Anda di halaman 1dari 83

TUTORIAL PBL SKENARIO II

TUTOR : dr. Theresia N Seimahuira, MKM-repro


KELOMPOK III
1. REZKY N P SALAMPESSY (2011-83-037)
2. WESTY C. GASPERSZ (2011-83-031)
3. FRANSISCA R. TUPAMAHU (2011-83-002)
4. TRISKA F.SURYANI (2011-83-014)
5. STAZIA NOIJA (2011-83-024)
6. NABILA MALAWAT (2011-83-009)
7. FENSKA SOUMERU (2011-83-043)
SKENARIO II
Seorang perempuan usia 48 tahun datang ke
puskesmas dengan keluhan cepat lelah, dialami 1
bulan terakhir. Pasien juga mengeluh polimiksi dan BB
turun 5 kg dalam 1 bulan. Anak ke 3 pasien lahir dengan
BB > 4 kg. pada pemfis didapatkan BB 61 kg, TB 160
cm, dan TD 150/90 mmHg. Pada pemeriksaan lab
diperoleh glukosa darah sewaktu 239 mg/dL.
STEP I
 KATA SUKAR : polimiksi  banyak miksi (frekwensi)

 KATA KUNCI :
1. Perempuan 48 thn
2. KU cepat lelah di alami 1 bulan terakhir
3. Polimiksi dan BB turun 5 kg
4. Anak ke-3 pasien lahir dengan BB >4kg
5. Hasil pemfis pada skenario
6. Gula darah sewaktu >239mg/dl
STEP II
(IDENTIFIKASI MASALAH)
1. Menjelaskan tentang patomekanisme polimiksi dan penurunan BB?
2. Apakah ada hubungan antara keluhan yg di alami ibu dengan peningkatan BB
anaknya?
3. Menjelaskan makna dari hasil pemfis?
4. Apa hubungan cepat lelah dengan hiperglikemia?
5. Bagaimana penanganan awal untuk pasien berdasarkan skenario?
6. Bagaimana hubungan terjadi hipertensi dengan kadar gula darah pada pasien?
7. Pemeriksaan penunjang apa yang dibutuhkan pada skenario ini?
8. Bagaimana kerja hormon insulin pada pasien ini?
9. Apa saja diagnosis differential?
10. Apa saja komplikasi dari tingginya gula darah pasien ini?
11. Berapa nilai normal gula darah puasa dan sewaktu?
12. Bagaimana kerja hormon insulin eksogen, jelaskan?
13. Bagaimana kriteria diagnosis pada pasien DM?
14. Apa saja faktor resiko Hiperglikemia?
STEP III
1. Penjelasan penurunan BB  - hiperglikemia disebabkan o/ penurunan kadar insulin lipolisis meningkat menyebabkan BB menurun.
- Akibat hormon insulin tdk bisa kerja dalam darah glukagon dari pankreas  merangsang glukonegenesis sehingga
terjadi pemecahan lemak dan protein berlebih penurunan BB
- Glikogen di pecah secara berlebuh menimbulkan penurunan BB.

 Polimiksi : peningkatan GD glukosa yg beredar dalam darah peningktan vsikositas GFR meningkat glukosa menarik air hemostasis umpan balik ADH
dihambat  sehingga membuat pasien terus miksi
Peningkatan eliktrolit  kompensasi ginjal  miksi terus menerus.

10. Komplikasi peningkatan gula darah :


-hipertensi
-arterosklerosis
-Nekrosis jar.perifer
-gagal ginjal
-stroke
-Infark myokard
- - Retinopaty
- - polineuropathy

9. DD :
-DM tipe 1
-DM gravidarum
-DM tipe 2
STEP III

6. Peningkatan gula darah menyebabkan viskositas darah


meningkat resistensi perifer meningkat  CO meningkat 
hipertensi.
Akibat dari insulin bekerja tdk efektif, akibatnya insulin tdk
bisa di angkut sehingga glukosa beredar dalam darah.

