaan terjadi bila gelombang transversal merambat
pada permukaan. Gerakan atom yang bergetar berbentuk elips. Sesuai
dengan namanya gelombang permukaan hanya merambat pada
permukaan padat dengan kedalaman maksimum satu panjang
gelombang.
3. Mode plat.
Mode plat terjadi bila gelombang transversal merambat pada
bahan pelat tipis yang tebalnya kurang dari setengah panjang
gelombang. Gerakan atom yang bergetar berbentuk elips. Gelombang
pelat merambat pada seluruh benda uji tipis tersebut, baik dalam
bentuk gelombang simetris atau gelombang asimetris.
4. Perubahan mode.
Gelombang ultrasonik yang merambat dalam suatu bahan dapat
merubah mode dari satu mode ke mode lainnya. Perubahan mode ini
terjadi misalnya karena pantulan atau pembiasan. Bila mode berubah
maka kecepatan rambatnya berubah, sedangkan frekuensinya tetap,
akibatnya panjang gelombangnya juga akan berubah.
5. Kemampuan deteksi.
Cacat kecil dapat memantulkan kembali gelombang ultrasonik
bila permukaannya cukup luas. Cacat terkecil yang dapat dideteksi
oleh gelombang ultrasonik adalah bila :

 minimum = 1 
2 .......................................................... (6.5)
6. Kecepatan rambat dan panjang gelombang.
Kecepatan rambat (v) gelombang ultrasonik dalam suatu bahan
tergantung pada jenis bahan yang dilalui oleh mode gelombang
tersebut.
7. Transmisi.
Bila gelombang ultrasonik menjalar dari bahan yang satu ke
bahan dua tegak lurus pada permukaan batas pada kedua bahan
tersebut, maka sebagian bahan akan diteruskan sedangkan sebagian
lagi dipantulkan. Intensitas yang diteruskan atau dipantulkan
tergantung pada koefisien transmisi atau refleksinya.
W2  W1
R D= 1-R ...................................................(6.6)
W2  W1

W1  1V1 ...................................................................................(6.7)

dimana : R = Koefisien refleksi


D = Koefisien transmisi
W = Impedansi akustik
 = Massa jenis
V = Kecepatan rambat.

6.2.7 Probe
Dalam suatu probe dapat berisi suatu kristal yang disebut probe
tunggal, tetapi dapat pula berisi dua kristal yang identik (probe kembar).
Bila bidang permukaan kristal sejajar dengan bidang permukaan probe,
maka disebut probe normal. Dalam probe normal gelombang yang keluar
dari probe adalah gelombang longitudinal dan arah tegak lurus terhadap
permukaan probe. Bila bidang permukaan tidak sejajar dengan probe
maka disebut probe sudut. Gelombang yang masuk ke benda uji adalah
gelombang transversal dan membentuk sudut tertentu terhadap garis
normal permukaan probe. Jadi ada empat macam probe yakni :
1. Probe normal : - tunggal 2. Probe sudut : - tunggal
- kembar - kembar
Selain empat macam probe diatas terdapat satu jenis probe tunggal
lainnya yaitu probe universal dimana kristal dapat diputar dari luar probe
sehingga dapat berfungsi sebagai probe normal maupun probe sudut.

6.2.8 Kalibrasi
Kalibrasi dimaksudkan untuk menyesuaikan skala 0-10 pada layar
dengan jangkauan dari gelombang ultrasonik dalam benda uji atau blok
kalibrasi adalah gelombang longitudinal. Jarak yang dikalibrasi adalah
jarak tempuh yakni jarak yang dilalui oleh gelombang-gelombang dalam
benda uji atau blok kalibrasi. Setiap kali digunakan, pesawat ultrasonik
harus dikalibrasi dengan bantuan blok kalibrasi, misal blok kalibrasi V1
seperti yang ditunjukkan Gambar 6.4, step wedge dan sebagainya.
Sementara itu harus diperiksa linieritasnya baik linieritas horizontal dan
linieritas vertikalnya.
300mm

25mm

30m
85mm 100mm
m
100mm 91mm

35mm

Gambar 6.4. Block Kalibrasi V1

6.2.9 Pemeriksaan linieritas horisontal


Pemeriksaan untuk meyakinkan bahan skala horizontal atau jarak
adalah linier. Pemeriksaan dilakukan dengan cara meletakkan probe
dengan ketebalan 25 mm dari blok kalibrasi, dengan mengambil range
250 mm. Bila setiap indikasi tepat terletak pada skala 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,
8, 9, dan 10 maka skala horisontalnya masih linier.

