Oleh :
Muhdin
1
Pokok Bahasan
• Pengertian SILIN dan urgensinya
• Persyaratan tempat tumbuh
• Kebutuhan luas, jumlah pohon terkait target
produksi kayu
• Luas sesuai keberadaan terkait kebutuhan
pengayaan
2
N N0 e kD
3
Ketentuan umum sistem silvikultur
6
PETA PENUTUPAN LAHAN/VEGETASI
Hutan Primer
Hutan Bekas
Tebangan
7
8
PETA SEDIAAN TEGAKAN JENIS KOMERSIL
UNTUK DIAMETER > 40 CM (HASIL IHMB)
9
UU 41/1999 Pasal 4 : Semua hutan di dalam wilayah RI termasuk
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya DIKUASAI oleh
Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
I. KONDISI HUTAN
• Hutan Primer
• Hutan Bekas Tebangan (LOA)
BERDASARKAN • Areal Non Hutan
DATA CITRA
SATELIT II. TIPE HUTAN
• Hutan Dataran Tanah Kering
• Hutan Rawa
• Hutan Payau/Mangrove
11
PERDIRJEN PHPL
No. P.12/PHPL/SET/KUM.1/12/2018
TTG PEDOMAN TEKNIK SILIN MERANTI
DALAM PENGELOLAAN HAP
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
12
Pasal 6
(1) Kegiatan Teknik SILIN terdiri dari:
a. Perencanaan Tapak SILIN (PTS) (Et+ 0 – 1);
b. Pengadaan Bibit/Pembibitan;
c. Penyiapan Lahan dan Pembuatan Lubang Tanam;
d. Penanaman;
e. Pemeliharaan (Pt+1,2,3,5 ke atas);
f. Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman
berbasis ekosistem; dan
g. Pemanenan Akhir Daur Tanaman SILIN.
13
BAB II
TEKNIK SILVIKULTUR INTENSIF (SILIN)
Pasal 4
(1) Pedoman Teknik SILIN Meranti wajib diacu oleh pemegang
IUPHHK-HA pelaksana SILIN Meranti, sesuai kondisi
tapak di areal kerja dan ditetapkan dalam RKUPHHK.
(2) Teknik SILIN Meranti dapat dilaksanakan pada seluruh
Sistem Silvikultur pada Hutan Alam.
(3) Pedoman Teknik SILIN sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memiliki faktor-faktor pendukung sebagai berikut:
a. Areal hutan produksi bekas tebangan.
b. Tapak dengan kelerengan maksimum 25 % (dua puluh
lima persen), drainase baik, dan aksesibilitas baik.
14
Pasal 5
(1) Tapak Teknik SILIN yg telah ditetapkan dalam RKUPHHK
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dapat
menerapkan SILIN dengan pola:
a. Jalur; dan atau
b. Rumpang.
(2) Pola Jalur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
memiliki kriteria:
a. Areal pengelolaan terdiri dari dua bagian yaitu jalur
tanam dan jalur antara.
b. Lebar jalur tanam adalah 3 (tiga) meter sampai dengan
5 (lima) meter.
c. Jarak antar sumbu jalur tanam adalah kurang lebih
20 (dua puluh) meter.
d. Jarak tanam dalam jalur tanam adalah 2,5 (dua koma
lima) sampai dengan 5 (lima) meter.
e. Jenis yang ditanam dalam satu jalur sebaiknya lebih
dari satu jenis.
15
(3) Pola Rumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
memiliki kriteria:
a. Areal pengelolaan terdiri dari areal rumpang dan areal antar rumpang.
b. Pemilihan lokasi rumpang dilakukan berdasarkan peta topografi dan
peta sebaran pohon, yang ditempatkan pada areal pengelolaan
dengan kelerengan kurang dari 25% (dua puluh lima persen).
c. Luas tiap rumpang maksimum 2 (dua) hektar sesuai kondisi
lapangan, dan tersebar dalam blok RKT dengan jarak antar tepi
rumpang minimum ± 50 (lima puluh) meter.
d. Pada penyiapan lahan, semua pohon dlm rumpang ditebang kecuali
jenis dilindungi dan jenis meranti dengan pertumbuhan yg prospektif.
e. Jarak tanam 3x3 meter, 5x5 meter, 6x3 meter atau sesuai dengan
tujuan pengelolaan hutan.
f. Semua permudaan yang berada di dalam rumpang dipelihara.
16
PERSYARATAN BIOFISIK AREAL DALAM MSS
18
b. Penyiapan Lahan dengan Pola Tanam Rumpang
Dilakukan dgn cara pembersihan dari semak belukar dan
jenis-jenis non komersial. Jenis pohon komersial dengan
diameter ≥ 20 cm, dilindungi, dan langka tetap dipertahan-
kan. Luas setiap rumpang maksimum 2 ha.
19
Terima kasih
20