11. GD puasa = -normal = <100mg/dl


-Pre diabetes = 100-125 mg/dl
-Diabetes = >125mg/dl
 GD sewaktu = - normal= <140 mg/dl
- prediabet =140-200mg/dl
- Diabet = > 200mg/dl
Lanjutan…
5. obat hipoglikemi oral :

 sulfoniurea (klorpropamid) sediaan tab. 100-250


mg/tab paru : 24-36 jam/hr  meningkatkan
sekresi insulin diminum sebelum makan.

 Tiasoldinodion, sediaan tab 4mg. Dos 4-8mg/hr.


paru :24 jam diminum sebelum atau sesudah
makan. Efek menambahkan sensitifitas pada insulin
Lanjutan…
2. Ada hubungannya, Karena terjadi peningkatan kosentrasi
asam amino dalam darah  meningkatkan hormon
somatotropin (GH) sehingga bayi cenderung besar.

3. IMT = 23,8kg/m2
TD : hipertensi grade 1

14. - genetik dan usia (tdk dpt diubah)


- Kerusakan sel beta pankreas
- pola hidup
- BB (obesitas)
Lanjutan…
4. Glukosa darah menurun  glukosa dlm sel kurang
akibat sekresi insulin kurang energi (ATP) dlm tbuh
kurang cepat lelah.

8. -Akibat dari reseptor tertutup lemak Glukosa tidak


sampai ke jaringan sehingga glukosa dalam darah
meningkat hiperglikemi.
-Def.insulin atau tidak diproduksi hiperglikemi.
Lanjutan…
13.
kosentrasi glukosa plasma semalam 126mg/dl
atau lebih pada dari 1 kali pemeriksaan.

gejala klinis diabetes dan kadar glukosa sewaktu


200mg/dl atau lebih.

kosentrasi glukosa plasma vena 2 am 200mg/dl


atau lebih
Lanjutan…
7. -Tes HbA1c (gold standar), pemeriksaan peptida C, elektrolit,
profilipid, dan fungsi ginjal (komplikasi).
-Periksa gula darah sewaktu dengan gula darah puasa.

-Tes toleransi glukosa.

12.- Insulin Endogen : insulin produksi oleh tubuh sendiri (sel beta
pankreas) untuk mengangkut glukosa dari darah ke dlm sel

- Insulin eksogen : didapat dari luar tubuh mis insulin IV yang di


beri pada pasien DM tipe 1 akibat tdk ada insulin yg di produksi
atau insulinnya kurang. Pada DM tipe 2 reseptor tidak berfungsi
 hanya edukasi ke pasien
STEP IV
(KLARIFIKASI MASALAH & MIND MAPPING)

Perempuan 48
thn

Keluhan :
Cepat lelah 1 bln
Pemfis : terakhir, polimiksi, BB Pemeriksaan Lab :
BB : 61kg glukosa darah
TB :160 cm
turun 5kg dlm 1 bln sewaktu 239 mg/dL
TD : 150/90MmHg

DD :
DM tipe 1, DM tipe 2, DM DX kerja :
gravidarum, dan cushing
syndrome
DM tipe 2

Defenisi, etiologi, patomekanisme, manifestasi


klinis, DX, penatalaksanaan, komplikasi, dan
prognosis
STEP V
(LEARNING OBJECTIVE)
1. Faktor resiko DM?
2. Jelaskan patomekanisme terjadinya gejala pada
skenario?
3. Kriteria diagnosis DM?
4. membandingkan differential diagnosis: DM tipe 1, DM tipe
2, DM gravidarum, cushing syndrome?
5. Menjelaskan diagnosis kerja (prinsip DX)?
6. Jelaskan Penanganan awal yang lebih detail berdasar
skenario?
7. Alur DX DM?
8. Kosensus penatalaksanaan DM? (terbaru)
9. Pencegahan DM?
STEP VI

(BELAJAR MANDIRI)
STEP VII

(HASIL BELAJAR MANDIRI)