6.2.10 Pemeriksaan linieritas vertikal


Pemeriksaan ini tebagi atas dua yaitu :
1. Pemeriksaan linieritas layar.
Yaitu untuk meyakinkan bahwa jika vertikal adalah linier.
Untuk itu diusahakan pada layar dapat ditimbulkan dua buah indikasi
yang amplitudonya 2 : 1 pada saat amplitudo indikasi pertama
mencapai 80 %. Indikasi tertinggi diatur agar mencapai 100 %,
kemudian diturunkan dengan step 10 % sampai amplitudonya menjadi
20 %. Skala vertikal layar disebut linier bila setiap kali amplitudo
indikasi kedua tingginya 50  5% dari amplitudo indikasi pertama.
2. Pemeriksaan linieritas amplitudo.
Pemeriksaan dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa step
tombol gain dari pesawat ultrasonik adalah linier. Untuk itu amati
amplitudo dari suatu reflector. Kemudian tombol gain diputar agar
diperoleh penambahan  6 dB dan  12 dB.

6.3 Peralatan dan Bahan


6.3.1 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Probe Normal
2. Block Kalibrasi V1
3. Pesawat UT DAKOTA
4. Jangka Sorong

6.3.2 Bahan
Bahan yang di gunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. 2 spesimen berbentuk balok baja
2. Coupalant / Oli
3. Tissue ( Kain )

6.4 Prosedur Keselamatan


Sebelum praktikum pengujian bahan dilaksanakan, mahasiswa harus
meyakinkan dahulu telah melengkapi diri dengan APD ( Alat Pelindung
Diri ) sebagai berikut :
1. Pakaian dan celana bengkel
2. Safety shoes
6.5 Prosedur Kerja
Berikut Gambar 6.5 yang menggambarkan tentang alur langkah kerja
percobaan.

Pengujian Ultrasonik

Persiapan Alat

Kalibrasi Awal

Pengujian dengan Alat Ultrasonic Test

Mengisi Data pada Lembar Kerja

Gambar 6.5 Bagan Prosedur Kerja

6.6 Langkah Kerja


Berikut adalah langkah – langkah praktikum pengujian ultrasonik
yang dilakukan meliputi :
Pada pelaksanaan pengujian ultrasonik menggunakan probe normal
ini, terdapat beberapa prosedur yang harus dilakukan. Prosedur tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Mempersiapkan peralatan dan bahan-bahan yang akan digunakan.
2. Menentukan range, kemudian melakukan kalibrasi menggunakan block
kalibrasi V1.
Dalam menginspeksi spesimen probe normal kami menggunakan
kalibrasi dengan range 100.
∑ Indikasi = R/t = 100/25 = 4 indikasi
1x 25
indikasi 1  x10  2,5mm
100
2 x 25
indikasi 2  x10  5,0mm
100
3 x 25
indikasi 3  x10  7,5mm
100
4 x 25
indikasi 4  x10  10mm
100
Agar indikasi menempati skala yang seharusnya, sweep length dan sweep
delay harus diputar untuk diatur secara bergantian. Bila seluruh indikasi
menempati skala-skala tersebut secara tepat, maka kalibrasi telah selesai
dan pesawat siap digunakan untuk pengukuran. Kalibrasi harus diulang
bila terjadi pergantian probe, kabel probe maupun bila alat dinyalakan
kembali. Perlu diperhatikan bahwa untuk kalibrasi jarak diperlukan
timbulnya minimum 2 buah indikasi tidak termasuk pula awal. Karena
jarak yang sesuai dengan ketebalan bahan adalah jarak antara dua
indikasi, bukan jarak antara dua buah pulsa awal dan indikasi pertama.

3. Melakukan scanning pada benda uji untuk menentukan backwall untuk


probe normal dan menentukan menentukan cacat pada benda.
Pada pengujian Ultrasonik ini dilakukan untuk mencari ketebalan
spesimen serta bentuk cacat yang terjadi dengan menyertakan ukuran
yang ditangkap di monitor ultrasonik. Cacat juga dapat diketahui dengan
menggunakan rumus :
IndikasiMu ncul
Tebal  xRange
SkalaScreen
Namun tetap perhitungan dengan rumus tersebut harus berdasarkan data
yang ditampilkan dalam layar. Pada halaman selanjutnya akan diberikan
gambaran tentang dimensi material yang kita uji dengan Ultrasonik test
6.7 Analisa Data
Berdasarkan hasil pengamatan dari praktikum yang telah kami
lakukan pada spesimen 1 menggunakan probe normal, cacat tersebut dapat
teranalisa seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.6 dibawah ini.

41,12
34

Gambar 6.6 Analisa cacat menggunakan probe normal

Dari pengamatan diatas dapat dilihat Tabel 6.1 hasil pengukuran


indikasi cacat pengujian ultrasonik.
Tabel 6.1 Hasil Pengukuran Spesimen 1
No Nama Ukuran Ukuran Letak
Indikasi Panjang Lebar Kedalaman
1 Cacat 1 29,34 mm 28,84 mm 20,97 mm
2 Cacat 2 28,92 mm 30,26 mm 15,4 mm
3 Cacat 3 - - 22,39 mm
Selain digunakan untuk mencari letak cacat material, Probe normal
dan pesawat UT juga dapat digunakan untuk mengetahui panjang, lebar dan
tinggi dari suatu benda seperti yang terlihat pada Gambar 6.7.

a. Pengukuran menggunakan Pesawat UT b. Pengukuran menggunakan jangka sorong

Gambar 6.7 Pengukuran Spesimen

Berdasarkan uji coba yang telah kami lakukan, dapat diketahui bahwa
hasil pengukuran panjang, lebar dan tinggi benda saat diukur dengan
menggunakan probe normal dan pesawat UT seperti yang dilihat pada
Tabel 6.2 hanya memiliki sedikit selisih bila dibandingkan dengan
pengukuran menggunakan jangka sorong. Berbedanya hasil pengukuran
dengan menggunakan alat ultrasonik dengan jangka sorong dapat terjadi
dikarenakan kekeliruan dalam pengkalibrasi alat ukur serta kesalahan dalam
pembacaan indikasi yang muncul pada osiloskop.

Tabel 6.2 Hasil Pengukuran Spesimen 2


Pengukuran Pengukuran dengan
menggunakan uji menggunakan jangka Selisih pengukuran
Ultrasonic sorong
Panjang Lebar Tebal Panjang Lebar Tebal Panjang Lebar Tebal
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
101,03 49,71 18,99 101,76 50,28 17,82 0.73 0.57 1,17
6.8 Penutup
6.8.1 Kesimpulan
Dari pengujian ultrasonik yang telah kami lakukan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Setelah diuji menggunakan pesawat ultrasonik, didapatkan hasil
bahwa spesimen 1 mempunyai ketebalan sebesar 30,66 mm dan
spesimen 2 mempunyai ketebalan sebesar 18,99 mm dimana hasil
pengukurannya tidak jauh berbeda dengan menggunakan jangka
sorong.
2. Kedalaman suatu cacat yang tidak terlihat pada permukaan spesimen
2, setelah diuji menggunakan pesawat ultrasonik didapatkan hasil
yaitu cacat ke-1 memiliki kedalaman 20,97 mm, cacat ke-2 memiliki
kedalaman 15,4 mm, dan cacat ke-3 dengan kedalaman sebesar 22,39
mm.
3. Hal yang paling utama dalam pengoperasian pesawat ultrasonik
dengan menggunakan probe normal adalah melakukan kalibrasi
secara benar. Kalibrasi disini sangat penting untuk mendapatkan
keakuratan hasil pengukuran.

6.8.2 Saran
Adapun saran nya adalah sebagai berikut:
1. Alat yang digunakan haruslah alat yang layak pakai
2. Memakai alat ukur yang lebih presisi bukan hanya penggaris
6.9 Lampiran
Lampiran 6.1 Hasil Percobaan
Lampiran 6.2 Hasil Laminasi pada Spesimen Uji
DAFTAR PUSTAKA

__________ (2001), ASME Ultrasonic Examination Methods for Materials


Section V Article 6

Budi Prasojo, ST (2012), Buku Petunjuk Praktek Uji Bahan, Jurusan Teknik
Permesinan Kapal, PPNS – ITS

Kurniawan, Ferdi Agus.2013.”Laporan Resmi Praktikum Uji Bahan”.Jurusan


Teknik Pengelasan.PPNS

Anda mungkin juga menyukai