Anda di halaman 1dari 28

Farmakologi 1

Antihistamin
Kelompok 1
Anggota kelompok:
1. Adelya Dwi Putri (1601001) =
2. Almuja Dilla Ulta.D (1701040) =
3. Adzidzah ( 1 9 0 1111 8 ) =
4. Ahmad Fahri ( 1 9 0 1111 4 ) =
5. Al fa rha n Tri Put ra ( 1 9 0 11111 ) =
6. Arya Putra ( 1 9 0 111 0 7 ) =
7. Arya Tri nua nsa ( 1 9 0 111 5 9 ) =
Kelas : 2019.C
Waktu : Selasa, 23 maret 2021
Dosen : Ifora, M.Farm, Apt
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI
PADANG
2021
AUTAKOID
Substansi (kimia) selain tansmitor yang secara normal ada di dalam tubuh dan
punya peran atau fungsi fisiologik penting baik dalam keadaan normal (sehat)
maupun dalam keadaan patologik (sakit).

HISTAMIN

• Histamin adalah senyawa normal yang ada dalam jaringan tubuh, yaitu pada jaringan selmast dan
peredaran basofil, yang berperan terhadap berbagai proses fisiologis yang penting.
• Histamin dikeluarkan dari tempat pengikatan ion pada kompleks heparin dalam sel mast sebagai
hasil reaksi antigen-antibodi bila ada rangsangan senyawa allergen.
• Senyawa allergen dapat berupa spora, debu rumah, sinar UV, cuaca, racun, tripsin, dan enzim
proteolitik lain,deterjen, zat warna, obat makanan dan beberapa turunan amina. Histamin
merupakan produk dekarboksilasi dari asam amino histidin.
Deskripsi tentang histamin, sintesis
dan penyimpanan histamin

Deskripsi Tentang Histamin

Histamin dihasilkan oleh balteri yang mengkontaminasi ergot. Pada awal


abad ke-19, histamin dapat diisolasi dari jaringan hati dan paru-paru segar.
Histamin juga ditemukan pada berbagai jaringan tubuh, oleh karena itu diberi
nama histamin (histos=jaringan).
Hipotesis mengenai peran fisiologi histamin didasarkan pada adanya
persamaan antara efek histamin dan gejala-gejala syokanafilaktik dan trauma
jaringan. Meskipun didapatkan perbedaan di antara spesies, pada manusia
histamin merupakan mediator yang penting pada reaksi alergi tipe segera
(immediate) dan reaksi inflamasi, selain itu histamin memiliki peran penting
dalam sekresi asam lambung, dan berfungsi sebagai suatu neurotransmiter dan
neuromodulator.
• Fungsi fisiologis sebagai mediator yang tersimpan dalam mast cell dan dilepaskan
karena adanya interaksi antara IgE dipermukaan mast cell (respon immediate
hypersensitivity allergi)
• Aksi histamine pada otot polos bronkial dan pembuluh darah merupakan bagian dari
simtom allergi
• Berperan penting dalam regulasi sekresi asam lambung dan merupakan modulator
pelepasan neurotransmitter
• Histamine dapat dilepaskan karena obat, protein, bias dan senyawa lain. Dapat
menyebabkan reaksi anafilaktis, dan hipotensi
• Histamine dapat juga dilepaskan karna faktor lain seperti dingin, kolinergik, sinar
matahari atuapun kerusakan sel yang tidak spesifik.
Histamin dibagi dua : HISTAMIN EKSOGEN
Histamin eksogen bersumber dari daging,
dan bakteri dalam lumen usus dan kolon
HISTAMIN ENDOGEN yang membentuk histamin dari histidin.
Sebagian histamin ini diserap kemudian
Histamin berperan penting dalam sebagian besar akan dihancurkan dalam
fenomena fisiologis dan patologis hati, sedangkan sebagian kecil masih
terutama pada anafilaksis, alergi, trauma ditemukan dalam arteri tetapi
dan syok.Terdapat bukti bahwa jumlahnyaterlalu rendah untuk merangsang
histaminmerupakan mediatorterakhir sekresi lambung. Pada pasien sirosis
hepatis, kadar histamin dalam darah arteri
dalam respons sekresi cairan lambung,
akan meningkat setelah makan daging,
histamin juga berperan dalam sehingga menigkatkan kemungkinan
regulasimikrosirkulasi dalam fungsi SSP. terjadinya tukak peptik.
Kondisi yang menyebabkan
lepasnya histamin

