Anda di halaman 1dari 15

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada

anak balita (bayi dibawah lima tahun) akibat dari


kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu
pendek untuk usianya.

STUNTING Balita dapat dikatakan stunting apabila


memiliki nilai Z-score kurang dari
-2SD menurut WHO-MGRS (Multicentre Growth
Reference Study) dan jika nilai Z-score kurang
dari -3SD termasuk severe stunting atau sangat
pendek.
Faktor Penyebab
Stunting

FAKTOR
FAKTOR
TIDAK
LANGSUNG
LANGSUNG
Faktor Langsung

01 Berat Badan Lahir


Rendah
02 Pola Asuh

03 Tidak Memberi ASI


Eksklusif dan Tidak
04 Kehamilan remaja
Imunisasi
Faktor Tidak Langsung

01 Pendidikan Orang Tua 02 Pendapatan Ekonomi


Keluarga

03 Kualitas Lingkungan 04 Kurangnya Memanfaatkan


Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
PREVALENSI STUNTING

SITUASI GLOBAL

Pada tahun 2017, 22,2% atau sekitar 150,8


juta balita di dunia mengalami stunting.
Namun angka ini sudah mengalami
penurunan jika dibandingkan dengan angka
stunting pada tahun 2000 yaitu 32,6%.
PREVALENSI STUNTING

SITUASI GLOBAL

Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita


stunting di dunia berasal dari Asia (55%)
sedangkan lebih dari sepertiganya (39%)
tinggal di Afrika.

Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi


terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%)
dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah
(0,9%).
PREVALENSI STUNTING

SITUASI GLOBAL

Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga


dengan prevalensi tertinggi di regional Asia
Tenggara/South-East Asia Regional
(SEAR).

Rata-rata prevalensi balita stunting di


Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%.
PREVALENSI STUNTING

SITUASI NASIONAL

Menurut hasil Riskesdas tahun 2013 dan tahun 2018, proporsi status gizi sangat pendek pada
balita mengalami penurunan yang cukup signifikan, yaitu dari 18,0% menjadi 11,5% sedangkan
proporsi status gizi pendek pada balita mengalami kenaikan dari 19,2% menjadi 19,3%.
Prevalensi sangat pendek dan pendek pada balita menurut Riskesdas 2013 adalah 37,2%
sedangkan tahun 2018 adalah 30,8%
PREVALENSI STUNTING

SITUASI NASIONAL

Secara nasional, prevalensi baduta sangat pendek yaitu sebesar 12,8% dan prevalensi baduta
pendek sebesar 17,1%. Prevalensi terendah baduta sangat pendek yaitu terdapat di provinsi DKI
Jakarta sebesar 18% dan prevalensi terendah baduta pendek terdapat di provinsi DKI Jakarta
sebesar 9,2%. Prevalensi tertinggi baduta sangat pendek terdapat di provinsi Aceh sebesar 18,9%
dan prevalensi tertinggi baduta pendek terdapat di provinsi Aceh sebesar 19%.
Upaya Penanggulangan
Stunting di Indonesia

Intervensi Spesifik Intervensi Sensitif

• Inisiasi Menyusui Dini (IMD) • Memberikan edukasi kesehatan


• Pemberian ASI eksklusif seksual dan reproduksi serta gizi
• Pemberian makanan tambahan pada remaja
pada ibu hamil • Memberikan pendidikan
• Berikan imunisasi lengkap pengasuhan pada orang tua
• Ibu hamil mengonsumsi tablet • Menyediakan dan memastikan
tambah darah akses pada air bersih dan
• Pemberian ASI didampingi oleh sanitasi
pemberian MPASI pada usia 6- • Menyediakan akses ke layanan
24 bulan kesehatan dan keluarga
berencana (KB)
Kekurangan vitamin A adalah suatu keadaan
yang ditandai dengan rendahnya kadar vitamin A
dalam jaringan penyimpanan (hati) dan
KEKURANGA melemahnya kemampuan adaptasi terhadap
kondisi gelap dan sangat rendahnya konsumsi
N VITAMIN A vitamin A (WHO 1998).
 
(KVA) KVA tingkat subklinis yaitu tingkat KVA belum
menampakkan gejala nyata atau tidak
menunjukkan gejala secara fisik, dan biasa
dialami oleh balita (Depkes 2003).
FAKTOR PENYEBAB
KVA
Kekurangan vitamin A dapat
FAKTOR
disebabkan karena kekurangan primer
LINGKUNGAN
dan kekurangan sekunder.
▪ Kekurangan primer akibat
kekurangan konsumsi vitamin A. FAKTOR PERILAKU
▪ Kekurangan sekunder karena
gangguan penyerapan dan
penggunaannya dalam tubuh, FAKTOR
kebutuhan meningkat, atau karena PELAYANAN
gangguan pada konversi karoten KESEHATAN
menjadi vitamin A.
FAKTOR PENYEBAB KVA

Faktor Pelayanan
Faktor Lingkungan Faktor Perilaku
Kesehatan
• Lingkungan fisik • Tidak memberi ASI • Kurang terdistribusinya
• Lingkungan kimia Eksklusif kapsul vitamin A
• Lingkungan biologis • tidak memberikan anak • Tidak diadakannya
MPASI yang cukup baik program imunisasi
mutu maupun anak secara merata
jumlahnya • Kurangnya pelayanan
• tidak membawa anak kesehatan
untuk imunisasi secara (puskesmas) terhadap
rutin dan pemberian penyakit infeksi dan
kapsul vitamin A diare di daerah
• tidak membawa anak terpencil (desa)
untuk diperiksa secara
teratur ke puskesmas
atau posyandu
Di Indonesia masalah kekurangan vitamin A pada
PREVALENSI tahun 2011 sudah dapat dikendalikan, namun
secara subklinis prevalensi kekurangan vitamin A
KVA DI terutama pada kadar serum retinol dalam darah
kurang dari 20μg/dl masih mencapai 0,8%
INDONESIA (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi,2012)
Upaya Penanggulangan KVA
Meningkatkan konsumsi sumber vitamin A alami
1 melalui penyuluhan

Menambahkan vitamin A pada bahan makanan yang


2 dimakan oleh golongan sasaran secara luas (fortifikasi)

3 Distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi secara berkala

Anda mungkin juga menyukai