Anda di halaman 1dari 111

Djoti Atmodjo

I. KELOMPOK STANDAR (ARK,HPK,AP,


PELAYANAN BERFOKUS PADA PAP,PAB,PKPO
PASIEN MKE)

(7 BAB)
(PMKP,PPI,TKRS,
II. KELOMPOK STANDAR MFK, KKS, MIRM)
STANDAR MANAJEMEN RS
NASIONAL AKREDITASI (6 BAB)
RUMAH SAKIT
ED 1 III. SASARAN KESELAMATAN
PASIEN SKP
PONEK
HIV/AIDS
IV. PROGRAM NASIONAL TB
PPRA
GERIATRI
V. INTEGRASI PENDIDIKAN
KESEHATAN DALAM IPKP
PELAYANAN
3
Regulasi
Nasional/
Referensi

Regulasi RS:
• Kebijakan
• Pedoman/
Panduan
• SPO

4
Regulasi
Nasional/
Referensi

Regulasi RS:
• Kebijakan
• Pedoman/
Panduan
• SPO

5
Regulasi
Nasional/
Referensi

Regulasi RS:
• Kebijakan
• Pedoman/
Panduan
• SPO

6
Regulasi
Nasional/
Referensi

Regulasi RS:
• Kebijakan
• Pedoman/
Panduan
• SPO

7
PROGRAM NASIONAL
 SASARAN I
PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI SERTA
PENINGKATAN KESEHATAN IBU DAN BAYI
 SASARAN II
PENURUNAN ANGKA KESAKITAN HIV/AIDS
 SASARAN III
PENURUNAN ANGKA KESAKITAN TUBERKULOSIS
 SASARAN IV
PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA
 SASARAN V
PELAYANAN GERIATRI
SASARAN I

PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU


DAN BAYI SERTA PENINGKATAN
KESEHATAN IBU DAN BAYI
SASARAN I:
PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI SERTA
PENINGKATAN KESEHATAN IBU DAN BAYI
Standar 1
Rumah sakit melaksanakan program PONEK 24 jam di
rumah sakit beserta monitoring dan evaluasinya.
Standar 1.1
Rumah sakit menyiapkan sumber daya untuk
penyelenggaraan pelayanan PONEK.
Standar 1.2
Rumah sakit melaksanakan pelayanan rawat gabung,
mendorong pemberian ASI ekslusif, melaksanakan
edukasi dan perawatan metode kangguru pada bayi
berat badan lahir rendah (BBLR).
SASARAN I:
PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI SERTA
PENINGKATAN KESEHATAN IBU DAN BAYI
Standar 1
Rumah sakit melaksanakan program PONEK 24 jam di
rumah sakit beserta monitoring dan evaluasinya.
Elemen Penilaian Standar 1
1. Ada regulasi rumah sakit tentang pelaksanaan PONEK 24
jam di rumah sakit dan ada rencana kegiatan PONEK dalam
perencanaan rumah sakit. (R)
2. Ada bukti keterlibatan pimpinan rumah sakit di dalam
menyusun kegiatan PONEK. (D,W)
3. Ada bukti upaya peningkatan kesiapan rumah sakit dalam
melaksanakan fungsi pelayanan obstetrik dan neonatus
termasuk pelayanan kegawat daruratan (PONEK 24 Jam).
(D,W)
4. Ada bukti pelaksanaan rujukan dalam rangka PONEK (lihat
juga ARK.5). (D,W)
5. Ada bukti pelaksanaan sistem monitoring dan evaluasi
program rumah sakit sayang ibu dan bayi (RSSIB). (D,W)
6. Ada bukti pelaporan dan analisis yang meliputi 1 sampai
dengan 4 di maksud dan tujuan. (D,W)
Djoti - Atmodjo
SASARAN I:
PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI SERTA
PENINGKATAN KESEHATAN IBU DAN BAYI
Standar 1.1
Rumah sakit menyiapkan sumber daya untuk
penyelenggaraan pelayanan PONEK.
Elemen Penilaian Standar 1.1

1. Ada bukti terbentuknya tim PONEK dan program kerjanya.


(R)
2. Ada bukti pelatihan pelayanan PONEK. (D,W)
3. Ada bukti pelaksanaan program tim PONEK. (D,W)
4. Tersedia ruang pelayanan yang memenuhi persyaratan
untuk PONEK. (D,O,W)
REGULASI PANITIA /
KOMITE / TIM

Komite Medik Komite Komite Etik


Keperawatan

Komite Mutu & Komite K3 Komite PPI


KP

Komite Rekam Tim Farmasi Komite PKRS


Medis danTerapi

Tim MDGs Tim PPRA


16
SASARAN I:
PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI SERTA
PENINGKATAN KESEHATAN IBU DAN BAYI
Standar 1.2
Rumah sakit melaksanakan pelayanan rawat gabung,
mendorong pemberian ASI ekslusif, melaksanakan
edukasi dan perawatan metode kangguru pada bayi
berat badan lahir rendah (BBLR).
Elemen Penilaian Standar 1.2
1. Terlaksananya rawat gabung. (O,W)
2. Ada bukti RS melaksanakan IMD dan mendorong
pemberian ASI Ekslusif. (O,W)
3. Ada bukti pelaksanaan edukasi dan perawatan
metode kangguru (PMK) pada bayi berat badan lahir
rendah (BBLR). (D,O,W)
Djoti - Atmodjo
Djoti - Atmodjo
Djoti - Atmodjo
SASARAN II