FAKTOR RESIKO
DIAGNOSIS
Faktor resiko diabetes melitus tipe 2 yaitu:
- Riwayat keluarga

- Kondisi resistensi insulin

- Obesitas dan aktifitas fisik yang kurang

- Ras dan etnis


PATOMEKANISME TANDA &
GEJALA DARI SKENARIO
Tanda & Gejala Skenario
 Polimiksi
 BB ↓
 Overweight
KRITERIA DIAGNOSIS DM
KRITERIA DX DM

Sumber : Konsensus Pengendalian dan Pencegahan


Diabetes Mellitus Tipe2 di Indonesia 2011, hal. 7
MEMBANDINGKAN DD
Defenisi

 turunnya kemampuan insulin untuk merangsang


pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan
untuk menghambat produksi glikosa oleh hati.
Epidemiologi DM tipe 2 di Indonesia

Departemen ilmu Penyakit dalam FKUI bekerja


sama dengan bidang penelitian dan
pengembangan departemen kesehatan melakukan
surveilans faktor resiko penyakit tidak menular di
jakarta yang melibatkan 1591 subjek, terdiri dari
640 laki-laki dan 951 wanita. Survei tersebut
melaporkan prevalensi DM di lima wilayah DKI
sbesar 12,1% dengan DM yang terdeteksi sebesar
3,8% dan DM yang tidak terdeteksi sebesar
11,2%.
etiologi
DIAGNOSIS
PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia)
membagi alur diagnosis DM menjadi 2 berdasarkan
ada / tidak gejala khas DM, yaitu :

1. Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsi,


polifagi dan berat badan menurun tanpa sebab yang
jelas
2. Gejala tidak khas DM yaitu lemas, kesemutan, luka
yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi
ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita)
Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan
glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup
untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak
ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali
pemeriksaan glukosa darah abnormal.
KRITERIA DIAGNOSIS DM
1.Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200
mg/dl.
(glukosa plasma sewaktu merupakan hasil
pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir)

2. Atau gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126


mg/dl
(puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan
sedikitnya 8 jam)

3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl


Diagnosis DMG

Pada saat ini terdapat dua kriteria diagnosis :

1. Yang diperkenalkan oleh American Diebetes Association,


umumnya digunakan di negara Amerika Utara

2. Kriteria Diaqgnosis dari WHO yang banyak digunakan di


luar Amerika Utara.
PENATALAKSANAAN
 Nonfarmakologis
1. Terapi gizi medis
Prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola
makan yang didasarkan pada status gizi
diabetisi dan melakukan modifikasi diet
berdasarkan kebutuhan individual.
2.Karbohidrat yang diberikan pada diabetisi
tidak boleh lebih ari 55-65% dari total
kebutuhan energi sehari.
Jumlah kebutuhan protein yang
direkomendasikan sekitar 10-15% dari total
kalori per hari.
Rekomendasi pemberian lemak :
a. Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak
jenuh, jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan
kalori per hari.
b. Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam
lemak jenuh diturunkan sampai maksimal 7% dari total
kalori per hari.
c. Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar
kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, maka maksimal kolesterol
yang dapat dikonsumsi 200 mg/hari.
d. Batasi asupan asam lemak bentuk trans
e. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi
kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai panjang.
f. Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang
maksimal 10% dari asupan kalori per hari.
3.Perhitungan jumlah kalori
Ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya stres akut dan
kegiatan jasmani.
IMT :
berat badan (kg) : tinggi badan (m) kuadrat.
Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT :
a. berat badan kurang : <18,5
b. BB normal : 18,5 – 22,9
c. BB lebih : 23 – 24,9
obes I : 25 – 29,9
obes II : ≥ 30
 Farmakologis
1. Rosiglitazon dosis 4 – 8 mg/hari dan
pioglitazon dosis30 – 45 mg/hari
2. Glizipid dosis 2,5 – 40 mg/hari dan gliburid
2,5 – 25 mg/hari
KOMPLIKASI
1. Hiperglikemia
2. Hipoglikemia
3. Mikroangiopati
4. Makroangiopati
PROGNOSIS
Harapan hidup pasien diabetes tergantung
penanganan dalam hal nonfarmakologis maupun
farmakalogis.
DIAGNOSIS BANDING
DIABETES MELITUS TIPE 1
Defenisi diabetes melitus

