Anda di halaman 1dari 15

REFORMASI GEREJA

REFORMASI DAN DEMOKRASI

Reformasi Protestan atau Reformasi Gereja (juga disebut

Reformasi Eropa) adalah suatu skisma dari Gereja Katolik yang

diprakarsai oleh Martin Luther dan dilanjutkan oleh Yohanes

Calvin, Ulrich Zwingli, serta para Reformis Protestan awal

lainnya di Eropa pada abad ke-16. Gerakan ini umumnya dianggap

telah dimulai dengan publikasi 95 Tesis oleh Luther pada 1517,

dan berlangsung sampai berakhirnya Perang Tiga Puluh Tahun

melalui Perdamaian Westfalen pada 1648.

Meskipun sebelum Luther telah ada upaya-upaya awal yang

signifikan untuk melakukan reformasi Gereja Katolik – seperti

yang dilakukan oleh Jan Hus, Peter Waldo (Pierre Vaudès), dan

John Wycliffe – Martin Luther secara luas diakui telah memulai


Reformasi Protestan dengan 95 Tesis. Luther mengawali dengan

mengkritik penjualan indulgensi, bersikeras bahwa Sri Paus tidak

memiliki otoritas atas purgatorium dan bahwa ajaran Katolik

mengenai jasa orang-orang kudus tidak memiliki landasan di

dalam Alkitab. Bagaimanapun, posisi Protestan kelak memadukan

perubahan-perubahan doktrin seperti ketergantungan

sepenuhnya pada Alkitab sebagai satu sumber keyakinan yang

benar (sola scriptura) serta keyakinan bahwa iman dalam Yesus,

dan bukan perbuatan-perbuatan baik, adalah satu-satunya jalan

untuk memperoleh pengampunan Allah atas dosa (sola fide).

Motivasi utama di balik perubahan-perubahan tersebut bersifat

teologis, kendati banyak faktor lain yang berperan, termasuk

bangkitnya nasionalisme, Skisma Barat yang mengikis

kepercayaan pada Kepausan, dugaan korupsi Kuria Roma, dampak

dari humanisme, dan pembelajaran baru Renaisans yang

mempertanyakan banyak pemikiran dalam tradisi.

Gerakan awal di dalam wilayah Jerman beragam rupa, dan

impuls-impuls reformasi lainnya timbul secara tersendiri di luar

kepemimpinan Luther. Tersebarluasnya mesin cetak Gutenberg

menjadi sarana penyebaran materi-materi keagamaan secara

cepat dalam bahasa vernakular (lingua franca). Kelompok-

kelompok terbesar gerakan ini yaitu Lutheran dan Calvinis.

Gereja-gereja Lutheran kebanyakan didirikan di Jerman, Baltik,

dan Skandinavia, sedangan gereja-gereja Reformed didirikan di

Swiss, Hongaria, Prancis, Belanda, dan Skotlandia. Gerakan baru


ini memberikan pengaruh definitif pada Gereja Inggris setelah

tahun 1547 di bawah pemerintahan Edward VI and Elizabeth I,

kendati Gereja Inggris telah berdiri sendiri di bawah

pemerintahan Henry VIII pada tahun 1530-an awal.

Terdapat juga gerakan-gerakan reformasi di seluruh Eropa

daratan yang dikenal sebagai Reformasi Radikal, yang

menimbulkan gerakan-gerakan Anabaptis, Moravia, dan Pietistik

lainnya. Selain membentuk komunitas-komunitas di luar otorisasi

negara, para Reformis Radikal sering kali menerapkan perubahan

doktrin yang lebih ekstrem, misalnya penolakan terhadap

prinsip-prinsip hasil Konsili Nicea dan Konsili Kalsedon yang

berlangsung pada Abad Kuno Akhir.

Gereja Katolik menanggapi dengan suatu gerakan yang disebut

Kontra-Reformasi, diprakarsai oleh Konsili Trente. Banyak upaya

dalam menghadapi Protestanisme dilakukan oleh kalangan Yesuit,

suatu tarekat baru kala itu yang terorganisasi dengan baik.

Secara umum, Eropa Utara, dengan pengecualian sebagian besar

wilayah Irlandia, berada di bawah pengaruh Protestanisme.

Eropa Selatan tetap Katolik, sedangkan Eropa Tengah

merupakan lokasi konflik yang sengit, imbas dari serangkaian

perang agama di Eropa yang berpuncak pada Perang Tiga Puluh

Tahun, sehingga mengakibatkan daerah ini hancur.


TOKOH REFORMASI GEREJA

Martin Luther
Titik awal dimulainya reformasi adalah ketika Martin Luther
memaku selembar kertas yang berisi 95 kritik terhadap otoritas
Gereja Katolik. Aksi ini dilakukan di depan sebuah gereja di
Wittenberg, Jerman, pada 31 Oktober 1517. Saat itu, Martin
Luther dikenal sebagai seorang biarawan dan dosen di sebuah
universitas di Wittenberg. Pada 1521, Luther dipanggil ke
hadapan Dewan Worms dan secara resmi dikucilkan oleh Gereja
Katolik. Tidak hanya itu, Dewan Worms mengutuk aksi Luther
dan melarang warga Kekaisaran Romawi Suci untuk membela
ataupun menyebarkan gagasan-gagasannya. Atas perlindungan
Frederick III, Luther kemudian menerjemahkan Alkitab dari
bahasa latin ke bahasa Jerman. Alhasil, legitimasi para imam
Katolik pun terancam karena orang-orang tidak perlu bergantung
padanya untuk menafsirkan Alkitab. Pada akhir reformasi,
Lutheranisme telah menjadi agama di sebagian besar wilayah
Jerman, Skandinavia, dan Baltik.

Huldrych Zwingli Huldrych Zwingli lahir pada 1 Januari 1484 di


Toggenburg, Swiss, dan meninggal pada 11 Oktober 1531. Dalam
gerakan Reformasi Gereja, Zwingli sepakat dengan Martin
Luther tentang keselamatan oleh iman dan kasih. Namun, ia
berbeda pendapat dengan Luther terkait kehadiran Kristus
dalam sakramen ekaristi atau ritual keagamaan. Zwingli
berpendapat bahwa kehadiran Kristus dalam sakramen lebih
bersifat spiritual.

John Calvin John Calvin lahir di Noyon, Perancis, pada 10 Juli


1509 dan meninggal di Jenewa, Swiss, pada 27 Mei 1564. Dalam
pandangan terkait Reformasi Gereja, Calvin secara tidak
langsung dipengaruhi oleh Desiderius Erasmus, seorang Teolog
asal Belanda. Calvin berpendapat bahwa keselamatan dan
pengampunan dosa hanya diperoleh melalui iman, bukan dengan
perbuatan baik. Ia juga dikenal menyuarakan kepercayaan
"predestinasi", yang bermakna bahwa seseorang dari awal telah
dipilih Tuhan untuk diselamatkan. Namun, hal itu menimbulkan
kontroversi karena dianggap tidak adil apabila Tuhan telah
menentukan keselamatan seseorang terlepas dari bagaimana
iman dan perbuatannya.

John Knox John Knox lahir di Haddington pada 1514, dan


meninggal pada 24 November 1572 di Edinburg, Skotlandia.
Pemikirannya banyak dipengaruhi oleh John Calvin dan turut
serta dalam gerakan Reformasi Gereja dengan membangun
Gereja Presbitarian. Ia mendirikan gereja tersebut di
Skotlandia, setelah melihat banyak rakyat yang marah dengan
kekayaan yang ditimbun gereja. Selain itu, praktek asusila yang
dilakukan gereja juga menjadi salah satu penyebab John Knox
mendukung Reformasi Gereja.
DAMPAK REFORMASI GEREJA

Quipperian, pada masa itu gereja memang memiliki peran yang

sangat kuat terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakatnya.

Bahkan praktik indulgensi atau proses penghapusan siksa dosa

tertuang dalam Katekismus Gereja Katolik 1471. 

Dengan segala keadaan tersebut yang telah berlangsung lama,

Reformasi Gereja pastinya memberikan dampak yang

memengaruhi banyak sektor bahkan mengakibatkan konflik,

kerusuhan, dan juga perang yang memakan banyak korban jiwa.

Dampak Reformasi Gereja juga berhasil menerjemahkan Alkitab

ke berbagai bahasa sehingga pemaknaannya tidak hanya

dipegang oleh satu pihak. Selain itu, Reformasi Gereja juga

melahirkan berbagai praktik gereja seperti Lutherisme,


Calvinisme, Evangelis, Anglikan, Methodis, Pentakosta, dan lain

sebagainya. 

Hingga saat ini, populasi masyarakat dunia yang menganut

kepercayaan Protestan berjumlah 560 juta pada tahun 2017.

Setiap tanggal 31 Oktober diperingati sebagai Reformasi Gereja

untuk berbagai aliran gereja Protestan, khususnya Lutheran.

LAHIRNYA PROTESTANISME

Kristen Protestan tidak muncul dari ruang kosong. Ia lahir dari

pemberontakan terhadap ajaran Katolik Roma. Dan dalang

perlawanan itu adalah Martin Luther. Luther lahir di Eisleben,

Saxony (sekarang Jerman), daerah kekuasaan Holy Roman

Empire, pada 10 November 1483. Memang banyak pemikir besar


yang lahir di antara abad ke-14 sampai ke-17—suatu periode

yang dikenal dengan nama Renaisans.

Kala itu tak akan ada yang menduga Luther juga akan tercatat

dalam sejarah sebagai salah satu pemikir besar bidang

keagamaan. Sebagaimana dicatat laman Britannica, pada umur 13

Luther bersekolah di Brethern of the Common Life yang

mengajarkan pentingnya meditasi dan pemulihan batin. Siswa di

sekolah itu juga kerap mengkritisi aksi-aksi spiritualitas yang

cenderung spekulatif. Ayah Luther, Hans, tidak menghendakinya

sebagai pastor. Dia mengharapkan Luther bisa menjadi

pengacara. Hans kemudian mengirim Luther yang berusia 15 ke

sekolah St. George’s di Eisenach.

Tiga tahun kemudian Luther melanjutkan pendidikan ke

Universitas Erfurt dan mendalami aritmatika, astronomi,

geometri, dan filsafat. Urusan keagamaan dan teologi semakin

jauh dari Luther muda. Cerita klise yang biasa kita temui dari

pemuka agama adalah kisah masa lalunya kala merasa mendapat

panggilan Tuhan dan menjadikannya rohaniwan. Luther juga

punya momen seperti itu.

Laman History mencatat, satu ketika di bulan Juli 1505, Luther

terjebak di tengah badai besar yang hanya berjarak beberapa

jam naik kuda dari Erfurt dan petir hampir menghantamnya.

Luther terpelanting dan jatuh dari kudanya. Rasa takut akan


kematian mendera Luther yang berumur 21 tahun dan

membuatnya bersumpah atas nama St. Anne, ibu dari Bunda

Maria, bahwa dirinya akan menjadi rahib jika nyawanya selamat.

Momen itulah yang membuat Luther menempuh jalan asketisme.

Dia masuk ke biara St. Augustine di Wittenberg dan mendalami

teologi meski sudah lulus dari sekolah hukum. Saat itu tak ada

satupun orang yang membayangkan Luther akan menjadi salah

satu mimpi terburuk Katolik Roma.

BUDAYA PROTESTAN

Meskipun Reformasi adalah gerakan agama, tetapi juga memiliki

dampak yang kuat pada semua aspek kehidupan yang lainnya:

pernikahan dan keluarga, pendidikan, kemanusiaan dan ilmu

pengetahuan, tatanan politik dan sosial, ekonomi, dan seni.