PENURUNAN ANGKA KESAKITAN


HIV/AIDS
SASARAN II:
PENURUNAN ANGKA KESAKITAN HIV/AIDS

Standar 2
Rumah sakit melaksanakan penanggulangan HIV/AIDS sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Elemen Penilaian Standar 2
1. Adanya regulasi rumah sakit dan dukungan penuh manajemen
dalam pelayanan penanggulangan HIV/AIDS. (R)
2. Pimpinan rumah sakit berpartisipasi dalam menyusun rencana
pelayanan penanggulangan HIV/AIDS. (D,W)
3. Pimpinan rumah sakit berpartisipasi dalam menetapkan
keseluruhan proses/mekanisme dalam pelayanan
penanggulangan HIV/AIDS termasuk pelaporannya. (D,W)
4. Terbentuk dan berfungsinya Tim HIV/AIDS rumah sakit ( D,W )
5. Terlaksananya pelatihan untuk meningkatkan kemampuan teknis
Tim HIV/AIDS sesuai standar. (D,W)
6. Terlaksananya fungsi rujukan HIV/AIDS pada rumah sakit sesuai
dengan kebijakan yang berlaku. (D)
7. Terlaksananya pelayanan VCT, ART, PMTCT, IO, ODHA dengan
faktor risiko IDU, penunjang sesuai dengan kebijakan. (D)
REGULASI PANITIA /
KOMITE / TIM

Komite Medik Komite Komite Etik


Keperawatan

Komite Mutu & Komite K3 Komite PPI


KP

Komite Rekam Tim Farmasi Komite PKRS


Medis danTerapi

Tim MDGs Tim PPRA


25
616.979

Ind

P
SASARAN III

PENURUNAN ANGKA KESAKITAN


TUBERKULOSIS
SASARAN III:
PENURUNAN ANGKA KESAKITAN TUBERKULOSIS

Standar 3
Rumah sakit melaksanakan program penanggulangan
tuberkulosis di rumah sakit beserta monitoring dan
evaluasinya melalui kegiatan:
a) promosi kesehatan;
b) surveilans tuberkulosis;
c) pengendalian faktor risiko;
d) penemuan dan penanganan kasus tuberkulosis;
e) pemberian kekebalan; dan
f) pemberian obat pencegahan.
Elemen Penilaian Standar 3
1. Ada regulasi rumah sakit tentang pelaksanaan
penanggulangan tuberkulosis di rumah sakit dan ada rencana
kegiatan penanggulangan tuberkulosis dengan strategi DOTS
dalam perencanaan rumah sakit. (R)
2. Pimpinan rumah sakit berpartisipasi dalam menetapkan
keseluruhan proses/mekanisme dalam program pelayanan
tuberkulosis termasuk pelaporannya. (D,W)
3. Ada bukti upaya pelaksanaan promosi kesehatan tentang
tuberkulosis. (D,W)
4. Ada bukti pelaksanaan surveilans tuberkulosis dan
pelaporannya. (D,W)
5. Ada bukti pelaksanaan upaya pencegahan tuberkulosis
melalui pemberian kekebalan dengan vaksinasi atau obat
pencegahan. (D,W)
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 67 TAHUN 2016

TENTANG

PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS
Standar 3.1
Rumah sakit menyiapkan sumber daya untuk penyelenggaraan
pelayanan dan penanggulangan tuberkulosis.

Standar 3.2
Rumah sakit menyediakan sarana dan prasarana pelayanan
tuberkulosis sesuai peraturan perundang-undangan.

Standar 3.3
Rumah sakit telah melaksanakan pelayanan tuberkulosis dan
upaya pengendalian faktor risiko tuberkulosis sesuai
peraturan perundang-undangan.
Standar 3.1
Rumah sakit menyiapkan sumber daya untuk
penyelenggaraan pelayanan dan penanggulangan
tuberkulosis.
Elemen Penilaian Standar 3.1
1. Ada bukti terbentuknya tim DOTS dan program kerjanya.
(R)
2. Ada bukti pelatihan pelayanan dan upaya penanggulangan
tuberkulosis. (D,W)
3. Ada bukti pelaksanaan program tim DOTS. (D,W)
4. Ada bukti pelaksanaan sistem monitoring dan evaluasi
program penanggulangan tuberkulosis. (D,W)
5. Ada bukti pelaporan dan analisis yang meliputi a) sampai
dengan f) di maksud dan tujuan. (D,W)
REGULASI PANITIA /
KOMITE/ TIM

Komite Medik Komite Komite Etik


Keperawatan

Komite Mutu & Komite K3 Komite PPI


KP

Komite Rekam Tim Farmasi Komite PKRS


Medis danTerapi

Tim MDGs Tim PPRA


34
Standar 3.2
Rumah sakit menyediakan sarana dan prasarana
pelayanan tuberkulosis sesuai peraturan perundang-
undangan.
Elemen Penilaian Standar 3.2
1. Tersedia ruang pelayanan rawat jalan yang memenuhi pedoman
pencegahan dan pengendalian infeksi tuberkulosis. (O,W)
2. Bila rumah sakit memberikan pelayanan rawat inap bagi pasien
tuberkulosis paru dewasa maka rumah sakit harus memiliki
ruang rawat inap yang memenuhi pedoman pencegahan dan
pengendalian infeksi tuberkulosis. (O,W)
3. Tersedia ruang pengambilan spesimen sputum yang memenuhi
pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi tuberkulosis.
(O,W)
4. Tersedia ruang laboratorarium tuberkulosis yang memenuhi
pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi tuberkulosis.
(O,W)
Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Tuberkulosis
Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Kementerian Kesehatan RI
Direktorat Bina Upaya Kesehatan
Jakarta, Mei 2012 i
Standar 3.3
Rumah sakit telah melaksanakan pelayanan tuberkulosis
dan upaya pengendalian faktor risiko tuberkulosis sesuai
peraturan perundang-undangan.
Elemen Penilaian Standar 3.3