Diabetes militus (DM) merupakan suatu


kelompok penyakit metabolic dengan
karakteristik hiperglikimia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya

WHO : Dibetes melitus


merupakan defisiensi insulin
absolut atau relative dang
gangguan fungsi insulin.
Defenisi DM tipe 1

Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit


autoimun yang ditentukan secara genetic
dengan gejala-gejala yang pada akhirnya
menuju proses bertahap perusakan imunologik
sel-sel yang memproduksi insulin
Klasifikasi diabetes melitus
 DM tipe 1 : proses imunologik dan idiopatik
 DM tipe 2
 DM tipe lain:
- penyakit dari pankreas eksokrim (pankreatitis)
- endokrinopati ( akromegali, cushing syndrom)
- induksi obat atau zat kimia
 DM gastasional
 Pra-diabetes
Manifestasi klinik
1. Poliuria ( peningkatan pengeluaran urin)
2. Polifagia ( peningkatan rasa lapar )
3. Polidipsi ( peningkatan rasa haus)
4. Penurunan berat badan
5. lemah
6. samnolen
DIAGNOSIS
 Polidipsi, poliuria, polifagia, berat badan turun
(CLASSIC SYMTOMPS)
 Hiperglikemia (≥ 200 mg/dl), ketonemia,
glukosuria
KOMPLIKASI
 jangka pendek (akut)
 Hipoglikemia

 Ketoasidosis

 Jangka panjang
 nefropati,

 neuropati,

 retinopati

 Tindakan : pengobatan hiperglikemia dan hipertensi


(bila ada).
Tipe DM
Dokumen konsensus tahun 1997 oleh American Diabetes
Association’s Expert Committee on the Diagnosis and
Classification of Diabetes Mellitus menjabarkan 4 kategori
DM :
TIPE KARAKTERISTIK ETIOLOGI TERAPI
TIPE 1 Ketiadaan absolut insulin Autoimun Insulin

TIPE 2 Insentivitasinsulin dan defisiensi Obesitas, genetik Diet, olahraga, agen


sekresi insulin hipoglikemik, obat
penstimulasi-
transporter
TIPE 3 Penyebab spesifik lain Bergantung Bergantung
penyebab
TIPE 4 Diabetes gestasional Peningkatan Diet, agen
kebutuhan hipoglikemik
metabolik
DM tipe I DM tipe II DM Gestasional

Definisi Adlh penyakit autoimun yg Ditandai dgn resistensi insulin Sebagai suatu intoleransi
ditentukan secara genetik dgn perifer, ggn sekresi insulin, dan glukosa yg terjadi atau
gejala2 yg pd akhirx menuju produksi glukosa hati yg pertama kali ditemukaan
proses bertahap perusakn berlebihan pada saat hamil (DMG)
imunologik sel2 yg
memproduksi insulin

Tanda dan gejala poliuria, polidipsia,polifagia Obesitas, 3p


BB ↓, pd umur yg masih muda umur > 45 thn

Etiologi Destruksi sel beta, menjurus ke Resistensi insulin 50% memiliki riwayat
defisiensi insulin : keluarga DM
autoimun,idiopatik

Patofisiologi Terjadi destruksi sel beta pulau Terjadi resistensi insulin, karna Terjadi resistensi insulin
langerhans akibat proses ggn dari resptor, tidak terdapat fisiologis akibat ↑hormon2
autoimun, ↓ sekresi insulin adnya destruksi sel beta pancreas kehamilan
(IDDM) (NIDDM) (HPL,progesteron,kortisol,prol
aktin)

Pengobatan Penekann pda suntikan insulin Penekanan pda diet, Terapi nutrisi, berolah raga,
harian, yg diseimbangkn dgn pengendalian berat badan, dan terapi insulin.
olahrga dan diet olahraga.

