Anda di halaman 1dari 71

Psikologi Komunikasi Farmasi

Oleh:
Novidawati Boru Situmorang
Definisi Psikologi
Psikologi berasal dari kata PSYCHE artinya Jiwa,
LOGOS artinya Ilmu (pengetahuan). Jadi psikologi
adalah ilmu tentang jiwa.
 Jiwa artinya kekuatan2/potensi2 yg menggerakkan
manusia dalam menjalani hidup ini dengan baik &
benar.
 Psikologi Positif, yakni jiwa sebagai: 1) kekuatan yg
menyebabkan mns hidup sesuai harapan; 2) kekuatan
utk berfikir, berperasaan dan bertindak; 3) mengerti
gerak jiwanya dan jiwa orang lain.
 Psikologi menurut Miller (1974) adalah ilmu yang
berusaha menjelaskan, memprediksi, dan mengontrol
mental dan peristiwa yang berkaitan dengan perangai.
Definisi Komunikasi

Komunikasi merupakan sebuah proses


penyampaian pikiran-pikiran atau informasi
dari seseorang kepada orang lain melalui
suatu cara tertentu sehingga orang lain
tersebut mengerti betul apa yang dimaksud
oleh menyampai pikiran-pikiran atau
informasi”. (Komaruddin, 1994;
Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994; Koontz
& Weihrich, 1988)
Psikologi Komunikasi ???
Psikologi komunikasi merupakan salah satu
cabang kajian dlm Komunikasi yg membahas
mengenai bagaimana pemahaman terhadap psikologi
dapat membuat proses penyampaian pesan (proses
komunikasi) menjadi lebih efektif (Miller, 1982).
Psikologi Komunikasi adalah imu yang berusaha
menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan
persistiwa mental dan behavioral dalam komunikasi
(Cherry, 1974).
Secara umum kita dapat didefinisikan bahwa
Psikologi Komunikasi sebagai ilmu yg
menguraikan, meramalkan dan mengendalikan
peristiwa mental dan behavioral dalam komunikasi.
Pertanyaan ?
1. Apakah yang menjadi komponen pokok agar
terlaksananya komunikasi.
2. Mengapa farmasi perlu mempelajari psikologi
komunikasi lalu bagaimanakah komunikasi
dalam praktek pelayanan kefarmasian itu?
3. Lalu apakah fungsi komunikasi itu sendiri di
pelayanan kefarmasian ( RS, Apotek,
Puskesmas)
4. Jelaskan tujuan komunikasi itu dilakukan dan
hambatan yang kemungkinan terjadi pada saat
komunikasi terkhususnya dalam pelayanan
kefarmasian.
Proses komunikasi
Menurut paradigma Lasswell, meliputi:
1. Komunikator (siapa yg mengatakan?)
2. Pesan (mengatakan apa?)
3. Media (melalui media apa?)
4. Komunikan (kepada siapa?)
5. Efek (menghasilkan efek apa?)
Proses Komunikasi
Primer
Proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kpd org lain dg
menggunakan simbol sbg media. Contoh: pesan verbal (bahasa),
pesan non verbal (gestur, isyarat, gambar, warna, dsb) yg scr lgs
mampu menerjemahkan pikiran dan perasaan komunikator kpd
komunikan

Sekunder
Proses penyampaian pesan oleh komunikator kpd komunikan dg
menggunakan alat atau sarana sbg media kedua setelah memakai
simbol sbg media pertama. Biasanya seorang komunikator
menggunakan media kedua dlm berkomunikasi krn komunikan berada
di tempat yg jauh atau jml nya banyak. Contoh: surat, telpon,
majalah, surat kabar, radio, tv dsb. Proses komunikasi scr sekunder
itu menggunakan media yg diklasifikasikan mnjd media massa (surat
kabar, tv, radio, dsb) dan media nirmassa (tlp, surat, megapon, dsb)
Farmasis merupakan pekerjaan yg
melibatkan profesionalisme
Farmasis merupakan sebuah pekerjaan yg
melibatkan tanggung jawab profesi dalam
menggunakan obat, alat dan pelayanan yg
baik dalam pencapaiannya utk
mendapatkan tujuan terapetik yg maksimal
Komunikasi dalam Praktek Farmasi
Proses komunikasi antara farmasis dengan pasien
menjalankan dua fungsi utama 1) menetapkan hubungan
tentang farmasis dan pasien dan 2) memberikan pertukaran
informasi yang dibutuhkan untuk menilai kondisi kesehatan
pasien, mencapai keputusan dalam rencana pengobatan,
implementasi rencana pengobatan dan mengevaluasi
dampak pengobatan terhadap kualitas hidup pasien.
Komunikasi antar farmasis dan pasien berbeda dari
komunikasi dengan teman. Komunikasi profesional dengan
pasien adalah alat untuk menjamin hubunganmpengobatan
agar farmasis efektif memberikan pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan harus diatas segalagalanya.
Pengetahuan farmasis yang unik dan tanggung jawab
khusus pada masyarakat harus mampu menjamin efektifnya
komunikasi dengan pasien.
Adapun tujuan Komunikasi obat yaitu (Saragih,
2011) :

Mewujudkan hubungan profesional antara


apoteker dan pasien.
Mengenal dan menyelesaikan masalah
penggunaan obat.
Mengumpulkan informasi tentang cara dan
tindakan pengambilan dan penggunaan obat
(patient’s drug taking and drug use).
Membimbing, mengarahkan dan memberikan
pengetahuan kepada pasien tentang penggunaan
obat secara rasional (promote rational drug use).
Meningkatkan kualitas hidup pasien (patient
quality of life).
Perbedaan Konseling/ konsultasi/
edukasi
Konseling (counsel): memberi nasihat;
diskusi timbal balik dan bertukar opini

Konsultasi (consult): mencari nasihat dan


menyatakan hny mencakup menerima
nasihat dan bukan berukar informasi

Edukasi (education): pembelajaran dan


pengembangan utk memberikan
keterampilan dan pengetahuan
Teori Konseling
Pd teori konseling, konseling dpt dianggap jg
sbg psikoterapi. Artinya konseling dan
psikoterapi meliputi kegiatan yg sama akan
tetapi memiliki penekanan pd area berbeda.
Keduanya meliputi mendengarkan, bertanya,
mengevaluasi, menginterpretasi, memberi
dukungan, menjelaskan, menginformasikan,
menasihati dan memerintah. Akan tetapi,
penekanan utama dalam psikoterapi adl
mendengarkan, sedangkan konseling lbh pd
kegiatan mendengarkan dan menginformasikan
yg nilainya sm besarnya
Teori Edukasi
Dalam teori edukasi, edukasi mempunyai
arti perubahan progresif pd seseorang yg
mempengaruhi pengetahuan, sikap dan
perilakunya sbg hasil pembelajaran dan
belajar. Edukasi meliputi proses yg dilalui
seseorang dlm mengembangkan
kemampuan dan memperkaya
pengetahuan; proses ini, jg membantu
terjadi perubahan pd sikap atau perilaku
orang tsb
Konseling pasien
Berdasarkan teori konseling dan teori
edukasi maka kegiatan konseling adl
kegiatan yg meliputi kegiatan psikologi dan
juga kegiatan yg bertujuan utk mengedukasi
pasien. Kegiatan konseling pasien mencakup
teori konseling dan edukasi dg tingkat yg
berbeda, bergantung pd situasi dan
kebutuhan px
PEDOMAN KONSELING
PELAYANAN KEFARMASIAN
DI SARANA KESEHATAN
Konseling berasal dari kata counsel yang
artinya memberikan saran, melakukan
diskusi dan pertukaran pendapat. Konseling
adalah suatu kegiatan bertemu dan
berdiskusinya seseorang yang
membutuhkan (klien) dan seseorang yang
memberikan (konselor) dukungan dan
dorongan sedemikian rupa sehingga klien
memperoleh keyakinan akan
kemampuannya dalam pemecahan
masalah.
Konseling obat sebagai salah satu
metode edukasi pengobatan secara tatap
muka atau wawancara, merupakan salah
satu bentuk pelayanan kefarmasian dalam
usaha untuk meningkatkan pengetahuan
dan pemahaman pasien dalam
penggunaan obat.
Konseling wajib dilakukan untuk pasien-
pasien geriatri, pediatri dan pasien-pasien
yang baru pulang dari rumah sakit serta
pasien-pasien yang menggunakan obat
dalam jangka waktu lama terutama dalam
penggunaan obat-obat tertentu seperti
obat-obat cardiovasculer, diabetes, TBC,
asthma, dan oba-tobat untuk penyakit
kronis lainnya.
Konseling obat diharapkan tidak hanya
memberikan informasi tentang obat tetapi
sekaligus memberikan pendidikan dan
pemahaman tentang pengobatannya dan
memastikan bahwa pasien dapat
menggunakan obat dengan benar.
Pengertian
Konseling obat : Kegiatan aktif apoteker
dalam memberikan penjelasan kepada
pasien tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan obat dan proses
pengobatan
Pelayanan Informasi Obat : Kegiatan
penyediaan dan pemberian informasi,
rekomendasi obat yang independen,
akurat, komprehensif, terkini oleh apoteker
kepada pasien, masyarakat maupun pihak
yang memerlukan di rumah sakit.
Penggunaan Obat Rasional : Penggunaan
obat yang menganut pada tepat obat, tepat
indikasi, tepat pasien, tepat waktu dan waspada
terhadap efek samping
Penggunaan Obat yang salah (drug misuse)
: Kesalahan penggunaan obat oleh pasien yang
disebabkan karena ketidaktahuan pasien dalam
penggunaan obat yang benar. Penggunaan obat
yang salah dapat berupa kesalahan dalam waktu
pemberian, kesalahan dalam cara memberikan,
terjadinya interaksi antara obat dan makanan
ataupun obat dengan obat.
Pharmaceutical Care (Pelayanan
Kefarmasian): Bentuk pelayanan dan
tanggung jawab langsung profesi apoteker
dalam pekerjaan kefarmasian untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien.
Compliance (Kepatuhan) : Kepatuhan
pasien dalam mengikuti terapi obat yang
diberikan, baik berupa kepatuhan jadwal
minum obat maupun cara penggunaan
yang benar
Drug Related Problem ( DRP ): Masalah
terkait obat adalah segala permasalahan
yang berhubungan dengan penggunaan
obat yang menyebabkan menurunnya
adherence.
Swamedikasi : Pengobatan yang
dilakukan pasien sendiri tanpa
berkonsultasi dengan dokter, penggunaan
obat-obatan tanpa resep dokter
Adherence : Keterlibatan penuh pasien
dalam penyembuhan dirinya baik melalui
kepatuhan atas instruksi yang diberikan
untuk terapi, maupun dalam ketaatan
melaksanakan anjuran lain dalam
mendukung terapi.
Tujuan Konseling
Tujuan Umum
Meningkatkan keberhasilan terapi
Memaksimalkan efek terapi
Meminimalkan resiko efek samping
Meningkatkan cost effectiveness
Menghormati pilihan pasien dalam
menjalankan terapi
Tujuan Khusus :
Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dengan
pasien
Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien
Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obatnya
Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan dengan
penyakitnya
Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan.
Mencegah atau meminimalkan Drug Related Problem
Meningkatkan kemampuan pasien untuk memecahkan masalahnya
sendiri dalam hal terapi
Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan
Membimbing dan mendidik pasien dalam menggunakan obat
sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan
mutu pengobatan pasien
Manfaat Konseling
1. Bagi pasien
Menjamin keamanan dan efektifitas pengobatan
Mendapatkan penjelasan tambahan mengenai
penyakitnya
Membantu dalam merawat atau perawatan
kesehatan sendiri
Membantu pemecahan masalah terapi dalam situasi
tertentu
Menurunkan kesalahan penggunaan obat
Meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan terapi
Menghindari reaksi obat yang tidak diinginkan
Meningkatkan efektivitas & efisiensi biaya kesehatan
2.Bagi Apoteker
Menjaga citra profesi sebagai bagian dari tim
pelayanan kesehatan.
Mewujudkan bentuk pelayanan asuhan
kefarmasian sebagai tanggung jawab profesi
apoteker.
Menghindarkan apoteker dari tuntutan karena
kesalahan penggunaan obat ( Medication error )
Suatu pelayanan tambahan untuk menarik
pelanggan sehingga menjadi upaya dalam
memasarkan jasa pelayanan.
SASARAN KONSELING
Pemberian konseling ditujukan baik untuk
pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap.
Konseling dapat diberikan kepada pasien
langsung atau melalui perantara. Perantara
yang dimaksud disini adalah keluarga pasien,
pendamping pasien, perawat pasien, atau
siapa saja yang bertanggung jawab dalam
perawatan pasien. Pemberian konseling
melalui perantara diberikan jika pasien tidak
mampu mengenali obat-obatan dan
terapinya, pasien pediatrik, pasien geriatrik.
Konseling Pasien Rawat Jalan
Pemberian konseling untuk pasien rawat
jalan dapat diberikan pada saat pasien
mengambil obat di apotik, puskesmas dan
di sarana kesehatan lain. Kegiatan ini bisa
dilakukan di counter pada saat penyerahan
obat tetapi lebih efektif bila dilakukan di
ruang khusus yang disediakan untuk
konseling. Pemilihan tempat konseling
tergantung dari kebutuhan dan tingkat
kerahasian / kerumitan akan hal-hal yang
perlu dikonselingkan ke pasien.
Konseling pasien rawat jalan diutamakan pada pasien yang :
1. Menjalani terapi untuk penyakit kronis, dan pengobatan jangka
panjang. (Diabetes, TBC, epilepsi, HIV/AIDS, dll )
2. Mendapatkan obat dengan bentuk sediaan tertentu dan dengan
cara pemakaian yang khusus Misal : suppositoria, enema, inhaler,
injeksi insulin dll.
3. Mendapatkan obat dengan cara penyimpanan yg khusus. Misal :
insulin dll
4. Mendapatkan obat-obatan dengan aturan pakai yang rumit,
misalnya : pemakaian kortikosteroid dengan tapering down.
5. Golongan pasien yang tingkat kepatuhannya rendah, misalnya :
geriatrik, pediatri.
6. Mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit (digoxin,
phenytoin, dll)
7. Mendapatkan terapi obat-obatan dengan kombinasi yang banyak
(polifarmasi)
Konseling Pasien Rawat Inap
Konseling pada pasien rawat inap,
diberikan pada saat pasien akan
melanjutkan terapi dirumah. Pemberian
konseling harus lengkap seperti pemberian
konseling pada rawat jalan, karena setelah
pulang dari rumah sakit pasien harus
mengelola sendiri terapi obat dirumah.
Selain pemberian konseling pada saat akan
pulang, konseling pada pasien rawat inap juga
diberikan pada kondisi sebagai berikut :
Pasien dengan tingkat kepatuhan dalam minum
obat rendah. Kadang-kadang dijumpai pasien
yang masih dalam perawatan tidak meminum
obat yang disiapkan pada waktu yang sesuai
atau bahkan tidak diminum sama sekali.
Adanya perubahan terapi yang berupa
penambahan terapi, perubahan regimen terapi,
maupun perubahan rute pemberian.
Masalah dalam konseling
Beberapa penyebab dari ketidak patuhan
pasien dalam penggunaan obat dapat
disebabkan karena faktor pasien sendiri
maupun faktor-faktor yang lain, yaitu:
1. Faktor Penyakit
a. Keparahan atau stadium penyakit, kadang
orang yang merasa sudah lebih baik
kondisinya tidak mau meneruskan
pengobatan.
b. Lamanya terapi berlangsung, semakin lama
waktu yang diberikan untuk terapi, tingkat
kepatuhan semakin rendah.
2. Faktor Terapi
a. Regimen pengobatan yang kompleks baik
jumlah obat maupun jadwal penggunaan
obat.
b. Kesulitan dalam penggunaan obat,
misalnya kesulitan menelan obat karena
ukuran tablet yang besar.
c. Efek samping yang ditimbulkan, misalnya :
mual, konstipasi, dll.
d. Rutinitas sehari-hari yang tidak sesuai
dengan jadwal penggunaan obat
3. Faktor Pasien
a. Merasa kurang pemahaman mengenai keseriusan
dari penyakit dan hasil yang didapat jika tidak diobati.
b. Menganggap pengobatan yang dilakukan tidak
begitu efektif
c. Motivasi ingin sembuh
d. Kepribadian / perilaku, misalnya orang yang
terbiasa hidup teratur dan disiplin akan lebih patuh
menjalani terapi
e. Dukungan lingkungan sekitar / keluarga.
f. Sosio-demografi pasien : umur, tingkat pendidikan,
pekerjaan, dll
4. Faktor Komunikasi
a. Pengetahuan yang kurang tentang obat dan
kesehatan
b. Kurang mendapat instruksi yang jelas
tentang pengobatannya.
c. Kurang mendapatkan cara atau solusi untuk
mengubah gaya hidupnya.
d. Ketidakpuasan dalam berinteraksi dengan
tenaga ahli kesehatan.
e. Apoteker tidak melibatkan pasien dalam
pengambilan keputusan.
Cara pendekatan dalam meningkatkan
kepatuhan
1. Berkomunikasi dengan pasien
2. Informasi yang tepat
3. Strategi untuk mencegah
ketidakpatuhan
Berkomunikasi dengan pasien
- Kepuasaan pasien dalam berkomunikasi
- Cara berkomunikasi yang baik menumbuhkan
pengertian betapa pentingnya pengobatan ini
- Berkomunikasi secara alamiah ikut
melibatkan pasien (ikut berpartisipasi) dalam
berinteraksi dan keputusan atau pemecahan
masalah dibuat oleh pasien sendiri.
- Komunikasi yang terbuka dan intensif
- Metode dalam berkomunikasi: verbal dan non
verbal
Informasi yang tepat
- Informasi berkaitan obat : kebenaran,
instruksi yang lengkap termasuk berapa
banyak, kapan, berapa lama penggunaan
obatnya dan bagaimana jika obat lupa
diminum.
- Informasi tentang penyakit, kapan dan
bagaimana pemakaian obat akan berguna.
- Informasi tentang efek samping
Strategi untuk mencegah ketidak patuhan
 Apoteker bekerjasama dengan dokter untuk
mempermudah jadwal pengobatan dengan
menurunkan jumlah obat, menurunkan interval dosis
perhari dan penyesuaian regimen dosis untuk
penggunaan terbaik pasien sehari-hari.
 Menyediakan alat bantu pengingat dan pengaturan
penggunaan obat, misalnya alarm, chart.
 Mengingatkan pasien dengan telepon atau surat
untuk pembelian (refill) obat kembali.
- Mengembangkan pengertian dan sikap mendukung di
pihak keluarga pasien dalam mengingatkan
penggunaan obat.
Metode pemberian motivasi dalam
menangani ketidakpatuhan
1. Jelaskan keuntungan dari penggunaan obat
2. Tingkatkan kewaspadaan pasien dari
gejala penyakit yang diperlihatkan dan
membutuhkan pengobatan.
3. Jelaskan bahwa pasien harus dapat
mengevalusai dirinya sendiri
4. Bantu pasien untuk mengembangkan
kepercayaan dirinya
Strategi komunikasi yang dapat dipakai oleh apoteker
dalam melaksanakan
konseling adalah sebagai berikut :
Membantu dengan cara bersahabat :
Pasien yang pasif akan mempersulit apoteker untuk
membuat kesepakatan dan memberikan bantuan
pengobatan. Sangat penting bagi apoteker untuk
menciptakan suasana yang bersahabat dengan pasien, ini
akan mempengaruhi suasana hati pasien dan pasien
menjadi percaya kepada apoteker. Apoteker dapat memulai
konseling dengan menyapa pasien dengan namanya,
memperkenalkan diri, memberikan sedikit waktu untuk
pembicaraan umum sebelum memulai pembicaraan
tentang pengobatan. Selama konseling berlangsung maka
apoteker harus mendengarkan dengan sungguh-sungguh
setiap perkataan pasien. Selain itu apoteker juga harus
memperhatikan bahasa tubuhnya agar pasien merasa lebih
dihargai.
Menunjukkan rasa empati pada pasien
Sangat penting adanya perasaan empati pada
pasien selama sesi konseling dilakukan. Ketika
apoteker menunjukkan rasa empati maka
pasien akan merasa apoteker peduli
kepadanya. Penting bagi apoteker untuk tahu
tentang kebutuhan pasien, ketertarikan pasien,
motivasi, tingkat pendidikan agar dapat
disesuaikan dengan informasi yang akan
diberikan oleh apoteker. Menunjukkan rasa
empati berarti bahwa komunikasi berjalan
dengan baik.
Kemampuan nonverbal dalam berkomunikasi
Ada beberapa kemampuan nonverbal yang sangat membantu keberhasilan
konseling antara apoteker dan pasien, yaitu :
1. Senyum dan wajah yang bersahabat, apoteker harus menunjukan perasaan yang
bahagia saat akan melakukan konseling, karena ekspresi wajah apoteker akan
mempengaruhi suasana hati pasien.
2. Kontak mata, kontak mata langsung boleh terjadi 50% sampai 75% selama sesi
konseling.
3. Gerakan tubuh, harus dilakukan seefektif mungkin. Jika terlalu berlebihan kadang
akan mempengaruhi mood pasien. Sentuhan pada pasien juga kadang dibutuhkan
untuk membuatnya merasa tenang.
4. Jarak antara apoteker dan pasien, jarak yang terlalu jauh membuat komunikasi
menjadi tidak efektif, begitu juga dengan jarak yang terlalu dekat. Sehinggga posisi
dan jarak duduk antara apoteker dan pasien diatur agar pasien merasa nyaman.
5. Intonasi Suara, selama komunikasi berlangsung intonasi suara apoteker harus
diperhatikan. Suara yang terlalu pelan atau keras membuat komunikasi menjadi
tidak efektif. Begitu juga dengan penekanan-penekanan kalimat yang dilakukan.
6. Penampilan apoteker yang bersih dan rapih membuat pasien merasa lebih nyaman.
PROSES KONSELING
Penentuan Prioritas Pasien
Dalam kegiatan pelayanan kefarmasian sehari-hari, pemberian
konseling tidak dapat diberikan pada semua pasien mengingat waktu
pemberian konseling yang cukup lama. Oleh sebab itu diperlukan seleksi
pasien yang perlu diberikan konseling. Seleksi pasien dilakukan dengan
penentuan prioritas pasien-pasien yang dianggap perlu mendapatkan
konseling. Prioritas pasien yang perlu mendapat konseling :
 Pasien dengan populasi khusus ( pasien geriatri, pasien pediatri, dll)
 Pasien dengan terapi jangka panjang (TBC, Epilepsi, diabetes, dll)
 Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus
 (Penggunaan kortikosteroid dengan ”tappering down” atau ”tappering
off” )
 Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan indeks terapi sempit
(digoxin, phenytoin, dll )
 Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan menjalankan terapi rendah.
Persiapan Dalam Melakukan Konseling
Untuk menerapkan suatu konseling yang baik
maka Apoteker harus memiliki persiapan.
Apoteker sebaiknya melihat dahulu data rekam
medik pasien. Ini penting agar apoteker dapat
mengetahui kemungkinan masalah yang terjadi
seperti interaksi obat maupun kemungkinanan
alergi pada obat-obatan tertentu. Selain itu
apoteker juga harus mempersiapkan diri
dengan informasi – informasi terbaru yan
berhubungan dengan pengobatan yang
diterima oleh pasien.
Pertanyaan Dalam Konseling
Pemilihan kalimat tanya merupakan faktor yang penting
dalam mewujudkan keberhasilan komunikasi.
Pertanyaan yang digunakan sebaiknya adalah open-
ended questions. Dengan pertanyaan model ini
memungkinkan apoteker memperoleh beberapa
informasi yang dibutuhkan dari satu pertanyaan saja.
Pertanyaan dengan jawaban ”ya” atau ”tidak",
sebaiknya dihindari. Begitu juga dengan pertanyaan
yang berasal dari pendapat Apoteker. Open-ended
questions akan menghasilkan respon yang memuaskan
sebab pertanyaan ini akan memberikan informasi yang
maksimal. Kata tanya sebaiknya dimulai dengan
”bagaimana” atau ”mengapa”.
Tahapan Konseling
1. Pembukaan
Pembukaan konseling yang baik antara apoteker dan pasien dapat
menciptakan hubungan yang baik, sehingga pasien akan merasa
percaya untuk memberikan informasi kepada Apoteker. Apoteker harus
memperkenalkan diri terlebih dahulu sebelum memulai sesi konseling.
Selain itu apoteker harus mengetahui identitas pasien (terutama nama)
sehingga pasien merasa lebih dihargai. Hubungan yang baik antara
apoteker dan pasien dapat menghasilkan pembicaraan yang
menyenangkan dan tidak kaku. Apoteker dapat memberikan pendapat
tentang cuaca hari ini maupun bertanya tentang keluarga pasien.
Apoteker harus menjelaskan kepada pasien tentang tujuan konseling
serta memberitahukan pasien berapa lama sesi konseling itu akan
berlangsung. Jika pasien terlihat keberatan dengan lamanya waktu
pembicaraan, maka apoteker dapat bertanya apakah konseling boleh
dilakukan melalui telepon atau dapat bertanya alternatif waktu/hari lain
untuk melakukan konseling yang efektif.
2. Diskusi untuk mengumpulkan informasi
dan identifikasi masalah
Pada sesi ini Apoteker dapat mengetahui
berbagai informasi dari pasien tentang
masalah potensial yang mungkin terjadi
selama pengobatan. Pasien bisa
merupakan pasien baru ataupun pasien
yang meneruskan pengobatan.
a. Diskusi dengan pasien baru
Jika pasien masih baru maka Apoteker harus
mengumpulkan informasi dasar tentang pasien dan
tentang sejarah pengobatan yang pernah diterima
oleh pasien tersebut.
b. Diskusi dengan pasien yang meneruskan
pengobatan
Pasien yang sudah pernah mendapatkan konseling
sebelumnya, sehingga Apoteker hanya bertugas
untuk memastikan bahwa tidak ada perubahan
kondisi maupun pengobatan baru yang diterima oleh
pasien baik yang diresepkan maupun yang tidak
diresepkan.
c. Mendiskusikan Resep yang baru diterima
Apoteker harus bertanya apakah pasien pernah menerima pengobatan
sebelumnya. Apoteker harus bertanya pengobatan tersebut diterima pasien
dari mana, apakah dari Apoteker juga, atau dari psikiater dan lain
sebagainya. Jika pasien pernah menerima pengobatan sebelumnya maka
dapat di tanyakan tentang isi topik konseling yang pernah diterima oleh
pasien tersebut.
Apoteker sebaiknya bertanya terlebih dahulu tentang penjelasan apa yang
telah diterima oleh pasien . Ini penting untuk mempersingkat waktu konseling
dan untuk menghindari pasien mendapatkan informasi yang sama yang bisa
membuatnya merasa bosan atau bahkan informasi yang berlawanan yang
membuat pasien bingung. Diskusi ini juga harus dilakukan dengan katakata
yang mudah diterima oleh pasien sesuai denga tingkat sosial - ekonomi
pasien.
Regimen pengobatan, pasien harus diberitahu tentang guna obat dan berapa
lama pengobatan ini akan diterimanya. Pada tahap ini Apoteker juga harus
melihat
Kesuksesan pengobatan, pasien sebaiknya diberitahukan tentang keadaan
yang akan diterimanya jika pengobatan ini berhasil dilalui dengan baik.
d. Mendiskusikan pengulangan resep dan pengobatan
Kegunaan pengobatan, Apoteker diharapkan memberikan
penjelasan tentang guna pengobatan yang diterima oleh
pasien serta bertanya tentang kesulitan-kesulitan apa yang
dihadapi oleh pasien selama menerima pengobatan.
Efektifitas pengobatan, Apoteker harus mengetahui efektifitas
dari pengobatan yang diterima oleh pasien. Apoteker harus
bertanya pada pasien apakah pengobatan yang diterima telah
membantu keadaan pasien menjadi lebih baik.
Efek samping pengobatan, Apoteker harus mengetahui
dengan pasti efek samping pengobatan dan kemungkinan
terjadinya efek samping kepada pasien tersebut. Pasien
sebaiknya diberitahukan kemungkinan tanda-tanda efek
samping sehingga pasien dapat melakukan tindakan preventif
terhadap keadaan tersebut.
3. Diskusi untuk mencegah atau memecahkan
masalah dan mempelajarinya.
Setiap alternatif cara pemecahan masalah
harus didiskusikan dengan pasien. Apoteker
juga harus mencatat terapi dan rencana untuk
monitoring terapi yang diterima oleh pasien.
Baik pasien yang menerima resep yang sama
maupun pasien yang menerima resep baru,
keduanya harus diajak terlibat untuk
mempelajari keadaan yang memungkinkan
tercipta masalah. Sehingga masalah terhadap
pengobatan dapat diminimalisasi.
4. Memastikan pasien telah memahami
informasi yang diperoleh.
Apoteker harus memastikan apakah
informasi yang diberikan selama konseling
dapat dipahami dengan baik oleh pasien
dengan cara meminta kembali pasien
untuk mengulang informasi yang sudah
diterima. Dengan cara ini pula dapat
diidentifikasi adanya penerimaan informasi
yang salah sehingga dapat dilakukan
tindakan pembetulan.
5. Menutup diskusi
Sebelum menutup diskusi sangat penting untuk Apoteker
bertanya kepada pasien apakah ada hal-hal yang masih
ingin ditanyakan maupun yang tidak dimengerti oleh
pasien. Mengulang pernyataan dan mempertegasnya
merupakan hal yang sangat penting sebelum penutupkan
sesi diskusi, pesan yang diterima lebih dari satu kali dan
diberi penekanan biasanya akan diingat oleh pasien.
6. Follow-up diskusi
Fase ini agak sulit dilakukan sebab terkadang pasien
mendapatkan Apoteker yang berbeda pada sesi konseling
selanjutnya. Oleh sebab itu dokumentasi kegiatan
konseling perlu dilakukan agar perkembangan pasien
dapat terus dipantau.
Aspek konseling yang harus
disampaikan kepada pasien
1. Deskripsi dan kekuatan obat
Apoteker harus memberikan informasi kepada
pasien mengenai:
Bentuk sedian dan cara pemakaiannya
Nama dan zat aktif yang terkandung didalamnya
Kekuatan obat (mg/g)
2. Jadwal dan cara penggunaan
Penekanan dilakukan untuk obat dengan instruksi
khusus seperti ”minum obat sebelum makan”,
”jangan diminum bersama susu” dan lain
sebagainya. Kepatuhan pasien tergantung pada
pemahaman dan perilaku sosial ekomoninya.
3. Mekanisme kerja obat
Apoteker harus mengetahui indikasi obat,
penyakit/gejala yang sedang diobati sehingga
Apoteker dapat memilih mekanisme mana yang
harus dijelaskan, ini disebabkan karena banyak obat
yang multi-indikasi. Penjelasan harus sederhana dan
ringkas agar mudah dipahami oleh pasien
4. Dampak gaya hidup
Banyak regimen obat yang memaksa pasien untuk
mengubah gaya hidup. Apoteker harus dapat
menanamkan kepercayaan pada pasien mengenai
manfaat perubahan gaya hidup untuk meningkatkan
kepatuhan pasien.
5. Penyimpanan
Pasien harus diberitahukan tentang cara penyimpanan
obat terutama obat-obat yang harus disimpan pada
temperatur kamar, adanya cahaya dan lain sebagainya.
Tempat penyimpanan sebaiknya jauh dari jangkauan
anak-anak.
6. Efek potensial yang tidak diinginkan
Apoteker sebaiknya menjelaskan mekanisme atau alasan
terjadinya toksisitas secara sederhana. Penekanan
penjelasan dilakukan terutama untuk obat yang
menyebabkan perubahan warna urin, yang
menyebabkan kekeringan pada mukosa mulut, dan lain
sebagainya. Pasien juga diberitahukan tentang tanda dan
gejala keracunan.
DOKUMENTASI
Pendokumentasian adalah hal yang
perlu dilakukan dalam setiap kegiatan
pelayanan farmasi. Pendokumentasian
berguna untuk evaluasi kegiatan dalam
upaya peningkatan mutu pelayanan.
Dalam pelayanan konseling obat kegiatan
pendokumentasian sangat diperlukan.
Tujuan pendokumentasian pelayanan konseling obat
adalah :
1. Mendapatkan data / profil pasien
2. Mengetahui riwayat penyakit pasien
3. Memantau kepatuhan pasien dalam berobat
4. Mengevaluasi pemahaman pasien tentang pengobatan
5. Menyediakan data jika terjadi tuntutan pada kesalahan
penggunaan obat
6. Menyediakan data untuk evaluasi kegiatan
kefarmasian.
7. Menyediakan data untuk evaluasi terapi
Pendokumentasian dapat berupa kartu
konseling yang berisi data pasien dan
kegiatan konseling yang dilakukan dan
buku besar pencatatan kegiatan untuk
mencatat volume kegiatan. Dalam
pendokumentasian perlu dicantumkan
petugas yang melaksanakan konseling.
EVALUASI KEGIATAN
PELAYANAN
Bertujuan untuk melihat kapasitas pelayanan dan meningkatkan
kinerja petugas yang memberikan konseling (konselor).
Hal-hal yang didapatkan dalam evaluasi adalah :
a. Kapasitas kegiatan ( jumlah pasien, jumlah kasus, dll )
b. Macam kegiatan konseling ( rujukan dokter, pasien aktif
bertanya, kelompok pasien tertentu, dll )
c. Untuk pengobatan penyakit kronis, perlu dihitung jumlah pasien
yang rutin berobat dan jumlah pasien drop out pengobatan
d. Proses perubahan perilaku pasien sebagai hasil dari konseling
e. Pendapat pasien tentang kegiatan konseling (dlm bentuk
kuisioner)
f. Pendapat pasien tentang petugas konseling ( konselor ) / kuisioner
g. Waktu tunggu / lamanya pelayanan konseling
h. Infrastruktur dalam kegiatan konseling (kebijakan, protap, SDM
dll)
EVALUASI KEPATUHAN PASIEN
DALAM PENGOBATAN.
Kegiatan ini lebih bersifat pengamatan pada
masing-masing pasien. Dengan mempunyai
dokumen yang berisi riwayat pengobatan
pasien, apoteker yang memberikan
konseling dapat melakukan pengamatan
apakah pasien patuh dalam menjalani
pengobatan. Apoteker dapat mengambil
tindakan untuk memperbaiki kepatuhan
pasien dalam melaksanakan pengobatan.
Kegiatan ini Sangat bermanfaat pada
pengobatan penyakit kronis.
Beberapa pengamatan yang dapat dilakukan
adalah :
a. Menghitung waktu pengulangan pemberian /
perolehan obat (refill)
b. Menghitung jumlah obat yang tersisa pada saat
pengulangan pemberian / perolehan obat ( refill )
c. Mewawancara pemahaman pasien tentang cara
penggunaan obat (dosis, cara minum obat, waktu
minum obat, dll )
d. Menanyakan kepada pasien apakah gejala
penyakit yang timbul berkurang atau hilang, atau
ada perbaikan dari kondisi sebelumnya.
Hasil evaluasi pada masing-masing
pasien dapat digunakan sebagai data
keberhasilan kegiatan konseling obat, oleh
karena itu pada kartu konseling harus
memuat data-data yang dapat dipakai
untuk mengukur efektivitas kegiatan
konseling.
Contoh Kegiatan Konseling
Seorang pasien wanita 21 tahun
terdiagnosa menderita infeksi saluran
pernapasan.
Mendapatkan antibiotik cephradine tiga kali
sehari selama 7 hari.
Apoteker memberikan konseling pada saat
menyerahkan obat :

Anda mungkin juga menyukai