Anda di halaman 1dari 31

Tri artinya tiga

Darma (dharma)artinya tugas/pengabdi


(Three Munera)
 Munus docendi – tugas mengajar, didasarkan
pada tugas Kristus sebagai nabi.
 Munus sanctificandi – tugas menguduskan,
didasarkan pada tugas Kristus sebagai imam.
 Munus regendi – tugas menggembalakan,
didasarkan pada tugas Kristus sebagai raja.
ECCLESIA DOMESTICA
Gereja Rumah Tangga
Konsili Vatikan II menegaskan:
“Keluarga adalah Gereja Rumah Tangga. Dalam
keluarga, orang tua, dengan perkataan maupun
teladan, menjadi pewarta iman pertama bagi a-
nak-anak mereka; orang tua wajib memelihara
panggilan mereka masing-masing, secara is-
timewa panggilan rohani” (LG, no. 11).
Sri Paus St. Yohanes Paulus II
menyimpulkan: “Kepada
keluarga, sebagai Gereja
rumah tangga,
dikenakanlah seluruh hidup
Gereja, yakni khazanah,
nilai-nilai dan tuntutannya
yang luar biasa, dalam
totalitasnya, kesatuannya,
kesetiaannya dan
kesuburannya” (FC no. 50).
“Karena Gereja, sebagai Ibu, melahirkan,
mengajar dan membentuk keluarga kris-
tiani.
 Melahirkan; dari padanya bersumber.
 Mengajar; apa yang telah diterima oleh
Gereja dari Allah, diwartakan dan
disampaikan kepada keluarga.
 Membentuk keluarga Katolik;
mendampinginnya agar semakin selaras
dan sesuai dengan tugas perutusan
gereja.
Sebab “keluarga kristen telah
dipersatukan secara penuh ke-
dalam misteri Gereja sehingga turut
mewarisi misi penyelamatan
Gereja.
Oleh kekuatan sakramen,
pasangan suami-isteri dan
orangtua, ‘dalam statusnya dan
cara hidupnya beroleh karunia
khusus diantara Umat Allah.’
Karena itu mereka bukan saja menerima kasih Kristus
dan menjadi komunitas yang terselamatkan, melain-
kan mereka juga terpanggil menyampaikan kasih
Kristus kepada para saudaranya, sehingga menjadi
komunitas penyelamat.
Dengan demikian,
sembari keluarga
kristiani
merupakan buah
dan tanda kesu-
buran adikodrati
dari Gereja,
keluarga juga
merupakan
lambang, saksi
dan pengambil-
bagian dari
keibuan Gereja
Dengan pendasaran seperti ini
terpenuhilah misteri hubungan Kris-
tus dengan Gereja dan Gereja
menjadi mempelai yang dicintai,
dibuahi dan diutusnya untuk
mewartakan Kabar Gembira.
“Rahasia ini besar, dimaksudkan
adalah hubungan Kristus dengan
Gereja” (Ef 5:32).
Sebagaimana Kristus bagi Gereja-Nya adalah
“Kepala, ‘Sang Guru’ (lih Mat 19:16), ‘Sang
Imam Agung’(Ibr 7:26), demikianlah orangtua
menjadi ‘guru,’ ‘imam’ dan ‘gembala’ bagi
rumahtangga dan anak-anak mereka.
Dalam keluargalah “partisipasi
orangtua dalam misi guru, imam dan
gembala Yesus Kristus serta Gereja-Nya
mendapat ungkapan dan realisasinya
secara nyata” (FC, 50).
BAGAIMANA ITU
DILAKUKAN ?
DARMA PERTAMA SEBAGAI GURU

