Anda di halaman 1dari 22

Jurusan Fisika

Mata Kuliah Fisika Zat Padat

BAB VIII

SIFAT DIELEKTRIK ZAT PADAT


1. Tujuan
a. Mengkaji konsep dipole listrik.
b. Mengkaji momen listrik.
c. Mengkaji polarisabilitas (piezoelektrisitas dan ferroelektrisitas).
2. Dipole listrik, Momen Listrik dan Polarisasi
Momen dipole didefinisikan sebagai

p = qd (8.1)

dengan d adalah vektor jarak dari muatan negatip menuju ke muatan postip.
Momen dipole merupakan hasil kali salah satu muatan dengan jarak antara dua
muatan tersebut.

_
+
d
-q +q

Gambar 8.1 Sebuah dipole listrik antara muatan –q dan q yang


berjarak d

Sebuah dipole listrik menghasilkan medan listrik, yang besarnya dapat dihitung
dengan menerapkan hukum Coulomb. Medan dari dipole diberikan dalam
persamaan:
3(p  r) r  r 2 p (8.2)
 
1
4 o r5
Medan dinyatakan dalam momen p dan r yaitu vektor yang menghubungkan dipole
ke titik medan. Dalam menurunkan (8.2) di atas diasumsikan bahwa r » d, yang
artinya bahwa (8.2) tersebut berlaku hanya untuk titik yang terletak jauh dari
dipole. Dalam atom dan molekul kondisi ini terpenuhi karena besarnya d berorde
diameter atom.
Ketika sebuah dipole ditempatkan dalam medan listrik eksternal, ia
berinteraksi dengan medan tersebut. Medan menghasilkan torsi pada dipole yang
dinyatakan dengan
=pxε (8.3)
dengan  adalah medan yang diterapkan. Besarnya torsi adalah  = p sin ,
dengan  adalah sudut antara arah medan dan arah momen, dan arah  adalah
cenderung membawa dipole menuju arah sejajar dengan medan.

q
+
d 

_
-q

Gambar 8.2 Torsi dihasilkan pada suatu dipole oleh medan listrik . Vektor q
dan - q merepresentasikan dua buah gaya yang dihasilkan oleh
medan pada titik muatan dari dipole listrik.

Interaksi antara dipole dan medan dapat pula dinyatakaan dalam energi potensial.
Energi potensial dipole dinyatakan dalam persamaan berikut

V = p   = - p cos  , (8.4)

Energi potensial dipole bergantung pada  (sudut orientasi) dan besarnya


bervariasi antara - p (ketika dipole sejajar dengan medan) dan p (ketika dipole
berlawanan arah dengan medan).
Dalam membahas material dielektrik, pada umumnya dibahas tentang
polarisasi P dari suatu material, yang didefinisikan sebagai momen dipole per
satuan volume. Jika jumlah molekul persatuan volume adalah N, dan jika masing-
masing mempunyai momen p, dengan asumsi bahwa semua momen molukuler
terletak dalam arah yang sama maka besarnya polarisasi dapat diberikan dalam
bentuk persamaan :

P=Np (8.5)

Ketika suatu medium terpolarisasi, sifat elektromagnetiknya berubah,


yang dapat dinyatakan dalam persamaan:

D = Єo ε + P (8.6)

dengan D adalah vektor perpindahan (displacement) listrik dan  adalah medan


listrik dalam medium. Vektor perpindahan D hanya bergantung pada sumber
eksternal yang menghasilkan medan eksternal, dan tidak dipengaruhi oleh
polarisasi medium. Selanjutnya apabila medan eksternal adalah o yaitu medan
diluar dielektrik, memenuhi persamaan:
D = Є o εo (8.7)
Jika (8.7) dibandingkan dengan (8.6) diperoleh
(8.8)
1
  o  P
o
menunjukkan bahwa efek polarisasi adalah memodifikasi medan dalam medium.
Pada umumnya menunjukkan adanya pengurangan medan.
Persamaan (8.6) pada umumnya dituliskan dalam bentuk
D = Є ε = Єo Єr ε (8.9)
dengan konstanta dilektrik relatifnya adalah

 (8.10)
r 
o
mengungkapkan sifat dari suatu medium. Semua karakteristik dielektrik dan optik
dari suatu zat mengandung konstanta tersebut. Kita dapat memperoleh banyak
informasi tentang suatu medium dengan mengukur konstanta dielektriknya.
Konstanta dilektrik relatif εr dapat digunakan sebagai referensi karena lebih
sederhana sehingga jarang digunakan konstanta dielektrik aktual Є = Єo Єr .
Gambar 8.3 menunjukkan prosedur sederhana untuk mengukur konstanta
dielektrik. Pelat kapasitor dihubungkan dengan batere yang memberi muatan pada
pelat. Ketika tidak terdapat dielektrik di dalam kapasitor, medan listrik yang
dihasilkan oleh muatan adalah o, besarnya dapat ditentukan dengan mengukur
perbedaan potensial Vo dalam kapasitor dengan menggunakan hubungan

V (8.11)
o  o
L
dengan L adalah jarak antara kedua pelat. Jika lembaran dielektrik sekarang
dimasukkan dalam pelat, medan o menginduksi polarisasi medium dan
selanjutnya memodifikasi medan pada nilai baru . Besarnya medan baru ini dapat
ditentukan dengan mengukur perbedaan potensial baru V dengan voltmeter, dan
menggunakan hubungan

 = V/L (8.12)

Dengan membandingkan persamaan (8.9) dan (8.10), konstanta dielektrik dapat


dinyatakan dalam suku yang mengandung medan o dan  dengan hubungan
Єr = o /  (8.13)
Selanjutnya dari persamaan (8.11) dan (8.12) diperoleh
Єr = Vo / V (8.14)
Konstanta dielektrik dapat diperoleh dengan mengukur perbedaan potensial dalam
kapasitor, dengan dan tanpa kehadiran zat dielektrik.

Pelat  Dielektrik
kapasitor

_ _ _
+ + +

_ _ _
+ + +

_ _ _
+ + +

_ _ _
+ + +

Gambar 8.3 Setup eksperimental sederhana untuk pengukuran konstanta


dilektrik. (Catatan polarisasi molekul dalam zat padat ).
3. Konstanta Dielektrik dan Polarisabilitas
Polarisasi medium merupakan penjajaran momen molekular yang
dihasilkan oleh medan, karenanya masuk akal jika diasumsikan bahwa momen
molekular sebanding dengan medan, sehingga dapat dituliskan

p =  (8.15)

dengan konstanta  disebut polarisabilitas molekul.

Polarisasi P sekarang dapat dituliskan sebagai berikut

P = N (8.16)

Apabila disubstitusikan dalam persamaan (8.6) menghasilkan


 N  (8.17)
D  o ε o  N  o 1 
  
 o 

Bandingkan hasil tersebut dengan persamaan (8.9), salah satunya diperoleh


 N  (8.18)
r  1   
 o 
yang memberikan konstanta dielektrik mengandung suku polarisabilitas.

Suseptibilitas listrik  dari medium didefinisikan dengan hubungan

P = εo  ε (8.19)

yang menghubungkan polarisasi terhadap medan. Dengan membandingkan


persamaan ini dengan (8.16), diperoleh bahwa suseptibilitas dan polarisabilitas
berhubungan satu sama lain dengan
N
χ  (8.20)
o
Persamaan (8.18) dapat dituliskan dalam bentuk lebih sederhana

Єr = 1+  (8.21)

Persamaan (8.18) dapat juga dinyatakan dalam suku kerapatan medium dengan
catatan bahwa N = NA/M, dimana  adalah kerapatan medium, M adalah masa
molar dan NA adalah bilangan Avogadro. Jadi

Єr = 1+ (NA / εo M)α (8.22)


Persamaan ini menunjukkan bahwa Єr bertambah secara linier dengan kerapatan
dan baik diterapkan pada gas, yang mana kerapatannya dapat bervariasi pada
rentang yang lebar. Akan tetapi hasil eksperimen menunjukkan bahwa (8.18) dan
(8.22) kurang baik diterapkan pada cairan atau padatan. Akar permasalahannya
terletak pada (8.15). Hal ini menunjukkan bahwa medan yang beraksi pada
polarisasi molekul kemungkinan bukan hanya medan . Selanjutnya jika medan
yang mempolarisasikan sungguh berbeda dari , persamaan (8.15) dapat diganti
dengan

p =   lokal (8.23)

dengan  lokal didefinisikan sebagai medan yang menyebabkan terjadinya


polarisasi, juga disebut medan lokal.

Untuk menghitung lokal harus menghitung total medan yang beraksi pada
dipole, medan tersebut adalah karena medan eksternal seperti pada dipole lainnya
dalam suatu sistem. Lorentz membuat suatu model, dipole dipandang sebagai
sebuah bola berongga degan radius R yang cukup besar sehingga matrik yang
terletak diluarnya boleh diperlakukan sebagai medium kontinum sepanjang
menyangkut dipole. (gambar 8.4). Medan lokal yang beraksi pada dipole sentral
dihitung dengan penjumlahan

 lokal = o + 1 + 2 + 3 (8.24)

dengan o adalah medan eksternal, 1 medan karena polarisasi muatan-muatan


yang terletak pada permukaan eksternal dari sampel, 2 medan karena polarisasi
muatan-muatan yang terletak pada permukaan bola Lorentz, dan 3 medan karena
dipole yang terletak dalam bola. Sebagai catatan bahwa bagian medium antara
bola dan permukaan eksternal tidak memberikan konstribusi.

Gambar 8.4 (a) Prosedur untuk


menghitung medan lokal (b) Prosedur
untuk menghitung 2
Perhitungan secara rinci untuk menentukan besarnya medan o, 1, 2 dan 3
memberikan
1 (8.25)
1   P
o

1 (8.26)
2  P
3 o
ε3 = 0 (8.27)
Jika berbagai medan tersebut disubstitusikan dalam (8.24) diperoleh

2 (8.28)
 lokal   o  P
3 o
Bandingkan dengan persamaan (8.8) diperoleh

1 (8.29)
 lokal    P
3 o

menunjukkan bahwa  lokal lebih besar dari , artinya molekul-molekul terpolarisasi


lebih efektif daripada seperti yang dibahas sebelumnya. Persamaan (8.29) dikenal
dengan hubungan Lorentz.

Perbedaan antara  yang diketahui sebagai medan Maxwell, dan medan


Lorentz  lokal dapat dijelaskan sebagai berikut. Medan  adalah besaran
makroskopis seperti halnya medan rata-rata dari sejumlah molekul (gambar 8.5).
Medan ini yang digunakan dalam persamaan Maxwell untuk gambaran
makroskopis dari media dielektrik. Pada kondisi ini medan  adalah konstan
melalui medium, sedangkan medan Lorentz lokal adalah medan mikroskopis yang
besarnya fluktuasi secara cepat dalam medium. Seperti ditunjukkan dalam
gambar, medan ini cukup besar ketika berada pada titik tempat molekul, dan
molekul mengalami polarisasi secara efektif dibandingkan dalam medan rata-
ratanya .

Gambar 8.5 Perbedaan antara


medan Maxwell dan medan
lokal lokal. (bulat padat
merepresentasikan molekul-
molekul)
Selanjutnya akan dihitung besarnya konstanta dielektrik. Polarisasi menurut (8.23)
dan (8.16) diberikan oleh
P = Nαεlokal (8.30)
dengan dihubungkan pers (8.29), menghasilkan

 
 
N
P  (8.31)
 

N
1  
 3 o 

Sebagai catatan bahwa pada kenyataannya penyebut dari persamaan di atas


nilainya kurang dari satu sehingga meningkatkan polarisasi. Peningkatan ini
dikarenakan adanya koreksi medan lokal. Jika hasil (8.31) disubstitusikan (8.16)
dan (8.17), konstanta dielektrik dapat dinyatakan sebagai berikut
2
1 N
3 o
r  (8.32)
N
1
3 o
Persamaan (8.32) seringnya ditulis dalam bentuk

r  1 N (8.33)

r  2 3 o

dikenal dengan hubungan Clausius – Mosotti. Persamaan tersebut dapat juga


dituliskan dalam persamaan

M  r  1  N A (8.34)
  
ρ  r  2  3 o

yang menunjukkan bahwa polarisabilitas  boleh ditentukan dari besaran terukur


M,  dan Єr. Suku pada sisi kanan (dan pada sisi kiri) dari persamaan di atas
diketahui sebagai polarisabilitas molar.
4. Piezoelektrisitas
Istilah piezoelektrisitas didasarkan pada kenyataan bahwa ketika kristal
suatu material mengalami strain, dihasilkan medan listrik dalam material tersebut.
Besarnya medan listrik dapat diukur melalui perbedaan potensial pada sampel.
Efek sebaliknya dapat diamati pula yaitu ketika diberikan medan listrik dapat
menghasilkan strain pada material. Efek piezoelektrik sering digunakan untuk
mengkonversi energi listrik menjadi energi mekanik dan sebalikya. Material
tersebut digunakan sebagai transduser.

Tinjauan mikroskopis dari piezoelektrisitas terletak pada pergeseran


muatan ionik dalam kristal. Pada saat tidak hadirnya strain, distribusi muatan pada
titik tempat kisi adalah simetris, sehingga medan listrik internal besarnya nol.
Tetapi ketika kristal mengalami strain, muatan-muatan bergeser. Jika perubahan
distribusi muatan tidak jauh dari simetris, kemudian total polarisasi yang
bersamaan dengan medan listriknya bertambah. Medan ini yang menentukan
dalam efek piezoelektrik.
Suatu material dapat bersifat piezoelektrik jika sel satuannya tidak mempunyai
pusat inversi. Gambar 8.6a menunjukkan hal tersebut, dan menunjukkan pula
bahwa jika pusat inversi hadir, ia tetap bertahan setelah distorsi dan
konsekuensinya polarisasi menjadi nol. Akan tetapi ketika tidak terdapat pusat
inversi seperti ditunjukkan pada gambar 8.6b, distorsi menghasilkan suatu
polarisasi.

Gambar 8.6 (a) Kristal dengan pusat inversi menunjukkan tidak adanya
efek piezoelektrik. (b) Efek piezoelektrik dalam kuarsa
5. Ferroelektrisitas
Suseptibilitas ionik sering dinyatakan kurang sensitif terhadap perubahan
temperatur. Meskipun ini betul untuk banyak material, tetapi terdapat sekelompok
material yang menunjukkan suatu tanda yang berbeda dari aturan tersebut yaitu
material ferroelektrik. Dalam material ini, konstanta dielektrik statik berubah
dengan temperatur menurut hubungan
C T > Tc (8.35)
r  B 
T  TC

dengan B dan C konstanta yang bergantung pada temperatur. Hubungan ini


dikenal sebagai hukum Currie – Weiss, dan parameter C dan TC disebut sebagai
konstanta Currie dan temperatur Currie.
Perilaku ini berlaku untuk rentang temperatur T > TC. Pada rentang T <
TC, material mengalami polarisasi spontan (spontaniously polarized) yaitu
polarisasi listrik yang terjadi tanpa bantuan medan eksternal. Fase transisi terjadi
pada temperatur TC. Di atas termperatur transisi, material dalam fase paraelektrik,
dimana dipole elementer dari sel satuan dalam kristal terorientasi secara random.
Konstanta dielektrik diberikan oleh (8.35), yang bentuknya digambarkan dalam
gambar 8.7a. Di bawah temperatur transisi, dipole elementer beriteraksi satu
dengan lainnya dan meningkatkan medan internal, yang juga menaikkan dipole.
Arah medan dan polarisasi terletak dalam orientasi tertentu dalam kristal. Gambar
8.7b menunjukkan variasi polarisasi spontan Ps dengan temperatur untuk T < TC.
Polarisasi ini bertambah secara gradual ketika temperaturnya lebih rendah.

T T
0 TC 0 TC

Gambar 8.7 Konstanta dielektrik sebagai fungsi temperatur dalam


material ferroelektrik. (b) Polarisasi spontan Ps sebagai fungsi temperatur
dalam zat erroelektrik.
SELAMAT BELAJAR!

Anda mungkin juga menyukai