Anda di halaman 1dari 17

JOURNAL READING 1

CHARACTERISTICS OF TRAUMATIC CATARACT


WOUND DEHISCENCE

Oleh :
Aditha Fitrina Andiani
122011101049

Pembimbing :
dr. Bagas Kumoro, Sp.M
dr. Iwan Dewanto, Sp.M
dr. Fredy,Sp.M

SMF ILMU KESEHATAN MATA


RSD dr. SOEBANDI JEMBER
2016
JUDUL JURNAL
Characteristics of Traumatic Cataract Wound
Dehiscence
Carolyn E. Klek, Michael T. Andreoli, Christopher M.
Andreoli
The Massachusetts Eye and Ear Infirmary (C.E.K.,
M.T.A., C.M.A.), Harvard Medical School (C.E.K.,
M.T.A., C.M.A.),, Boston University School and
Medicine (M.T.A), and Harvard Vanguard Medical
Associates (C.M.A.), Boston, Massachusetts.
American Journal of Ophthalmology, Volume 2011,
Article ID 10.1016 2
PENDAHULUAN
FAKOEMULSIFIK
ECCE ASI
SICS
Insisi limbus yang besar
/pembentukan terowongan Membuat terowongan sklera
Cepat, dan efisien dalam segi
sklera untuk mengeluarkan kecil/lebih sering, insisi miring
ekonomi
lensa dijahit untuk menutup pada limbus/ tepi kornea
luka
Katarak dengan lensa yang Prosedur sedikit jahitan/
Keuntungan> darI ECCE
padat dan kecoklatan sutureless
Ekstraksi katarak pengganti Membuat terowongan sklera
Peningkatan kekuatan bekas
saat terjadi kesulitan dalam yang lebih pendek dibanding
luka operasi
operasi ECCE.
Kemungkinan ruptur luka
Pseudofakia
bekas operasi lebih rendah

Luka bekas operasi lebih cepat


KURANG DIPILIH
sembuh.

3
PENDAHULUAN
Luka bekas operasi katarak sangat rentan untuk
ruptur, terutama akibat trauma tumpul.
Mayoritas terjadi pada bekas insisi ECCE.
Ruptur akibat fakoemulsifikasi sedikit literatur.
Pasien pada penelitian ini telah mengalami
perbaikan tajam penglihatan setelah mendapat
terapi pada ruptur bekas luka operasi.

4
TUJUAN
Menentukan sifat kondisi klinis ruptur luka
bekas operasi katarak akibat trauma di
pusat rujukan trauma oftalmia.

5
METODE
Penelitian retrospektif 846 pasien dengan 848 kasus trauma mata
terbuka (open globe injury) di Massachusetts Eye and Ear Infirmary
mulai 1 Januari 2000-30 April 2009.

Pasien pada penelitian telah mendapat terapi trauma okuli, baik itu
kasus trauma mata terbuka terisolasi (hanya trauma mata terbuka
saja) atau trauma mata terbuka dengan trauma multipel (dengan
diikuti trauma di lokasi lain).
e. pemeriksaan awal,
a. usia,
Data yang
b. jenis dianalisis adalah, Jika dataf. spesifik
kelamin,
terapi spesifik traumadiperoleh,
tidak dapat mata
pasien harustentang
c. informasi dieksklusi dari
waktu danpenelitian
lokasi ini. terbuka,
g. pemeriksaan follow up,
trauma,
h. prosedur operasi dan hasil
d. mekanisme trauma,
terapi.

6
METODE
Pasien dievaluasi , anamnesis , pemeriksaan mata lengkap, CT scan
tanpa kontras dengan potongan tipis melalui orbita, terapi. Perbaikan
trauma mata terbuka dilakukan dalam 24 jam pertama pasca trauma
apabila tidak ada penyulit lain atau kondisi klinis pasien yang tidak
memadai.
Setelah operasi, pasien diobservasi 48 jam.
Sistem skoring (0 hingga 100, dengan nilai 100 adalah trauma yang
paling sedikit) membantu menentukan derajat keparahan trauma
dan memperkirakan tajam penglihatan pasca operasi dengan menilai
ketajaman penglihatan awal, defek pupil aferen, endoftalmitis,
pelepasan retina, dan mekanisme trauma.
Analisis statistik :
a.unpaired t test untuk membandingkan rata-rata antar kelompok
b.tes Mann-Whitney untuk data nonparametrik atau
c.2-tailed Fisher exact test untuk membandingkan data kategori.
Nilai p<0.005 menunjukkan hasil statistik yang signifikan.
7
HASIL

8
HASIL
Ruptur traumatik dari bekas luka operasi katarak, 63 kasus (7.4%) :
a. ECCE , 56/63 (89%)
b. Fakoemulsifikasi, 7 /63 (11%)

. Rata-rata waktu antara operasi katarak hingga terjadi ruptur luka bekas
operasi adalah 102 bulan (rentang antara 2 minggu hingga 24 tahun).
ECCE dibanding kelompok fakoemulsifikasi (p=0.0145);
a. waktu rata-rata antara operasi ECCE - trauma adalah 127 bulan (rentang
antara 2 minggu hingga 24 tahun)
b. Waktu rata-rata antara fakoemulsifikasi - ruptur luka operasi adalah 3.7
bulan (rentang antara 2 minggu hingga 1 tahun).

9
HASIL
Tajam penglihatan sebelum operasi lebih buruk pada kelompok ruptur luka
katarak.

Rata-rata tajam penglihatan sebelum operasi :


a.Kelompok ruptur luka adalah persepsi cahaya (LP +) , 17 pasien dengan
ruptur luka (17/63 atau 27%) menunjukkan adanya defek pupil aferen.
b.Pasien tanpa ruptur luka (gerakan tangan; p=0.0005).

. Terapi awal Open Globed Injury dari 63 total pasien :


a.42 (67%) memerlukan reposisi uvea,
b.15 (24%) menjalani vitrektomi anterior,
c.4 (6%) mengharuskan perbaikan laserasi palpebra dan
d.2 (3%) memerlukan perbaikan muskulus rektus.
1
0
HASIL
Tajam penglihatan pasca operasi lebih buruk pada kelompok ruptur traumatik luka bekas operasi
katarak dibanding kelompok lainnya. Rata-rata tajam penglihatan terbaik pada kelompok ini adalah
gerakan tangan, yang mana secara signifikan lebih buruk dibanding pasien tanpa ruptur luka
(20/40; p=0.0002).

35/63 atau 56% menunjukkan timbulnya hifema pasca operasi.

Selain itu, kebanyakan diikuti dengan diagnosis patologis segmen posterior:


a.25 perdarahan viterus (25/63 atau 40%),
b.9 retinal detachment (9/63 atau 14%),
c.2 choroidal detachment (2/63 atau 3%),
d.2 perdarahan retina (2/63 atau 3%) dan ni
e.3 jaringan parut retina (3/63 atau 5%).
f.1 trauma disebabkan oleh ftisis bulbi.
g.24/63 atau 38% tetap menderita APD meski telah menjalani operasi perbaikan mata secara
terbuka.
h.5/63 atau 8% mengalami glaukoma traumatik.
Pada keadaan ini tidak ada yang dilakukan enukleasi primer atau sekunder. Selain itu, juga tidak
terdapat endoftalmitis pada kelompok ini. 1
1
HASIL
Ruptur luka bekas operasi fakoemulsifikasi 7 kasus.
Rata-rata usia pasien ini adalah 71 tahun (rentang antara 42-90) 4 laki-laki dan 3
perempuan.
Mekanisme trauma yang paling sering adalah jatuh (4), trauma tumpul (2) dan
perkelahian (1).
Menyebabkan ruptur mata, tanpa trauma tembus. Tidak terdapat benda asing intraokuli .
Rata-rata skor trauma okuli adalah 64 .
Semua pasien pada kelompok ini memiliki ketajaman visus 20/200 atau lebih baik pasca
operasi.
Rata-rata ketajaman penglihatan terbaik adalah 20/60.
Rata-rata waktu follow up adalah 42 hari sehingga terkesan meremehkan keadaan ini.
Selama follow up, 3 pasien mengalami perdarahan vitreus, 1 pasien memiliki hifema
postoperasi dan 1 pasien mengalami glaukoma traumatik.
Tidak terdapat kasus retinal detachment, choroidal detachment, ftisis bulbi, endoftalmitis
atau APD postoperatif pada kelompok ini. Tidak dilakukan follow up bedah vitroretina
pada semua pasien dengan ruptur luka fakoemulsifikasi . 1
2
PEMBAHASAN
Ruptur pasca operasi katarak 1/3 dari trauma mata terbuka populasi orang
tua.
Ruptur ECCE prevalensi lebih tinggi dibanding fakoemulsifikasi pada penelitian
ini.
Pasien dengan ekstraksi katarak SICS risiko ruptur luka lebih rendah.
Penelitian selanjutnya diperlukan untuk respon populasi
terhadap trauma tumpul.
Jatuh penyebab trauma paling banyak pada orang tua.
Ruptur luka ECCE patologi pada retina buruknya tajam penglihatan
sebelum dan sesudah operasi.
Paling sering perdarahan koroid & retinal detachment pasca mengalami
ruptur.
Penyebab keadaan patologi retina multifaktor:
a. tekanan pada mata yang menyebabkan ruptur luka bekas operasi,
b. penunuruan tekanan intraokular secara cepat dan usia pasien. 1
3
PEMBAHASAN
Ruptur luka bekas fakoemulsifikasi Tidak ada trauma yang menyebabkan
kerusakan pada retina.
Usia, mekanisme trauma, dan skor trauma okuli pada pasien
fakoemulsifikasi = kelompok ECCE, kelompok fakoemulsifikasi memiliki
prognosis tajam penglihatan yang lebih baik (20/60) . Akibatnya pasien ini
hanya mendapat follow up beberapa minggu saja.
Ahli oftalmologi memiliki ambang yang rendah untuk melakukan eksplorasi
mata untuk mengeksklusi kemungkinan ruptur bekas operasi katarak pada
orang tua dengan pseudofakia, terutama pada perdarahan subkonjungtiva
dan dengan gangguan penampakan fundus.
Peningkatan SICS pada negara berkembang sebagai metode primer untuk
ekstraksi katarak.

1
4
PEMBAHASAN
Pasien dapat mengalami ruptur meski telah > 20 tahun pasca operasi
katarak.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat batas waktu kelemahan luka
bekas operasi.
Penelitian sebelumnya keamanan operasi katarak meski pada orang
yang sangat tua, menunjukkan prognosis buruk pada ruptur bekas operasi
katarak ECCE.
Informasi ini sangat penting disampaikan ketika konseling pasien dan
keluarga
Masih ada bukti bahwa ECCE merupakan metode yang tepat untuk
ekstraksi katarak.
Potensi terjadinya ruptur pasca operasi pada orang tua harus
dipertimbangkan dalam memilih metode ekstraksi katarak, baik itu ECCE
atau fakoemulsifikasi.
1
5
KESIMPULAN
Meskipun kini terjadi perkembangan dalam bedah
katarak, ruptur bekas operasi masih menjadi penyebab
gangguan tajam penglihatan, terutama pada pasien
geriatri. Ruptur bekas operasi ECCE memiliki prognosis
tajam penglihatan yang buruk. Untungnya pasien
dengan ruptur bekas operasi fakoemulsifikasi
menunjukkan adanya perbaikan tajam penglihatan yang
pesat, bahkan bisa sampai seperti semula/ seperti
sebelum mengalami ruptur.

1
6
1
7

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai