Anda di halaman 1dari 13

Pokok iman Kristen

Iman dalam Kekristenan adalah suatu keyakinan sentral yang diajarkan oleh Yesus sendiri dalam
kaitannya dengan injil (Kabar Baik).[1] Menurut Yesus,[butuh klarifikasi] iman merupakan suatu tindakan
percaya dan penyangkalan diri sehingga orang tidak lagi mengandalkan kebijaksanaan dan kekuatannya
sendiri tetapi melekatkan diri pada kuasa dan perkataan dari Dia yang ia percayai.[2][3] Sejak Reformasi
Protestan, pengertian dari istilah ini telah menjadi suatu objek dari ketidaksepakatan teologis utama
dalam Kekristenan Barat. Sebagian besar dari perbedaan tersebut telah diatasi dalam Deklarasi Bersama
tentang Doktrin Pembenaran (1999).

Beberapa definisi dalam sejarah teologi Kristen mengikuti rumusan biblika dalam Ibrani 11:1: "dasar dari
segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat".[4] Seperti halnya
agama Abrahamik yang lain, iman mencakup suatu keyakinan akan keberadaan Allah, akan realitas dari
suatu ranah transenden bahwa Allah memerintah secara imanen sebagaimana dalam kerajaan-Nya, dan
akan kemurahan hati dari kehendak Allah atau rencana Allah bagi umat manusia. Kekristenan berbeda
dengan agama Abrahamik lainnya karena berfokus pada ajaran-ajaran Yesus, kedudukan-Nya sebagai
Kristus yang dinubuatkan, termasuk keyakinan akan 'Perjanjian Baru'. Menurut kebanyakan tradisi
Kristen, iman Kristen atau Kristiani mensyaratkan suatu keyakinan akan kebangkitan Yesus "dari antara
orang mati", yang Dia nyatakan sebagai rencana dari Allah Bapa. Terdapat sejumlah perbedaan
pemahaman yang tepat atas istilah "iman" di antara berbagai tradisi Kristen. Terlepas dari perbedaan-
perbedaan yang ada, semua kalangan Kristen umumnya sepakat bahwa iman akan Yesus merupakan inti
dari tradisi Kristen, dan bahwa iman tersebut diperlukan untuk menjadi seorang Kristen.

Konteks GKJW

Greja Kristen Jawi Wetan (disingkat GKJW) adalah persekutuan gereja-gereja yang berbasis daerah di
Jawa Timur yang dideklarasikan kali pertama pada tanggal 11 Desember 1936 di salah satu Jemaat
Kristen Jawa terkemuka saat itu, yakni Mojowarno, Kabupaten Jombang. Gereja ini masuk dalam anggota
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan Dewan Gereja-gereja Asia.

Keberadaan GKJW tidak bisa dilepaskan dari pengaruh dua tokohnya, yaitu Johanes Emde dan
C.L.Coolen. Kedua tokoh ini tidak memiliki latar belakang khusus teologi. Jadi keduanya adalah orang
kristen awam yang tergerak untuk memberitakan injil Kristus kepada orang-orang yang dijumpainya. Di
samping itu kedua orang ini sepertinya mewakili dua corak pandangan teologis tentang iman kristen.

C.L Coolen begitu besar perhatiannya pada masalah-masalah budaya setempat, sedangkan Johanes
Emde amat menentang budaya atau tradisi setempat. Sehingga pada akhirnya kedua corak teologi yang
ditebarkan oleh kedua orang tersebut sedikit banyak mewarnai teologi GKJW. Emde mengatakan bahwa
menjadi orang kristen berarti melepas sarung atau kain kebaya, dalam arti harus mengikuti pola budaya
barat (Belanda),
Sedangkan C.L Coolen mengatakan bahwa menjadi kristen tidak perlu melepaskan tradisi dan budaya
yang selama ini mewarnai kehidupannya. Jadi setelah dibaptis tetap boleh memakai sarung, kain kebaya,
nonton wayang, dan lain sebagainya. Yang paling penting adalah perubahan dalam hal menjalani dan
menghayati moralitas baru yang bersumber dari kasih Allah di dalam Yesus Kristus. Sehingga iman bukan
hanya persoalan kulit, melainkan persoalan pergumulan dan perubahan hati yang amat mendasar.

Baptisan Kudus pertama terjadi tanggal 12 Desember 1843 di Surabaya. Sejak waktu itu jumlah mereka
terus bertambah dan terbentuklah persekutuan-persekutuan orang percaya yang kemudian menyatukan
diri dalam satu persekutuan gerejawi pada tanggal 11 Desember 1931 dengan nama “Pasamuwan-
pasamuwan Kristen ing Tanah Djawi Wetan”. Pengakuan resmi pemerintah dinyatakan dalam Besluit
Gubernur Djenderal Hindia Belanda yang menyebut persekutuan gereja ini dengan nama “Oost-
Javaansche Kerk”. Nama ini kemudian diubah menjadi “Greja Kristen Jawi Wetan” dengan S.K. Dirjen
Bimas (Kristen) Protestan Departemen Agama Republik Indonesia pada tahun 1979.

Gereja

Kemelut di Gereja Barat dan Kekaisaran Romawi Suci memuncak dengan Kepausan Avignon (1308 -
1378), dan skisma kepausan (1378-1416), membangkitkan peperangan antara para pangeran,
pemberontakan di antara petani, dan keprihatinan yang meluas terhadap rusaknya sistem kebiaraan.
Suatu nasionalisme baru juga menantang dunia abad pertengahan yang relatif internasionalis.

Salah satu perspektif yang paling menghancurkan dan radikal pertama-tama muncul dari John Wyclif di
Universitas Oxford, kemudian dari Jan Hus di Universitas Praha. Gereja Katolik Roma secara resmi
menyimpulkan perdebatan ini di Konsili Konstanz (1414-1418). Konklaf mengutuk Jan Hus yang dihukum
mati, padahal ia datang dengan jaminan keamanan. Sementara Wyclif secara anumerta dihukum bakar
sebagai seorang penyesat.

Konstans mengukuhkan dan memperkuat konsepsi abad pertengahan yang tradisional tentang gereja
dan kekaisaran. Konsili ini tidak membahas ketegangan nasional, ataupun ketegangan teologis yang
muncul pada abad sebelumnya. Konsili tidak dapat mencegah skisma dan Perang Hus di Bohemia.

Gejolak historis biasanya melahirkan banyak pemikiran baru tentang bagaimana masyarakat seharusnya
ditata. Hal inilah yang mengakibatkan tercetusnya Reformasi Protestan.

Setelah runtuhnya lembaga-lembaga biara dan skolastisisme di Eropa pada akhir abad pertengahan, yang
diperparah oleh Pembuangan ke Babel dari Kepausan Avignon, Skisma Besar, dan kegagalan pembaruan
oleh Gerakan Konsiliar, pada abad ke-16 mulai matang perdebatan budaya yang besar mengenai
pembaruan keagamaan dan kemudian juga nilai-nilai keagamaan yang dasariah. Para ahli sejarah pada
umumnya mengasumsikan bahwa kegagalan untuk mereformasi (terlalu banyak kepentingan pribadi,
kurangnya koordinasi di kalangan koalisi pembarua), akhirnya menyebabkan gejolak yang lebih besar
atau bahkan revolusi, karena sistemnya akhirnya harus disesuaikan atau runtuh, dan kegagalan Gerakan
Konsiliar melahirkan Reformasi Protestan di Eropa bagian barat. Gerakan-gerakan reformis yang frustrasi
ini merentang dari nominalisme, ibadah modern, hingga humanisme yang terjadi berbarengan dengan
kekuatan-kekuatan ekonomi, politik dan demografi yang ikut menyebabkan ketidakpuasan yang kian
meningkat terhadap kekayaan dan kekuasaan kaum agamawan elit, membuat masyarakat semakin peka
terhadap kehancuran finansial dan moral dari gereja Renaisans yang sekuler.

Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh wabah pes mendorong penataan ulang secara radikal ekonomi dan
akhirnya juga masyarakat Eropa. Namun, di kalangan pusat-pusat kota yang bermunculan, bencana yang
terjadi pada abad ke-14 dan awal abad ke-15, dan kekurangan tenaga kerja yang ditimbulkannya,
merupakan dorongan kuat bagi diversifikasi ekonomi dan inovasi teknologi.