Prognosis Baik-buruk Baik Baik-buruk


Syndrome Cushing dan GDM
Syndrome Cushing GDM
Etiologi - Iatrogenik - Obesitas
- Mikroadenoma hipofisis penyekresi ACTH (80% kasus) - Riwayat DM
- Tumor adrenal - Riwayat DM dalam keluarga
- Sekresi ACTH ektopik - Kelompok etnik beresiko tinggi

Temuan klinis - Obesitas trunkal, muka bulat, penimbunan lemak di - Glikosuria, atau hasil penapisan rutin diabetes
fosa supraklavikular dan leher bagian posterior,
hipertensi, hiersutisme, amenore, dan depresi
- Temuan spesifik: kulit tipis, mudah memar, stria
kemerahan, kelemahan otot proksimal, dan
osteoporosis
- Hiperpigmentasi dan alkalosis hipokalemiksindrom
Cushing akibat sekresi ACTH ektopik
Diagnosis Peningkatan ekskresi kortisol dan tidak danya inhibisi a. Penapisan awal dan penilaian resiko
umpan balik ACTH dan sekresi kortisol normal b. Uji glukosa pada kehamilan 24-28 minggu
a. Uji supresi deksametason semalaman c. Uji konfirmasi
b. Uji supresi deksametason dosis rendah uji d. Pendekatan satu langkah
penapisan
Penatalaksanaan a. Modifikasi diet
b. Olah raga
c. Wanita penderita DM tipe 2 yang hamil idealnya kontrol
diabetes harus baik (HbA1C <7%) beberapa bulan
sebelum pembuahan
d. Terapi insulin
e. Pemantauan sendiri kadar glukosa darah
f. Penatalaksanaan obsetrik
PENANGANAN AWAL
SESUAI SKENARIO
Penanganan awal ?
Wanita usia 48 thn
KU : cepat lelah

polimiksi dan BB turun 5 kg dalam 1 bulan


BB 61 kg, TB 160 cm, dan TD 150/90 mmHg
glukosa darah sewaktu 239 mg/dL

Gejala ini mengarah ke DM dan didukung oleh umur


pasien yakni 48 th maka Diagnosis sementara DM tipe 2
 Usia

DM dapat terjadi pada semua kelompok umur,


terutama ≥ 40 tahun karena resiko terkena DM akan
meningkat dengan bertambahnya usia dan manusia
akan mengalami penurunan fisiologis yang akan
berakibat menurunnya fungsi endokrin pankreas untuk
memproduksi insulin

Menurut penelitian Handayani di RS Dr.Sardjito


Yogyakarta
 Pasien berjenis kelamin wanita

Dalam penelitian Martono dengan desain cross


sectional di Jawa Barat tahun 1999 ditemukan bahwa
penderita DM lebih banyak pada perempuan (63%)
dibandingkan laki-laki (37%). Demikian pula pada
penelitian Media tahun 1998 di seluruh rumah sakit di
Kota Bogor, proporsi pasien DM lebih tinggi pada
perempuan (61,8%) dibandingkan pasien laki-laki
(38,2%).
IMT pasien
IMT normal (22 Kg/m2)

