Oleh : Fadel Mahfuzd Siti Agusriantina Tujuan Pemeriksaan Fisik Persyarafan
Bertujuan untuk mengevaluasi keadaan
fisik klien secara umum dan juga menilai apakah ada indikasi penyakit lainnya selain kelainan neurologis. Dalam melakukan pemeriksaan fisik diperhatikan :
Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan,
sesuaikan urutan pemeriksaan dengan keadaan umum klien, mulailah pemeriksaan fisik sejak awal kontak dengan klien dan gunakan general precaution, metode yang digunakan cepalo kaudal atau proksimal ke distal.
Harus pula diperhatikan keamanan klien dan privacy
klien. III. Persiapan Alat Pemeriksaan Fisik Persyarafan a. Refleks hammer b. Garputala c. Kapas dan lidi d. Penlight atau senter kecil e. Opthalmoskop f. Jarum steril g. Tongue spatel h. 2 tabung berisi air hangat dan air dingin i. Objek yang dapat disentuh seperti peniti atau uang receh j. Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, vanilla atau parfum k. Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti garam, gula, atau cuka l. Baju periksa m. Sarung tangan IV. Prosedur Pemeriksaan Fisik Persyarafan - Atur posisi klien, mintalah klien untuk duduk disisi tempat tidur.
- Amati cara berpakaian klien, postur tubuh klien,
ekspresi wajah dan kemampuan bicara, intonasi, keras lembut, pemilihan kata dan kemudahan berespon terhadap pertanyaan.
- Nilai kesadaran dengan menggunakan patokan
Glasgow Coma Scale (GCS).
- Tanyakan waktu, tanggal, tempat dan alasan
berkunjung, kaji kemampuan klien dalam berhitung dan mulailah dengan perhitungan yang sederhana. Kaji kemampuan klien untuk berfikir abstrak. PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL
FUNGSI SARAF KRANIAL I (N OLFAKTORIUS)
Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun
dan cukup bersih. Lakukan pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan dekatkan bau-bauan, seperti kopi dengan mata tertutup klien diminta menebak bau tersebut. Lakukan untuk lubang hidung yang satunya. FUNGSI SARAF KRANIAL II (N. OPTIKUS)
Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi
sebelum pemeriksaan. Periksa ketajaman dengan membaca, perhatikan jarak baca atau menggunakan snellenchart untuk jarak jauh. Snellen chart: The fractions next to the letters describe a person's visual acuity. For example 6/24 means that the patient was stood 6 metres away and could read print that a person with normal vision could read 24 metres away. Normal vision is described as being 6/6. Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa 60-100 cm, minta untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa juga menutup sebelah mata dengan mata yang berlawanan dengan mata klien. Gunakan benda yang berasal dari arah luar klien dan klien diminta , mengucapkan ya bila pertama melihat benda tersebut. Ulangi pemeriksaan yang sama dengan mata yang sebelahnya. Ukur berapa derajat kemampuan klien saat pertama kali melihat objek. FUNGSI SARAF KRANIAL III, IV, VI (N. OKULOMOTORIS, TROKLEAR DAN ABDUSEN)
Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra,
hiperemi konjungtiva, dan ptosis kelopak mata Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya perdarahan pupil Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi cardinal) yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral bawah. Minta klien mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan bolamatanya FUNGSI SARAF KRANIAL V (N. TRIGEMINUS)
Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kulit
wajah daerah maxilla, mandibula dan frontal dengan menggunakan kapas. Minta klien mengucapkan ya bila merasakan sentuhan, lakukan kanan dan kiri. Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau peniti di ketiga area wajah tadi dan minta membedakan benda tajam dan tumpul. Dengan menggunakan suhu panas dan dingin juga dapat dilakukan diketiga area wajah tersebut. Minta klien menyebutkan area mana yang merasakan sentuhan. Jangan lupa mata klien ditutup sebelum pemeriksaan. Dengan rasa getar dapat pula dilakukan dengan menggunakan garputala yang digetarkan dan disentuhkan ke ketiga daerah wajah tadi dan minta klien mengatakan getaran tersebut terasa atau tidak Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien melihat lurus ke depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari samping kearah mata dan lihat refleks menutup mata. Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan merapatkan gigi periksa otot masester dan temporalis kiri dan kanan periksa kekuatan ototnya, minta klien melakukan gerakan mengunyah dan lihat kesimetrisan gerakan mandibula. Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)
Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air
garam dan sentuhkan ke ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk gula dan asam
Fungsi motorik dengan meminta klien tersenyum,
bersiul, mengangkat kedua alis berbarengan, menggembungkan pipi.
Lihat kesimetrisan kanan dan kiri. Periksa kekuatan
otot bagian atas dan bawah, minta klien memejamkan mata kuat-kuat dan coba untuk membukanya, minta pula klien utnuk menggembungkan pipi dan tekan dengan kedua jari. FUNGSI SARAF KRANIAL VIII (N. VESTIBULOKOKLEAR)
cabang vestibulo dengan menggunakan test
pendengaran menggunakan weber test dan rhinne test Cabang choclear dengan romberg test dengan cara meminta klien berdiri tegak, kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh, lalu observasi adanya ayunan tubuh, minta klien menutup mata tanpa mengubah posisi, lihat apakah klien dapat mempertahankan posisi 1. Test Rinne Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan antara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien. Ada 2 macam tes rinne , yaitu : a. Garputal 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya b. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. - Segera pindahkan garputala didepan meatus akustikus eksternus.
- Tanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala
didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid).
- Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan
maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang. Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne : 1) Normal : tes rinne positif 2) Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama) 3) Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan : a) Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala. b) Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-) c) Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul. 2. Test Weber Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: - membunyikan garputala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. - Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. - Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. - Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sam- sama mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi. Interpretasi: a. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya. b. Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya: 1) Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya otitis media disebelah kanan. 2) Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan lebih hebat. 3) Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar sebelah kanan. 4) Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebat dari pada sebelah kanan. 5) Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kana jarang ditemukan. FUNGSI SARAF KRANIAL IX DAN X (N. GLOSOFARINGEUS DAN VAGUS)
Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan
palatum, normal bila uvula terletak di tengan dan palatum sedikit terangkat. Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring. Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menelan air sedikit, observasi gerakan menelan dan kesulitan menelan. Periksa getaran pita suara saat klien berbicara. FUNGSI SARAF KRANIAL XI(N. ASESORIS)
Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien
menggerakkan kedua bahu secara bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan. Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien menoleh ke kanan dan ke kiri, minta klien mendekatkan telinga ke bahu kanan dan kiri bergantian tanpa mengangkat bahu lalu observasi rentang pergerakan sendi Periksa kekuatan otot trapezius dengan menahan kedua bahu klien dengan kedua telapak tangan dan minta klien mendorong telapak tangan pemeriksa sekuat-kuatnya ke atas, perhatikan kekuatan daya dorong. Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien untuk menoleh kesatu sisi melawan tahanan telapak tangan pemeriksa, perhatikan kekuatan daya dorong FUNGSI SARAF KRANIAL XII (N. HIPOGLOSUS)
dan ke kanan, observasi kesimetrisan gerakan lidah Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah satu pipi dengan ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah, dorong kedua pipi dengan kedua jari, observasi kekuatan lidah, ulangi pemeriksaan sisi yang lain TERIMA KASIH