Reformasi Protestan adalah suatu skisma dari Gereja Katolik yang diprakarsai oleh Martin Luther dan
dilanjutkan oleh Yohanes Calvin, Ulrich Zwingli, serta para Reformis Protestan awal lainnya di Eropa pada
abad ke-16. Gerakan ini umumnya dianggap telah dimulai dengan publikasi 95 Tesis oleh Luther pada
1517, dan berlangsung sampai berakhirnya Perang Tiga Puluh Tahun melalui Perdamaian Westfalen pada
1648. Meskipun sebelum Luther telah ada upaya-upaya awal yang signifikan untuk melakukan reformasi
Gereja Katolik – seperti yang dilakukan oleh Jan Hus, Peter Waldo (Pierre Vaudès), dan John Wycliffe –
Martin Luther secara luas diakui telah memulai Reformasi Protestan dengan 95 Tesis. Luther mengawali
dengan mengkritik penjualan indulgensi, bersikeras bahwa Sri Paus tidak memiliki otoritas atas
purgatorium dan bahwa ajaran Katolik mengenai jasa orang-orang kudus tidak memiliki landasan di
dalam Alkitab. Bagaimanapun, posisi Protestan kelak memadukan perubahan-perubahan doktrin seperti
ketergantungan sepenuhnya pada Alkitab sebagai satu sumber keyakinan yang benar (sola scriptura)
serta keyakinan bahwa iman dalam Yesus, dan bukan perbuatan-perbuatan baik, adalah satu-satunya
jalan untuk memperoleh pengampunan Allah atas dosa (sola fide). Motivasi utama di balik perubahan-
perubahan tersebut bersifat teologis, kendati banyak faktor lain yang berperan, termasuk bangkitnya
nasionalisme, Skisma Barat yang mengikis kepercayaan pada Kepausan, dugaan korupsi Kuria Roma,
dampak dari humanisme, dan pembelajaran baru Renaisans yang mempertanyakan banyak pemikiran
dalam tradisi.

Gerakan awal di dalam wilayah Jerman beragam rupa, dan impuls-impuls reformasi lainnya timbul secara
tersendiri di luar kepemimpinan Luther. Tersebarluasnya mesin cetak Gutenberg menjadi sarana
penyebaran materi-materi keagamaan secara cepat dalam bahasa vernakular (lingua franca). Kelompok-
kelompok terbesar gerakan ini yaitu Lutheran dan Calvinis. Gereja-gereja Lutheran kebanyakan didirikan
di Jerman, Baltik, dan Skandinavia, sedangan gereja-gereja Reformed didirikan di Swiss, Hongaria,
Prancis, Belanda, dan Skotlandia. Gerakan baru ini memberikan pengaruh definitif pada Gereja Inggris
setelah tahun 1547 di bawah pemerintahan Edward VI and Elizabeth I, kendati Gereja Inggris telah
berdiri sendiri di bawah pemerintahan Henry VIII pada tahun 1530-an awal.

Terdapat juga gerakan-gerakan reformasi di seluruh Eropa daratan yang dikenal sebagai Reformasi
Radikal, yang menimbulkan gerakan-gerakan Anabaptis, Moravia, dan Pietistik lainnya. Selain
membentuk komunitas-komunitas di luar otorisasi negara, para Reformis Radikal seringkali menerapkan
perubahan doktrin yang lebih ekstrem, misalnya penolakan terhadap prinsip-prinsip hasil Konsili Nicea
dan Konsili Kalsedon yang berlangsung pada Abad Kuno Akhir.

Gereja Katolik menanggapi dengan suatu gerakan yang disebut Kontra-Reformasi, diprakarsai oleh Konsili
Trente. Banyak upaya dalam menghadapi Protestanisme dilakukan oleh kalangan Yesuit, suatu tarekat
baru kala itu yang terorganisasi dengan baik. Secara umum, Eropa Utara, dengan pengecualian sebagian
besar wilayah Irlandia, berada di bawah pengaruh Protestanisme. Eropa Selatan tetap Katolik, sedangkan
Eropa Tengah merupakan lokasi konflik yang sengit, imbas dari serangkaian perang agama di Eropa yang
berpuncak pada Perang Tiga Puluh Tahun, sehingga mengakibatkan daerah ini hancur.

Pengakuan Iman Rasuli

Pengakuan Iman Rasuli (Latin: Symbolum Apostolorum atau Symbolum Apostolicum), kadang disebut
Kredo Rasuli atau Kredo Para Rasul, adalah salah satu dari kredo yang secara luas diterima dan diakui
oleh Gereja-gereja Kristen, khususnya Gereja-gereja yang berakar dalam tradisi Barat. Di kalangan Gereja
Katolik Roma, kredo ini disebut Syahadat Para Rasul.

Menurut Katekismus Heidelberg, Pengakuan Iman Rasuli terbagi atas tiga bagian utama yaitu pertama
mengenai Allah Bapa dan penciptaan kita. Yang kedua mengenai Allah Anak dan penebusan kita. Yang
ketiga mengenai Allah Roh Kudus dan pengudusan kita.

Menurut sejarah, para rasul (murid-murid Yesus) sendirilah yang menulis kredo ini pada hari ke-10
setelah kenaikan Yesus Kristus ke sorga, yaitu pada Hari Pentakosta. Karena isinya mengandung 12 butir,
ada keyakinan bahwa masing-masing murid Yesus menuliskan satu pernyataan di bawah bimbingan Roh
Kudus.

Bukti historis konkret yang tertua tentang keberadaan kredo ini adalah sepucuk surat dari Konsili Milano
(390 M) kepada Paus Siricius yang bunyinya demikian:

"Bila engkau tidak memuji ajaran-ajaran para imam ... biarlah pujian itu setidak-tidaknya diberikan
kepada Symbolum Apostolorum yang selalu dilestarikan oleh Gereja Roma dan akan tetap dipertahankan
agar tidak dilanggar."

Kredo ini paling banyak digunakan dalam ibadah orang-orang Kristen di Barat. Catholic Encyclopedia
memuat pembahasan terinci tentang asal usul Pengakuan Iman Rasul ini.
Kredo ini adalah rumusan ajaran dasar Gereja perdana, yang dibuat berdasarkan amanat agung Yesus
untuk menjadikan segala bangsa muridnya, membaptiskan mereka dalam nama Bapa, Putra dan Roh
Kudus (Matius 28:18-20). Karena itu, dari kredo ini kelihatan bahwa doktrin sentralnya adalah Tritunggal
dan Allah sang Pencipta.

Pada masa ketika kebanyakan umat Kristen masih buta huruf, pengulangan secara lisan Pengakuan Iman
Rasul ini seiring dengan Doa Bapa Kami dan Sepuluh Perintah Tuhan (Dasa Titah) membantu
melestarikan dan menyebarkan iman Kristiani dari gereja-gereja Barat. Pengakuan Iman Rasul tidak
memiliki peran di Gereja Ortodoks Timur.

Versi tertulis yang paling awal kemungkinan adalah Kredo Tanya Jawab Hipolitus (sekitar 215 M). Versi
yang sekarang pertama kali ditemukan di dalam tulisan-tulisan Caesarius dari Arles (wafat 542).
Pengakuan Iman Rasul ini rupanya digunakan sebagai ringkasan ajaran Kristen untuk calon-calon
baptisan di gereja-gereja Roma. Oleh karena itu dikenal juga sebagai Symbolum Romanum (Roman
Symbol). Dalam versi Hipolitus, Pengakuan Iman ini diberikan dalam bentuk tanya jawab dengan calon
baptisan yang kemudian mengakui bahwa mereka percaya tiap pernyataan.

Ortala

Materi leadership merupakan materi-materi yang dapat dipelajari untuk menguasai seni memotivasi
sekelompok orang atau tim kerja agar dapat mencapai tujuan bersama. Materi leadership adalah bekal
bagi pemimpin atau leader baru yang biasanya diberikan dalam pelatihan-pelatihan.

Dalam teori kepemimpinan, para ahli mencari penjelasan mengapa dan bagaimana sebagian orang bisa
unggul dalam peran kepemimpinan. Dalam pelatihan yang memberikan materi kepemimpinan dalam
organisasi biasanya menyebutkan bahwa kepemimpinan merupakan faktor utama yang menentukan
keberhasilan sebuah organisasi. Hanya orang-orang yang memahami tujuan kepemimpinan dan unggul
dalam hal-hal kepemimpinanlah yang mampu menjadi penentu keberhasilan ini.

Setidaknya ada empat elemen kepemimpinan yang mesti diingat seseorang yang ingin menjadi
pemimpin yang efektif. Pertama, menjadi pemimpin berarti membina timnya, bukan mengarahkan.
Kedua, menjadi pemimpin haruslah cakap, siap menghadapi perubahan yang bisa terjadi kapan saja.
Ketiga, pemimpin juga harus mampu memberikan rasa hormat kepada anak buahnya. Dengan demikian,
dia juga akan dihormati oleh timnya. Elemen terakhir adalah mampu menyesuaikan gaya komunikasinya
dengan situasi apapun.

Gaya kepemimpinan yang efektif dalam organisasi sudah pasti mengandung elemen-elemen ini. Gaya
kepemimpinan bisa sangat berbeda-beda untuk setiap organisasi atau perusahaan, tergantung situasi
dan kebutuhan organisasi atau perusahaan tersebut. Keuntungan kepemimpinan yang efektif utamanya
adalah mencapai produktivitas tim kerja yang lebih baik, sehingga sangat penting bagi organisasi atau
perusahaan untuk memiliki sumber daya manusia dengan kemampuan kepemimpinan di atas rata-rata.
Materi effective leadership ini banyak diajarkan pada pelatihan-pelatihan mengenai leadership.

Proses kepemimpinan merupakan sekumpulan tahapan yang digunakan seseorang untuk mempengaruhi
orang lain demi mencapai tujuan dan mengarahkan organisasi dengan cara yang membuatnya lebih
kompak dan terkoordinasi. Dalam program pelatihan leadership, seseorang akan dilatih agar terampil
menggunakan tahapan-tahapan ini.

Kita juga dapat mengenali tanda-tanda kepemimpinan yang efektif, misalnya Anda melihat seorang
pemimpin dapat memimpin timnya di waktu-waktu yang tepat karena memimpin sesungguhnya tidak
harus dilakukan setiap saat. Lalu mungkin Anda juga melihat seorang pemimpin yang pandai sekali
memotivasi timnya untuk mencapai tujuan bersama, daripada hanya pandai menetapkan target dan
menekan anak buahnya demi mencapai tujuan itu.

Leadership development program adalah salah satu langkah yang dapat Anda ambil untuk
mengembangkan kemampuan kepemimpinan yang efektif ini. Dalam program-program seperti ini, tidak
saja Anda mendapat materi kepemimpinan efektif dan materi kepemimpinan dalam organisasi, tetapi
juga cara menumbuhkan leadership atau kepemimpinan itu sendiri.

Tata Pranata ibadah gereja

MAKNA IBADAH

Di dalam pranata tentang ibadah dijelaskan bahwa makna

ibadah adalah “berhimpunnya warga untuk menghadap dan


mewujudkan persekutuannya dengan umat Tuhan.” ( Pranata

tentang ibadat bab I psl. 1 )

Dari definisi ibadah yang seperti itu berarti tujuan ibadah ialah:

1). Menghadap Tuhan

2). Mewujudkan dan menumbuh-kembangkan persekutuan

orang percaya.

Berkenaan dengan itu yang dilakukan jemaat saat ibadah ialah:

1). Menyembah dan memulikan Tuhan.

2). Mengaku percaya dan bertobat.

3). Bersyukur dan memohon

4). Mendengar firman dan menerima berkat.

5). Bersekutu dan bersukacita

Mengingat banyaknya keperluan saat beribadah yang demikian


tadi, juga karena jumlah warga yang beribadah jumlahnya

banyak, ibadah di GKJW pelaksanaannya lalu diatur

sebagaimana yang selama ini kita gunakan ( bandingkan I Kor.

14:33 ).

Selanjutnya hal-hal lain yang perlu dijelaskan terkait dengan

ibadah adalah sbb. :

1. Penanggungjawab dan penyelenggara ibadah

Dalam pranata tentang ibadah bab II psl. 3, dijelaskan bahwa

penanggung-jawab dan penyelenggara ibadah adalah Majelis Jemaat.

Dengan adanya pengertian yang seperti itu, sudah tentu anggota Majelis Jemaat harus melakukan
sesuatu terkait

dengan ibadah ( khususnya ibadah Mingu ), seperti misalnya :

a). Mempersiapkan pelayan, pendamping, dll. disamping


sarana-sarana lainnya

agar ibadah berjalan dengan lancar dan baik.

b). Menghitung persembahan, mencatat hal-hal yang terjadi

pada saat ibadah, dll.

Ringkas kata, anggota Majelis Jemaat sebagai yang

bertanggung-jawab dan penyelenggara ibadah harus datang

lebih awal dan pulang paling akhir.

2. Jabat-tangan dan penyerahan Alkitab

Ketika pelayan ibadah hendak naik ke mimbar, terlebih dahulu

diawali dengan upacara jabat-tangan dan penyerahan Alkitab.

Upacara tersebut mengandung maksud, bahwa pelayan

menerima mandat dari anggota Majelis Jemaat untuk melayani

ibadah pada hari itu. Selanjutnya apabila ibadah telah selesai


mandat tadi dikembalikan lagi kepada Majelis Jemaat dengan

disimbolkan penyerahan Alkitab dan jabat-tangan.

3. Tempat duduk Penatua / Diaken

Seperti telah dijelaskan tadi, penangung-jawab dan

penyelenggara ibadah itu adalah Majelis Jemaat. Kalau pada

no. 2 di atas diterangkan bahwa mandat melayani itu

diserahkan kepada seseorang, bukan berarti Majelis Jemaat lalu

tidak lagi bertanggung-jawab dan bukan penyelenggara ibadah,

tidak. Penanggung-jawab dan penyelenggara ibadah tetap pada

Majelis Jemaat. Untuk itu sebagai symbol tanggung-jawab

tersebut Majelis Jemaat lalu duduk mendampingi pelayan

ibadah.
TATA IBADAH MINGGU

1. ( WARTA LISAN ) diserahkan kepada Penatua.

NYANYIAN ( Kidung Jemaat No. 10 / 4 / 2, dsb. ) Berdiri,

dipimpin oleh Penatua. ( Pelayan ibadah masuk ke ruang ibadah.

Alkitab dari Penatua yang didahului dengan jabat

tangan).

2. SAAT TEDUH ( VOTUM )

P : Ibadah ini kami lakukan dalam nama Allah Bapa,

yang telah menciptakan langit dan bumi, yang tidak

pernah meninggalkan pekerjaan tanganNya dan yang

kekal kasih setiaNya. Amin. ( dan atau lainnya )

3. NYANYIAN ( Kidung Jemaat No. 17 / 18 / 454 / dlsb. )

4. SALAM
P : Anugerah dan damai sejahtera Allah Bapa, Tuhan

Yesus Kristus, senantiasa menyertai saudara-saudara.

Amin. -- ( dan atau lainnya ) -- duduk

( Hanya Pendeta yang boleh mengangkat tangan ).

5. THEMA IBADAH ( FIRMAN PEMBIMBING )

6. NYANYIAN ( menyesuaikan No. 5 )

7. PERTOBATAN

a). Membaca Hukum Kasih ( dlsb. )

b). Doa pengakuan dosa ( jemaat berdoa sendiri-sendiri

dulu, baru pelayan )

c). Berita anugerah ( membaca Firman )

d). Nyanyian ( Kidung Jemaat No. 34 / 35 / 36 / 39 / 40

/ dlsb. )
8. PELAYANAN FIRMAN

a). Doa ( oleh Pelayan Firman )

b). Pembacaan Alkitab ( oleh Penatua ), hanya

membaca.

c). Pelayan mengucapkan : “ Berhagialah yang

mendengar Firman Tuhan dan yang

memperhatikannya. Amin ”

d). Jemaat menyambut dengan menyanyikan ( secara

otomatis ) Kidung Jemaat 59:1.

Anda mungkin juga menyukai