Anda di halaman 1dari 26

MASALAH SOSIAL

PADA LANSIA

Rizka Adzani Lestari


Pendahuluan

Geriatri merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang


mempelajari keadaan-keadaan fisiologis dan penyakit-penyakit
yang berhubungan dengan orang-orang lanjut usia dengan fokus
pada penuaan dini dan tatalaksana penyakit terkait usia lanjut.
Dalam Simposium Geriatri (1978) di Jakarta, Tujuan
Gerontologi/Geriatri di Indonesia sebagai berikut :
“Mengadakan upaya dan tindakan-tindakan sehingga orang-
orang usia lanjut selama mungkin tetap dalam keadaan
sehat, baik fisik, mental dan sosial sehingga masih berguna
bagi masyarakat, setidak-tidaknya sedikit mungkin
merupakan beban bagi masyarakat Indonesia” (Boedhi-
Darmojo, 1979).
Pada tahun 1989 pada tingkat Menko Kesejahteraan Rakyat
telah dibentuk Kelompok Kerja Tetap Kesejahteraan Lanjut
Usia (POKJA- TAPJAHLANSIA) untuk merumuskan
kebijakan Pelayanan Nasional terhadap lansia ini. Pada hari
Keluarga Nasional, 29 Juni 1994 oleh Presiden telah
dicanangkan “Gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera”.
Jadi para lansia nantinya akan dilayani sebagai anggota
keluarga (Haryono Suyono,1994).
Keadaan Sosio-Ekonomi Lansia
Apabila jumlah dan presentase populasi lanjut usia naik, untuk pemerintah
suatu negara ini berarti penambahan dana untuk pensiun dan pemeliharaan
kesehatan dengan kemungkinan naiknya defisit anggaran.

Keadaan sosial-ekonomi adalah suatu masalah. Lansia Indonesia masih


banyak tergantung pada orang lain (terutama anaknya). Pada penelitian
dilapangan/komunitas, di desa mapun kota, 78,3% mengaku hidup serba pas-
pasan. 14,1 mengaku hidupnya berlebih dan 7,6% mengaku hidupnya dalam
kekurangan. Hanya 1,4% mengaku dapat hidup memanfaatkan tabungan
sebelumnya (Boedhi Darmajo dkk,1991).
Hidup bertempat tinggal dengan keluarga merupakan kebiasaan
umum bila seorang lanjut usia ditinggal meninggal dunia oleh
suami/istrinya, atau sebelum terjadi. Umumnya memang
keluargalah yang merawat para lanjut usia di rumahnya.
Kinerja dan Kehidupan Lansia
Menurut Agate (1970) kaum lansia merupakan tenaga kerja
yang handal dan berpengalaman, lebih dapat dipercaya
(reliable), lebih teliti (more accurate) dan jarang mangkir
kerja. Bahkan menurut WHO (1982) tenaga kerja lansia
merupakan tenaga yang setara dengan tenaga muda,
malahan dinyatakan merupakan gudang kebijaksanaan dan
contoh dalam sikap etika.
Sesuai dengan rekomendasi Boedhi-Darmajo (1985) pada
Seminar Pemanfaatan Tenaga Kerja Usia Lanjut oleh
Depnaker, penugasan seorang lansia dapat diperpanjang
bila didasarkan hal-hal sebagai berikut :

a. Keadaan kesehatan jasmani dan rohani masih cukup


baik.
b. Mempunyai motivasi yang cukup positif untuk terus
bekerja.
c. Prestasi kerja sebelumnya baik sekali.
d. Memiliki keahlian dan kemahiran yang langka.
e. Bila sulit untuk mencari penggantinya.
f. Bila formasi dan peraturan ketenagakerjaan
memungkinkan.
Dapat ditambahkan bahwa kerja fisik berat (blue collar
worker) memang tak sesuai lagi dengan usia lanjut dan
perlu dialihtugaskan.

Keadaan psiko-sosial para lansia kita umumnya memang


masih baik, rasa kesepian yang banyak dijumpai di negara-
negara Barat tak begitu banyak dijumpai, juga perasaan
depresi dan yang keadaannya penuh tergantung pada orang
lain hanya kurang dari 5%. Yang masih ingin tetap bekerja
dan tetap aktif di rumah masih berkisar angka 60 - 75%
Pengaruh proses industrialisasi

Di negara-negara maju ternyata kualitas hidup dapat ditingkatkan dengan


cepat berkat industrialisasi. Dengan adanya industrialisasi ini penggunaan
teknologi modern dapat lebih dimanfaatkan, demi peningkatan derajat hidup.
Tetapi perkembangan industri membawa serta pula kontaminasi lingkungan
dan gangguan kelestarian lingkungan hidup, sehingga memerlukan pengaturan
dan pengawasan yang baik.
Bila tidak, maka polusi ini akan juga berpengaruh buruk pada lingkungannya,
terutama yang akan terkena lebih dulu adalah segmen populasi yang paling
peka ialah anak-anak dan orang lanjut usia (WHO, 1974)
Masalah Pensiun

Pensiun (purna tugas) adalah suatu sistem peraturan sejak


ada negara industri, suatu hal yang baru dimasyarakatkan
sejak pertengahan dekade ke-2 abad 20 ini. Mungkin hal ini
memang diperlukan demi kebaikan kaum lansia. Tetapi
peraturan pensiun ini dalam perkembangannya terlalu
birokratik dengan syarat-syarat yang sering berbelit-belit
Bila seseorang di pensium, ia-pun akan mengalami
kehilangan, antara lain :

 Kehilangan finansial
 Kehilangan status
 Kehilangan teman/kenalan
 Kehilangan kegiatan/pekerjaan
Tinjauan masalah psikologik
pada lansia

Masalah psikologik yang dialami oleh golongan lansia ini pertama kali
mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi,
antara lain kemunduran badaniah atau dalam kebingungan untuk
memikirkannya.
Dalam hal ini dikenal apa yang disebut disengagement theory, yang berarti ada
penarikan diri dari masyarakat dan diri pribadinya satu sama lain.
Dulu hal ini diduga dapat mensukseskan proses menua. Anggapan ini
bertentangan dengan pendapat-pendapat sekarang, yang justru menganjurkan
masih tetap ada social involvement (keterlibatan sosial) yang dianggap lebih
penting dan meyakinkan. Masyarakat sendiri menyambut hal ini secara positif.
Contoh yang dapat dikemukakan umpamadalam bidang pendidikan, yang
masih tetap ditingkatkan pada usia lanjut ini untuk menaikkan intelegensi dan
memperluas wawasannya (Brocklehurst dan Allen, 1987).
Karena telah lanjut usia mereka seringkali dianggap terlalu lamban, dengan
daya reaksi yang lambat dan kesigapan dan kecepatan bertindak dan berpikir
yang menurun. Meskipun kinerja mereka bar yak yang masih baik. Banyak
contoh-contoh historis, seperti antara lain : G. Verdi, Goethe, André Tupolev,
Galilei, Laplace, Eisenhower, Churchill, R. Reagan yang masih berjaya dan
sangat produktif pada bidangnya masing-masing pada usia yang sangat lanjut
(lebih dari 70 tahun).
Stereotipe psikologik
orang lanjut usia

• Tipe Konstruktif

• Tipe Ketergantungan (dependent)

• Tipe Defensif

• Tipe Bermusuhan (hostility)

• Tipe membenci/menyalahkan diri sendiri (selfhaters)


Lingkungan hidup para lanjut usia

Macam pelayanan untuk para lanjut usia yang ada di


Indonesia Panti werda (sasana tresna werda) dan karang
werda (day-care centers) yang non-panti mulai
bermunculan di kota-kota besar di Indonesia.
Pemberian paket-paket perkakas-pertukangan pernah
diberikan/dibagikan oleh Departemen Sosial.
Untuk menaikkan pendapatan dan ketrampilan orang lanjut
usia tadi, peningkatan gizi lansia, pelayanan bantuan untuk
mengurus tempat tinggal, membersihkan, mencuci,
memasak, dan sebagainya (home-care nursing. home-help
service) dapat dijalankan oleh LSM atau relawan-relawan
di sekeliling rumah lansia tersebut.
10 kebutuban orang lanjut usia (l0 needs of the elderly)

