Van Ophuysen
Pada tahun 1901 pemerintah Hindia
Belanda menetapkan berlakunya ejaan
bahasa Melayu dengan huruf Latin, dan
diberi nama sesuai dengan nama
penciptanya, yaitu ejaan Ch. A. Van
Ophuysen. Ejaan itu kemudian
diterbitkan dalam Kitab Logat Melayu.
Pada masa itu, bangsa Indonesia dijajah
oleh Belanda, sehingga tidaklah
mengherankan apabila ejaan tersebut
disesuaikan dengan ejaan bahasa
Belanda, seperti yang dapat dilihat huruf
oe untuk menuliskan kata-kata seperti
goeroe, moeloet, dan masih banyak
yang lain.
Ejaan bahasa Melayu yang dikenal
dengan nama ejaan Ch. A. Van Ophuysen
ini berlaku sampai dengan diresmikannya
bahasa Melayu pada tanggal 28 Oktober
1928, walaupun telah ada nama bahasa
Indonesia, tidaklah berarti bahasa
Indonesia langsung ada sebagai
pengganti ejaan Ch. A. Van Ophuysen.
Oleh karena itu, ejaan Ch. A. Van
Ophuysen itu masih tetap berlaku atau
digunakan sampai berakhirnya zaman
pendudukan Jepang di Indonesia bahkan
sampai pada zaman Republik tahun 1974.
Ejaan Ch. A. Van Ophuysen betapapun
kurang sempurna, namun tidak dapat
dipungkiri bahwa sistem ejaan itu telah
memberikan jasanya dalam meletakkan
dasar bagi perkembangan bahasa
Indonesia, lebih khususnya lagi
perkembangan ejaan bahasa
Indonesia.
b. Ejaan Soewandi (Ejaan Republik)
Ejaan bahasa Indonesia yang baru
diberi nama ejaan Soewandi dan
ditetapkan sebagai pengganti ejaan
yang lama Ch. A. Van Ophuysen setelah
proklamasi kemerdekaan. Nama ejaan
baru itu diberikan sesuai dengan nama
Menteri PP dan K yang pada waktu itu
dijabat oleh Bapak Mr. Soewandi.
Pada dasarnya, ejaan Soewandi tidak
banyak berbeda dengan ejaan Ch. A.
Van Ophuysen. Ejaan Soewandi dapat
dipandang sebagai usaha
penycderhanaan dari ejaan Ch. A. Van
Ophuysen.
c. Ejaan Melindo
Ejaan melindo singkatan dari ejaan Melayu
Indonesia. Ejaan ini merupakan tingkatan
tindak lanjut dari persahabatan Indonesia
dengan persekutuan tanah Melayu. Pada
tanggal 4 sampai 7 Desember 1959, di Jakarta
diadakan sidang bersama antara panitia
kerjasama bahasa Melayu dan bahasa
Indonesia yang diketuai oleh Prof. Dr. Slamet
Mulyana dari Indonesia dan Syed Nasir Bin
Ismail dari Tanah Melayu. Sidang ini tidak
berhasil mengeluarkan konsep-konsep ejaan
Melindo.
Pada tahun 1961 Departemen PP dan K
Republik Indonesia mengeluarkan
pengumuman bersama dinyatakan
bahwa pada tahun 1962 akan diresmikan
Ejaan Melindo. Namun, keputusan tersebut
tidak menjadi kenyataan karena peristiwa-
peristiwa politik menimbulkan ketegangan.
Jadi, Ejaan Melindo yang dimaksudkan
tidak berhasil. Dengan kata lain, tidak
berhasil menyempurnakan Ejaan
Soewandi.
d. Ejaan yang Disempurnakan
Ejaan yang Disempurnakan (EYD)
adalah ejaan bahasa Indonesia yang
berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini
menggantikan ejaan sebelumnya yaitu,
ejaan Republik. EYD memberikan aturan-
aturan dasar tentang bunyi kata,
kalimat, dan pemakaian EYD. Kehadiran
EYD merupakan satu upaya untuk
menstandarkan bahasa Indonesia.
Pada tanggal 16 Agustus, dalam pidato
kenegaraan, Presiden Soeharto
meresmikan pemakaian Ejaan yang
Disempurnakan (EYD) dalam bahasa
Indonesia, dan pada peringatan hari
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1972, diresmikan aturan ejaan baru
berdasarkan keputusan Presiden No.57
Tahun 1972, dengan nama Ejaan yang
Disempurnakan (EYD).
1.Pemakaian Huruf
Huruf Abjad
Huruf Vokal
Huruf Konsonan
Huruf Diftong
Gabungan Huruf Konsonan
Pemenggalan Kata
2. Pemakaian Huruf
Huruf Kapital atau Huruf Besar
Huruf Kecil
Huruf Miring
Huruf Tebal
3. Penulisan Kata
Kata Dasar
Kata Turunan
Bentuk Ulang
Gabungan Kata
Kata Ganti ku, kau, mu, dan –nya
Kata depan di, ke, dan dari
Kata si dan sang
Partikel
Singkatan dan Akronim
Angka dan Lambang Bilangan
4. Penulisan Unsur Serapan
5. Pemakaian Tanda Baca
Tanda Titik (.)
Tanda Koma (,)
Tanda Titik Koma (;)
Tanda Titik Dua (:)
Tanda Hubung (-)
Tanda Elipsis (…)
Tanda Tanya (?)
Tanda Seru (!)
Tanda Kurung ( (…) )
Tanda Kurung Siku ([…])
Tanda Petik (“…”)
Tanda Petik Tunggal (‘…’)
Tanda Garis Miring (/)
Tanda Penyingkat atau Apostrof (‘ )
TERIMA KASIH