Rms : BB kg/TB cm
= 61kg / (160cm)
= 61 kg/ (1,6m x1,6m = 2,56m)
IMT = 23,82 kg/m2
DM tipe 2 IMT adalah >23 kg/m2
Penanganan Hipertensinya
penelitian
 Dari suatu meta-analisis yang di publikasikan pada
bulan juli 2012 dalam international journal of
cardiology menyampaikan bahwa penggunaan
penghambat ACE bermanfaat dalam pencegahan
DM baru pada pasien dengan positif HIPERTENSI
dan penyakit CAD
penelitian
 Penelitian di IRNA I RSU oleh Dr. Saiful Anwar
Malang. Pada passien DM yang mengalami
hiperten dan proteinuria hal ini memiliki resiko
besar terhadap kerusakan jantung dan gnjal serta
organ lain. Maka pengobatan yang di anjurkan
adalah Antidiabetes  insulin dan antiHipertensi
 menganjurkan ACEI
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM
(mg/dl)
Berdasarkan konsensus ini, terapi DM tipe 2 dibagi
menjadi 2 tingkatan

a. Tingkat 1: terapi utama yang telah terbukti (well


validated core therapies)
Intervensi ini merupakan yang paling banyak
digunakan dan paling cost-effective untuk mencapai
target gula darah. Terapi tingkat 1 ini terdiri dari
modifikasi gayahidup (untuk menurunkan berat badan
& olah raga), metformin, sulfonilurea, dan insulin
b. Tingkat 2: terapi yang belum banyak dibuktikan (less
well validated therapies)

Intervensi ini terdiri dari pilihan terapi yang berguna


pada sebagian orang, tetapi dikelompokkan ke
dalam tingkat 2 karena masih terbatasnya
pengalaman klinis. Termasuk ke dalam tingkat 2 ini
adalah tiazolidindion (pioglitazon) dan Glucagon Like
Peptide-1/GLP-1agonis (exenatide).
Tingkat 1/Langkah 1 (Tier 1/Step 1)

Konsensus ADA-EASD (2008) menganjurkan untuk


melakukan intervensi segera setelah pasien terdiagnosis
menderita DM. Intervensi awal yang dilakukan adalah kombinasi
modifikasi gaya hidup dan pemberian metformin (Untuk
mengurangi kejadian efek samping ini, dapat diberikan dosis
awal 500 mg, kemudian ditingkatkan 500 mg/minggu untuk
dapat mencapai akadar gula darah yang diinginkan)

Modifikasi gaya hidup pada lansia penderita DM meliputi


menjaga pola makan (diet) yang baik, olah raga dan penurunan
berat badan.
Tingkat 1/Langkah 2 (Tier 1/Step 2)
Sulfonilurea

Sulfonilurea dapat digunakan ketika ada keadaan


yang merupakan kontraindikasi untuk metformin, atau
digunakan sebagai dalam kombinasi dengan
metformin jika gula darah target belum tercapai.
 Mekanisme kerja utama sulfonilurea adalah
meningkatkan sekresi insulin sel b pankreas.
 Insulin
Berdasarkan konsensus ADA-EASD, insulin dapat
diberikan bila target gula darah tidak tercapai
dengan modifikasi gaya hidup dan pemberian
metformin.
lanjutan
 Keputusan untuk memulai pemberian insulin dibuat
berdasarkan pertimbangan akan kemampuan
penderita untuk menyuntikkan sendiri insulin, dan
keutuhan fungsi kognitif. Pada lansia yang bergantung
pada orang lain untuk memberikan insulin, maka
gunakan insulin masa kerja panjang (long-acting)
dengan dosis sekali sehari, walaupun ini tidakdapat
memberikan kontrol gula darah sebaik yang dicapai
dengan pemberian insulin basal bolus atau regimen dua
kali sehari. Jika
 kontrol gula darah atau glukosa postprandial target
tidak tercapai dengan pemberian basal insulin, maka
dapat diberikan insulin kerja singkat (short-acting).
kesimpulan
 Kontrol Gula Darah

Dengan kontrol gula darah yang baik, risiko komplikasimakrovaskular dapat dikurangi. Kontrol

gula darah ini tidak perlu terlalu ketat pada lansia mengingat risiko hipoglikemia pada lansia

penderita DM. Target kontrol gula darah ditentukan oleh status kesehatan serta kemampuan fisik

& mental.