Gereja-gereja Protestan menolak gagasan imamat yang selibat

dan karenanya memungkinkan pendeta mereka untuk menikah.

Banyak dari keluarga mereka yang berkontribusi pada

pengembangan elit intelektual di negara mereka sendiri. Sejak

sekitar tahun 1950, wanita telah memasuki pelayanan, dan

beberapa dari mereka telah mengambil posisi terkemuka

(misalnya uskup), di sebagian besar gereja Protestan.

Ketika para Reformis menginginkan semua anggota gereja dapat

membaca Alkitab, pendidikan di semua tingkatan mendapat

dorongan yang cukup kuat. Pada pertengahan abad kedelapan

belas, tingkat melek huruf di Inggris adalah sekitar 60 persen,

di Skotlandia 65 persen, dan di Swedia delapan dari sepuluh pria

dan wanita mampu membaca dan menulis. [10] Perguruan tinggi dan

universitas didirikan. Misalnya, kaum Puritan yang mendirikan

Massachusetts Bay Colony pada 1628 juga mendirikan Harvard

College hanya pada delapan tahun kemudian. Sekitar selusin

perguruan tinggi lain mengikuti didirikan pada abad ke-18,

termasuk Yale (1701). Pennsylvania juga menjadi pusat

pembelajaran.

Anggota denominasi Protestan garis-utama telah banyak

memainkan peran kepemimpinan dalam aspek kehidupan Amerika,

termasuk politik, bisnis, sains, seni, dan pendidikan. Merekalah

yang mendirikan sebagian besar institut pendidikan tinggi

terkemuka di negara itu.


MENGUATNYA NEGARA DAN PEMERINTAH SEKULER

Reformasi Gereja memberikan kontribusi bagi lahirnya peranan

negara sebab salah satu gagasan pokok Martin Luther adalah

menggugat kedudukan Paus sebagai penguasa sekuler. Melalui

Kekaisaran Suci, Paus membawahkan kaisar dan raja-raja vassal-

nya di Eropa. Menurut Luther, Paus harus mengakui kekuasaan

para pangeran atau penguasa sekuler menurut prinsip-prinsip

kenegaraan yang berdasarkan nasionalisme. Gagasan ini pulalah,

Luther memperoleh dukungan luas dari para penguasa lokal dan

bangsawan. Bahkan, Luther menghendaki adanya pemisahan yang

jelas antara negara dan agama. Gagasan ini kelak melahirkan

feodalisme, nasionalisme, dan separatisme.


LAHIRNYA GEREJA ANGLIKAN

Anglikanisme (bahasa Inggris: Anglicanism) adalah suatu tradisi

di dalam Kekristenan yang terdiri dari Gereja Inggris dan

gereja-gereja yang secara historis terkait dengannya ataupun

memiliki keyakinan, praktik ibadah, dan struktur gereja yang

serupa.[1] Kata Anglikan berasal dari ecclesia anglicana, sebuah

frasa Latin Pertengahan yang berasal dari Magna Carta (1215)[2]

dan masa sebelumnya,[3] yang berarti "Gereja Inggris".

Para penganut Anglikanisme disebut "umat Anglikan" ( Anglicans).

Sebagian besar umat Anglikan adalah anggota Gereja Anglikan

nasional ataupun regional, dikenal sebagai provinsi gerejawi,

sebagai bagian dari Komuni Anglikan internasional,[4] yang adalah

persekutuan Kristen terbesar ketiga di dunia, setelah Gereja


Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur.[5] Sebagaimana

terlihat dari namanya, gereja-gereja dari Komuni Anglikan

terhubungkan oleh ikatan tradisi, afeksi, dan loyalitas yang

sama. Semuanya berada dalam persekutuan penuh dengan

Takhta Canterbury, dan karenanya Uskup Agung Canterbury

merupakan fokus khusus persatuan Anglikan sebagai primus

inter pares. Sekali setiap dasawarsa ia menghimpun Konferensi

Lambeth, memimpin pertemuan para primat, dan adalah Presiden

Dewan Konsultatif Anglikan.[6][7] Namun, terdapat sejumlah

gereja yang tidak termasuk dalam Komuni Anglikan yang

memandang diri mereka sebagai Anglikan, seperti misalnya

gereja-gereja Anglikan Berkelanjutan[8] dan gereja-gereja yang

menjadi bagian dari gerakan penataan kembali Anglikan.

Para penganut Anglikan mendasarkan iman Kristen mereka pada

Alkitab, tradisi-tradisi Gereja apostolik, suksesi apostolik

("episkopat historis"), dan tulisan-tulisan dari para Bapa Gereja.


[1]
Anglikanisme membentuk salah satu cabang Kekristenan

Barat; secara definitif menyatakan keterlepasannya dari Takhta

Suci pada saat Penyelesaian Keagamaan Elizabethan.[9] Banyak

formularium baru Anglikan dari pertengahan abad ke-16 yang

berhubungan erat dengan formularium Protestanisme

kontemporer. Reformasi dalam Gereja Inggris ini dipahami oleh

salah seorang dari mereka yang paling bertanggung jawab

atasnya, Thomas Cranmer sebagai Uskup Agung Canterbury pada

saat itu, sebagai mengarahkan suatu jalan tengah antara dua


tradisi Protestan yang timbul, yaitu Lutheranisme dan

Calvinisme.[10] Pada akhir abad tersebut, retensi dalam

Anglikanisme atas banyak tata liturgis tradisional dan atas

episkopatnya tidak dapat diterima oleh mereka yang

mempromosikan prinsip-prinsip terbaru Protestan.

Pada paruh pertama abad ke-17, Gereja Inggris dan Gereja

Irlandia yang terkait dengannya disajikan oleh beberapa

rohaniwan Anglikan sebagai cakupan suatu tradisi Kristen yang

berbeda, dengan berbagai teologi, struktur, dan tata ibadah

yang merepresentasikan satu jenis jalan tengah atau via media

yang berbeda antara Protestanisme dan Katolisisme Roma.

Perspektif ini menjadi sangat berpengaruh dalam teori-teori

identitas Anglikan selanjutnya dan diungkapkan dalam deskripsi

Anglikanisme sebagai "Katolik dan Tereformasi" (Catholic and

Reformed).[11] Tingkat perbedaan antara kecenderungan

Protestan dan Katolik di dalam tradisi Anglikan merupakan bahan

perdebatan rutin baik di dalam gereja-gereja Anglikan tertentu

maupun di seluruh Komuni Anglikan. Kekhasan Anglikanisme

adalah Buku Doa Umum, kumpulan tata ibadah yang digunakan

dalam sebagian besar gereja Anglikan selama berabad-abad, dan

dengan demikian diakui sebagai salah satu pertalian yang

mengikat Komuni Anglikan bersama-sama.

Setelah Revolusi Amerika, jemaat Anglikan di Amerika Serikat

dan Amerika Utara Britania (yang kelak membentuk dasar bagi

negara modern Kanada) masing-masing dibentuk kembali menjadi


gereja-gereja otonom dengan struktur-struktur swakelola dan

uskup-uskup tersendiri, yaitu Gereja Episkopal Amerika Serikat

dan Gereja Anglikan Kanada. Dengan perluasan Imperium

Britania dan aktivitas misi Kristen, model ini diadopsi sebagai

model bagi banyak gereja yang baru terbentuk pada saat itu,

khususnya di Afrika, Australasia, dan Asia-Pasifik. Pada abad

ke-19, istilah Anglikanisme diciptakan untuk mendeskripsikan

tradisi religius bersama dari gereja-gereja tersebut; termasuk

juga dari Gereja Episkopal Skotlandia, yang—meski bemula lebih

awal di dalam Gereja Skotlandia—telah diakui sebagai berbagi

identitas bersama ini.

Anda mungkin juga menyukai