Pendidikan Israel berpusat pada keluarga. Bagi Israel


iman akan Allah dan ketetapan-ketetapannya harus
diajarkan berulang-ulang kepada anak-anak, di mana
dan kapan pun. Yang mengajarkannya adalah orangtua,
karena mereka yang paling berperan dalam keluarga.
Jika mereka bersungguh-sungguh, Tuhan juga
menjanjikan kemenangan atas segala bangsa.
Kenapa orangtua harus menjadi guru pengajar?
Karena dari orangtualah anak-anak belajar akan nilai-
nilai yang utama dan terpenting di dalam hidup.
PENGAJARAN IMAN
Sesuai dengan isi janji perkawinan
dan janji orangtua ketika
membawa anak-anak dalam
pembabtisan, tentang kesediaan
mereka mendidik anak-anak
sesuai dengan hukum Kristus dan
Gereja. Di sini orangtua
menyatakan kesanggupan
mereka sebagai guru iman
pertama bagi anak-anak.
Pengajaran tentang Allah dan perintah- perintah-
Nya tidak harus diberikan dalam bentuk ‘kuliah’
bagi anak, yang pasti membosankan, tetapi
hendaknya dikemas dalam bentuk yang lebih
hidup dan menarik, sesuai dengan umur anak.
Di samping itu, jangan dilupakan bahwa setiap
kejadian yang paling sederhana sekalipun dapat
dijadikan kesempatan untuk pengajaran tentang
iman.
Contohnya:

Pada saat anak jatuh ketika belajar


bersepeda, dapat dijadikan momen untuk
mengajarkan betapa kita sebagai manusia
dapat jatuh dalam kesalahan dan dosa,
namun Tuhan dapat menolong kita sehingga
kita dapat bangkit lagi, sebelum akhirnya kita
berhasil.
Contoh lain

Pada saat ada tetangga/kerabat/saudara yang


membutuhkan pertolongan, itulah saatnya kita
sekeluarga pergi menjenguk dan menghibur
mereka.
Setelah anak bertumbuh remaja, kemungkinan
pengajaran tentang iman dapat dilakukan dengan
lebih mendalam, misalnya, sharing tentang
pengalaman dalam hari itu, tentang latihan
kebajikan tertentu yang disepakati bersama sehari
sebelumnya, misalnya tentang kesabaran.
Dengarkan pengalaman anak dan ceritakan juga
pengalaman kita sebagai orang tua sepanjang hari
itu untuk menjadi orang yang sabar. Baik jika
sharing ini ditutup dengan doa. Jika hal ini terus
konsisten dilakukan, baik orangtua maupun anak
sama-sama bertumbuh dalam kekudusan.
Untuk kebiasaan-kebiasaan kekatolikan, selain
dengan bertutur, orangtua sejauh mungkin
melibatkan anak-anak dalam kegiatan
menggereja.
PENGAJARAN
TENTANG NILAI-NILAI KEHIDUPAN
Orangtua perlu
mengajarkan tentang prinsip
keadilan yang menghormati
setiap orang, terutama
mereka yang memerlukan
perhatian dan bantuan kita
secara khusus.
Contohnya, anak- anak yang lebih besar harus
diajarkan untuk melindungi adik- adiknya atau
anak- anak yang lebih kecil.
Atau anak-anak harus diajarkan untuk
menghormati dan memberi perhatian kepada
kakek/ nenek, terutama jika mereka sudah tua.
Menggandeng tangan mereka, mengajak mereka
bicara adalah suatu contoh yang sederhana.

Anak-anak juga harus diajarkan untuk bersikap


sopan kepada orang- orang yang lebih tua.
Anak- anak juga perlu diajarkan untuk menghargai
kehidupan manusia, dan bahwa manusia terbentuk
sejak dalam kandungan ibu.
Paus Paulus VI mengatakan:
"Keluarga, sebagaimana Gereja, pantaslah
menjadi tempat Injil diwartakan dan dari sana
Injil bersinar. Dalam keluarga yang sadar akan
tugas ini, para anggotanya serentak diinjili dan
menginjili. Orangtua tidak hanya menyampai-
kan Injil kepada anak-anak mereka, tetapi dari
anak-anak mereka pun mereka dapat
menerima Injil, sebagaimana dihidupi dengan
mendalam. Keluarga yang demikian akan
menjadi pewarta Injil. Keluarga yang demikian
menjadi penginjil bagi banyak keluarga lain,
dan komunitas tetangga di mana ia menjadi
anggota”
DARMA KEDUA SEBAGAI IMAM

