Hemoptysis
Hemoptysis
Evaluation and
Management
Kasus 1
Seorang pria berusia 46 tahun datang dengan keluhan batuk berdahak
bercampur darah selama dua hari terakhir di sertai rinorea, kongesti, dan
demam. Ia memperkirakan jumlah total pengeluaran darah sekitar kurang
dari 1 sendok makan. Riwayat medis biasa saja. Riwayat merokok tidak ada,
tidak pernah berpergian, tidak ada penurunan berat badan, maupun
berkeringat di malam hari. Tanda-tanda vital dalam batas normal, dan pasien
tampak bernapas dengan nyaman, selain batuk intermiten. Tidak ada darah
yang dikeluarkan saat dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan paru
menunjukkan suara napas normal. Pemeriksaan nasal, orofaring,
kardiovaskular, dan abdomen baik.
Illustrative Cases
Kasus 2
Seorang wanita berusia 74 tahun datang ke IGDsetelah mengalami batuk
darah. OS membawa wadah yang berisi sekitar 100 mL sputum bercampur
darah yang diproduksi selama 24 jam terakhir. OS pernah mengeluhkan hal
yanga sama dan didiagnosis bronkitis, dan keluhan menghilang dalam
beberapa hari setelah memulai terapi antibiotik oral. Riwayat penyakit
dahulu sindrom Sjögren, bronkiektasis, dan anemia mikrositik. Riwayat
merokok selama 50 tahun dan berhenti merokok 5 tahun yang lalu. Riwayat
minum alkohol tidak ada. Penurunan berat badan sebanyak 40 lb (18 kg)
selama 12 bulan terakhir. Tanda-tanda vital suhu 99 ° F (37,2 ° C), TD146/73
mm Hg, HR 127 kali/menit, RR 36 kali/menit, dan saturasi oksigen 83%
dalam suhu ruangan. Meskipun pernapasan meningkat, pasien tidak
menunjukan kesulitan dalam bernapas. Saat dilakukan pemeriksaan hidung,
tampak mukosa normal tanpa adanya epistaksis. Pemeriksaan orofaringeal
menunjukkan gigi normal dan mukosa baik tanpa ada tanda-tanda
perdarahan atau ulserasi. Leher suple tanpa adanya limfadenopati.
Pemeriksaan paru-paru menunjukkan ronkhi difusi inspiratory. Pemeriksaan
kardiovaskular normal kecuali adanya takikardia. Pemeriksaan abdomen
normal.
Differential Diagnosis
Differential Diagnosis
Pasien dengan hemoptisis yang
dirujuk menunjukkan
bronkiektasis, kanker paru-paru,
bronkitis, dan pneumonia
dilaporkan lebih dari 70% terjadi
pada pasien yang di rawat inap
Kemungkinan infeksi tuberkulosis
dengan hemoptisis bervariasi di
seluruh dunia. Tuberkulosis
menyumbang 7% hingga 85% kasus
hemoptisis masif, dengan insiden
kejadian terendah berada di Amerika
Serikat dan tertinggi di Afrika
Selatan.
Penyebab hemoptisis yang jarang
terjadi ialah emboli paru,
endometriosis paru, Sindrom
Goodpasture, dan aspirasi benda
asing.
History and Physical Examination
Kasus 1
Pasien ini memiliki riwayat pengeluaran darah yang sedikit, tanda-tanda vital yang
normal, dan tidak ada tanda ketidakstabilan hemodinamik maupun pertukaran gas yang
abnormal. fokus riwayat dan pemeriksaan fisik harus membantu mengidentifikasi
penyebab masalah. Radiografi thoraks harus dilakukan untuk membantu melokalisasi
penyakit, menentukan penyebab, dan panduan untuk intervensi lebih lanjut, jika
diperlukan. Jika temuan radiografi normal dan penyebab yang mendasari telah
diidentifikasi, tidak perlu dilakukan pengujian tambahan.
ACR membuat rekomendasi pada pasien dengan hemoptisis kriptogenik (temuan negatif
pada CT dan bronkoskopi) diikuti selama tiga tahun, akan tetapi tidak membuat
rekomendasi khusus mengenai tindak lanjut CT Thoraks, bronkoskopi, atau pencitraan
lainnya selama periode tersebut.
Resolution of Cases
Kasus 2
Pasien ini memiliki tanda
ketidakstabilan hemodinamik
(takikardia) dan pertukaran gas yang
abnormal (takipnea dan hipoksia),
yang memerlukan manajemen rawat
inap. Untuk pasien dengan hemoptisis
masif, konsultasi dengan
pulmonologist dan dimasukkan ke ICU
biasanya di perlukan. Resusitasi
difokuskan pada airway, breathing, dan
circulation harus dilakukan sebelum
tes diagnostik. Tabel 8 secara garis
besar menyarankan evaluasi awal pada
pasien dengan hemoptisis masif.
Saat lokasi pendarahan telah ditentukan,
pasien harus ditempatkan dengan posisi
lateral dekubitus dengan posisi paru-paru
yang bermasalah berada di bawah untuk
mencegah aspirasi darah ke sistem
bronkial yang sehat. Jika terjadi
pendarahan yang cepat harus segera
dilakukan penanganan jalan nafas dengan
cara Rigid bronchoscopy atau intubasi
endotrakeal. Flexible bronchoscopy
kurang efektif dalam mempertahankan
patent airway, tetapi bisa memberikan
informasi diagnostik yang berguna. Untuk
pasien stabil dengan lesi yang tidak dapat
diidentifikasi pada radiografi thoraks atau
bronkoskopi, harus dilakukan CT
angiografi thoraks dan / atau arteriografi
arteri bronkial dengan atau tanpa
embolisasi untuk panduan terapi.
Arteriografi arteri bronkial biasanya
dilakukan pada kasus di mana embolisasi
direncanakan, dan sering dilakukan
setelah CT angiografi, yang membantu
dalam melokalisasi perdarahan.Tabel 9
daftar tes diagnostik untuk hemoptisis.