1. Rumah sakit memiliki panduan praktik klinis tuberkulosis.


(R)
2. Ada bukti kepatuhan staf medis terhadap panduan praktik
klinis tuberkulosis. (D,O,W)
3. Terlaksana proses skrining pasien tuberkulosis saat
pendaftaran. (D,O,W)
4. Ada bukti staf mematuhi penggunaan alat pelindung diri
(APD) saat kontak dengan pasien atau spesimen. (O,W)
5. Ada bukti pengunjung mematuhi penggunaan alat
pelindung diri (APD) saat kontak dengan pasien. (O,W)
Lima Langkah Penatalaksanaan pasien Untuk Mencegah Infeksi TB Pada
Tempat Pelayanan
Lang-
Kegiatan Keterangan
kah
Pengenalan segera pasien suspek atau konfirm TB
adalah langkah pertama. Hal ini bisa dilakukan dengan
menempatkan petugas untuk menyaring pasien
dengan batuk lama segera pada saat datang di dalam
1. Triase
investigasi TB tidak dibolehkan mengantri dengan
pasien lain untuk mendaftar atau mendapatkan kartu.
Mereka harus segera dilayani mengikuti
langkahRlangkah dibawah ini.
MenginstruksiRkan pasien yang tersaring diatas untuk
melakukan etika batuk. Yaitu untuk menutup hidung
2. Penyuluhan dan mulut ketika batuk atau bersin. Kalau perlu berikan
masker atau tisu untuk menutup mulut dan mencegah
terjadinya aerosol.
Lima Langkah Penatalaksanaan pasien Untuk Mencegah Infeksi TB Pada
Tempat Pelayanan
Lang-
Kegiatan Keterangan
kah
Pasien yang suspek atau kasus TB melalui pertanyaan
penyaringan harus dipisahkan dari pasien lain, dan
3. Pemisahan diminta menunggu di ruang terpisah dengan ventilasi
baik serta diberi masker bedah atau tisu untuk
menutup mulut dan hidung pada saat menunggu.
"
"
"
Gambar"4.3":"JenisRjenis"kipas"angin"(yang"menggunakan"balingRbaling)"

"
Sumber:#"Francis"J."Curry"National"Tuberculosis"Center,"2007:"Tuberculosis"Infection"Control:"A"Practical"
Manual"for"Preventing"TB","hal"17"
"
Dengan" ventilasi" campuran," jenis" ventilasi" mekanik" yang" akan" digunakan"
sebaiknya" di" sesuaikan" dengan" kebutuhan" yang" ada" dan" diletakkan" pada"
tempat"yang"tepat."Kipas"angin"yang"dipasang"pada"langitRlangit"(ceiling#fan)"
tidak"dianjurkan."Sedangkan"kipas"angin"yang"berdiri"atau"diletakkan"di"meja"
dapat"mengalirkan"udara"ke"arah"tertentu,"hal"ini"dapat"berguna"untuk"PPI"TB"
bila"dipasang"pada"posisi"yang"tepat,"yaitu"dari"petugas"kesehatan"ke"arah"
pasien."
"

"
"
"
"
"
"
21
Lima Langkah Penatalaksanaan pasien Untuk Mencegah Infeksi TB Pada
Tempat Pelayanan
Langkah Kegiatan Keterangan
Pasien dengan gejala batuk segera mendapatkan
pelayanan untuk mengurangi waktu tunggu sehingga
Pemberian
orang lain tidak terpajan lebih lama. Ditempat
4. pelayanan
pelayanan terpadu TB R HIV, usahakan agar jadwal
segera
pelayanan HIV dibedakan jam atau harinya dengan
pelayanan TB atau TBRHIV
Untuk mempercepat pelayanan, pemeriksaan
diagnostik TB sebaiknya dilakukan di tempat pelayanan
Rujuk itu, tetapi bila layanan ini tidak tersedia, fasilitas perlu
untuk membina kerjasama baik dengan sentra diagnostik TB
5. investigasi/ untuk merujuk/melayani pasien dengan gejala TB
pengobatan secepat mungkin. Selain itu, fasilitas perlu mempunyai
TB kerjasama dengan sentra pengobatan TB untuk
menerima rujukan pengobatan bagi pasien
terdiagnosa TB.
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR HK. 02.02/MENKES/305/2014

TENTANG

PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN


TATA LAKSANA TUBERKULOSIS
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2014

