Anda di halaman 1dari 10

EKOBIOLOGI PERAIRAN RAWA DAN GAMBUT LAPORAN

PRAKTIKUM

OLEH

DEWIS ARNOLDUS DANA HURIT : 212110011

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


FALKUTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2022
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki
luas laut 6,32 juta km2 dan daratan 1,91 juta km2. Wilayah daratan mencakup
17.504 pulau dengan panjang garis pantai 99.093 km atau nomor tiga terpanjang di
dunia, dan memiliki perairan umum berupa sungai, danau dan rawa yang luasnya
tidak kurang dari 158 ribu hektar. Di dalam perairan umum yang begitu luas
tersebut tersimpan potensi sumberdaya perikanan yang tidak sedikit. Hal ini berarti
bahwa perairan umum, termasuk ekosistem rawa di dalamnya merupakan salah
satu pusat kegiatan ekonomi nasional, melalui kegiatan masyarakat seperti
perikanan tangkap, budidaya perikanan (akuakultur), pertanian, transportasi, dan
pariwisata.
Luas lahan rawa Indonesia diperkirakan mencapai 33.393.570 hektar yang
terdiri dari lahan pasang surut 20.096.800 hektar (60,2%) dan lahan rawa non-
pasang surut (lebak) 13.296.770 hektar (39,8%). Dari luas total lahan tersebut,
lahan rawa yang telah dikembangkan pemanfaatannya oleh pemerintah adalah 1,8
juta ha dan oleh masyarakat sekitar 2,4 juta ha. Pengembangan lahan rawa di
Indonesia tersebar di beberapa pulau besar terutama di Pulau Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
Pemanfaatan sumberdaya hayati perairan di lahan dan perairan rawa
diharapkan dapat meningkatkan laju pembangunan dan mengurangi ketergantungan
pada wilayah teresterial sehingga tidak bersaing dengan pembangunan yang
memanfaatkan lahan di daratan. Selain itu, pemanfaatan perairan rawa bisa
mengoptimalkan pemanfaatan lahan marjinal yang notabene kurang produktif
menjadi lahan yang memiliki produktivitas tinggi. Rendahnya produktivitas di
lahan rawa, dikarenakan lahan tersebut sarat dengan permasalahan terutama
kualitas air, seperti keracunan H2S dan kemasaman, kekeruhan dan berbagai
permasalahan lainnya.

Sumberdaya alam dan potensi lahan yang terdapat di lahan rawa masih dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk kegiatan petanian khususnya budidaya ikan
melalui implementasi teknologi yang adaptif. Dalam upaya untuk menerapkan
teknologi budidaya ikan yang sesuai di lahan rawa, langkah awal yang harus
dilakukan adalah menggali basis data tentang karakteristik dan sifat perairan rawa
khususnya karakter biologi dan ekologinya. Salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk menelusuri karakter tersebut adalah dengan mendata vegetasi, fauna dan
kondisi tanah dan airnya. Dengan terkumpulnya data tersebut, tentu langkah
kongkrit yang dapat dilakukan untuk memulai dan mengembangkan usaha budidaya
ikan dapat direalisasikan. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan praktikum
ekobiologi perairan rawa dan gambut ini.

1.2. Tujuan

Pelaksanaan praktikum ini bertujuan:


1. Mahasiswa memiliki pengetahuan tentang parameter biologi dan lingkungan
yang dapat dijadikan indikator perairan rawa dan gambut.
2. Mahasiswa memiliki keterampilan dalam mengukur variabel biologi dan
lingkungan dalam karakterisasi perairan rawa dan gambut.
3. Mahasiswa dapat menganalisis kondisi ekologi perairan rawa dan gambut
berdasarkan data biologi dan lingkungan yang dijumpai.
II. PROSEDUR KERJA PELAKSANAAN PRAKTEK

2.1. Bahan dan Alat Praktikum Bahan


Adapun bahan yang digunakan pada prkatikum ini yaitu sampel komponen
biologi lingkungan perairan dan bahan lainnya yang diperlukan.
Alat yang digunakan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Global Positioning System (GPS) untuk menentukan titik koordinat pengamatan.
b. Klinometer untuk menentukan tinggi tegakan pohon
c. Soil pH tester untuk mengukur keasaman tanah
d. pH meter digunakan untuk mengukur pH air.
e. Hand refraktometer digunakan untuk mengukur salinitas.
f. DO meter untuk mengukur oksigen terlarut.
g. Meteran untuk mengukur jarak.
h. Tali dan pancang untuk membuat plot.
2.2. Prosedur Kerja
2.2.1 Pembuatan plot praktikum
Pengamatan kondisi ekologi rawa dilakukan dengan menggunakan metode
kombinasi antara metode jalur (transeck) dan metode jalur berpetak. Penarikan
contoh (sampel) untuk data vegetasi terbagi atas 3 stasiun yang berbentuk jalur-jalur
atau transek di sepanjang garis tepi sungai atau pantai (tegak lurus kearah darat) yang
ditentukan secara sengaja (purposive sampling) sesuai dengan kondisi di lapangan
serta dianggap representative mewakili tegakan vegetasi di pinggir sungai atau pesisir
pantai.
Pada setiap lokasi sampel yang diamati dibuat jalur dengan lebar 10 m dan
panjang 100 m (1000 m2), jalur dibuat dimulai dari tepi sungai atau laut dan
diupayakan searah tegak lurus terhadap tepi sungai atau laut tersebut. Pada setiap
jalur dibuat sub petak ukur dengan ukuran 2 m x 2 m untuk semai (tinggi < 1,5 m), 5
m x 5 m untuk tingkat pancang (tinggi 1,5 m - diameter batang < 10 cm) dan untuk
tingkat pohon (diameter≥ 10 cm) ukuran petak 10 m x 10 m (Gambar 1.).

Keterangan : Petak contoh 2 m x 2m untuk Semai, petak contoh 5 m x 5 m untuk


pancang, petak contoh 10 m x 10 m untuk pohon.
Gambar 1. Pengambilan contoh menggunakan metode jalur berpetak
2.2.2. Pengamatan biota rawa
Pengamatan biota (flora dan fauna) di ekosistem rawa dilakukan di dalam plot
contoh dengan intensitas sampling 5%. Penentuan awal plot contoh dilakukan secara
purposiv random sampling yang diawali pengamatan secara umum berdasarkan informasi
masyarakat, peta atau berdasarkan data yang lebih akurat seperti dari citra satelit. Untuk
pengamatan vegetasi, plot contoh diambil pada areal yang memiliki potensi pertumbuhan
vegetasi yang baik dan jenis tanaman relatif seragam, untuk selanjutnya diplotkan
dilapangan. Plot contoh dibuat berbentuk transeck dimulai dari tepi sungai atau laut
menuju daratan, dengan langkah- langkah pengamatan pada plot contoh sebagai berikut :
biomasa vegetasi rawa diukur dengan pengamatan plot contoh 10 m x 100 m dengan
ukuran setiap sub petak contoh 10 x 10 m, untuk vegetasi yang memiliki pohon
berdiameter ≥10 cm, 5 m x 5 m untuk vegetasi yang berdiameter 5-10 cm, dan sub petak
2 m x 2 m untuk vegetasi < 5 cm, data yang diukur meliputi tinggi pohon, diameter pohon
setinggi dada (dbh) dan mencatat nama semua jenis vegetasi yang ditemui.
Identifikasi jenis vegetasi dilakukan dengan menggunakan buku determinasi
tanaman(manual tanaman) dan masyarakat yang ada disekitar lokasi praktik terutama
dalam penamaan lokal. Identifikasi dilakukan pada vegetasi yang ditemui yaitu :
a. Tingkat semai, adalah vegetasi dengan tinggi 1,5 m.
b. Tingkat pancang, adalah vegetasi dengan diameter batang > 5 cm dan tinggi > 1,5 m.
c. Tingkat pohon, adalah vegetasi mangrove dengan diameter batang ≥ 10 cm.
Untuk tingkat semai dicatat nama daerah dan nama ilmiah dengan menggunakan
buku acuan atau panduan yang ada kemudian dihitung jumlah individunya. Untuk tingkat
pancang dan pohon dicatat nama ilmiah dan nama daerah, dihitung jumlah individu,
diukur tinggi dan diameter batang dari setiap individu.
2.3. Pengamatan Kondisi Lingkungan Abiotik Rawa

A. Potensi tegakan
Perhitungan potensi tegakan pada masing-masing titik pengamatan dihitung
berdasarkan jumlah volume pohon, dengan rumus sebagai berikut:

V .D 2 .T. f
1
4

Keterangan:
V : Volume pohon dalam suatu titik (m3/0,2 ha)
D : Diameter pohon (m)
T : Tinggi pohon (m)
f : Angka bentuk = 0.8

Volume tegakan dihitung dengan cara mengkonversi nilai volume pohon dalam
masing-masing titik ke dalam satuan m3/ha
B. Struktur vegetasi
Analisis terhadap struktur vegetasi rawa mengacu pada English et al. (1994) yaitu
dengan menghitung kerapatan, frekuensi, penutupan dan indek nilai penting (INPi)
masing-masing species. Analisis ini menggunakan data hasil pengukuran langsung di
lapangan, berupa jumlah individu (IND), diameter batang (DB), jenis vegetasi di
ekosistem rawa serta luas dan jumlah petak contoh yang diambil. Analisis data struktur
vegetasi dilakukan sebagai berikut :
1. Indeks nilai penting (INP), analisa datanya meliputi:
a) Kerapatan spesies (Di), adalah jumlah tegakan spesies i dalam suatu unit area:
n
Di  i

Keterangan:
Di = kerapatan spesies i,
ni = jumlah total individu dari spesies i
A = luas area total pengambilan contoh (luas total petak contoh/plot)

b) Kerapatan relatif spesies (RDi) adalah perbandingan antara jumlah tegakan spesies i
(ni) dan jumlah total tegakan seluruh spesies (n):

RDi n
ni
 n i 1


x100%
c) Frekuensi Spesies (Fi) adalah peluang ditemukannya spesies i dalam petak
contoh/plot yang diamati:

Fi  pi
n

p
i 1

Keterangan:
Fi = frekuensi spesies i;
pi = jumlah petak contoh/plot dimana ditemukan spesies i
p =jumlah total petak contoh yang diamati.

a) Frekuensi Relatif Spesies (RFi) adalah perbandingan antara frekuensi spesies (Fi)
dan jumlah frekuensi untuk seluruh spesies (F):

RFi Fi x100%
 n


F
i 1

b) Penutupan Spesies (Ci ) adalah luasan penutupan spesies i dalam suatu unit area:

 Ba
C i1
i
A

Keterangan:
Ba = π DBH2/4 (dalam cm2),
π = konstanta
DBH = diameter pohon dari spesies i,
A = luas total pengambilan contoh

c) Penutupan Relatif Spesies (RCi) adalah perbandingan antara luas area penutupan
spesies i (Ci) dan luas total area penutupan untuk seluruh spesies (C):

RCi Ci
 n


C
i 1
x100%
d) Nilai Penting Species (INPi ) memberikan gambaran mengenai pengaruh atau
peranan suatu spesies tumbuhan dalam komunitas/ekosistem rawa. Jumlah nilai
kerapatan relatif spesies (RDi), frekuensi relatif spesies (RFi) dan penutupan relatif
spesies (RCi) menunjukkan Nilai Penting Species (INPi ) :

INPi  RDi  RFi  RCi


Nilai Penting suatu spesies berkisar antara 0 dan 300. Nilai Penting adalah indeks
kepentingan suatu species di dalam komunitasnya. Nilai penting ini memberikan
suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan rawa dalam
komunitas atau ekosistem rawa. Nilai Penting Species (INP i) yang rendah pada jenis
tertentu mengindikasikan bahwa jenis ini kurang mampu bersaing dengan
lingkungan yang ada disekitarnya serta jenis lainnya.

2. Keanekaragaman jenis
Keanekaragaman jenis ditentukan dengan persamaan keragaman Shanon-Wiener
(1949), dengan persamaan sebagai berikut:

H '  {(Ni / N ).(Log(Ni / N )}

Keterangan:
H’ : Indeks keanekaragaman jenis
Ni : Nilai penting suatu jenis pohon
N : Nilai penting seluruh jenis pohon
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil
Luas lahan petakan keseluran : 5m x 5m
Luas lahan sub petakan : 2m x 2m
Table 1. Hasil pengamatan flora didalam plot
NO FLORA FAUNA
1. Sagu (Metroxylon sago) Nyamuk (Culicidae)
2. Sempur air (Dillenia suffruticosa Semut (Formicidae)
3. Jambu (Syzygium) Kadal (Lacertilia)
4. Mahang (Macaranga) Kepinding (Cimicidae)
5. Pakis (Polypodiophyta) Kepiting air tawar (Gecarcinucoidea)
6. Pakis hijau (Blechnum indicum) Walang sangit (eptocorisa oratorius)
7. Rumput gajah (Pennisetum
purpureum)
8. Teki ladang (Cyperus sp.)
9. Rotan (Calameae)

Table 2. Hasil Pengukuran Kualitas Air


No Parameter Hasil
1 29
Suhu (oC)

2 27
DO (ppm)

3 4,7
pH air

4 pH tanah 6,8
5 Amoniak Mg/l 1,5

Anda mungkin juga menyukai