Anda di halaman 1dari 16

PEDOMAN SISTEM

SILVIKULTUR HUTAN
MANGROVE
A. Umum
1. Pengertian Hutan Payau
 Hutan mangrove/hutan bakau / Hutan payau adalat tipe hutan
di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi pasang
surut air laut (tergenang saat pasang dan bebas genangan saat
surut). Substrat (tempat tumbuh) umumnya lumpur dan hutan
ini menyebar dari kawasan tropis sampai sub tropis.
 Komposisi jenis hutan mangrove tergantung pada tanahnya,
intensitas genangan dan salinitas air laut. Distribusi jenis dari
laut ke daratan adalah Sonneratia spp., Avicennia spp.,
Bruguiera spp., Rhizpohora spp., Ceriops spp., Lumnitzera spp.
dan Xylocarpus spp.
 Rhizpohora spp., Bruguiera spp. dan Ceriops spp., yang
ketiganya termasuk famili Rhizophoraceae merupakan jenis
yang julahnya paling banyak dan kayunya memunyai nilai
ekonomi paling tinggi.
 Famili Rhizophoracae relatif ssudah diketahui teknik
silvikulturnya.
2. Tujuan Pengusahaan
 Pengusahaan hutan mangrove terutama ditujukan untuk
menghasilkan kayu sebagai bahan pembuatan arang, kayu bakar
dan serpih kayu (chips).
 Secara ekologi hutan mangrove berfungsi sebagai tempat
berbiak, tempat berlindung, tempat mencari makan berbagai biota
laut, mencegah abrasi, mencecag intrusi, mencegah
perkembangbiakan nyamuk dan sebagai stabilisator ekosistem
perairan.

5. Sistem Silvikultur Hutan Mangrove


 Sistem silvikultur yang dipakai pada pengusahaan hutan
mangrove adalah sistem pohon induk (Mother Trees Method).
Pada sistem ini ditinggalkan pohon-pohon induk sebagai sumber
regenerasi untuk menghasilkan generasi berikutnya.
 Pemeliharaan meliputi penjarangan,
pembebasan, pemerkayaan dan perlindungan
hutan. Dengan begitu pada siklus tebang
berikutnya diperoleh kembali tegakan hutan
dgn komposisi seperti semula dan potensi alam
lainnya dapat dipertahankan.
 Sistem silvikultur ini terutama ditujukan untuk
pohon famili Rhizophoracea.
6. Wilayak kerja pengusahaan hutan mangrove
 Hutan mangrove yang diperkenankan diusahakan adalah
hutan produksi dengan lokasi mulai dari 50 m dari tepi
pantai dan 10 dari tepi sungai, alur air atau jalan raya.
Bagian yang tidak ditebang tidak boleh diganggu.
 Kepres 32/1990 tentang pengelolaan kawasan lindung dan
UU 32/2011 tentang lingkungan hidup, pada hutan
mangrove harus ada jalur hijau (green belt) selebar 130 x
tunggang pasang air laut.

7. Rencana kerja pengusahaan hutan mangrove


 Pengusahaan hutan mangrove dilakukan berdasarkan
rencana kerja atau bagan kerja yang telah disahkan oleh
instansi yang berwenang.
 Jenis, bentuk dan isi rencana kerja tsb. disesuaikan dengan
peraturan yang berlaku.
.
B. Persiapan Sebelum Penebangan
1. Inventarisasi
a. Maksud : Mengetahui keadaan pohon, permudaan, fisik
lapangan dan sosial ekonomi di sekitar hutan.
Tujuan: (1) Menetapkan tindakan penebangan atau penjarangan;
(2) Sebagai bahan untuk menyusun rencana kerja.

