Anda di halaman 1dari 14

Kesalahan-kesalahan yang mempengaruhi ketelitian ukuran sudut horisontal

No. Nama Kesalahan Sifat Cara Mengatasi

1 Kemiringan sb.I sistematik Diperhitungkan


2 Kemiringan sb. II sistematik Metode Pengukuran : B/LB
3 Kolimasi sistematik Metode Pengukuran : B/LB
4 Diametral sistematik Metode Pengukuran : B/LB
5 Eksentrisitet sistematik Metode Pengukuran : B/LB
6 Penguntingan acak Diperhitungkan
(centring error)
7 Pengarahan (pointing error) acak Diperhitungkan
8 Pembacaan (reading error) Acak Diperhitungkan
9 Penempatan target acak Diperhitungkan
(target aligment)
10 Skala bacaan tidak merata sistematik Metode Pengukuran : seri pengukuran + setting
bacaan
11 Tripod tidak stabil acak Metode Pengukuran : Pengamatan secepat
(instability of tripod) mungkin + pengecekan penguntingan
12 Refraksi atmosfir sistematik Diperhitungkan

T. Geodesi
rudianto@itenas.ac.id
Dalil perambatan kesalahan acak

misal : x  F(a, b, c,..., n)


maka variansi dari x (2x) :
2 2 2 2
2  F  2  F  2  F  2  F  2
 x    a     b     c  ...     n
 a   b   c   n 
simp. baku (ketelitian dari x (x) :
2 2 2 2
 F   F   F   F 
 x     a2     2b     2c  ...     2n
 a   b   c   n 

T. Geodesi
rudianto@itenas.ac.id
Kemiringan Sumbu. I
Disebabkan kerena keterbatasan kemampuan pengukur dalam
melakukan pengaturan alat, selain itu juga dipengaruhi oleh
tingkat kepekaan nivo yang dimiliki alat

Pengaruhnya terhadap ketelitian hasil ukuran sudut horisontal,


(A. Chrzanowski, 1974 – 1977) :

L   L (tg 2 m 1  tg 2 m 2 )
m1 , m2 = sudut miring
L = kepekaan nivo tabung
= 0,2 x skala satuan nivo (untuk T-2 = 0,2 x 20” = 4”)
L = besarnya pengaruh kesalahan karena miringnya
sb. I terhadap ukuran sudut horisontal

(G.J. Hoar, 1975) : Wild T-2, L = 0,6”


Wild T-3, L = 0,2”

T. Geodesi
rudianto@itenas.ac.id
Pembacaan (reading error)
 dipengaruhi oleh sistem pembagian lingkaran skala
horisontal pada alat, sistem optik, dan sistem
pembacaan skala

Pengaruh kesalahan ini terhadap pengukuran sudut


horisontal (Blachut, 1981, hal 100) :
r
r 
n
r = pengaruh ketelitian pembacaan lingkaran mendatar
terhadap hasil ukuran sudut horisontal
r = ketelitian pembacaan lingkaran mendatar

n = banyaknya seri pengukuran

Untuk keperluan praktis (G.J. Hoar, 1975) :


Wild T-2 : r = 0,70”
Wild T-3 : r = 0,25”

T. Geodesi
rudianto@itenas.ac.id
Penempatan target (target aligment)
 Karena tidak tepatnya penempatan target sehingga
sumbu tegak target tidak berimpit dengan arah garis
unting-unting

Pengaruh penempatan target terhadap sudut horisontal


(E.M. Mikhail,1981) :
d 12  d 22
 t   t ."
d 1 .d 2
t = pengaruh ketelitian penempatan target terhadap hasil
ukuran sudut horisontal
t = simpangan baku penempatan target yang berkisar antara 1
– 4 mm
” = 206265”

d1 , d 2 = jarak alat ke target 1 dan 2 (dalam meter)

T. Geodesi
rudianto@itenas.ac.id
Refraksi atmosfir
Untuk menentukan besarnya kesalahan refraksi perlu
diamati gradien temperatur sepanjang arah pengukuran
(Blachut, 1981) :

 P.S  dT 
    8,0"  2  
 T  dx 

 = ketelitian hasil ukuran sudut horisontal akibat refraksi lateral


P = tekanan udara (mm. Bar)
T = temperatur absolut ( oK)
S = jarak dari alat ke target (meter)
 dT 
  = gradien temperatur
 dx 
Contoh :
P = 760 mm Bar ; S = 1000 m ; T =30 oC ; C = 303oK ; (dT/dx) = 0,001

