Kegawatdaruratan Psikiatri
Kegawatdaruratan Psikiatri
PSIKIATRI
Reza Aulia Permatasari
Tindakan
Tindakanbunuh
bunuh Kekerasan
Kekerasan
diri
diri
Penyalahgunaan
Penyalahgunaan
zat
zat
Kasus kedaruratan psikiatrik meliputi
gangguan pikiran, perasaan, dan
perilaku yang memerlukan intervensi
terapeutik segera, antara lain:
Kondisi gaduh gelisah
Dampak tindak kekerasan
Bunuh diri
Gejala ekstrapiramidal akibat penggunaan
obat
Delirium
(Kemenkes,2010).
Tempat Pelayanan Kedaruratan Psikiatri
Rumah
Rumah Sakit
Sakit Rumah
Rumah Sakit
Sakit
Umum
Umum Jiwa
Jiwa
Sentra
Sentra
Klinik
Klinik Primer
Primer
(Kemenkes,2010).
(Kemenkes,2010).
Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam mempersiapkan tempat
pelayanan
• Keamanan
• Pemisahan ruang secara spesifik
• Akses langsung dan mudah ke ruangan gawat
darurat medik
• Obat-obat psikofarma lengkap tersedia
• Tim yang bertugas harus memiliki kepakaran
spesifik dan siap bertindak segera pada saat yang
tepat
• Seluruh staf harus mengerti keadaan pasien yang
distress dan emosional yang rapuh
• Sikap dan perilaku staf dan pasien harus dijaga
dan dipahami
Evaluasi
Tujuan utama:
Menilai kondisi pasien yang sedang dalam krisis
secara cepat dan tepat
Tindakan segera dengan pendekatan pragmatis,
Pemeriksaan Fisik
(Kemenkes,2010).
Lima hal yang harus ditentukan sebelum
menangani pasien selanjutnya:
Keamanan pasien
Medik atau psikiatrik?
Psikosis
Suicidal atau homicidal
Kemampuan merawat diri sendiri
(Hawari, D. 2010.)
Pertimbangan Dalam Penegakan
Diagnosis dan Terapi
Penapisan toksikologi (tes urin untuk opioid, amfetamin,
benzodiazepin, kanabis, dsb),
Pemeriksaan radiologi,
EKG,
Tes laboratorium.
menyingkirkan kemungkinan penyebab organik dilakukan di
ruang gawat darurat.
Data penunjang seperti catatan medik sebelumnya, informasi dari
sumber luar (alloanamnesis dari keluarga, polisi, dll)
(Kemenkes,2010).
Terapi
Pemberian terapi obat atau pengekangan (bila
memang diperlukan) (maximum tranquilization with
minimum sedation)
Tujuannya adalah untuk:
Membantu pasien untuk dapat mengendalikan
dirinya kembali
Mengurangi/menghilangkan penderitaannya,
kesimpulan akhir.
(kemenkes, 2010)
Terapi
prinsip terapi: maximum tranquilization with
minimum sedation.
dapat
dapat
mengendalikan
mengendalikan
hidupnya
hidupnyadandanikut
ikut
Bila
Bilapasien
pasienperlu
perludi
di Minta
Mintapersetujuan
persetujuan berpartisipasi
berpartisipasi
rawat
rawatinap
inap pasien
pasien dalam
dalam
pengambilan
pengambilan
keputusan
keputusan
Bila
Bilapasien
pasien
memang
memang maka
makahal
halitu
itudapat
dapat
membahayakan
membahayakan dilakukan
dilakukantanpa
tanpa
diri
dirisendiri
sendiriatau
atau persetujuannya
persetujuannya
lingkungannya
lingkungannya
Kemenkes,2010
Kemenkes,2010
Definisi Bunuh Diri (Suicide)
Bunuh diri merupakan kematian yang
ditimbulkan oleh diri sendiri dan disengaja
dimana bukan tindakan yang acak dan tidak
bertujuan.
Sebaliknya, bunuh diri merupakan jalan keluar
dari masalah atau krisis yang hampir selalu
menyebabkan penderitaan yang kuat.
(Kemenkes,2010)
Gangguan-gangguan yang beresiko
terjadinya bunuh diri
Gangguan mood
Skizofrenia
Ketergantungan Alkohol
Ketergantungan Zat Lain .
Gangguan Kepribadian
(kemenkes,2010)
Etiologi
Faktor sosial:
Teori Durkheim membagi jadi 3 kategori sosial:
bunuh diri egoistik, altruistik, & anomik.
Faktor psikologis
Faktor fisiologis
(Hawari, D.2010)
Tatalaksana
Pencegahan yang utama
Hospitalisasi tergantung
Diagnosis
Beratnya Depresi
Kuatnya ide bunuh diri
Kemampuan pasien dan keluarga mengatasi masalahnya
Keadaan kehidupan pasien
Tersedianya support sosial bagi pasien
Ada tidaknya faktor resiko bunuh diri pada saat kejadian
(kemenkes,2010)
(Kemenkes,2010)
(Kemenkes,2010)
Tindakan awal
(kemenkes,2010)
Perilaku kekerasan & menyerang
Violence atau tindak kekerasan adalah agresi fisik
yang dilakukan seseorang terhadap orang lain.
Jika hal itu diarahkan kepada dirinya sendiri
disebut mutilasi diri atau tingkah laku bunuh diri
(suicidal behavior).
Gangguan mental
Gangguan proses pikir misal Skizofrenia
Gangguan Manik/Episode Manik
Depresi Agitatif/Episode Depresi
Gangguan Cemas
Reaksi Ekstra Piramidal
(kemenkes,2010)
Gambaran klinik dan diagnosis :
Gangguan psikotik
Intoksikasi alcohol atau zat lain
Gejala putus zat akibat alcohol atau obat-obatan
hipnotik-sedatif
Katatonik furor
Depresi agitatif
Gangguan kepribadian
Gangguan mental organic, terutama yang mengenai
lobus frontalis dan temporalis otak.
(kemenkes,2010)
Faktor resiko lain terjadinya tindakan kekerasan adalah :
Adanya pernyataan seseorang bahwa ia berniat melakukan
tindakan kekerasan.
Adanya rencana spesifik
Adanya kesempatan atau suatu cara untuk terjadi kekerasan
Laki-laki
Usia muda
Status sosioekonomi rendah
Sistem dukungan sosial yang buruk
Adanya riwayat melakukan tindka kekerasan
Tindak antisocial lain
Pengendalian impuls yang buruk
Riwayat percobaan bunuh diri
Adanya stressor yang baru saja terjadi
Riwayat tindak kekerasan merupakan indicator terbaik
(Kaplan,Sadock,2000)
Panduan wawancara dan psikoterapi :
Bersikaplah suportif dan tidak mengancam.
Tenangkan pasien bahwa ia aman disini.
Katakana langsung kepada pasien bahwa kekerasan
tidak dapat diterima
Tawarkan obat kepada pasien untuk membantunya
menjadi lebih tenang
(Hawari, D.2010)
Tanda-tanda adanya perilaku kekerasan yang
mengancam
Kata-kata keras/kasar atau ancaman akan kekerasan
Perilaku agitatif
Membawa benda-benda tajam atau senjata
Adanya pikiran dan perilaku paranoid
Adanya penyalah gunaan zat/intoksikasi alkohol
Adanya halusinasi dengar yang memerintahkan untuk melakukan
tindak kekerasan
Kegelisahan katatonik
Episode Manik
Episode Depresi Agitatif
Gangguan Kepribadian tertentu
Adanya penyakit di Otak ( terutama di lobus frontal )
(Kemenkes,2010)
Dokter keluarga/dokter umum
Jauhkan dari sumber yang dapat memicu kekerasan
Psikotik: Farmakoterapi
Injeksi haloperidol 5-10mg IM (dapat dikombinasi dengan
diazepam 10mg IM, diberikan pada lokasi yang berbeda)
Injeksi olanzapin 10mg
Injeksi klorpromazin 100mg atau lebih
Injeksi lorazepam
Dapat pula diberikan diazepam 10-20mg IM atau IV
Non-psikotik
Injeksi diazepam dapat diberikan dosis yang tidak terlalu tinggi
(Kemenkes,2010)
SINDROMA NEUROLEPTIK MALIGNA
(Kemenkes,2010)
Gambaran klinis dan diagnosis :
(kemenkes, 2010)
Evaluasi dan penatalaksanaan :
Bila rigiditas ringan yang tidak berespon terhadap antikolinergik biasa dan
bila demamnya tak jelas sebabnya sindroma neuroleptik maligna
Turunkan
Turunkansuhusuhudengan
dengankompres
kompresseluruh
seluruhbadan
badan
dengan
dengan es, antipiretik biasanya tidak berguna.Ini
es, antipiretik biasanya tidak berguna. Ini
efektif sebagai tindakan awal sebelum episode
efektif sebagai tindakan awal sebelum episode
berlanjut.
berlanjut.
Hidrasi
Hidrasicepat
cepatIV
IV(mencegah
(mencegahterjadinya
terjadinyarenjatan
renjatan
dan
danmenurunkan
menurunkankemungkinan
kemungkinangagal
gagalginjal.)
ginjal.)
Biasanya
Biasanyaberlangsung
berlangsungsekitar
sekitar15
15hari.
hari.Setelah
Setelah
sembuh,
sembuh, masalah yang timbul kemudianadalah
masalah yang timbul kemudian adalah
pemberian
pemberianantipsikotik
antipsikotikselanjutnya
selanjutnya
(Kemenkes,2010)
(Kemenkes,2010)
Terapi psikofarmaka :
bromocriptine 2,5 mg
amantadine 200-400 mg levodopa 50-100
PO 2 atau 3 kali/hari,
PO/hari dalam dosis mg/hari IV dalam
dapat dinaikkan
terbagi infuse terus menerus
sampai 45 mg/hari
dantrolene 1
benzodiazepine atau
mg/kg/hari IV selama
ECT dapat diberikan
8 hari, kemudian
apabila obat-obatan
dilanjutkan PO selama
lain tidka berhasil.
7 hari setelah itu
(Kemenkes,2010)
DELIRIUM
Gambaran Klinis dan Diagnosis
• Prodomal
• Gangguan Kesadaran
• Kewaspadaan (Hiperaktivitas dan Hipoaktivitas)
• Gangguan pemusatan perhatian
• Orientasi
• Bahasa dan kognitif
• Persepsi
• Mood
• Gangguan tidur bangun
• Gejala Neurologi
(Kemenkes,2010)
Diagnosis
• Gangguan kesadaran
• Hambatan dalam fungsi kognitif
• Awitannya tiba-tiba
• Berdasarkan bukti dari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik atau laboratorium
untuk menentukan penyebab delirium
Evaluasi
Hal yang paling penting adalah mengobati
PENYEBABNYA
(Maramis, WF.2004)
Referensi
Kemenkes RI. Pedoman Pelayanan Kegawatdaruratan
Psikiatrik. Jakarta. 2010
Kaplan, Sadock. Comprehensive Textbook of Psychiatry.
7th edition, volume 2. Lippincott Williams and Wilkins.
Philadelphia, 2000. Page 2031-2055
Hawari, D.; Psikopatologi Bunuh Diri . Balai penerbit
FKUI , Jakarta, 2010.
Maramis WF. Catatan Ilmu kedokteran Jiwa. Cetakan ke-
8. Airlangga University Press. Surabaya,2004. Hal 421-447
Kusuma, Widjaja. Dari A sampai Z Kedaruratan Psikiatrik
dalam Praktek. Professional Books. Jakarta. 1997. Hal 3-
86.