Anda di halaman 1dari 88

Cara, Mekanisme, Sebab

Kematian
Cara kematian
Cara kematian mengacu pada cara bagaimana penyebab kematian
muncul menurut hukum:
• Natural (wajar)
• Un Natural (Tidak wajar):
• Accident (kecelakaan)
• Suicide (bunuh diri)
• Homicide (pembunuhan)
• Undetermined (tidak dapat ditentukan)

Dolinak D, Matshes E, Lew E. Forensic pathology. Amsterdam: Elsevier Academic Press; 2005.
Natural
• Dikatakan “Natural” ketika individu mati sebagai akibat dari proses
penyakit yg alami, tanpa adanya pengaruh dari luka, keracunan obat,
ataupun faktor lingkungan dan faktor non-natural lainnya.

Dolinak D, Matshes E, Lew E. Forensic pathology. Amsterdam: Elsevier Academic Press; 2005.
Accident
• Sebuah kejadian yg terjadi secara kebetulan / dari penyebab yg tidak
diketahui, tanpa adanya niatan; kejadian yg tidak disengaja dan
biasanya tiba” dan tidak terduga yg mengakibatkan kehilangan atau
cedera.
• Jika tidak ditemukan bukti terjadi upaya pembunuhan individu
tersebut, cara kematiannya umumnya dan pantasnya dinyatakan
sebagai sebuah kecelakaan

Dolinak D, Matshes E, Lew E. Forensic pathology. Amsterdam: Elsevier Academic Press; 2005.
Suicide
• Tindakan mengambil kehidupan sendiri secara sukarela.
• Cara kematian dengan bunuh diri dinyatakan ketika seseorang dengan
sengaja mengambil nyawanya sendiri atau, melalui satu atau
serangkaian tindakan yg disengaja, sangat meningkatkan
kemungkinan bahwa dia mati.

Dolinak D, Matshes E, Lew E. Forensic pathology. Amsterdam: Elsevier Academic Press; 2005.
Homicide
• Pembunuhan manusia yg dilakukan oleh manusia lainnya.
• Pembunuhan dapat disebabkan oleh suatu tindakan disengaja.
• Definisi tentang pembunuhan adalah bahwa seseorang (atau banyak
orang) membunuh orang lain.
• Merupakan tugas sistem pengadilan untuk menentukan apakah
pembunuhan telah dilakukan. Penyidik kematian medicolegal tidak
memiliki peran dalam menentukan bersalah / tidak.

Dolinak D, Matshes E, Lew E. Forensic pathology. Amsterdam: Elsevier Academic Press; 2005.
Undetermined
• Kurangnya informasi mengenai keadaan kematian untuk menentukan
cara kematian setelah dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh
• Cth: menemukan hanya tulang yang tidak dapat ditentukan penyebab
kematiannya.

Dolinak D, Matshes E, Lew E. Forensic pathology. Amsterdam: Elsevier Academic Press; 2005.
Sebab kematian
• Penyebab kematian adalah cedera, penyakit, atau kombinasi dari
keduanya yang memulai deretan gangguan fisiologis yang, tidak
peduli seberapa singkat atau panjangnya, mengakibatkan
penghentian fatal kehidupan individu.
• Sebab kematian harus spesifik secara etiologis
• Dapat dibagi 2: immediate dan proximate
• Immediate: penyakit / cedera yg hadir pada saat kematian yg menyebabkan
kematian orang tersebut
• Proximate: proses, cedera, atau peristiwa penyakit sebagai awal mula yang
menyebabkan serangkaian peristiwa yang tak terputus selama waktu yang
tidak terbatas yang akhirnya menyebabkan kematian individu

Dolinak D, Matshes E, Lew E. Forensic pathology. Amsterdam: Elsevier Academic Press; 2005.
Mekanisme kematian
• Proses fisiologis dan/atau biokimia di mana kematian terjadi.
• Contoh mekanisme kematian adalah Cardiac Tamponade yang
dihasilkan dari hemoperikardium akibat infark miokard yang pecah.
• Mekanisme kematian lainnya termasuk exsanguination, gagal ginjal,
dan dysrhtymia jantung

Dolinak D, Matshes E, Lew E. Forensic pathology. Amsterdam: Elsevier Academic Press; 2005.
Traumatologi
Penyebab Trauma
• Trauma Fisik
• Suhu: tinggi (luka bakar), dingin (frost bite)
• Listrik, petir
• Perubahan tekanan udara
• Radiasi
• Akustik
• Trauma Mekanik
• Kekerasan tumpul: luka lecet, memar, robek, patah tulang dan
perdarahan
• Kecepatan rendah
• Kecepatan tinggi: Tembakan senjata api (LTM , LTK)
• Kekerasan tajam: luka tusuk, iris, bacok
• Trauma Kimiawi
• Asam atau basa kuat
• Non asam dan basa kuat
Kekerasan Tumpul
• Trauma tumpul dapat terjadi akibat: benturan, traksi,
torsio dan kekuatan oblik (geseran)
• Kekuatan trauma benda tumpul: ringan (tamparan)
sampai kuat (pukulan dengan kekuatan penuh)
• Dampak trauma tumpul:
• Mikrotrauma
• Tidak ada luka
• Nyeri tekan
Subjektif (berdasarkan ambang nyeri masing-masing individu)
• Nyeri
• Eritema
• Edema
• Kontusio, memar
• Abrasi
• Laserasi
• Fraktur
Simpson’s Forensic Medicine. 13th ed.
2011.
Simpson’s Forensic Medicine. 13th ed. 2011.
Memar
 perubahan warna pada kulit
akibat adanya ekstravasasi darah ke
jaringan subkutan dan kulit,
disebabkan pecahnya pembuluh
darah
• Kontusio: kebocoran darah ke
jaringan yang ada di rongga tubuh
• Hematoma: kumpulan darah di
bawah kulit yang bisa diraba
• Petechiae: memar kecil < 2mm dan
bisa berubah dan bergabung

Simpson’s Forensic Medicine. 13th ed. 2011.


Simpson’s Forensic Medicine. 13th ed. 2011.
Penyebab:
• Trauma tumpul langsung: tinju, tendangan, senjata → mekanisme
poking, squeezing & gripping
• Trauma tumpul tidak langsung: suction (love bites), kompresi

Letak, bentuk dan luas memar dipengaruhi:


• Jenis benda penyebab (karet, kayu, besi)
• Kondisi dan jenis jaringan (jar.ikat longgar, jar.lemak)
• Usia: saat bayi lebih mudah hematom krn jar lemak subkutan masih
tipis dan jar kulit longgar, demikian pula saat tua jar lemak menipis
• Corak dan warna kulit
• Kerapuhan pembuluh darah
• Penyakit (HT, penyakit kardiovaskular, diatesis hemoragik)
 Perubahan bentuk dan lokasi memar dipengaruhi gravitasi dan jaringan → trauma
di dahi menyebabkan hematoma di palpebra karena gravitasi

• Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik.


• Simpson’s Forensic Medicine. 13th ed. 2011.
HARUS DILAKUKAN DI TEMPAT YANG TERANG!
Pemeriksaan
Bentuk & ukuran  menentukan penyebab
• Patterned bruise: memar yang berpola karena kebocoran darah hanya di
intradermis, sering disebabkan oleh kompresi difus → memar dengan bentuk sol
sepatu
• Memar tramline: pembuluh darah pecah di sisi lateral dari tempat terkenanya
objek → memar yg disebabkan pukulan benda silindris atau batang
• Memar bulat atau oval sebanyak 4 baris: memar akibat kompresi jari → bekas
tinju, cekikan
Warna  perkiraan waktu
• Awal timbul: merah, kemudian menjadi ungu kehitaman
• 4-5 hari: kehijauan
• 7-10 hari: kuning
• 14-15 hari: menghilang
Perubahan warna mulai dari tepi ke tengah

Pada korban mati: memar yang muncul sebelum mati bisa dibedakan
dengan lebam mayat dengan cara menyayat kulit → sayatan pada lebam
mayat akan bersih saat dialiri air, sedangkan pada memar akan tetap ada
(merah hitam)
• Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik.
• Simpson’s Forensic Medicine. 13th ed. 2011.
Simpson’s Forensic Medicine. 13th ed. 2011.
Abrasi (Luka Lecet/Gores)
= luka pada lapisan kulit tapi tidak menembus seluruh lapisan
epidermis, diakibatkan kontak kulit dengan permukaan yang kasar atau
adanya kekuatan geseran (menyeret, bergerak)

Epidermis tidak ada pemb darah:


• Luka superfisial tidak berdarah
• Jika ada darah, maka luka lebih ke dalam sehingga mengenai papila
dermis

• Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik.


• Simpson’s Forensic Medicine. 13th ed. 2011.
Pemeriksaan
• Arah luka: tumpukan epidermis menunjukkan arah distal abrasi
• Bentuk:
• Luka lecet gores (scratch): akibat benda runcing (mis: kuku jari
yg menggores kulit) yg menggeser lapisan permukaan kulit
(epidermis) di depannya dan menyebabkan lapisan tersebut
terangkat sehingga dapat menunjukkan arah kekerasan yg
terjadi.
• Luka lecet serut (graze): variasi dari luka lecet gores yg daerah
persentuhannya dengan permukaan kulit lebih lebar.
• Luka lecet tekan (impression, impact abrasion): gambaran luka
yg ditemukan pada mayat adalah daerah kulit yg kaku dengan
warna lebih gelap dari sekitarnya akibat menjadi lebih
padatnya jaringan yg tertekan serta terjadinya pengeringan yg
berlangsung pasca mati.
• Luka lecet geser (friction abrasion): disebabkan tekanan linier
pada kulit disertai gerakan bergeser, misalnya pada kasus
gantung atau jerat serta pada korban pecut.
• Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik.
• Simpson’s Forensic Medicine. 13th ed. 2011.
Simpson’s Forensic Medicine. 13th ed. 2011.
Laserasi (Luka Robek)
= luka akibat trauma tumpul yg
menyebabkan peregangan kulit
melampaui elastisitasnya,
sehingga kulit robek dan bisa
mencapai seluruh lapisan kulit
Ciri – ciri:
• Bentuk tidak beraturan
• Tepi tidak rata
• Ada bridging fibre (jembatan
jaringan) antara kedua tepi luka
• Bentuk dasar luka tidak
beraturan
• Sering tampak luka lecet atau
memar di sekitar luka

• Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik.


• Simpson’s Forensic Medicine. 13th ed. 2011.
Fraktur
• Terjadi akibat adanya trauma tumpul kuat pada
tulang dengan luas persinggungan yang kecil
• Contoh:
• Fraktur sternum dan costae akibat benturan dengan
kemudi
• Fraktur pada femur dan pelvis akibat menginjak pedal
dengan kuat saat kecelakaan

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik.


Trauma tumpul pada kepala
• Perdarahan epidural: pada kekerasan tumpul di daerah pelipis (± 50%)
dan belakang kepala (10-15%)
• Perdarahan subdural: karena robeknya sinus, vena jembatan (bridging
vein), arteri basilaris atau berasal dari perdarahan subarakhnoid
• Perdarahan subaraknoid: karena kontusio atau laserasi jaringan otak
• Lesi otak:
• Pada daerah benturan (coup)
• Pada daerah kontralateral benturan (counter coup): karena pergerakan liquor
yg mendorong otak ke arah kontralateral

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik.


Trauma tumpul pada leher
• Pada penumpang kendaraan yang ditabrak dari belakang, terjadi
percepatan mendadak sehingga leher akan hiperekstensi disusul
hiperfleksi
• Sering terjadi pada ruas tulang leher ke 4 & 5
• Dipengaruhi bentuk sandaran tempat duduk dan kelengahan korban

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik.


Kekerasan Tajam
• Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka
seperti ini  benda yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis
maupun runcing, yang bervariasi dari alat-alat seperti pisau, golok,
dan sebagainya hingga keping kaca, gelas, logam, sembilu, bahkan
tepi kertas atau rumput.
• Gambaran umum luka:
• tepi dan dinding luka yang rata
• berbentuk garis
• tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar luka berbentuk garis atau titik.
Luka akibat kekerasan tajam
• Luka iris atau sayat
• Luka tusuk
• Luka bacok
Luka tusuk
• Sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebabnya 
pisau bermata satu atau bermata dua.
• Bila satu sudut luka lancip dan yang lain tumpul  benda
penyebabnya adalah benda tajam bermata satu. (pasti)
• Bila kedua sudut luka lancip  diakibatkan oleh benda tajam bermata
dua. (tidak pasti)
• Benda tajam bermata satu dapat menimbulkan luka tusuk dengan
kedua sudut luka lancip apabila hanya bagian ujung benda saja yang
menyentuh kulit, sehingga sudut luka dibentuk oleh ujung dan sisi
tajamnya.
Umumnya luka akibat kekerasan tajam pada kasus pembunuhan, bunuh
diri atau kecelakaan memiliki ciri-ciri berikut:

Pembunuhan Bunuh diri Kecelakaan


Lokasi luka sembarang terpilih terpapar
Jumlah luka banyak banyak Tunggal/banyak
Pakaian terkena Tidak terkena terkena
Luka tangkis ada Tidak ada Tidak ada
Luka percobaan Tidak ada ada Tidak ada
Cedera sekunder Mungkin ada Tidak ada Mungkin ada

Ciri-ciri diatas dapat dijumpai pada kasus pembunuhan yang disertai perkelahian.
Tetapi bila tanpa perkelahian maka lokasi luka biasanya pada daerah fatal dan
dapat tunggal.
Luka tangkis
• Merupakan luka yang terjadi akibat perlawanan korban dan
umumnya ditemukan pada telapak dan punggung tangan, jari-jari
tangan, punggung lengan bawah dan tungkai.
• Pemeriksaan pada kain (baju) yang terkena pisau bertujuan untuk
melihat interaksi antara pisau-kain-tubuh  melihat letak/lokasi
kelainan, bentuk robekan, adanya partikel besi (reaksi biru berlin
dilanjutkan dengan pemeriksaan spektroskopi), serat kain dan
pemeriksaan terhadap bercak darahnya.
Deskripsi Luka
Yang perlu dideskripsikan: 8. Apa yang keluar dari luka
1. Regio (bagian tubuh) 9. Daerah sekitarnya
2. Lokasi (koordinat)
3. Jenis luka  Deskripsi luka memar dan lecet
4. Bentuk luka cukup 1 – 5
5. Ukuran
6. Tepi luka (dinding luka)
7. Sudut luka

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja T. Peranan ilmu forensik dalam penegakan hukum. Sebuah pengantar. 2008.
Bila seseorang mati karena luka Deskripsi anak peluru:
tusuk atau luka tembak, harus
dideskripsikan pula: 1. Bentuk
1. Saluran luka: panjang, arah & 2. Terbuat dari logam …. Warna ….
besar sudut terhadap kulit, 3. Panjang
mengenai apa saja
4. Diameter basis
2. Ketinggian luka (SPESIFIK
UNTUK LUKA TEMBAK): jarak 5. Berat
tumit-luka diukur  6. Jumlah & arah jalur: alur
memperkirakan sikap & posisi memutar kemana (kanan/kiri),
korban terhadap pelaku pada
waktu interaksi, yang kelak ada cacat/tidak
digunakan untuk mengontrol 7. Beri tanda tangan di basis dan
jalannya rekonstruksi kirim ke lembaga balistik setelah
difoto

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja T. Peranan ilmu forensik dalam penegakan hukum. Sebuah pengantar. 2008.
Derajat/Kualifikasi Luka
• Salah satu yang harus diungkapkan dalam kesimpulan VeR
• Derajat luka berkaitan dengan jenis pengaiayaan yang dilakukan
pelaku & berat-ringannya ancaman hukuman maksimum yang dapat
dibebankan
• Dokter telah diberi patokan  batasan luka ringan (derajat satu) &
luka berat (derajat tiga)  berdasarkan ketentuan KUHP

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja T. Peranan ilmu forensik dalam penegakan hukum. Sebuah pengantar. 2008.
Luka Ringan (Derajat Satu)

KUHP Pasal 352


(1)Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka
penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan,
dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang
yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang
bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.
(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak
dipidana.
KUHP Pasal 353
(1)Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.
(2)Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah
dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(3)Jika perbuatan itu mengkibatkan kematian yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun
Yang dianggap penganiayaan ringan:
• Korban “tanpa luka”
• Dengan luka lecet
• Memar kecil di lokasi yang tidak berbahaya/menurunkan fungsi alat
tubuh

Ilmu Kedokteran Forensik, FKUI.


Luka Sedang (Derajat Dua)
• Keadaan yang terletak diantara luka ringan dan luka
berat

• Perlu diingat  pemeriksaan pertama kali luka sering


tidak dapat ditentukan derajatnya karena masih belum
berhentinya perkembangan derajat luka sebelum
selesainya perawatan  ketidakpastian  VeR
sementara
• VeR sementara  tidak berisi kesimpulan derajat luka,
melainkan keterangan korban masih dalam perawatan
dalam institusi kesehatan tersebut.

Ilmu Kedokteran Forensik, FKUI.


Luka Berat (Derajat Tiga)
KUHP Pasal 90
• Luka berat berarti: jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak
memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan
bahaya maut; tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas
jabatan atau pekerjaan pencarian; kehilangan salah satu pancaindera;
mendapat cacat berat; menderita sakit lumpuh; terganggunya daya
pikir selama empat minggu lebih; gugur atau matinya kandungan
seorang perempuan.
Kualifikasi Luka
• 1. Luka ringan / luka derajat I/ luka golongan C
Luka derajat I adalah apabila luka tersebut tidak menimbulkan
penyakit atau tidak menghalangi pekerjaan korban.
• Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 352 ayat 1.
• 2. Luka sedang / luka derajat II / luka golongan B
Luka derajat II adalah apabila luka tersebut menyebabkan penyakit
atau menghalangi pekerjaan korban untuk sementara waktu.
• Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 351 ayat 1.

https://iditabanan.org/visum-et-repertum
• 3. Luka berat / luka derajat III / luka golongan A
menurut KUHP pasal 90, yaitu:
• Luka atau penyakit yang tidak dapat sembuh atau membawa bahaya maut
• Luka atau penyakit yang menghalangi pekerjaan korban selamanya
• Hilangnya salah satu panca indra korban
• Cacat besar
• Terganggunya akan selama > 4 minggu
• Gugur atau matinya janin dalam kandungan ibu

https://iditabanan.org/visum-et-repertum
Toksikologi
Toksikologi
• Toksikologi adalah ilmu yg mempelajari mengenai sumber, sifat, serta kelainan yg
didapatkan ada korban yg meninggal.
• Racun adalah zat yg bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik yg dalam
dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan
kematian

Sumber:Bagian Kedokteran Forensik. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia. 1997
Penggolongan
Berdasarkan Sumber - Racun dari tumbuh-tumbuhan: Opium (dari papaver somniferum), kokain,
kurare, aflatoksin (dari aspergilus niger)
- Racun dari hewan: Toksin ular / laba-laba / hewan laut
- Racun dari mineral: Arsen, timah hitam
- Racun dari sintetik: Heroin
Berdasarkan Organ - Hepatotoksik
Tubuh - Nefrotoksik
Berdasarkan - Contoh: Racun yg mengikat gugus -SH (Sufidril)  Pb, yg berpengaruh pd
Mekanisme Kerja ATP-ase, yg membentuk met-Hb (nitrat dan nitrit)
Berdasarkan Racun - Di alam bebas: Gas racun di alam
Berada - Di rumah tangga: Deterjen, desinfektan, insektisida, pembersih (cleners)
- Di pertanian: Insektisida, herbisida, pestisida
- Di industri dan laboratorium: Asam dan basa kuat, logam berat
- Di makanan: CN dalam singkong, toksin botulinus, bahan pengawet, zat aditif
- Di obat: Hipnotik, sedatif, dll
Sumber:Bagian Kedokteran Forensik. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia. 1997
Penggolongan
Berdasarkan Cara Lokal:
Kerja - H2SO4, HNO3, NaOH, KOH, golongan halogen (fenol, lisol, dan senyawa
logam)
- menimbulkan reaksi perangsangan, peradangan atau korosif 
menimbulkan rasa nyeri hebat dan dapat menyebabkan kematian akibat
syok neurogenik.
Sistemik:
- Barbiturat, alkohol, morfin thd SSP, digitalis, oksalat thd jantung, CO thd Hb
darah.
Lokal dan Sistemik:
- Asam karbol menyebabkan erosi lambung dan sebagian yg diabsorbsi akan
menimbulkan depresi SSP

Sumber:Bagian Kedokteran Forensik. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia. 1997
Toksikologi Zat
• Carbon Monoxide Poisoning
• Carbon monoxide (CO) poisoning is probably the most common toxic condition to be
met with in routine forensic pathology.
• Causes of carbon monoxide poisoning
• Motor vehicle exhaust gases
• Domestic appliances
• Structural fires
• Industrial processes
• Incomplete combustion
• The autopsy in carbon monoxide poisoning
• colour of the skin, especially in areas of post mortem hypostasis
• The classical ‘cherry pink’ colour of carboxyhaemoglobin is usually evident if the
saturation of the blood exceeds about 30 per cent
• Blood analysis
Knights Forensic Pathology 4th edition (2016)
• Organophosphorus Poisoning
• Paraquat poisoning
• The autopsy in paraquat poisoning
• There may be ulceration around the lips and mouth from escape of paraquat
concentrate
• The mucosa of the mouth may be reddened or desquamated, and the oesophagus
may show worse changes, including casts of shed epithelium.
• The stomach may show erosion and patchy haemorrhages, or may be unremarkable
• The liver may show pallor or mottled fatty change to the naked eye. It is unusual for
any gross charges to be visible.
• Other organs show no specific changes, apart from the lungs; the kidneys may reveal
cortical pallor if there is renal failure
• Toxicology interpretation
• A fatal outcome is usually associated with plasma paraquat concentrations greater
than 0.2 mg/l at 24 h after ingestion and 0.1 mg/l at 48 h after ingestion.
• Paraquat is excreted over a long period and can be detected in urine at autopsy
many days after ingestion.
• Concentrations in excess of 0.07 mg/l have been found 26 days later

Knights Forensic Pathology 4th edition (2016)


• Organophosphorus pesticides
• Parathion (nitrostigmine) is extremely toxic and can be absorbed through the skin,
conjunctivae, lungs and gut  because inhibitory effect on plasma and erythrocyte
cholinesterases, acetylcholine builds up atneuromuscular junctions and other
neurotransmitter sites, resulting in hyperexcitability of both voluntary and involuntary
muscle.
• Death can occur in less than an hour after ingestion, though usually several hours
elapse in those who are not going to survive
• Autopsy appearances are more helpful than with many other compounds, in that
parathion is dissolved in a kerosene base, which can often be detected by its smell.
• A greenish colouring agent is often added to the commercial products.
• The stomach therefore may be seen to contain an oily, greenish scum.
• The gastric mucosa may be haemorrhagic, though this is too nonspecific to be of much
use, as is the common finding of haemorrhagic pulmonary oedema.
• Toxicology interpretation
• Post-mortem toxicology is usually conclusive in acute poisoning. The substance
resists post-mortem autolysis well and can be recovered from putrefied bodies.
Knights Forensic Pathology 4th edition (2016)
Keracunan sianida (CN)
• Racun yg sangat toksik karena dosis kecil cukup menimbulkan kematian
• Sering terjadi pada kasus bunuh diri dan pembunuhan
• Ada hidrogen sianida, garam sianida, dan cyanogen
• HCN cairan jernih, sifatnya asam, larut dalam air, alkohol, dan eter, punya
aroma khas bitter almond
• Garam sianida biasa dipakai dalam proses pengerasan besi dan baja serta
penyepuhan emas dan perak
• Cyanogen dipakai dalam sintesis kimiawi
• Korban biasanya meninggal karena hipoksia tetapi darahnya kaya akan
oksigen karena CN menghambat pelepasan O2 ke jaringan
• Takaran toksik peroral HCN adalah 60-90 mg dan untuk KCN atau
NACN adalah 200 mg
• Kadar gas sianida dalam udara lingkungan dan lama inhalasi dengan
kecepatan timbulnya gejala keracunan

20 ppm Gejala ringan timbul setelah beberapa


jam

100 ppm Sangat berbahaya dalam 1 jam

200-400 ppm Meninggal dalam 30 menit

2000 ppm Meninggal seketika


• Tanda dan gejala

• Keracunan akut :
• Racun yg ditelan cepat menyebabkan kegagalan pernafasan dan kematian
timbul dalam beberapa menit
• Pada interval antara menelan racun sampai kematian ditemukan gejala-gejala
dramatis, mengeluh terasa terbakar pada kerongkongan dan lidah, sesak nafas,
hipersalivasi, mual muntah, sakit kepala, vertigo, fotofobi, tinitus, pusing, dan
kelelahan
• Bisa juga ditemukan sianosis pada wajah, busa keluar dari mulut, nadi cepat dan
lemah, pernafasan cepat dan tidak teratur, pupil dilatasi dan refleks
melambat,udara nafas berbau amandel, muntahan tercium bau amandel, dan
saat menjelang kematian timbul kedut otot dan kejang dg inkotinensia urin dan
alvi
• Bila racunnya diinhalasi menimbulkan palpitasi, kesukaran bernafas, mual,
muntah, sakit kepala, salivasi, lakrimasi, iritasi mulut dan kerongkongan, pusing
dan kelemahan ekstremitas, dapat kejang dan koma hingga meninggal
• Keracunan kronik :
• Korban pucat, berkeringat dingin, pusing, rasa tidak enak dalam
perut, mual dan kolik, rasa tertekan pada dada, dan sesak nafas
• Bisa menyebabkan goiter dan hipotiroid
Keracunan Arsen
• Sering digunakan untuk membunuh orang lain, kadang bisa
juga karena meminum/ memakan minuman dan makanan yg
terkontaminasi dg arsen
• Kematian dengan arsen sering tidak menimbulkan kecurigaan
karena gejala keracunan akutnya menyerupai gejala gangguan
GI tract yang hebat sehingga sering salah diagnosa sebagai
suatu penyakit
• AsH3 (arsin) adalah golongan arsen yg paling berbahaya. Dia
tidak berwarna dan baunya seperti bawang
• Biasanya yang digunakan untuk membunuh As2O3 (racun
tikus). Bentuknya bubuk berwarna putih/ kristal, jernih, tidak
ada rasa dan tidak berbau, serta dalam larutan dia tidak
berwarna. Bentuk kristal > mudah larut dibanding bubuk
• Sumber :
• Industri dan pertanian ( penyemprot buah-buahan, insektisida, pembunuh lalat, racun
tikus, cat)
• Tanah
• Air yg terkontaminasi
• Bir
• Kerang ( keong, kepiting, ikan)
• Tembakau ( asapnya mengandung arsen)
• Obat-obatan( carbarsone, tryparsamide)

• Nilai ambang batas arsen dalam air minum 0.2 ppm


• Pada orang dewasa kadar normal dalam urin 100 ug/L, rambut 0.5 mg/kg, dan
kuku o.5 mg/kg. Saat keracunan kadar dalam rambut 0.75 mg/kg dan pada
kuku 1mg/kg atau lebih
• Tanda dan gejala
• Keracunan akut
• Gejala GI tract yang hebat
• Dimulai dari rasa terbakar di tenggorok dengan rasa logam di mulut, diikuti
mual muntah (isi lambung dapat keluar), muntahan dapat mengandung
bubuk putih dan kadang sedikit berdarah
• Diikuti nyeri epigastrium menjalar ke seluruh perut dan nyeri saat perabaan
diare hebat dan kadang dapat terlihat bubuk putih di kotoran seperti air
cucian beras, muntah dan berak hebat dapat berhenti spontan kemudian
timbul lagi
• Akhirnya dehidrasi dan syok serta juga memperlemah kerja otot jantung dan
dilatasi kapiler sehingga syok makin berat dan akhirnya kematian
• Keracunan kronik
• Tampak lemah, melanosis arsenik ( pigmentasi warna kuning cokelat lebih jelas di
daerah fleksor, puting susu, dan perut sebelah bawah, serta aksila), rambut
tumbuhnya jarang
• Pigmentasi bintik” halus warna coklat di daerah pelipis, kelopak mata, dan leher.
Mirip yg terjadi pada Addison bedanya mukosa mulut tidak kena. Gambaran dan
distribusinya mirip pitriasis rosea bedanya menetap.
• Keratosis dapat ditemukan di telapak tangan dan kaki
• Gejala lainnya yaitu malaise, bb turun, mata berair, fotofobi, pilek kronis, mulut
kering, lidah tampak bulu” halus warna putih perak
• Gejala neurologik meliputi neuritis perifer, rasa tebal dan kesemutan awalnya pada
tangan dan kaki kemudian diikuti kelemahan otot, tidak stabil, kejang otot terutama
malam hari
Kokain
• Kokain merupakan stimulator sistem saraf otonom.
• Kokain hancur dengan cepat jika diberikan secara oral, karena itu
kokain biasanya dimasukkan kedalam tubuh dengan injeksi atau
dihirup.
• Contoh kematian akibat kokain :
• Penyelundup kokain mati setelah paket obat yang disembunyikan di saluran
pencernaan mereka rusak, menyebabkan overdosis besar-besaran.
• Di daerah-daerah di mana penggunaan kokain umum, sebagian besar
kematian janin dikaitkan dengan narkotika.
• Studi menunjukkan bahwa kematian janin, abruptio placentae, dan
aborsi disebabkan oleh penggunaan kokain oleh ibu.

Knight’s Forensic Pathology [4th Edition]


Kokain
• Dengan dosis 20-30 mg, kokain dapat menyebabkan kematian apabila digunakan pada
mukosa hidung, tetapi 1000 mg kokain yang dikonsumsi secara oral tidak menyebabkan
kematian.
• Pada pengguna yang sudah kronis, susah untuk memperkirakan dosis yang bersifat letal.
• Dosis intravena kokain adalah 100 mg, dosis yang dianggap letal umumnya 10 kali lebih
besar, meskipun pada pengguna yang sudah kronis, jumlahnya bisa jauh lebih besar
karena sudah terdapat toleransi.
• Penyerapan melalui mukosa hidung kurang efektif dan dosis yang lebih besar diperlukan
untuk efek yang sama ketika digunakan secara parenteral.
• Dapat terjadi ulserasi dan perforasi pada septum hidung pengguna kokain kronis, walau
sangat langka.
• Kematian dapat terjadi dengan cepat saat terjadi overdosis atau hipersensitif kokain.
• Pada pengguna kokain pertama kali, kematian dapat terjadi secara tiba-tiba akibat
cardiac arrest.

Knight’s Forensic Pathology [4th Edition]


Kokain
• Pada saat otopsi tidak terdapat karakteristik yang spesifik.
• Edema paru, yang sering terdapat pada kematian akibat heroin, tidak terdapat pada kematian
akibat kokain, meskipun kematiannya disebabkan juga oleh disritmia.
• Bahan pengencer yang digunakan bersamaan dengan obat dapat ditemukan di tempat
suntikan, kelenjar getah bening regional, di paru-paru dan di organ lain.
• Partikel kokain itu sendiri juga dapat ditemukan sebagai mikroemboli.
• Peningkatan tiba-tiba tekanan darah dapat terjadi, kadang peningkatan dapat mencapai 300
mmHg dan menyebabkan terjadinya cerebral haemorrhage sebagai komplikasi dari hipertensi
akut tersebut.

Knight’s Forensic Pathology [4th Edition]


Kokain
• Infeksi piogenik sangat umum terjadi, disertai dengan terjadinya flebitis dan abses
embolik distal.
• Pada tempat bekas tusukan dapat ditemukan ulserasi.
• Dapat terjadi limfadenitis regional.
• Kalau sudah fatal dapat terjadi endocarditis. Dapat memengaruhi katup jantung
yang mana saja, termasuk katup jantung sebelah kanan yang biasanya tidak
terpengaruh post-rheumatic endocarditis.
• Organisme penyebab Streptococcus faecalis, Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas aeruginosa, serta beberapa jamur.

Knight’s Forensic Pathology [4th Edition]


Kokain
• Pada kultur darah post mortem biasanya ditemukan berbagai macam organisme yang
berasal dari kontamnasi. Hal tersebut menyebabkan penemuan organisme penyebab
menjadi sulit, tetapi pertumbuhan dominan dari suatu organisme dapat menjadi
pertanda signifikan.
• Obat yang digunakan secara intravena, apabila obat tersebut memiliki partikel bahan
lain yang tercampur seperti starch atau talc dapat menyebabkan adanya foreign
bodies granulomata pada paru, ketika komponen yang tidak dapat larut sudah
tersaring pada kapiler paru.
• Foreign bodies granulomata merupakan karakteristik dari penyalahgunaan obat
intravena, saat dilihat dengan menggunakan polarizing microscope.
• Karena kokain banyak digunakan dengan dihirup, maka swab harus selalu dilakukan
pada setiap lubang hidung dengan menggunakan cotton-wool swab.
• Pemeriksaan darah, urin, isi perut, hati, dan sampel vitreous harus dilakukan saat
otopsi.
• Jumlah kokain dalam darah yang berakibat fatal itu bervariasi, tetapi biasanya
berkisar sekitar 1-21 mg/l dengan rata-rata 5,3 mg/l.
Knight’s Forensic Pathology [4th Edition]
Kokain
• Adanya kokain dan metabolitnya pada pemeriksaan forensic tidak
selalu menunjukkan penyalahgunaan kokain karena kokain dapat
digunakan sebagai anastesi local dan vasokonstriksi yang biasanya
digunakan pada operasi telinga, hidung, dan mata.

Knight’s Forensic Pathology [4th Edition]


The following information should be supplied and where necessary,
supplemented by direct discussion either in person or by telephone:
• The personal details of the deceased, including age, sex and where thought
relevant, the occupation (especially if in agriculture or industry).
• Brief details of symptoms, if any, and length of illness.
• The post-mortem interval before samples were obtained, and the actual date
and time of sampling.
• The name, address and telephone number of the pathologist.
• A list of all samples provided, with an indication of the sampling site for each.
• The nature of any preservative in each of the samples.
• If there has been a delay in submitting or transporting the samples, a note of
the condition under which they have been stored (for example, refrigeration
or deep-freeze).
• Any special risk associated with the samples must be communicated to the
laboratory. (HIV, hep B )
container
• They should either be new or, if previously used for other samples, have been
rigorously cleaned and sterilized. Even when they are new, it is preferable for
containers to be washed and sterilized before use unless the manufacturer’s
specifications clearly make this unnecessary. All containers must be chemically
clean, not just apparently clean to the naked eye.
Preservatives in samples
• Once the blood or urine has been withdrawn from the body, however, further
changes can be arrested by preservatives. It would seem that for general use, a
concentration of 1–2 per cent of sodium or potassium fluoride is satisfactory.
Fluoride should also be added to urine and vitreous humour if alcohol
estimations are required. Cocaine and its metabolites are also labile in vitro, and
fluoride should be added to samples submitted for analysis for this drug.
• In all analyses for pharmaceutical drugs, two samples of blood should be
submitted, one plain in large volume of at least 25 ml and another smaller sample
in fluoride.

Blood sample
Using needle
• Femoral vein
• Jugular vein
• Except from cardiac
Keracunan Barbiturat
• Long acting: barbitone, phenobarbitone, phenytoin. Msih digunakan
untuk epilepsi
• Intermediate acting: amylobarbitone, sodium amytal,
pentobarbitone, allobarbitone, butobarbitone and pentobarbitone.
• Short-acting: hexobarbitone, cyclobarbitone, secobarbital and
thiopentone.
Tanda dan Gejala
• Terjadi bila yang masuk >10x takaran hipnotik, tp ada juga yang bilang 15-
20x
• Gejala bahaya timbul jika diminum PO 5 gram barbital, atau 1 gram luminal
atau amytal, atau 0,5 gram nembutal atau seconal
• takaran mematikan bagi orang dewasa 50-70 grain (1 gr=4,8 grain), tetapi
dapat pula dengan takaran 125,200 atau 300 grain

• Gejala keracunan akut: ataksia, vertigo, pembicaraan kacau, nyeri kepala,


parestesi, halusinasi, disdiadokokinesis, gelisah dan delirium, stupor yang
progresif dan kemudian terjadi koma dalam, disertai hilangnya refleks
dangkal dan dalam, serta dapat timbul refleks patologik (babinsky)
Tanda dan Gejala
• Gejala keracunan kronik (adiksi): kelainan psikiatrik berupa depresi
melankolik, regresi psikik, wajah kusut, emosi tidak stabil
• Kelainan neurologik: ataksi, oembicaraan kacau, kelemahan
intelektual, diplopia, kelemahan otot rangka
• Kelainan dermatologik: urtikaria, makulopapula, eritem

• Adiksi barbiturat kronik sering berkaitan dengan alkoholisme kronik


Tanda dan Gejala
Gejala putus obat
• Jika mengonsumsi ≥0,5 gr/hari dan diberhentikan tiba-tiba maka akan
muncul gejala abstensi dalam waktu 12-16 jam
• 24-36 jam kemudian: timbul rasa takut dan lemah, diikuti dengan
kedutan, tremor, refleks hiperaktif, insomnia, mual, kejang perut dan
muntah-muntah, kenaikan TD dan frek napas
ALKOHOL
• Keracunan alkohol menyebabkan ↓daya reaksi /
kecepatan,kemampuan u/ menduga jarak, keterampilan mengemudi,
↓ u/ mengontrol diri dan hilangnya kapasitas u/ berfikir kritis.

Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Idries AM, Sidhi, Hertian S,


dkk. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997.
TANDA DAN GEJALA KERACUNAN ALKOHOL
Kadar alkohol ggg keapikan keterampilan tangan dan perubahan tulisan tangan
10-20 mg%

30-40 mg% penciutan lapang pandang, ↓ ketajaman penglihatan, dan pemanjangan waktu reaksi

30-50 mg% Keterampilan mengemudi mulai turun, lebih jelas pada 150mg%

80 mg% Ggg penglihatan 3dimensi, kedalaman pandangan, ggg pendengaran serta ↓ kemampuan
pemusatan perhatian, konsentrasi, asosiasi dan analisa.

200 mg% Ggg bnyak bicara, refleks menurun, inkoordinasi otot2 kecil, kadang2 nistagmus dan sering
terdapat pelebaran PD kecil

250-300 mg% Penglihatan kabur, tdk dpt mengenali warna, konjungtiva merah, dilatasi pupil, diplopia, sukar
memusatkan pandangan, nistagmus.
Bila kadar tambah meningkat timbul : tremor tangan dan bibir, bicara kacau, keterampilan
menurun, inkoordinasi otot dan otot tonus muka menghilang

400-500 mg% Aktivitas tonus otot menghilang sama sekali, timbul stupor atau koma, pernafasan perlahan dan
dangkal, suhu tubuh menurun.
KELAINAN DAN KERACUNAN ALKOHOL KRONIK
Saluran cerna Kelainan selaput lendir mulut, kerongkongan dan lambung berupa gastritis kronik
dgn aklorhidia, gastritis erosif hemoragik akut, pangkreatitis hemoragik, tumor
ganas mulut dan kerongkongan dan dapat timbul malabsopsi

Hati Penimbunan lemak pada sel hati, kadar SGOT, trigliserid dan as.urat meningkat.
Dpt timbul hepatitis alkololik kemudian sirosis dan hepatoma

Jantung Kardiomiopati alkoholik dgn payah jantung kiri/kanan dgn distensi pembuluh balik
leher, nadi lemah dan edem perifer.
Muskuloskeleta Miopati alkoholik
l
Saraf Polineuritis/ neuropati perifer akibat degenerasi serabut saraf dan mielin

Nutrisi Mengalami ggg akibat kebiasaan makan tidak baik shg timbul kelainan dgn gejala
spt defisiensi B1, B6, asam riboflavin dan nikotinat.
Sebab dan mekanisme kematian KERACUNAN
ALKOHOL
• Akibat gagal hati dan ruptur varises esofagus akibat hipertensi portal.
• Bisa akibat secara sekunder oleh pneumonia dan TBC.
• Pada peminum alkohol yg jatuh dlm keadaan mabuk dpt
menyebabkan memar korteks serebri, hematom subdural akut atau
kronik.
• Depresi pusat pernafasan terjadi pada kadar alkohol otak >450mg%
PEMERIKSAAN KERACUNAN ALKOHOL

KORBAN HIDUP KORBAN MATI

• bau alkohol keluar dari udara • Kelainan pada korban mati tidak khas
pernafasan (mungkin ditemukan gejala asfiksia) :
• Kadar alkohol urin seluruh organ ada tanda pembendungan,
• Kadar alkohol darah darah lebih encer, berwarna hitam gelap.
Mukosa lambung ada tanda
pembendungan, kemerahan, dan tanda
inflamasi tapi kadang tidak ada kelainan.
• Organ2 termasuk otak dan darah berbau
alkohol
• Histopatologi : edem dan pelebaran PD
otak dan selaput otak, degenerasi bengkak
keruh pada parenkim organ dan inflamasi
organ sal cerna
PEMERIKSAAN LAB KERACUNAN ALKOHOL
• Diagnosis pasti dengan pemeriksaan kuantitatif kadar alkohol darah
• Kadar alkohol dr udara ekspirasi dan urin merupakan pilihan kedua
• Pada korban meninggal dpt ditambah pemeriksaan kadar alkohol otak,hati
atau organ lain atau cairan tubuh seperti cairan serebrospinal.
• Pemeriksaan kadar alkohol dlm darah dan urin yg cukup sederhana adalah
teknik modifikasi mikrodifusi (conway) dengan reagen antie : warna
kuning kenari menunjukkan hasil negatif, warna kuning kehijauan kadar
etanol sekitar 80mg%, warna hijau kekuningan sekitar 300mg%
Bitter
• Pengambilan dan pengiriman • Orang mati:
bahan (orang hidup): • Seperti orang hidup.
• Secepatnya (sebelum tindakan • Sebagian jaringan organ, contoh:
terapi), jenis dan jumlah bahan • Hati 100 gram (dugaan keracunan
tergantung cara masuknya racun insektisida)
dan dugaan jenis racun. • Seluruh empedu (dugaan
• Umumnya: urin, keracunan morfin)
muntahan/bilasan lambung, • Darah yang diencerkan 1:5 utk
periksa Met-Hb (dugaan
darah, rambut, tinja keracunan Na nitrit)
• Dikemas di botol tanpa pengawet • Disertakan hasil autopsi.
 masuk ke kotak tertutup 
segel  beri label. • Jika menggali mayat dalam
kuburan: hanya organ-organ
• Sertakan bahan pada TKP sbg tubuh ttt dan isi lambung , tanah
pembanding  kirim ke lab tepat dibawah lambung dan
secepatnya  jika lama beri tanah norma (utk pembanding).
pengawet
Surat Keterangan Kematian
Surat keterangan kematian
Surat keterangan u/ keperluan penguburan  identitas jenazah,
tempat, dan waktu meninggal
• Surat keterangan (laporan) kematian
• Harus diisi sebab kematian kematian secara klinik (hanya untuk pelaporan
ke dinas kesehatan)
• Lama menderita sakit hingga meninggal dunia
• Jenazah dibawa keluar negeri  adanya penyakit menular harus
dicantumkan
Prosedur pembuatan akta kematian
• Bedasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 tahun
2008, bahwa pencatatan kematian di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dilakukan pada Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil tempat terjadinya kematian.
• Jika warga yang meninggal di Rumah sakit, syaratnya harus
melampirkan surat keterangan kematian dari dokter, surat pengantar
pelaporan kematian dari RT/RW kemudian dibawa ke kelurahan. Di
kelurahan, pemohon akan mengisi formulir F-2.29, kemudian akan
mendapatkan surat pelaporan kematian. Kemudian pemohon ke
kecamatan untuk melakukan pemrosesan pencoretan Kartu Keluarga.
• Jika warga yang meninggal di rumah, pengurusan akta kematian
dilengkapi dengan surat keterangan kematian dari Puskesmas setempat
sebagai pengganti surat kematian dari RS. Pengurusan ini juga
menyertakan fotokopi Kartu Keluarga baru (baik dipisah ataupun tidak
tergantung yang meninggal kepala keluarga atau anggota keluarga),
fotokopi identitas pelapor, fotokopi identitas dua orang saksi dimana
saksi tersebut hadir di Disdukcapil setempat.

Anda mungkin juga menyukai