 760 x 1000 
  8,0"  2
x 0,001  0,07"

 ( 303) 

T. Geodesi
rudianto@itenas.ac.id
Pengarahan (pointing error)
Penyebab :
Karena terbatasnya kemampuan daya pisah (resolving power)
sstem optik untuk menghasilkan ketelitian pengarahan

Pengaruh ketelitian pengarahan terhadap ketelitian ukuran


sudut horisontal (Blachut, 1981, hal 100) :
p
 p 
n
P = ketelitian pengarahan
P = besarnya pengaruh pengarahan terhadap sudut horisontal
n = banyaknya seri pengukuran

Besarnya P menurut (A. Chnzanowski , 1974 – 1977) :


C
p  C = konstanta = 30” – 60”, untuk kondisi rata-rata C = 45”
M M = faktor perbesaran teropong (untuk : T-2 = 30 kali)

T. Geodesi
rudianto@itenas.ac.id
perkembangan satelit navigasi

Satelit adalah benda yang mengorbit benda lain dengan


periode revolusi dan rotasi tertentu. Ada dua jenis satelit
yakni satelit alam dan satelit buatan.
Satelit navigasi adalah satelit yang menggunakan sinyal
radio yang disalurkan ke penerima di permukaan bumi untuk
menentukan lokasi sebuah titik dipermukaan bumi.
perkembangan satelit navigasi
No Satelit Tahun Negara
. Operasion
al
1. ANNA 1 B (TRANSIT Doppler) 1962 USA
2. GPS 1994 USA
3. GLONASS 1995 Russia
4. COMPASS/Beidou 2003 China
5. IRNSS 2006 India
6. QZSS 2010 Jepang
7. GALILEO 2011 EU/ESA
8. GNSS (GPS + GLONASS + COMPASS + 2013
GALILEO)
penentuan posisi menggunakan satelit

Prinsip Dasar :
(1) 
bila ρ dapat
 diukur,Rmaka
ρ
dapat ditentukan :
  
  Rρ r  0
R r   
R  r ρ

pusat
 bumi
  vektor posisi geosentrik receiver (dicari/sought)
R
r  vektor posisi geosentrik dari satelit (diketahui/known)
ρ  vektor posisi toposentrik suatu titik (diperlukan/required)
penentuan posisi menggunakan satelit

Prinsip Dasar :
Permasalahannya
(2)
s2 s3 adalah yang dapat
diukur oleh satelit
s1 s4 ke receiver adalah
jarak bukan
 vektor,
 
d2 d3 R : r  ρ
jadi rumus
d1 d4 tidak dapat
diterapkan.
receive
r
penentuan posisi menggunakan satelit

Prinsip Dasar :
(3)
diketahui (known) posisi satelit (x,y)
(x,y)2 (x,y)3 diketahui, jarak dari
satelit ke titik (receiver)
(x,y)1 diukur, koordinat titik
diukur (required)
d2 dihitung menggunakan
d1 d3
prinsip reseksi jarak

(x,y)= ?dicari (sought)


pengukuran jarak dari satelit ke receiver

1. Jarak semu (pseudo


ranges)
didasarkan pada waktu tempuh sinyal yang
dipancarkan dari satelit ke receiver:
•Prinsip pengukuran jarak : receiver membandingkan
kode yang diterima dari satelit dengan kode replika
yang diformulasikan di dalam receiver
•Waktu yang diperlukan untuk ‘mengimpitkan’ kode
tersebut adalah waktu yang diperlukan oleh kode
tersebut untuk menempuh jarak dari satelit ke receiver.

data kode yang dikirim dari


satelit
data kode replika
yang dibangun
oleh receiver

Jarak dari receiver ke satelit = C . dt

Karena jam receiver tidak sinkron dengan jam satelit maka jarak di atas masih
terkontaminasi oleh kesalahan wakti, jarak yang dihasilkan dinamakan jarak
pengukuran jarak dari satelit ke receiver

2. Jarak fase (phase ranges)


didasarkan pada sinyal fase yang dipancarkan dari
satelit ke receiver.
Jarak ukuran dari pengamat ke satelit pada epok t,
dihitung berdasarkan rumus :

Jarak = panjang gelombang ( + N)

Untuk merubah data fase menjadi data jarak, cycle


ambiguity N harus ditentukan terlebih dahulu nilainya

Anda mungkin juga menyukai