Perubahan Volume Akibat Pengembangan Tanah M Muttawakil 1041711009 Riyonus 1041711015
Perubahan Volume Akibat Pengembangan Tanah M Muttawakil 1041711009 Riyonus 1041711015
PENGEMBANGAN TANAH
OLEH :
- MOHAMMAD MUTTAWAKIL
- RIYONUS
A. Kembang-Susut Tanah Lempung
Derajat pengembangan bergantung pada beberapa faktor :
1. Tipe dan jumlah mineral lempung yang ada dalam tanah
2. Luas spesifik lempung
3. Susunan tanah
4. Konsentrasi garam dalam air pori
5. Valensi kation
6. Sementasi
7. Adanya bahan-bahan organik
8. Kadar air awal, dll.
Grafik Hubungan Kadar Air dan Susut Aksial Tanah Lempung
Berlanau yang Dipadatkan
Gambar 1.1 Susut aksial pada lempung berlanau (Seed dan Chan, 1959).
Grafik Tekanan Pengembangan yang Terjadi Pada Lempung Berpasir
Gambar 1.2 Pengaruh kadar air terhadap tekanan pengembangan lempung berpasir (Seed
dan Chan, 1959)
Grafik Kedalaman Zona Aktif
Tinggi 20 – 30 20 – 31 25 – 41 7 – 12 50 – 63
Sedang 10 – 20 13 – 23 15 – 28 10 – 16 39 – 50
S = (3,6 x 10-5)A2,44C3,44
(1.1)
Dengan :
S = potensi pengembangan (persen pengembangan
aksial akibat tekanan 6,9 kPa)
C = persen fraksi lempung, ukuran < 0,002 mm (persen
berat)
A = aktivitas = ∆(PI)/∆C
Grafik hubungan batas cair (LL) dan berat volume kering (γd) di tempat (in-situ)
untuk mengetahui sifat mudah mengembang dan kerusakan tanah yang didasarkan
pada pengalaman U.S Water and Power Resources Service (dulu USBR)
𝑃𝐼
A=
𝐶 −𝐶 ′ (1.2)
S = K(60)(PI)2,44 (1.3)
S = (2,16 x 10-3)(PI)2,44
(1.4)
Tabel 1.4 Klasifikasi derajat ekspansi (Seed et al., 1962)
Aktivitas pengembangan, SA (swell activity) didefinisikan sebagai :
∆ ( 𝑆𝐼 )
SA =
∆𝐶 (1.5)
S = (4,57 x 10-5)(SA)2,67C2,44
(1.6a)
S = (41,13 x 10-5)(SI)2,67
(1.6a)
Pengembangan bebas didefinisikan sebagai (Holts dan Gibbs,
(1956)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑘h𝑖𝑟 −𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑎𝑤𝑎𝑙
𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠= 𝑥 100 %
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑙 (1.7)
Sifat variasi indeks susut (SI) dengan persen fraksi lempung
(Ranganatham dan Satyanarayana, 1965).
Gambar 1.6 Sifat variasi indeks susut (SI) dengan persen fraksi lempung (Ranganatham
dan Satyanarayana, 1965).
Uji Pengembangan
Uji indeks ekspansi (EIT) (ASTM D-4829) adalah uji beban standar
pengembangan tanah. Pada pengujian, contoh tanah dibentuk pada
diameter standar 102 mm, tinggginya (tinggi cincin besi) 25 mm dan
dengan derajat kejenuhan S= 50%. Beban terbagi rata 6,9 kPa (1 psi)
diterapkan, kemudian tanah dijenuhkan dengan dibiarkan mengembang
sampai nilai pengembangan tertentu atau sampai 24 jam (dipilih, mana
dulu yang tercapai). Jumlah pengembangan dinyatakan dalam Indeks
Ekspansi, EI (Expansion Index), yang didefinisikan oleh persamaan :
EI = 1000 hF
dengan,
EI = indeks ekspansi
h = ekspansi contoh tanah (in)
F = persentase berat butiran tanah yang lolos saringan no. 4
Tabel 1.6 memberikan petunjuk interpretasi hasil uji EI yang
disarankan oleh Uniform Building Code (1991).
1 0 - 20 Sangat rendah
2 21 - 50 Rendah
3 51 - 90 Sedang
4 91 - 130 Tinggi
Gambar 1.8 Hubungan antara potensi pengembangan, batas cair, kadar air awal dan berat
volume kering (Vijayvergiya dan Ghazzaly, 1973)
Uji Tekanan Pengembangan
Gambar 1.9 Penentuan tekanan pengembangan dengan pelepaan beban pada akhir pembebanan uji
pengembangan (Coduto, 1994).
Metoda lain yang dapat digunakan yaitu dengan
menggunakan alat konsolidometer yang mencegah terjadinya
regangan vertikal, seperti pada gambar 1.10
Gambar 1.11 Hasil uji pengembangan volume volume konstan (CVS) (Jhonson
dan Stroman 1976)
Cara lain yaitu uji overburden pengembangan
dimodifikasi (modified swell overburden, MSO)
(Johnson dan Stroman, 1976). Prosedur
pengujiannya adalah sebagai berikut :
Gambar 1.12 Hasil uji overburden pengembangan dimodifikasi (MSO) (Johnson dan
Stroman, 1976)
Regangan yang diukur dalam pengujian-pengujian di
atas (Gambar 1.12) adalah regangan potensi
pengembangan (εw) untuk setiap tegangan normalnya.
Perlu diperhatikan bahwa pengujian dilakukan pada
tinjauan tegangan total (σ) bukan tegangan efektif (σ’).
Jadi hasilnya harus digunakan dalam analisis tegangan
total, bukan analisis tegangan efektif. Kemiringan kurva
yang digambarkan dinyatakan oleh koefisien ekspansi,
Ce (Coefficient of expansion), yang nilainya bervariasi
bergantung pada tegangannya.
Proses Pembasahan
α = S - S₀/l - C (1.8)
dengan,
S₀ = derajat kejenuhan sebelum pembasahan (dalam desimal)
S = derajat kejenuhan sesudah pembasahan (dalam desimal)
Derajat kejenuhan yang akan terjadi di lapangan sangat sulit, karena
bergantung pada beberapa hal, seperti :
δw = ∑αiHiεwi (1.9)
dengan,
δw = kenaikan tanah akibat pengembangan
αi = koefisien pembasahan pada lapisan ke-i
Hi = tebal lapisan ke-i
εwi = regangan potensi pengembangan pada lapisan ke-i
Cara Menganalisis (Coduto, 1994) :
1. Bagilah zona aktif mengembang di bawah fondasi atau bangunan yang lain ke dalam
lapisan-lapisan tipis, caranya seperti pada analisis penurunan. Tebal lapisan
sebaiknya cukup tipis sekitar 25-30 cm, dan semakin bertambah tebal pada lapisan
lebih dalam. Dasar dari lapisan terbawah harus berimpit dengan dasar zona aktif.
2. Hitung tegangan vertikal total (σv), pada tiap-tiap pusat lapisan. Tegangan ini
memperhitungkan berat sendiri tanah dan beban-beban luar yang bekerja (beban
fondasi).
3. Dengan menggunakan hasil uji pengembangan di laboratorium, hitung regangan
potensi pengembangan (εw) pada tiap-tiap pusat lapisan.
4. Tentukan profil awal derajat kejenuhan terhadap kedalaman. Hal ini biasanya
didasarkan pada hasil pemeriksaan kadar air dari contoh tanah yang diperoleh dari
pengeboran.
5. Estimasikan profil akhir derajat kejenuhan terhadap kedalaman. Seperti telah
disebutkan, profil ini sulit diprediksi.
Teknik Untuk Membuat Profil (Coduto, 1994)
Kedalaman
Hi (cm)
(m) ∆σv σv(total)
Zf (m) σv (kN/m2)
(kN/m2) (kN/m2)
1,00-1,50 50 0,75 21 71 92
1,50-2,00 50 1,25 30 40 70