TENTANG

PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER


DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1438/MENKES/PER/IX/2010

TENTANG

STANDAR PELAYANAN KEDOKTERAN


SPO disusun oleh staf medis pada fasilitas
pelayanan kesehatan yang dikoordinasi oleh Komite
Medis dan ditetapkan oleh Pimpinan sarana
pelayanan kesehatan.
SPO harus selalu ditinjau kembali dan diperbaharui
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sekali sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran atau kedokteran gigi.
Standar Prosedur Operasional
1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib
memprakarsai penyusunan SPO sesuai dengan jenis
dan strata fasilitas pelayanan kesehatan yang
dipimpinnya.
2) SPO harus dijadikan panduan bagi seluruh tenaga
kesehatan difasilitas pelayanan kesehatan dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan.
3) SPO disusun dalam bentuk panduan praktis (clinical
practice guidelines) yang dapat dilengkapi dengan alur
klinis (clinical pathway), algoritme, protokol, prosedur
atau standing order.
4) Panduan praktis klinis (PPK) harus memuat sekurang-
kurangnya mengenai pengertian, anamnesis,
pemeriksaan fisis, kriteria diagnosis, diagnosis banding,
pemeriksaan penunjang, terapi, edukasi, prognosis, dan
kepustakaan
SPO memberikan langkah yang benar dan terbaik
berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan
berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh
sarana pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi

Pasal 10
Permenkes 1438 / 2010

Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib memprakarsai


penyusunan SPO sesuai dengan jenis dan strata fasyankes yang
dipimpinnya
BENTUK SPO

Panduan praktik klinis


(Clinical Practice Guideline)
Alur klinis
(Clinical Pathways)
Algoritme
Prosedur
Protokol
Standing Orders
PENDEKATAN PENGELOLAAN PASIEN
• Diagnosis kerja
• Kondisi klinis

Standar pelayanan di RS :

Panduan Praktik Klinis


• Definisi dapat dilengkapi
• Anamnesis dengan
• Pemeriksaan fisis
Alur klinis
• Kriteria diagnosis Algoritme
• Diagnosis banding Protokol
• Pemeriksaan penunjang Prosedur
• Terapi Standing orders
• Edukasi
• Prognosis
• Kepustakaan
Djoti - Atmodjo
SASARAN IV
PENYELENGARAAN PENGENDALIAN
RESISTENSI ANTIMIKROBA

Dr Djoni Darmadjaja, SpB,MARS


PENYELENGGARAAN PENGENDALIAN
RESISTENSI ANTIMIKROBA (PPRA)

No STANDAR FOKUS AREA

1 PPRA.4 PENYELENGGARAAN PROGRAM TINGKAT RS


KETERLIBATAN DIREKTUR DALAM PENYUSUNAN PROG
DUKUNGAN ANGGARAN OPERASIONAL
KEPATUHAN STAF AKAN PANDUAN PENGGUNAAN AB
LAPORAN DIREKTUR RS KE KPRA PUSAT SETIAP TAHUN

2 PPRA.4.1 ORGANISASI PELAKSANA KEGIATAN DALAM BENTUK


KOMITE/TIM
BUKTI KEGIATAN ORGANISASI PRA
PENETAPAN INDIKATOR MUTU PRA
MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM PRA
LAPORAN BERKALA KOMITE/TIM PRA KEPADA DIREKTUR
2 STANDAR 10 EP
GAMBARAN UMUM
Resistensi terhadap antimikroba (resistensi antimikroba, dalam
bahasa Inggris antimicrobial resistance,AMR) telah menjadi
masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak
merugikan yang dapat menurunkan mutu dan meningkatkan risiko
biaya dan keselamatan pasien.

Yang dimaksud dengan resistensi antimikroba adalah


ketidak mampuan antimikroba membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroba sehingga penggunaannya sebagai terapi
penyakit infeksi menjadi tidak efektif lagi.
PENGGUNAAN AB YANG TIDAK BIJAK

Meningkatnya masalah resistensi antimikroba terjadi


akibat penggunaan antimikroba yang tidak bijak dan
bertanggung jawab dan penyebaran mikroba resisten dari
pasien ke lingkungannya karena tidak dilaksanakannya
praktik pengendalian dan pencegahan infeksi dengan baik.
Dalam rangka mengendalikan mikroba resisten di rumah
sakit, perlu dikembangkan program pengendalian resistensi
antimikroba di rumah sakit
Pengendalian resistensi antimikroba adalah aktivitas yang
ditujukan untuk mencegah dan/atau menurunkan adanya
kejadian mikroba resisten.
PENGENDALIAN TINGKAT NASIONAL

Dalam rangka pengendalian resistensi antimikroba secara luas


baik di fasilitas pelayanan kesehatan maupun di komunitas di
tingkat nasional telah dibentuk Komite Pengendalian
Antimikroba yang selanjutnya disingkat KPRA oleh
Kementerian Kesehatan. Disamping itu telah ditetapkan
program aksi nasional / national action plans on antimicrobial
resistance (NAP AMR) yang didukung oleh WHO.
Program pengendalian resistensi antimikroba (PPRA)
merupakan upaya pengendalian resistensi antimikroba secara
terpadu dan paripurna di fasilitas pelayanan kesehatan.
Report
Working Group
Antimicrobial Use
Human & Animal Health

National workshop on NAP development to combat AMR


30 May – 1 June 2016
Jakarta, Indonesia
IMPLEMENTASI
Implementasi program ini di rumah sakit dapat berjalan baik
apabila mendapat dukungan penuh dari pimpinan/direktur
rumah sakit berupa penetapan regulasi pengendalian
resistensi antimikroba, pembentukan organisasi pengelola,
penyediaan fasilitas, sarana dan dukungan finansial untuk
mendukung pelaksanaan PPRA
Penggunaan antimikroba secara bijak ialah
penggunaan antimikroba yang sesuai dengan penyakit
infeksi dan penyebabnya dengan rejimen dosis optimal,
durasi pemberian optimal, efek samping dan dampak
munculnya mikroba resisten yang minimal pada pasien.
PENGGUNAAN SECARA BIJAK
Diagnosis dan pemberian antimikroba harus disertai dengan
upaya menemukan penyebab infeksi dan kepekaan mikroba
patogen terhadap antimikroba.
Penggunaan antimikroba secara bijak memerlukan regulasi
dalam penerapan dan pengendaliannya.
Pimpinan rumah sakit harus membentuk komite atau tim
PPRA sesuai peraturan perundang-undangan sehingga
PPRA dapat dilakukan dengan baik
STANDAR 4 - PPRA
Rumah sakit menyelenggarakan pengendalian
resistensi antimikroba sesuai peraturan
perundang-undangan.
MAKSUD & TUJUAN STANDAR PPRA 4

Tersedia regulasi pengendalian resistensi


antimikroba di RS yang meliputi:
Pengendalian resistensi antimikroba
Panduan penggunaan antibiotik untuk terapi dan profilaksis
pembedahan
Organisasi pelaksana, Tim/ Komite PPRA terdiri dari tenaga
kesehatan yang kompeten dari unsur:
Staf Medis
Staf Keperawatan
Staf Instalasi Farmasi
Staf Laboratorium yang melaksanakan pelayanan mikrobiologi klinis
Komite Farmasi dan Terapi
Komite PPI
MAKSUD & TUJUAN STANDAR PPRA 4

Organisasi PRA dipimpin oleh staf medis yang sudah mendapat


sertifikat pelatihan PPRA
Rumah sakit menyusun program pengendalian resistensi
antimikroba di rumah sakit terdiri dari :
a). peningkatan pemahaman dan kesadaran seluruh staf,
pasien dan keluarga tentang masalah resistensi antimikroba
b). pengendalian penggunaan antibiotik di rumah sakit
c). surveilans pola penggunaan antibiotik di rumah sakit
d). surveilans pola resistensi antimikroba
e). forum kajian penyakit infeksi terintegrasi
MAKSUD & TUJUAN STANDAR PPRA 4

Rumah sakit membuat laporan pelaksanaan program/


kegiatan PRA meliputi:

a). kegiatan sosialisasi dan pelatihan staf tenaga kesehatan


tentang pengendalian resistensi antimikroba
b). surveilans pola penggunaan antibiotik di RS (termasuk laporan
pelaksanaan pengendalian antibiotik)
c). surveilans pola resistensi antimikroba
d). forum kajian penyakit infeksi terintegrasi
ELEMEN PENILAIAN STANDAR 4
1. Ada regulasi dan program tentang pengendalian resistensi
antimikroba di rumah sakit sesuai peraturan perundang-
undangan. (R)
2. Ada bukti pimpinan rumah sakit terlibat dalam menyusun
program. (D,W)
3. Ada bukti dukungan anggaran operasional, kesekretariatan,
sarana-prasarana untuk menunjang kegiatan fungsi, dan
tugas organisasi PPRA. (D,O,W)
4. Ada bukti pelaksanaan penggunaan antibiotik terapi dan
profilaksis pembedahan pada seluruh proses asuhan
pasien sesuai panduan. (D,O,W)
5. Direktur melaporkan kegiatan PPRA secara berkala kepada
KPRA . (D,W)
STANDAR 4.1 - PPRA
Rumah sakit (Tim/Komite PPRA) melaksanakan
kegiatan pengendalian resistensi antimikroba.
MAKSUD & STANDAR 4.1 - PPRA
Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan evaluasi dan analisis
indikator mutu PPRA sesuai peraturan perundang-undangan
meliputi:
a). perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik
b). perbaikan kualitas penggunaan antibiotik
c). peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara multidisiplin
dan terintegrasi
d). penurunan angka infeksi rumah sakit yang disebabkan oleh
mikroba resisten
e). indikator mutu PPRA terintegrasi pada indikator mutu PMKP
MAKSUD & STANDAR 4.1 - PPRA
Rumah sakit melaporkan perbaikan pola sensitivitas
antibiotik dan penurunan mikroba resisten sesuai indikator
bakteri multi-drug resistant organism (MDRO), antara lain:
bakteri penghasil extended spectrum beta-lactamase
(ESBL), Methicillin resistant Staphylococcus aureus
(MRSA), Carbapenemase resistant enterobacteriaceae
(CRE) dan bakteri pan-resisten lainnya. (Lihat juga PPI.6)
ELEMEN PENILAIAN STANDAR 4.1 - PPRA
1. Ada organisasi yang mengelola kegiatan pengendalian
resistensi antimikroba dan melaksanakan program
pengendalian resistensi antimikroba rumah sakit
meliputi a) sampai dengan e) di maksud dan tujuan. (R)
2. Ada bukti kegiatan organisasi yang meliputi a) sampai
dengan e) di maksud dan tujuan. (D,W)
3. Ada penetapan indikator mutu yang meliputi a) sampai
dengan e) di maksud dan tujuan. (D,W)
Elemen Penilaian 4.1 (lanjutan)
4. Ada monitoring dan evaluasi terhadap program
pengendalian resistensi antimikroba yang
mengacu pada indikator pengendalian
resistensi antimikroba (D,W)
5. Ada bukti pelaporan kegiatan PPRA secara
berkala dan meliputi butir a) sampai dengan
d) di maksud dan tujuan.(D,W)
INSTRUMEN TELUSUR
Elemen penilaian PPRA 4 Telusur Skor
1) Regulasi tentang
1. Ada regulasi dan R 10 TL
pengendalian resistensi - -
program tentang antimikroba di RS 0 TT
Panduan penggunaan
pengendalian resistensi
Antibiotik profilaksis dan
antimikroba di rumah sakit terapi
Program pengendalian
sesuai peraturan
resistensi antimikroba RS
perundang-undangan. (R)
1) Bukti pelaksanaan rapat
2. Ada bukti pimpinan D 10 TL
tentang penyusunan program 5 TS
rumah sakit terlibat dalam melibatkan pimpinan RS
0 TT
2) Bukti program PRA-RS yang
menyusun program. (D,W) sudah disetujui/ditanda
tangani Direktur