• Makanan cukup dan sehat (Healthy food)


• Pakaian dan kelengkapannya (Cloth and common
accessories)
• Perumahan/tempat tinggal/tempat berteduh (Homes,
place to stay)
• Perawatan dan pengawasan kesehatan (Health care &
facilities)
• Bantuan teknis praktis sehari-hari/bantuan hukum
• Transportasi umum bagi lansia (Facilities for public
transportations, elc
• Kunjungan teman bicara/informasi (Visits, companies,
informations, etc)
• Rekreasi dan hiburan sehat lainnya (Recreaticnal
activities, picnics, ete)
• Rasa aman dan tenteram (Safety feeling)
• Bantuan alat-alat panca indera (Kacamata, hearing aid)
(Other assistance/aids). Kesinambungan bantuan dana
dan fasilitas (contimuetion of subsidies and facilities)
Kesimpulan
• Kebiasaan sosio-budaya masyarakat di dunia timur sampai sekara ini masih
menempatkan orang-orang usia lanjut, pada tempat yang terhormat dan
mendapatkan penghargaan yang tinggi

• Keadaan sosio-ekonomi mereka pada umumnya akan makin menumn dengan


bertambahnya usia dan akan lebih tergantung pada orang lain yaitu keluarga,
badan-badan sosial (LSM), pemerintah dan sebagainya.

• Keluarga (anak-anak) masih merupakan tempat berlindung yang paling disukai oleh
lansia ini. Sampai sekarang penelitian dan observasi tak menemukan bukti-bukti
yang menunjukkan bahwa anak/keluarga segan untuk melakukan hal ini.
Menempatkan orang lansia di panti werda masih merupakan alternatif terakhir.
• Pada sisi yang lain sebetulnya kinerja sebagian besar kaum lansia masih cukup baik,
cukup aktif dan cukup produktit, sehingga masih dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan
keluarga.

• Kinerja (fungsi dalam masyarakat) seorang lansia memang ditentukan oleh resultante dari
3 faktor penting, yaitu faktor fisik, psilkologik/ mental dan sosio-ekonomi. Penulis
menggangap faktor sosio-budaya Juga penting, apalagi di dunia timur.

• Akibat perkembangan dalam bidang industri, kualitas golongan lansia di Indonesia/negara


sedang berkembang akan makin baik. Tetapi akihat proses industrialisasi yang merugikan,
juga haruslah diawasi, antara lain berupa polusi, urbanisasi, pikiran materialistik, dan
sebagainya yang dapat menggusur faktor-faktor sosio-budaya yang baik.
• Pensiun, sebagai sistem pada industrialisasi, dapat merupakan kendala untuk orang-
orang lansia terhadap keadaan sosio-ekonominya, finansial, dan sebagainya. Maka
dari itu haruslah dipersiapkan dengan masa persiapan pensiun (MPP) yang baik dan
terencana.

• Selain faktor fisik harus juga diperhatikan faktor psikologik/mental pada lansia tadi,
karena pada waktu pensiun akan didapat keliilangan- kehilangan pada bidang
finansial, status dan fasilitas, kenalan dan komunikasi. Juga pada wanita, faktor
psikologik akan banyak terjadl apalagi dengan datangnya masa klimakterium dan
menopause.
• Terdapat stereotipe-stereotipe lansia pada waktu bertambahnya usla ini, yang
kebanyakan meneruskan sifat-sifat yang dipunyai pada waktu muda, yaitu
stereotipe konstruktif, tipe ketergantungan, defensif, bermusuhan (hostility) dan
self-haters.

• Disajikan bermacam-macam tindakan-tindakan pelayanan/ pembinaan pada


golongan lansia ini, baik yang sudah dikerjakan, maupun yang masih harus
ditingkatkan pelaksanaanya, yang harus dilaksanakan oleh pemerintah bahu-
membahu dengan masyarakat dan keluarga.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai