Ejaan baku yang digunakan saat ini adalah ejaan bahasa Indonesia yang mengalami perubahan dari
masa-kemasa dimulai dari ejaan Van Ophuijsen, Ejaan Soewandi, Ejaan Pembaharuan, Ejaan
Melindo, ejaan LBK, hingga Ejaan yang disempurnakan.
Ejaan Van Ophuijsen 1901
Penulisan Ejaan yang disempurnakan pada masa-kemasa mengalami perubahan yang dimulai dari
ejaan Van Ophuijsen yang terdengar dalam Kongres Bahasa Indonesia I, 1983, di Solo. Ejaan ini
merupakan ejaan yang pertama kali berlakudalam bahasa Indonesia yang ketika itu masih bernama
bahasa Melayu.
Ejaan soewandi 1947
Setelah perubahan ejaan yang ini yang dikenal dengan ejaan Soewandi, muncullah reaksi setelah
pemulihan kedaulatan (1949) yang melahirkan ide yang muncul dalam Kongres Bahasa Indonesia II
di Medan (1954). Waktu itu pejabat Mentri Pendidikan dan kebudajaan adalah Mr. Muh. Yamin
yang memutuskan :
Ejaan sedapat-dapatnya menggambarkan satu fonem dengan satu huruf
Penetapan hendaknya dilakukan oleh suatu badan yang kompeten
Ejaan itu hendaknya praktis tetapi ilmiah.
Pada tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan menggantikan ejaan van Ophuijsen. Ejaan
baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan
dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut.
a. Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umur
b. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum,
rakjat.
c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti anak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
d. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya, seperti kata depan di pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di-
pada ditulis, dikarang.