W  Direktur
 Kepala unit pelayanan
 Kepala bidang/divisi
Komite/Tim
 AKREDITASI
STANDAR NASIONAL RUMAH PPRA
77
SAKIT edisi 1
Indikator mutu PPRA
(PMK no.8/2015, pasal 11)
INDIKATOR MUTU PRA/AMS

1. Penggunaan AB: jumlah dan jenis antibiotik


2. Mutu penggunaan antibiotik: indikasi, pilihan, dosis, durasi
penggunaan  kategori Gyssens
3. Pola kepekaan mikroba & mikroba multiresisten (tahunan)
4. Angka infeksi oleh mikroba multiresisten: MRSA & ESBL
producers
5. Mutu tata laksana kasus infeksi: kajian terintegrasi,
multidisiplin
Evaluasi Penggunaan Antibiotik
Di Rumah Sakit

Audit “Kuantitatif “
(DDD)

Multiple
reviewer
Audit “Kualitatif”
(Metode Gyssens)

80
1. Data Instalasi Farmasi
• Lembar resep
• Laporan penjualan/ pengeluaran
2. Rekam Medik Pasien
• Catatan instruksi terapi oleh Dokter
• Catatan pemberian obat (RPO)

81
KUANTITAS PENGGUNAAN
ANTIBIOTIK(DDD)
• Jumlah populasi sampling (n) pada periode survei
• Prosentase jumlah pasien yang menggunakan
antibiotik pada periode survei
• DDD Antibiotik di tiap Bagian/KSM misal: Bedah, IPD,
Obgyn, Anak, Paru, dll.
• Penyajian data dalam bentuk tabel dan gambar grafik
• Format laporan akan dikirimkan ke masing-masing
anggota tim PPRA rumah sakit
Pengkajian kuantitatif dengan metode DDD
Defined daily dose (DDD) adalah dosis harian rata-rata antibiotika yang
digunakan pada orang dewasa untuk indikasi utamanya.
Setiap antibiotika mempunyai nilai DDD yang ditentukan oleh WHO
berdasarkan dosis pemeliharaan rata-rata, untuk indikasi utama pada orang
dewasa BB 70 kg.
Data yang berasal dari Instalasi Farmasi berbentuk data kolektif, maka
rumusnya sebagai berikut:
Perhitungan numerator :
Jumlah DDD =
jml kemasan x jml tablet per kemasan x jml gram per tablet x 100
DDD antibiotika (gram)
Perhitungan denominator :
Jumlah hari-pasien = jumlah hari perawatan seluruh pasien dalam suatu periode studi

Data yang berasal dari pasien menggunakan rumus untuk setiap pasien
jumlah konsumsi antibiotika (dalam DDD) =
jumlah konsumsi antibiotika (gram)
DDD antibiotika (gram)

DDD/100 patient days = total DDD x


100
Total jumlah
CONTOH FORM REKAPITULASI DATA

JUMLAH PASIEN YANG


NO BAGIAN CAPAIAN JUMLAH PASIEN MENGGUNAKAN ANTIBIOTIK

N %

No. Kode (ATC) Nama Antibiotik Total DDD Tot DDD/rawat


inap*100
Kuantitas Penggunaan Antibiotik Ranap Bag.Bedah

Tot DDD/rawat
No. Kode DDD Nama Antibiotik Tot DDD
inap*100

1 J01CA04 amoxiclav iv 9.00 0.80


2 J01DB04 cefazoline iv 138 12.24
3 J01DD08 cefixime po 71.00 6.30
4 J01EA01 cefoperazone sulbactam iv 10 0.89
5 J01DD04 ceftriaxone iv 107.50 9.54
6 J01MA02 ciprofloxacin po 18 1.60
7 J01MA02 ciprofloxacin iv 6.4 0.57
8 J01FF01 clindamicin iv 2.25 0.20
9 J01GB03 gentamicin iv 12.19 1.08
10 J01MA12 levofloxacin iv 24 2.13
11 J01XD01 metronidazole iv 18.67 1.66
Total 37.00

Keterangan: Total lama rawat inap dari capaian jumlah pasien = 1127 85
Kuantitas Penggunaan Antibiotik Ranap Bagian Bedah

metronidazole iv 1.66
levofloxacin iv 2.13
gentamicin iv 1.08
clindamicin iv 0.20
ciprofloxacin iv 0.57
ciprofloxacin po 0.80
ceftriaxone iv 9.54
cefoperazone sulbactam iv 0.89
cefixime po 6.30
cefazoline iv 12.24
amoxiclav iv 0.80
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00

Keterangan: Total lama rawat inap dari capaian jumlah pasien = 1127
86
Pola Konsumsi Antibiotik
IRNA OBGYN
(DDD/100 patient days)
Metronidazol 8.26

Meropenem 6.28 Metronidazol 3.02

Fosfomycin 0.46
Cotrimoxazol 1.89
Ciprofloxacin 0.96
Ciprofloxacin 5.36
Cefuroxim 2.24

Ceftriaxone 19.56 35.28


Ceftriaxone
Ceftazidime 0.21
ceftazidime 0.94
Cefotaxime 1.17

Cefo-sulbactam 2.27 Cefotaxim 1.42

Cefixime 2.24
Cefadroxil 0.28
Cefazolin 1.38

Cefadroxil 0.10 Amoxicillin 2.83

Amoxiclav 1.03
Amoxiclav 8.11
Amoxicillin 0.21
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00
Amikacin 33.10

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00

87
VI = Rekam medik tidak lengkap/
Kategori tidak dapat dievaluasi
Kualitas V = Tidak ada indikasi
IVA = Ada antibiotik lebih efektif
Antibiotik
IVB = Ada antibiotik kurang toksik/lebih aman
IVC = Ada antibiotik lebih murah
IVD = Ada antibiotik spektrum lebih sempit
IIIA = Pemberian terlalu lama
IIIB = Pemberian terlalu singkat
II A = Tidak tepat dosis
II B = Tidak tepat interval pemberian
II C = Tidak tepat rute pemberian
I = Tidak tepat saat pemberian antibiotik
(AB profilaksis)
0 = Penggunaan antibiotik tepat
(appropriate)
88
KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
• Contoh form review Gyssens:
Kualitas Penggunaan Antibiotik (Gyssens)

IRNA Anak IRNA Medik


60 54.35
SMF Peny.Dalam
50
37.10
40.00
40
30.00 25.81
30
21.74
20 20.00 16.13
10.87 9.68
10 6.52 6.45
2.17 2.17 2.17 10.00 4.84

0 0.00
VI V IVa IIIa IIIb IIb 0 VI V IVa IIIa IIIb 0

IRNA Bedah
59.52
60

50

40 33.33

30

20
7.14
10

0
VI V 0
90
PMK no. 8 /2015
PELAPORAN KEGIATAN PPRA-RS

Mohon dikirim ke alamat email: pprareport.kemenkes@gmail.com


FORMAT PELAPORAN 1
I. Pendahuluan:
 Informasi umum tentang RS (tipe, organisasi, jumlah tempat
tidur, jumlah tenaga kesehatan)
 Program kerja Komite/Tim PRA RS

II. Struktur organisasi RS yang menyantumkan posisi


Komite atau Tim PRA RS

III. Daftar Dokumen yang telah tersedia, yang


berhubungan dengan pelaksanaan PPRA di RS,
meliputi:
 Kebijakan dan/atau Peraturan RS
 Prosedur operasional baku (POB)/standar prosedur operasional
(SPO) PRA
 Pedoman penggunaan antibiotik (PPAB)
FORMAT PELAPORAN 2
IV. Pelayanan laboratorium mikrobiologi:
• SDM, Sarana dan prasarana
• Jenis pemeriksaan mikrobiologi dan metode yang dilakukan
sendiri
• Jenis pemeriksaan mikrobiologi yang dirujuk ke laboratorium
lain dan nama lab rujukan
• Antibiogram (pola mikroba dan kepekaannya) tahun berjalan
• Proporsi sensitivitas AB di rumah sakit:
• E Coli ESBL dibagi E Coli total (patogen) x 100%
• K Pnemoniae ESBL : K Pnemoniae total x 100%
• MRSA : S Aureus x 100%
FORMAT PELAPORAN 3
V. Instalasi Farmasi:
 Jumlah Farmasi Klinik
 Metode pengendalian pelayanan antibiotik
VI. Penggunaan Antibiotik di RS
 DDD antibiotik yang digunakan di RS
 Kualitas penggunaan antibiotik menggunakan alur gyssen
VII. Kegiatan yang belum terlaksana dan RTL
VIII.Kesimpulan
GLOSARY
• R = Regulasi (Kebijakan,Pedoman,Panduan,SPO ,Program
)
• D = Dokumen bukti implementasi (Rekam Medis,form
pelayanan,form laporan dll )
• O = Observasi pelaksanaan regulasi oleh civitas
Hospitalia
• W = Wawancara dengan pelaksana asuhan dan
pasien atau keluarga
• S = Simulasi staf melaksanakan kegiatan
REFERENSI
1. Antimicrobial Resistance,Antibiotic Usage and Infection Control, A Self
Improvement Program (AMRIN Study). Directorate General of Medical Care,
Ministry of Health, Republic of Indonesia, 2005.
2. Gyssens IC. Audit for monitoring the quality of antimicrobial prescription. In:
Gould IM and Van Der Meer JWM (eds). Antibiotic Policies: Theory and
Practice. Kluwer Academic Publsher. New York 2005: 197-226
3. WHO. Guidelines for ATC classification and DDD assignment. In; Oslo: Norsk
Medisinaldepot, 2005
4. Hadi U, Gyssens IC, Lestari ES, Duerink DO, Keuter M, Soewondo ES, et al.
Quantity and Quality of Hospital Antibiotik Usage in Indonesia. In preparation
2006.
5. Hadi U, Keuter M, van Asten H, van den Broek PJ. (2008). Optimizing antibiotic
usage In adults admitted with fever by a multifaceted intervention in an
Indonesian governmental hospital. Tropical Medicine and International
Health, 13(7):888-99
6. Peraturan Meteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan
Antibiotik.
REFERENSI
7. Kuntaman K, Hadi U, Paraton H, Qibtiyah M, Wasito EB, Koendhori EB,
Santosaningsih D, Erikawati D, \Fatmawati NND, Budayanti NNS,
Priyambodo Y, Saptawati L, Mulyani UA. 2013. The Development of Effective
Antimicrobial Resistance Surveillance Model in Hospital: Focusing on Extended
Spectrum Beta Lactamase (ESBL) Producing Bacteria (Indicators: Klebsiella
pneumoniae and Escherichia coli). Research support by WHO. Unpublish
8. Bari, PS. 2012. Multidrugs-Resistant Organisms and Antibiotic Management.
Surg Clin N. Am.; (92): 345–391)
9. Peraturan Meteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 8 tahun 2015
tentang Pedoman Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di
Rumah Sakit.
10. Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN), Antibiotic Prophylaxis in
Surgery, A national Clinical Guideline, 2014.
11. Cunha BA. Antibiotic essentials. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers Pvt, Ltd. 2015.
SEKIAN
TERIMA KASIH

. KARS 98
SASARAN V

PELAYANAN GERIATRI
SASARAN V:
PELAYANAN GERIATRI
Standar 5
Rumah sakit menyediakan pelayanan geriatri rawat jalan,
rawat inap akut dan rawat inap kronis sesuai dengan tingkat
jenis pelayanan.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 79 TAHUN 2014

TENTANG

PENYELENGGARAAN PELAYANAN GERIATRI


DI RUMAH SAKIT
Pasal 5
1) Jenis pelayanan Geriatri tingkat sederhana
2) Jenis pelayanan Geriatri tingkat lengkap
3) Jenis pelayanan Geriatri tingkat sempurna
4) Jenis pelayanan Geriatri tingkat paripurna
Pasal 5
1) Jenis pelayanan Geriatri tingkat sederhana paling sedikit
terdiri atas rawat jalan dan kunjungan rumah (home care).
2) Jenis pelayanan Geriatri tingkat lengkap paling sedikit
terdiri atas rawat jalan, rawat inap akut, dan kunjungan
rumah (home care).
3) Jenis pelayanan Geriatri tingkat sempurna paling sedikit
terdiri atas rawat jalan, rawat inap akut, kunjungan rumah
(home care), dan Klinik Asuhan Siang.
4) Jenis pelayanan Geriatri tingkat paripurna terdiri atas
rawat jalan, Klinik Asuhan Siang, rawat inap akut, rawat
inap kronik, rawat inap Psikogeriatri, penitipan Pasien
Geriatri (respite care), kunjungan rumah (home care), dan
Hospice.
Elemen Penilaian Standar 5
1. Ada regulasi tentang penyelenggaraan pelayanan geriatri
di rumah sakit sesuai dengan tingkat jenis layanan. (R)
2. Terbentuk dan berfungsinya tim terpadu geriatri sesuai
tingkat jenis layanan. (R,D,W)
3. Terlaksananya proses pemantauan dan evaluasi kegiatan.
(D,O,W)
4. Ada pelaporan penyelenggaraan pelayanan geriatri di
rumah sakit. (D,W)
REGULASI
PANITIA/KOMITE/TIM

Komite Medik Komite Komite Etik


Keperawatan

Komite Mutu & Komite K3 Komite PPI


KP

Komite Rekam Tim Farmasi Komite PKRS


Medis danTerapi

Tim MDGs Tim PPRA


105
Tim Terpadu Geriatri adalah
suatu tim multidisiplin yang bekerja secara
Interdisiplin untuk menangani masalah
kesehatan Lanjut Usia dengan prinsip tata
kelola pelayanan terpadu dan paripurna
dengan mendekatkan pelayanan kepada
pasien Lanjut Usia
Pasal 4
Berdasarkan kemampuan pelayanan, pelayanan
Geriatri di Rumah Sakit dibagi menjadi:

a. tingkat sederhana;
b. tingkat lengkap;
c. tingkat sempurna; dan
d. tingkat paripurna.
Standar 5.1
Rumah Sakit melakukan promosi dan edukasi sebagai
bagian dari Pelayanan Kesehatan Warga Lanjut usia
di Masyarakat Berbasis Rumah Sakit (Hospital Based
Community Geriatric Service).
Elemen Penilaian Standar 5.1
1. Ada regulasi tentang edukasi sebagai bagian dari Pelayanan
Kesehatan Warga Lanjut usia di Masyarakat Berbasis Rumah
Sakit (Hospital Based Community Geriatric Service). (R)
2. Ada program PKRS terkait Pelayanan Kesehatan Warga Lanjut
usia di Masyarakat Berbasis Rumah Sakit (Hospital Based
Community Geriatric Service). (D,W)
3. Ada leaflet atau alat bantu kegiatan (brosur, leaflet dll). (D,W)
4. Ada bukti pelaksanaan kegiatan. (D,O,W)
5. Ada evaluasi dan laporan kegiatan pelayanan. (D,W)
Pelayanan Kesehatan Warga Lanjut usia di Masyarakat
Berbasis Rumah Sakit
(Hospital Based Community Geriatric Service)

Pada pelayanan ini, rumah sakit yang telah melakukan


layanan geriatri bertugas membina warga lanjut usia yang
berada di wilayahnya, baik secara langsung atau tidak
langsung melalui pembinaan pada Puskesmas yang
berada di wilayah kerjanya.

 “Transfer of knowledge” berupa lokakarya,


simposium, ceramah-ceramah baik kepada tenaga
kesehatan ataupun kepada awam
 harus selalu bersedia bertindak sebagai rujukan dari
layanan kesehatan yang ada di masyarakat

Anda mungkin juga menyukai