b. Objek Inventarisasi
 Semai, yaitu permudaan yang tingginya kurang dari 1,5 m
 Pancang, yaitu permudaan h > 1,5 m dgn diameter < 10 cm
 Pohon, yaitu tumbuhan dengan diameter 10 cm atau lebih
diukur pada 20 cm di atas pangkal akar tunjang atau banir.
c. Inventarisasi Pohon
 Dilakukan dengan metode systematic strip sampling
 Jalur inventarisasi 10 m, yaitu 5 m ke sebelah kiri-kanan rintis.
 Rintis pertama ditetapkan secara acak, jarak jalur rintis 200 m
dengan arah memotong garis perbedaan pohon.

d. Inventarisasi permudaan
 Dilakukan dengan metode systematic plot sampling
 Semai dicatat jenis dan jumlahnya pada petak berukuran 2 x
2m
 Petak dibuat setiap jarak 100 m dgn posisi berseling dgn
arah rintis
 Pancang dimati pada petak 5 x 5 dgn jarah 100 m, posisi
berseling rintis.

e. Pengolahan Data
 Nama jenis dibedakan kelompok Rhizophoraceae dan non
Rhizophoracea
 Volume pohon dihitung berdasarkan tabel isi jenis ybs.
 Vol. dikelompokkan kelas diameter 10-20 cm, 21-30 cm, 31-
40 dan >40
2. Penataan Hutan
a. Pemberian tanda batas :
patok cat merah setiap 100 m, atau pohon dicat merah
setiap 25 m.
b. Pembagian wilayah kerja
 Wilayah kerja dibagi ke dalam kelas perusahaan hutan dan
unit kerja tata hutan.
 Diperlukan untuk pengaturan pelaksanaan dan pengawasan
tata tempat, waktu, administrasi penebangan dan pengaturan
pemeliharaan hutan.

c. Pembagian kelas perusahaan (menurut komposisi, umur dan


tujuan) :
- Kelas hutan mangrove lindung ---- tdk boleh digangu
- Kelas hutan Rhizophoraceae : - Rhizophora spp.
- Bruguiera spp.
- Ceriops spp.
- Kelas hutan mangrove bukan Rhizoporaceae
Kelas hutan Rhizophoraceae dibagi ke dalam :
 Kelas hutan mangrove masak tebang :
belum pernah ditebang, atau 30 tahun setelah tebang
 Kelas hutan mangrove dewasa : bekas tebang yang belum
masak tebang atau berumur 10 tahun atau lebih
 Kelas hutan payau muda : bekas tebangan berumur < 10
tahun
 Kelas hutan mangrove rusak : tdk punya cukup permudaan
dan phn induk.

Pada areal kerja kelas hutan itu dipetakan dengan skala 1 :


10.000
d. Pembagian ke dalam unit kerja tata hutan : Wilayah kerja
dibagi ke dalam areal kerja 5 tahunan utk siklus 30 tahun.
 Areal kerja 5 tahunan dibagi lagi ke dalam areal kerja 1
tahun.
 Areal kerja 1 tahun dibagi ke dalam blok-blok dgn luas
blok 100 ha
 Setiap blok dibagi ke dalam petak-petak dgn luas petak
10 – 50 ha.
 batas blok sedapat mungkin batas alam : sungai, alur air
atau pantai.
 Tiap blok dan petak diberi nomor kode dan dilukiskan di
atas peta dgn skala 1 : 10.000
3. Penyusunan rencana kerja
Rencana kerja disusun berdasarkan atas hasil inventarisasi ,
disusun dalam bagan kerja dan telah disahkan oleh instansi
yang berwenang.

4. Penunjukan pohon induk


 Jenis yang ditunjuk sebagai pohon induk adalah Rhizophora
spp., Bruguiera spp. dan Ceriops spp.
 Jumlah pohon induk 40 btg/ha dgn jrak rata-rata 17 m
 Pohon induk berdiameter minimal 20 cm (diukur 20 cm di
atas banir/at).
 Pohon induk haru berbatang lurus dgn tajuk lebat dan sehat.
 Pohon induk diberi nomor urut dan nomor petak ybs.
 Pohon induk dilukiskan pada peta dgn skala 1 : 10.000.
5. Penebangan pohon dan pengeluaran kayu
a. Batas diameter, peralatan dan siklus tebang
 Pohon boleh ditebang bila telah berdiameter 10 cm.
 Peralatan yang digunakan hanya parang, kampak dan
gergaji mesin.
 Siklus tebang ditetapkan 30 tahun, atau bisa disesuaikan
dgn t4 tumbuh, tujuan pengusahaan dan ekologi setelah
mendapat persetujuan instansi yang berwenang.

b. Sistem penebangan
 Penebangan dilakukan dgn meninggalkan pohon induk 40
batang/ha.
 Setelah penebangan, areal hutan ditutup terhadap
penebangan.
 Pada umur 15-20 tahun setelah penebangan, dilakukan
penjarangan dan ditutup kembali dari penebangan sampai
berumur 30 tahun.
c. Usaha pencegahan kerusakan hutan
 Pada waktu penebangan, pembagian batang dan pengeluaran
kayu dicegah terjadinya kerusakan terhadap pohon induk,
permudaan dan tanah hutan, dgn cara terlebih dahulu
menetapkan arah rebah pohon yang tepat, tidak menarik
pohon yang tersangkut dan tdk menebang permudaan kayu
jenis Rhizophoraceae.
 Pengeluaran kayu dilakukan melalui sungai, alur air atau
parit, (lebar 1,5 m) atau dgn lori melalui jalan rel. Penentuan
arah rel /parit ditetapkan dgn cermat dan jarak antar rel/parit <
200 m.
 Luas tempat penimbunan kayu (TPn) termasuk pembakaran
arang dibatasi 0,1 h/ 10 areal penebangan. TPn dan jalan
pengeluaran kayu digambarkan pada peta dgn skala 1 :
10.000.
4. Pemeliharaan bekas tebangan
a. Penjarangan
 Penjarangan = menebang sebagian pohon utk mempelebar
jarak antar pohon shg pertumbuhan yg tinggal menjadi lebih
baik.
 Penjarang an dilakukan satu kali pada umur 15-20 tahun
setelah penebangan atau jika hasil inventarisasi sudah lebih
dari 1.100 pohon/ha.
 Yang ditebang pada penjarangan adalah pohon yang
tumbuhnya tertekan, batangnya jelek atau terkena serangan
penyakit.
 Penjarangan dilakukan dengan meninggalkan sekitar 1.100
phn/ha.
 Pada waktu penjarangan, pohon induk dapat ditebang.
b. Pembebasan dari tumbuhan pengganggu
Pada waktu penjarangan, tumbuhan pengganggu seperti
tumbuhan pemanjat, pakis dan jenis pohon yang kurang
mempunyai nilai ekonomis ditebang atau dimatikan.
c. Pengayaan
Areal yang rusak seperti bekas penebangan, kiri-kanan rel/ parit,
bekas TPn, pondok dsb yang blm ditumbuhi permudaan harus
ditanami jenis2 Rhizophoraceae.
Cara Penanaman
 Perbersihan lapangan dan pemasangan ajir
Pembersihan jalur selebar 1 m, jarak antar jalur 2 m dan arah
melintang arah pasang. Pada jalur pasang ajir dgn jarak 2 sbg
tempat penanaman.
 Pengumpulan buah
Buah/benih dari famili Rhizophoraceae dipetik dari pohon induk
sebagai bahan perbanyakan tananam, lalu disimpan 10-15 hari di
bawah tegakan.
 Penanaman
Buah yang diambil ditanam pada posisi ditancapkan ajir
 Penyiangan
Dilakukan pembersihan gulma sampai umur 2 tahun
- 5. Perlindungan hutan
Hutan dan tanah hutan dilindungi dari penebangan liar,
penyerobotan tanah hutan, hama dan penyakit dan
sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai