Anda di halaman 1dari 2

Kekuatiran adalah “rasa takut tentang sesuatu hal yang belum pasti terjadi; merasa cemas; atau merasa

gelisah”. Wajar, merupakan karunia, sebagai bentuk kewaspadaan kepedulian terhadap suatu hal. Tidak
ada orang yang bisa menolong kita untuk itu, selain kita sendiri, terutama apa yang menjadi titik fokus
perhatian kita dalam memandang sebuah masalah.

Di tengah situasi kelam, mungkin kita terdorong untuk bertanya, “Di manakah Allah?” Apakah Allah
diam saja dalam epidemi Corona ini? Bahkan mungkin ada orang yang mulai bertanya, “Adakah ini
suatu hukuman dari Tuhan?”

Pertama, kita tidak perlu kuatir karena kita memiliki Allah Bapa yang mahabaik dan berkemurahan
(Matius 6:26,28-30). Dalam ayat 26 ini, Tuhan Yesus menguatkan lagi kepercayaan kepada Bapa di Sorga
dengan menggunakan contoh bagaimana Allah memelihara burung-burung itu. Walaupun burung itu tidak
menjalankan menabur dan menuai, serta mengumpulkan dalam lumbung, namun binatang itu menerima
makanan dari Tuhan. Kalau Tuhan memelihara binatang itu, apalagi anak-anak-Nya, Ia pasti memelihara
mereka. Sebagai anak-anak Allah, kita mempunyai tempat yang lebih penting dan berharga daripada
burung-burung itu.

Orang yang hidupnya dikuasai oleh kekuatiran, adalah orang yang hidupnya tidak dikuasai Tuhan. Jd
berpegang pada kekuatirannya, tidak pada Tuhan.

Kedua, kekuatiran tidak pernah menyelesaikan masalah-masalah kita (Matius 6:27). Pada ayat 27 ini,
Tuhan Yesus ingin menegaskan bahwa kekuatiran itu tidak berguna. Walau makanan itu penting bagi
pertumbuhan seseorang, tetapi pertumbuhan itu sendiri Allahlah yang mengendalikan. Waktu seorang anak
bertumbuh menjadi dewasa. Allah menambahkan jauh lebih daripada sehasta (46 cm). Para ahli Alkitab
memberi arti istilah Yunani “tên hêlikian” atau “tinggi badan” tersebut dengan pengertian “umur”.
Sedangkan dan kata Yunani “Pêkhun hena” atau “satu hasta” diartikan sebagai ukuran waktu (bukan
ukuran tinggi badan). Naskah asli Yunani di sini sebenarnya diterjemahkan menjadi "dengan kekuatiran,
kamu tidak dapat menambahkan satu hasta pada ketinggian badanmu". Tetapi karena jarang ada orang
yang ingin supaya tingginya bertambah dengan satu hasta, maka kebanyakan Ahli kitab menganggap
“hasta” sebagai waktu tambahan kepada umur. Dengan demikian jelaslah bahwa dengan kekuatiran,
kehidupan manusia tidak dapat diperpanjang.

Ringkasnya, kekuatiran tidak membantu kesulitan esok hari, tetapi benar-benar merusak kebahagiaan hari
ini. Semakin kita kuatir semakin sulit dan berat kehidupan yang kita jalani karena itu jangan pernah
membiarkan kekuatiran mengarahkan hidup kita. Sehari penuh kekuatiran lebih melelahkan ketimbang
sehari penuh bekerja. Kekuatiran akan hidup dan masa depan adalah pemborosan masa sekarang. Jika kita
tidak dapat menghindar dari rasa kuatir, ingatlah kuatir juga tidak akan pernah membantu kita.

Ketiga, pilihan untuk tidak kuatir adalah sikap percaya dan ketaatan pada perintah Tuhan Yesus Kristus.
Tuhan memberikan perintah kepada kita untuk tidak kuatir. Berulang-ulang Ia mengingatkan kita akan
perintah tersebut yang mengatakan “janganlah kamu megkuatirkan hidupmu! (Yunani: mê merimnate tê
psukhê humôn)” (Matius 6:25). Tuhan mengajarkan agar kita menyerahkan segala keinginan kita
kepadaNya dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur (Filipi 4:6).

Pertanyaan ini wajar dan sangat mungkin bisa dipertanyakan oleh orang-orang yang saat ini sedang
berjuang antara hidup dan mati di kota Wuhan. Atau bahkan diri kita sendiri. Namun sebenarnya ini
bukanlah kelalaian Allah. Situasi ini mendorong kita sebagai manusia untuk mengakui bahwa kita
adalah makhluk yang lemah dan membutuhkan pertolongan Tuhan dalam segala hal.

Firman Tuhan menegaskan bahwa Allah tidak pernah meninggalkan umat-Nya (Ibrani 13:5b). Ia
mengendalikan segala sesuatu dalam segala hal—masa lalu, masa kini, dan masa mendatang—dan
tidak ada sesuatu pun yang terjadi di luar kuasa Allah. Segala sesuatu yang terjadi, semua ada dalam
kedaulatan-Nya atau karena Ia mengizinkan hal tersebut. Namun, “mengizinkan sesuatu terjadi” dan
“menyebabkan sesuatu terjadi” adalah dua hal yang berbeda.

Kendati virus Corona berskala global, namun ini tidak berarti kita tidak bisa berbuat apa-apa. Kita
mungkin bukan ilmuwan yang mampu mengembangkan vaksin atau anti virus, pun kita tidak punya
cukup sumber daya untuk menolong mereka yang terdampak secara langsung, tapi kita memiliki
akses untuk datang kepada Allah dan menaikkan doa-doa kita kepada-Nya. Firman-Nya mengatakan,
“Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya” (Yakobus 5:16).

Tuhan mengetahui bahwa di dalam kehidupan kita masing-masing setiap hari ada persoalan, entah kecil
atau besar, yang harus kita hadapi dengan pertolongan Tuhan. Jika kita mengkuatirkan hari esok, maka
beban kita justru akan bertambah. Disini, kita mendapat pelajaran yang berharga dari Yesus Kristus, Tuhan
kita, agar kita “Janganlah kuatir tentang apapun juga”. Hal yang sama juga dikatakan Paulus “Janganlah
hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada
Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur” (Filipi 4:6). Demikian juga dengan Petrus yang
menasihati supaya “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu” (1
Petrus 5:7). Amin.

Ini adalah soal iman. Iman itu bukan sekedar percaya. Tapi yang paling penting adalah bagaimana kita
memeprcayakan diri kepada-Nya. Ketika kita bersedia mempercayakan diri sepenuhnya kepada-Nya,
maka kuasa Tuhan juga bekerja dengan sepenuhnya dalam hidup kita. Seringkali kita tidak merasakan
kuasa Tuhan itu, karena kita tidak memebri kesempatan yang speenuhnya kepada Tuhan untuk
menyatakan kuasa-Nya.u

Anda mungkin juga menyukai