 Kontrol Tekanan Darah

Kejadian hipertensi pada lansia penderita DM meningkat, prevalensi 40% pada usia 45 tahun

meningkatmenjadi 60% pada usia 75 tahun. Hipertensi merupakan salah satu faktor yang

berperanan dalam terjadinya komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular pada DM. Studi

UKPDS menunjukkan bahwa kontrol tekanan darah yang baik dengan antihipertensi manapun

menurunkan risiko komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular


ALUR PENANGANAN
DAN PENCEGAHAN
ALUR DX

Vince Eko. Journal Terapi DM . Layout CDK Edisi 182 Januari 2011
Vince Eko. Journal Terapi DM . Layout CDK Edisi 182 Januari 2011
PENANGANAN
Prinsip : meningkatkan kualitas hidup pasien DM.
 Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan
rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.

 Jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit


mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati.

 Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas


DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian
glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui
pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan
mandiri dan perubahan perilaku.
Penanganan
Dapat berupa :
1. Diet
2. Pendidikan Kesehatan
3. Exercise (latihan fisik /olahraga)
4. Obat : oral hipoglikemik, insulin
Diet
Standar yang dianjurkan adalah makanan
dengan komposisi yang seimbang dalam
hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25%
dan protein 10-15%. Untuk menentukan
status gizi, dihitung dengan BMI (Body
Mass Indeks).
Pendidikan Kesehatan
 Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan DM
untuk mendapatkan hasil yang optimal.
 Pendidikan kesehatan ada pasien DM sebaiknya dilakukan
oleh semua pihak yang terkait dalam pengelolaan DM, seperti
dokter, perawat, ahli gizi.
 Dapat dilakukan dalam bentuk sosialisasi berupa penyuluhan.
Terutama untuk penyandan DM dan pihak yg beresiko tinggi
terjadinya DM
Exercise
 Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama
kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai dengan CRIPE
(Continous, Rhythmical, Interval, Progresive, Endurance
Training) sesuai dengan kemampuan pasien.
 Misalnya : olah raga ringan jalan kaki biasa selama 30 menit.
 Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-
malasan.
Obat
 Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan
fisik tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah
maka dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemik.
Pencegahan
 Pemahaman dan manajemen secara mandiri oleh pasien sedini
mungkin adalah cara terbaik pencegahan masalah ulkus kaki
diabetic (American Diabetes Association, 2003).
 Pasien perlu diberikan pendidikan kesehatan untuk dapat
melakukan pemeriksan kaki secara mandiri dengan rutin,
dengan perhatian khusus pada adanya pertumbuhan callus,
kehilangan sensasi pada kulit, infeksi dan kaki melepuh
(Yaturu, 2011).
Pencegahan
Promosi perilaku sehat merupakan faktor penting pada
kegiatan pelayanan kesehatan. Untuk mendapatkan hasil
pengelolaan diabetes yang optimal dibutuhkan perubahan
perilaku. Perlu dilakukan edukasi bagi pasien dan keluarga untuk
pengetahuan dan peningkatan motivasi. Hal tersebut dapat
terlaksana dengan baik melalui dukungan tim penyuluh yang
terdiri dari dokter, ahli diet, perawat, dan tenaga kesehatan lain
Reference.
1. Jokomoeljanto R.Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam :
Sudoyo A W, Setiyohadi Y, Alwi I, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Ed-V. Jilid II.Jakarta: Internal Publishing;
2010.
2. Salaway, JG. Metabolisme at Glance. 2nd edition. 2011.
United Kingdom: Blackwell science pdf
3. Gardner D., Schoback D. Greenspan’s Basic and Clinical
Endocrinology. 8th ed. 2009. London: Mc. Graw Hill pdf P.
681
4. American Diabetes Association. Diagnosis and
Classification of Diabetes Mellitus. Criteria for the
diagnosis of diabetes. DIABETES CARE, VOLUME 36,
SUPPLEMENT 1, JANUARY 2013.
THANK YOU 

Anda mungkin juga menyukai