Kitab Perjanjian Lama


mencatat bahwa bagi
bangsa Israel, ayah/kepala
keluarga bertindak sebagai
imam bagi keluarganya,
dengan mempersembahkan
kurban. Peran bapa dan
imam merupakan dua peran
yang berhubungan satu
sama lain.
Maka Kitab Suci mencatat adanya peran imam dan
bapa dalam lingkup keluarga (yaitu para bapa),
maupun imam dan bapa dalam lingkup bangsa
Israel, yang dilakukan oleh mereka yang menjabat
sebagai imam, yaitu mereka yang berasal dari
keluarga/ keturunan Harun dan suku Lewi.
Dalam Perjanjian Baru, kita semua melalui sakramen
Pembaptisan mengambil bagian dalam ketiga tugas
Kristus, sebagai guru, imam, dan gembala. Artinya
kita semua yang dibaptis memperoleh peran imamat
bersama walaupun peran ini tidak meniadakan
adanya peran imamat jabatan.
Imamat bersama ini dilaksanakan dalam keluarga
dengan menyambut sakramen-sakramen Gereja.
Namun dalam kesehariannya, orangtua (secara
khusus bapa) menjalankan peran sebagai imam
dalam keluarga, yang adalah Gereja Rumah
Tangga (ecclesia domestica).
Dalam pangkuan keluarga “hendaknya orangtua
dengan perkataan maupun teladan menjadi
pewarta iman pertama bagi anak-anak mereka;
orangtua wajib memelihara panggilan mereka
masing-masing, secara istimewa panggilan rohani
Mari mendengarkan kembali himbauan Paus Paulus
VI kepada para orangtua:
“Para ibu, apakah engkau mengajar-kan anak-
anakmu doa-doa Kristiani? Apakah engkau
mempersiapakan mereka, bersama dengan para
imam, bagi sakramen-sakramen yang mereka terima
di saat mereka muda: Pengakuan Dosa, Komuni, dan
Penguatan? Apakah engkau menguatkan mereka
ketika mereka sakit untuk merenungkan penderitaan
Kristus, untuk memohon pertolongan dari Perawan
Maria yang terberkati dan para orang kudus? Apakah
kalian berdoa rosario bersama?
Apakah engkau, para bapa, berdoa dengan
anak-anakmu, dan dengan seluruh komunitas
rumah tangga…? Teladan kejujuranmu dalam
pikiran dan tindakan, yang disatukan dengan
doa bersama, adalah pelajaran kehidupan,
sebuah tindakan penyembahan yang tidak
tertandingi.
DARMA KETIGA SEBAGAI GEMBALA

Orangtua adalah gembala


bagi anak-anaknya. Menjadi
gembala berarti menjadi
pemimpin. Sebagai Gembala,
orangtua mempunyai
tanggungjawab menuntun
domba-dombanya.
Melindungi dombanya dari
serangan hewan lain,
memberi makanan kepada
dombanya.
Orangtua adalah gembala! Karena itu, mereka harus
melindungi, mengenal watak masing-masing
anggota keluarga, mengasihi dan peduli akan
kebutuhan keluarga serta mengarahkan hidup
keluarga agar berjalan di jalan yang benar.
Dewasa ini ada banyak anak-anak yang
menganggap rumah hanya sebagai tempat makan
dan tidur. Kedua orang tua sibuk dengan urusan
mereka masing- masing, sehingga tidak ada waktu
yang cukup untuk berkomunikasi dengan anak-
anak.
Jika berkomunikasi tentang hal-hal yang sehari-
hari saja sudah kurang, apalagi pembicaraan
tentang Tuhan dan iman Katolik.
Kurangnya perhatian dari orang tua ini
mengakibatkan anak-anak mencari
kesenangannya sendiri, asyik dengan dunia
mereka sendiri, dan mencari pemenuhan
kebutuhan mereka untuk diperhatikan dan
dikasihi dengan cara mereka sendiri. Ibarat
sebuah rumah, maka keluarga juga harus
dibangun atas dasar yang kuat.
Dan dasar pondasi yang kuat itu adalah iman
akan sabda Tuhan dan penerapannya di dalam
perbuatan kita.
Orang tua sendiri harus mempraktekkan imannya,
berusaha untuk hidup kudus, dan terus
menerapkan ajaran iman dalam kehidupan
keluarga di rumah. Ini adalah sangat penting, agar
anak melihat bahwa iman itu bukan hanya untuk
diajarkan tetapi untuk dilakukan, dan diteruskan
lagi kemudian, jika anak- anak sendiri
membentuk keluarga di kemudian hari.
S.E.K.I.A.N
&
TERIMAKASIH…

Anda mungkin juga menyukai