Anda di halaman 1dari 69

L/O/G/O

Lepra dan Skrofuloderma


Raissa Lingga Angesti
Definisi

Penyakit infeksi kronis, disebabkan


Mycobacteroium leprae
Mula-mula mengenai sistem saraf tepi,
lalu kulit & mukosa traktus respiratorius
atas, RES, mata, otot, tulang, testis &
organ lain, kecuali SSP.
Etiologi
Mycobacterium leprae atau basil Hansen
Ditemukan th 1873 oleh G.H.A Hansen,
Norwegia
Basil tahan asam, batang.
Berkelompok (globus) atau tersebar satu-satu,
sifat parasit obligat intraseluler.
Tidak dapat dibiakan dalam media buatan
Epidemiologi
15 20 juta penderita di dunia
Penyakit endemis tropis dan subtropis (di
Asia, Afrika & Amerika Latin, Brasil, Chili)
4 juta penduduk di India
200.000 penderita di Indo. (Irian & SulSel,
Maluku, NTT, KalBar, Sumatra, Jawa & Bali)
Sosial ekonomi, higiene dan lingkungan hidup
buruk
Usia 25 35 tahun (13% anak < 14 tahun; tak
pernah bayi < 1 tahun)
Patofisiologi
KONTAK

Infeksi Non - Infeksi


Makrofag
Sel Schwann
Sel Datia Langhans Subklinis
95%
Ggl SpinalisGgl Simpatikus
Sembuh
70% Indeterminate (I)
30%
Determinate

TT LL
BT BB BL
Tuberkuloid Lepromatosa
Borderline
(polar/stabil) (polar/stabil)
(tak stabil)
Pausibasiler Multibasiler
Klasifikasi

Madrid : Tuberkuloid, Borderline, Lepromatosa

Ridley & Jopling : TT, BT, BB, BL dan LL

WHO : Pausibasiler ~ sedikit basil : TT, BT, I


Multibasiler ~ banyak basil : BB, BL, LL
Diagnosis
Klinis
Bakteriologis
Histopatologis
Imunologis:
Serologis
Tes kulit
Molekular
Anamnesis
Keluhan utama/ tambahan
Riw kontak dengan penderita
Latar belakang keluarga, asal/
sos-ekonomi
Gejala Klinis
1. Efloresensi Kulit
Makula, papula, nodula
Infiltrat ulkus

Makula hipopigmentasi yang khas + 5A yaitu :


Achromia = tidak ada pigmen
Anestesia = baal
Atrofi = kulit agak mencekung
Alopesia = tanpa rambut
Anhidrosis = tidak berkeringat
Lesi Kulit
Kerusakan Saraf

KERUSAKAN SARAF

Sensoris Motoris Otonom

Anastesi paresis/paralisis, kulit kering,


atrofi alopesia,
anhidrosis
Kerusakan Saraf
Saraf Perifer
N.facialis: raba bagian pelipis
N.auric.magnus: raba sisi/ Perlu dinilai
lateral leher
N. radialis: raba lateral lengan
atas
N.ulnaris: raba dorsal
epicondilus medial - Pembesaran
N.peroneus lateral: raba - Konsistensi
dorsal capitulum fibulae - Nyeri +/-
N.tibialis posterior: raba
dorsal maleolus medialis
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Bakterioskopik
Membantu menegakkan diagnosis
Pengamatan pengobatan
M. leprae terlihat merah
solid : batang utuh hidup
fragmented: batang terputus mati
granular : butiran mati
Indeks bakteri (I.B):
Untuk menentukan klasifikasi penyakit
Lepra, dengan melihat kepadatan BTA tanpa
melihat kuman hidup (solid) atau mati
(fragmented/ granular)
Indeks Bakteri (I.B)
0 BTA -
1 10/ 100 L.P +1
1 10/ 10 L.P +2
1 10/ 1 L.P +3
10 100/ 1 L.P +4
100 1000/ 1 L.P +5
> 1000/ 1 L.P +6
Indeks Morfologi (I.M):
Untuk menentukan persentasi BTA hidup
atau mati
Rumus:
Jumlah BTA solid x 100 % = X %
Jumlah BTA solid + non solid

Guna:
Untuk melihat keberhasilan terapi
Untuk melihat resistensi kuman BTA
Untuk melihat infeksiositas penyakit
2. Histopatologik (utk membedakan tipe TT
& LL)
Pada tipe TT ditemukan Tuberkel
(Giant cell, limfosit)
Pada tipe LL ditemukan sel busa
(Virchow cell/ sel lepra) yaitu histiosit
dimana di dalamnya BTA tidak mati, tapi
berkembang biak membentuk
gelembung.
3. Pemeriksaan serologik
Untuk mendeteksi antibodi spesifik thdp M lepra
Antibodi antiphenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan
antibodi antiprotein 16kD serta 35 kD
Dilakukan bila gejala klinis/bakteriologik tidak
jelas
Macam2 :
- uji ELISA
- uji ML(Mycobacterim Leprae dipstick)
- uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle
Aglutination)
Diagnosis Tanda Kardinal Lepra
Ditemukan 2 item:
1. Lesi kulit; makula hipopigmentasi/eritematosa,
papula, plakat, nodul
2. Penebalan saraf tepi, rasa nyeri +/- dan
gangguan fungsi saraf +/-
3. Pembesaran saraf perifer; n. Auricularis major, n.
Ulnaris, n. Peroneus communis, n.Tibialis posterior
ATAU
Ditemukan BTA
cuping telinga
lesi kulit aktif
biopsi
Lepra TT (Tuberculoid)
Plak hipopigmentasi-eritematosa
Tepi papula sirsiner
Anestesi jelas
DD:
Tinea kruris
Granuloma anulare
Psoriasis
Lepra BT (Borderline Tuberculoid)
Plak eritem
Tepi meninggi agak mengkilat
Anestesi di tengah
Lesi satelit
BTA +
DD:
Granuloma anulare
Mikosis fungoides
Lepra BB (Borderline)
Plak eritem,
Permukaan mengkilat
Anestesi tak nyata
DD :
Dermatitis kontak
Angioedem
Fotodermatitis
Lepra BL (Borderline Lepromatous)
Papula, makula, dan plak eritematosa,
anular, multipel
Tersebar luas, asimetris
Anestesi pada lesi yang besar
BTA +4 hingga +5
DD:
Urtikaria
Erupsi obat
Pitiriasis rosea
Lepra LL (Lepromatosa)
Makula eritematoisa infiltratif
Tersebar luas, simetris
Ada lesi plak mirip BB
BTA +6
DD:
Psoriasis
Mikosis fungoides
PLC
Gambaran Klinis
Penatalaksanaan
Tujuan utama program pemberantasan kusta
Memutus rantai penularan penyakit dengan cara :
Menurunkan insiden penyakit (deteksi dini &
pencegahan)
Mengobati dan menyembuhkan penderita
Mencegah timbulnya cacat
Rehabilitasi medik, psikologis & sosial
Penatalaksanaan
Multi Drugs Treatment (MDT):
DDS (Diamino Difenil Sulfon)
Klofazimin (Lamprene)
Rifampisin

Pemberian MDT:
Mencegah dan mengobati resistensi
Memperpendek masa pengobatan
Mempercepat pemutusan mata rantai penularan
Penatalaksanaan
Obat Alternatif:
Ofloksasin
Minosiklin
Klaritromisin
Penatalaksanaan
MDT Multibasiler (MB)
BB,BLdan LL
atau semua tipe BTA (+)

Rifampisin 600 mg/bulan


DDS 100 mg/hari
Klofazimin 300 mg/bln diteruskan 50 mg/hari
Diberikan 2 3 tahun, bakterioskopik (-)
Pemeriksaan klinis setiap bulan
Pemeriksaan bakterioskopik setiap 3 bulan
Penatalaksanaan
MDT Pausibasiler (PB)
I, TT, dan BT

Rifampisin 600 mg/bulan


DDS 100 mg/hari
Diberikan 6 9 bulan
Pemeriksaan klinis setiap bulan
Pemeriksaan bakterioskopik setelah 6 bulan
Penatalaksanaan
MDT Pausibasiler (Lesi tunggal)

Rifampisin 600 mg
Ofloksasin 400 mg
Minosiklin 100 mg

ROM diberikan dosis tunggal


Penatalaksanaan
Release From Treatment (RFT) :
Penghentian pemberian obat
Kontrol klinis dan bakterioskopis

Release From Control (RFC) :


Bebas dari pengamatan
Lesi baru (-), BTA (-)
Penatalaksanaan
WHO (1998)
RFT & RFC tidak dianjurkan lagi
Pasien dinyatakan sembuh jika :
Kasus MB 12 dosis dalam 12 18
bulan
Kasus PB 6 dosis dalam 6 9 bulan
Reaksi Lepra
Dalam perjalanan penyakit Lepra sering timbul
gambaran klinik yang disebut REAKSI LEPRA
(Lepra Reaction) :

Dapat terjadi pada awal, selama & setelah terapi


Pembagian:
Reaksi tipe I ~ reversal hipersensitifitas tipe IV
Reaksi tipe II ~ ENL hipersensitifitas tipe III
*Ke-2 tipe reaksi ini dpt berlangsung ringan -
berat
1. Reaksi Lepra Tipe I (Reversal Reaction)
Sering pada tipe Pausi-basiler (TT-BB)
a. Reaksi Down Grading o.k. Imunitas
penderita menurun, sehingga proliferasi
bakteri >>, timbul lesi-lesi baru tipe L
b. Reaksi Up Grading o.k. peningkatan
imunitas penderita, sehingga lesi yang tenang
meradang akut tipe T

Gejala:
Kelainan kulit bertambah dengan atau tanpa
ringan/ berat Claw Hand
2. Reaksi Lepra Tipe II (Eritema Nodosum
Leprosum/ ENL)
Sering timbul tipe multibasiler (BL-LL), di
sini imunitas humoral menurun, sehingga
terjadi reaksi dengan antigen yang banyak
dilepas serta mengaktifkan sistem
komplemen kompleks imun
Umumnya sedang dapat terapi DDS
(Dapsone)
Gejala:
Malaise, mialgia, demam sampai menggigil
Infiltrat bertambah nodulus/ nodus
eritematosus berkelompok + nyeri tekan
terutama di muka, punggung, dada
Iritis, neuritis, arthritis, pleuritis, nefritis,
orchitis
Faktor Pencetus:
Setelah terapi intensif
Stress fisik/ mental
Infeksi
Pembedahan
Imunisasi
Kehamilan & saat setelah melahirkan
No Gejala/Tanda Reaksi Tipe 1 Reaksi Tipe 2
Ringan Berat Ringan Berat
1 Kulit Bercak, Bercak: Nodul; Nodul; merah,
merah tebal, merah, tebal, merah, panas, nyeri
panas, nyeri panas, nyeri panas, nyeri yg bertambah
yg bertambah parah smp
parah pecah

2 Saraf Tepi Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri


perabaan (-), perabaan (+), perabaan (-), perabaan (+),
gangguan gangguan gangguan gangguan
fungsi (-) fungsi (+) fungsi (-) fungsi (+)

3 Keadaan Demam (-) Demam (+/-) Demam (+/-) Demam (+/-)


Umum
4 Gangguan pada - - - (+) misalnya
organ lain pada
mata,sendi,
testis
Reaksi Lepra
Pengobatan Reaksi
Prinsip pengobatan :
1. Pemberian obat anti reaksi
2. Istirahat atau imobilisasi
3. Analgetik, sedatif untuk mengatasi rasa
nyeri
4. MDT diteruskan
Pengobatan Reaksi
Reaksi ENL
Ringan rawat jalan, istirahat
Berat rawat inap
Obat :
Prednison 15 30 mg/hr berat/ringan
reaksi
Klofazimin 200 300 mg/hr
Thalidomide teratogenik, di Indonesia (-)
Pengobatan Reaksi
Reaksi Reversal
Neuritis (+)
Prednison 15 30 mg/hr
Analgetik + sedatif
Anggota gerak yang terkena istirahatkan

Neuritis (-)
Kortikosteroid (-)
Analgetik kalau perlu
Komplikasi
L/O/G/O

SKROFULODERMA
Definisi
Suatu penyakit yang disebabkan penjalaran
perkontinuitatum dari organ di bawah kulit yang
telah diserang oleh penyakt tuberculosis, yang
tersering berasal dari KGB, bisa juga berasal
dari sendi dan tulang.

Tempat predileksinya pada tempat2 yang


banyak KGB superfisialis

Pada leher, ketiak, lipat paha (jarang)


Portdentry

Port dentry skrofuloderma


1. Leher Tonsil/paru
2. Ketiak Apeks pleura
3. Lipat paha Ekstremitas bawah

*Jika ketiganya terserang,


kemungkinan penyebaran terjadi
secara hematogen
Gejala Klinis
Biasanya bermula sebagai limfadenitis tuberkulosis

Pembesaran KGB, tanpa tanda-tanda radang akut


(selain tumor).

Pembesaran KGB, tanpa tanda-tanda radang akut


(selain tumor).

Awalnya hanya beberapa KGB yang diserang, lalu


makin banyak dan sebagian berkonfluensi
Juga terjadi Kelenjar getah bening mengalami perlunakan tidak
Periadenitis serentak

Konsistensi kenyal dan lunak (cold abscess)

Pecah

Fistel
Meluas

Ulkus (bentuk memanjang dan tidak teratur, di


sekitarnya berwarna merah kebiru-biruan (livid), dinding
bergaung, tertutup oleh pus serologik)
Mengering Sembuh

Krusta berwarna kuning Sikatriks memanjang dan tidak teratur


Pada stadium limfadenitis perlu dilakukan biopsi
kelenjar

Diagnosis banding : Hidradenitis supurativa (di


ketiak)
Limfogranuloma venerum (di lipat paha)
Pemeriksaan Penunjang
1. Tuberkulin Skin Test
Protein M. tuberculosis (tuberculin)
disuntikkan intradermal sebanyak 5U (0,1 ml)
di bagian anterior lengan. Reaksi maksimal
terjadi 48 jam setelah disuntikkan. Reaksi
positif berupa indurasi eritema batas tegas
ukuran diameter lebih dari 10 mm. Hasil tes
positif terjadi 2-3 minggu setelah infeksi.
2. Pemeriksaan Histopatologi
3. Pemeriksaan Basil Tahan Asam
Pemeriksaan mikroskopik untuk menemukan
bakteri tahan asam dilakukan dengan
pewarnaan spesimen kulit menggunakan Ziehl-
Neelsen. Hasil positif bila ditemukan 104 bakteri
per millimeter. Hasil pemeriksaan bakteri tahan
asam ini dapat mengklasifi kasikan tuberkulosis
kutis menjadi multibasiler dan pausibasiler.
Pada kasus dengan jumlah bakteri sedikit,
sering ditemukan hasil negatif. Hasil negatif
pemeriksaan ini tidak menyingkirkan diagnosis
tuberkulosis kutis.
Penatalaksanaan
Terapi tergantung status infeksi tuberkulosis
pasien

Pasien yang baru pertama kali terinfeksi


kategori 1 Diberikan selama 6 bulan, terdiri dari :
- 2 bulan fase intensif (isoniazid (H), ethambutol
(E), rimfapisin (R), dan pirazinamid (Z))
- 4 bulan fase lanjutan (isoniazid (H) dan rifampisin
(R))
Apabila infeksi tuberkulosis merupakan kasus lama
kategori 2 Regimen itu terdiri dari :
- 3 bulan fase intensif, ditambah injeksi
streptomisin selama dua bulan pertama.
- 5 bulan fase lanjutan
L/O/G/O

Thank You!

Anda mungkin juga menyukai