Pelepasan histamine terjadi akibat :

 Rusaknya sel

Histamine banyak dibentuk di jaringan yang sedang berkembang dengan cepat atau sedang
dalam proses perbaikan, misalnya luka

 Senyawa kimia

Banyak obat atau zat kimia bersifat antigenic,sehingga akan  melepaskan histamine dari sel
mast dan basofil. Contohnya adalah enzim kemotripsin, fosfolipase, dan tripsin.
 Reaksi hipersensitivitas

Pada orang normal, histamine yang keluar dirusak oleh enzim histamin dan diamin
oksidase sehingga histamine tidak mencapai reseptor Histamin. Sedangkan pada
penderita yang sensitif terhadap histamine atau mudah terkena alergi jumlah enzim-
enzim tersebut lebih rendah daripada keadaan normal.

 Sebab lain

Proses fisik seperti mekanik, thermal, atau radiasi cukup untuk merusak sel terutama
sel mast yang akan melepaskan histamin.
Stimulasi histamin
Stimulasi reseptor H-1 menimbulkan : Stimulasi reseptor H-2 menimbulkan

• Vasokonstriksi pembuluh-pembuluh • Dilatasi pembuluh paru-paru


yang lebih besar
• Meningkatkan frekuensi jantung dan
• Kontraksi oto bronkus, otot usus dan kenaikan kontraktilitas jantung
otot uterus
• Kenaikan sekresi kelenjar terutama
• Kontraksi sel-sel otot polos dalam mukosa lambung

• Kenaikan aliran limfe


Reseptor histamin
TYPE LOKASI FUNGSI
H1 Ditemukan pada endotelium musdes halus, dan Menyebabkan vasodilatasi, kontraksi otot polos bronkus
jaringan sistem saraf pusat. bronkus bronkus, pemisahan sel endothial (bertanggung
jawab untuk gatal-gatal), dan nyeri dan gatal akibat
sengatan serangga, reseptor utama yang terlibat dalam
gejala rinitis alergi dan mabuk perjalanan, pengatur tidur.

H2 Terletak pada sel parietal Terutama merangsang sekresi asam gastik dan kami
menggunakan obat antiasidic untuk reseptor ini

H3 Ditemukan pada sistem saraf pusat dan pada penurunan pelepasan neurotransmitter: histamin,
tingkat yang lebih rendah jaringan sistem saraf asetilkolin, norepinefrin, serotonin.
perifer.
H4 ditemukan terutama di basofil dan di sumsum berperan dalam kemotaksis.
tulang. itu juga ditemukan pada timus, usus
kecil, limpa, dan kolon
Efek/aksi farmakologis
stimulasi reseptor H1 dan H2

 Histamin dapat berefek lokal maupun meluas pada otot polos dan
kelenjar
 Keracunan histamin pada makanan dapat terjadi dan simtom nya
dapat ditekan dengan reseptor H1 antagonis.
 Sistem cardiovascular : vasodilatasi (reseptor H1 dan H2),
meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan edema
(reseptor H1), triple respons (bercak merah, melebar dan
membengkak), meningkatkan kontraksi jantung, histamin shock.
 Extravascular otot polos : kontraksi (H1), relaksasi (H2).
 Kelenjar endokrin : sekresi asam lambung (reseptor H2)
 Ujung saraf : sakit, gatal dan efek tidak langsung (reseptor H1).
Antagonis Reseptor H1

Antagonis reseptor H-1 adalah senyawa yang secara kompetitif


menghambat histamin pada reseptor H-1 dan telah digunakan secara
klinis

Antagonis H-1 mempunyai banyak efek yang tidak berhubungan dengan


penghambatan terhadap efek histamin. Sejumlah besar efek tersebut
diduga dihasilkan dari kesamaan struktur umumnya dengan struktur
obat yang mempunyai efek pada kolinoseptor muskarinik,
adrenoreseptor-α, serotonin dan situs reseptor anestetika lokal.
Beberapa dari efek tersebut mempunyai nilai terapeutik dan beberapa
lainnya tidak dikehendaki.
Efek yang tidak disebabkan oleh
penghambatan reseptor histamin :
1. Efek sedasi

Efek umum dari antagonis H-1 generasi pertama adalah efek sedasi. Tetapi
intensitas efek tersebut bervariasi. Efeknya cukup besar pada beberapa agen
membuatnya sebagai bantuan tidur dan tidak cocok digunakan di siang hari. Efek
tersebut menyerupai beberapa obat antimuskarinik.
2. Efek antimual dan antimuntah

Beberapa antagonis H-1 generasi pertama mempunyai aktivitas mampu mencegah terjadinya
motion sickness. Contoh obatnya : Doxylamine.

3. Kerja antikolinoreseptor

Banyak agen dari generasi pertama mempunyai efek seperti atropin yang bermakna pada
muskarinik perifer.

4. Efek parkinsonisme

Hal ini karena kemampuan agen antagonis H-1 generasi pertama mempunyai efek antikolinergik.
5. Kerja penghambatan adrenoreseptor

Efek penghambatan reseptor alfa dapat dibuktikan pada beberapa antagonis H-1,
namun penghambatan terhadap reseptor beta tidak terjadi. Penghambatan terhadap
reseptor alfa tersebut dapat menyebabkan hipotensi ortostatik. Contoh obatnya
adalah Promethazine.

6. Kerja penghambatan serotonin

Efek penghambatan terhadap reseptor serotonin dapat dibuktikan pada agen


antagonis H-1 generasi pertama. Contoh obat : Cyproheptadine.
Klasifikasi obat antagonis
histamin 1

Antagonis H 1, juga disebut penghambat H 1, adalah


kelas obat yang memblokir aksi histamin pada reseptor
H 1, membantu meredakan reaksi alergi. Agen di mana
efek terapeutik utama dimediasi oleh modulasi negatif
reseptor histamin disebut antihistamin ; agen lain
mungkin memiliki aksi antihistaminergik tetapi bukan
antihistamin sejati.
Contoh obat antagonis H-1 generasi pertama

Doxylamine Clemastine
Clemastine berkompetisi dengan
Doxylamine berkompetisi dengan
histamin untuk menempati
histamin untuk menempati
reseptor histamin 1 pada efektor
reseptor histamin 1, mengeblok
di saluran pencernaan,
kemoreseptor, mengurangi
pembuluh darah, dan saluran
stimulasi vestibular dan menekan
pernapasan.
fungsi labyrinthine melalui
aktivitas kolinergik pusatnya.
Contoh obat antagonis H-1 generasi kedua

Obat antihistamin H-1 generasi 2 tidak bisa digolongkan


berdasarkan struktur kimianya karena meskipun memiliki struktur
kimia dasar yang sama, obat tersebut masih memiliki gugus
fungsional tambahan yang berbeda. Contoh : sterfenadine,
aztemizole, nuratadine, ketotifen, levokaloastin, mempunyai cincin
piperidin tetapi tidak dapat dimasukkan dalam satu golongan
karena mempunyai gugus fungsional tambahan yang berbeda.
Cetirizine Fexofenadine
Fexofenadine HCl (paten: Allegra dan Telfast)
Cetirizine dapat menurunkan jumlah adalah suatu obat antihistamin yang digunakan
histamin dengan mengurangi jumlah untuk pengobatan demam dan gejala alergi yang
produksi prostaglandin dan menghambat mirip lainnya. Obat ini merupakan obat alternatif
migrasi basofil yang diinduksi oleh antigen. dari terfenadine yang memiliki kontra indikasi
Indikasi : seasonal allergic rhinitis (karena yang serius. Fexofenadine seperti antagonis H1
pollen, rumput). Perennial allergic rhinitis generasi 2 dan 3 lainnya, tidak dapat melewati
blood brain barrier dan kurang menyebabkan
(karena debu, bulu binatang, dan jamur).
efek sedative dibandingkan dengan obat
Chronic urticaria. Efek samping : anoreksia, generasi 1. kerja dari obat ini adalah sebagai
tachycardia, migraine, konstipasi, dehidrasi. antagonis dari reseptor H1.
Terdapat obat-obat generasi dua yang dapat mengakibatkan
cardiotoxic seperti astemizole. Obat astemizole dapat berikatan
dengan potassium (K) channel, yang merupakan reglator potensial
membrane sel. Ikatan ini dapat menyebabkan terganggunya fungsi
potassium channel menyebabkan Long QT Syndrome. Long DT
Syndrome merupakan perpanjangan dari QT interval. Apabila QT
interval panjang, secara otomatis ritme jantung akan menurun,
disebut juga dengan bradycardia. Bradycardia akan menyebabkan
kurngnya supply oksigen dalam tubuh dan juga penyumbatan
aliran darah (heart block).
Perbedaan antara generasi 1
dan generasi 2

Perbedaan antara generasi 1 dan generasi 2 terletak pada efek


samping yang ditimbulkan.
• generasi 1 menimbulkan efek sedatif
• generasi 2 pada umumnya non sedatif karena generasi 2 pada
umumnya tidak dapat menembus blood brain barrier (bersifat
lipofobik dan bulky), sehingga tidak mempengaruhi sistem saraf
pusat. Selain itu, antihistamin H-1 generasi 2 bersifat spesifik
karena hanya terikat pada reseptor H-1. Beberapa obat
generasi 2 dapat menghambat pelepasan mediator histamin
oleh sel mast.
Penjelasan profil farmakologi
(klorfenirain maleat, terfenadin,
cetirizine, loratadin)

Klorfenirain maleat
Chlorpheniramine atau CTM adalah obat untuk
meredakan gejala alergi yang bisa dipicu oleh
makanan, obat-obatan, gigitan serangga, paparan
debu, paparan bulu binatang, atau paparan serbuk
sari. Obat ini juga digunakan untuk meringankan
gejala batuk pilek.

Chlorpheniramine bekerja dengan cara


menghambat kerja histamin, yaitu senyawa yang
bisa menyebabkan munculnya gejala alergi saat
seseorang terpapar zat atau bahan pemicu alergi
(alergen).
Penjelasan profil farmakologi
(klorfenirain maleat, terfenadin,
cetirizine, loratadin)

Mekanisme kerja chlorpheniramine sebagai


antagonis H1, adalah berkompetisi dengan
aksi dari histamin endogenus, untuk
menduduki reseptor-reseptor normal H1
pada sel-sel efektor di traktus
gastrointestinal, pembuluh darah, traktus
respiratorius, dan beberapa otot polos
lainnya. Efek antagonis terhadap histamin ini
akan menyebabkan berkurangnya gejala
bersin, mata gatal dan berair, serta pilek pada
pasien.
Penjelasan profil farmakologi
(klorfenirain maleat, terfenadin,
cetirizine, loratadin)

Dosis :
• Dewasa dan anak usia >12 tahun: 4 mg,
tiap 4–6 jam. Dosis maksimal 24 mg per
hari.
• Anak usia 6–12 tahun: 2 mg, tiap 4–6 jam.
Dosis maksimal 12 mg per hari.
• Anak usia 2–5 tahun: 1 mg, tiap 4–6 jam.
Dosis maksimal 6 mg per hari.
• Anak usia 1–2 tahun: 1 mg, 2 kali sehari.
Dosis maksimal 4 mg per hari.
Penjelasan profil farmakologi
(klorfenirain maleat, terfenadin,
cetirizine, loratadin)

Terfenadin

Terfenadin merupakan suatu prodrug dengan


khasiat antihistamin (H1) yang menyerupai
klorfeniramin, tidak memiliki daya sentral
(sedatif), digunakan pada rhinitis allergica,
urticarial dan reaksi alergi lainnya.

Resorpsinya dari usus baik, mulai kerjanya


sesudah 1 jam dan bertahan 12-24 jam. Dalam
hati dengan pesat dan tuntas dirombak oleh
sistem enzim cytochrome
Penjelasan profil farmakologi
(klorfenirain maleat, terfenadin,
cetirizine, loratadin)

Efek sampingnya jarang terjadi


dan berupa gangguan saluran
cerna, nyeri kepala dan
berkeringat..

Dosis : oral 2 dd 60 mg : anak –


anak 3-6 thn 2 dd 15 mg, 6 – 12
thn 2 dd 30 mg
Penjelasan profil farmakologi
(klorfenirain maleat, terfenadin,
cetirizine, loratadin)

Cetirizine

Cetirizine adalah metabolit aktif dari


hidroksizin dengan kerja kuat dan panjang
(t½ 8-10 jam). Merupakan obat generasi
kedua, bersifat hidrofil, sehingga tidak
bekerja sedatif, juga tidak antikolinergis.
Menghambat migrasi dari granulosit
eosinophil, yang berperan pada reaksi alergi
lambat. Digunakan pada urticaria dan
rhinitis/conjunctivitis.
Dosisnya : 1 dd 10 mg malam hari
Penjelasan profil farmakologi
(klorfenirain maleat, terfenadin,
cetirizine, loratadin)

Loratadin

Loratadin adalah derivat-klor yang sebagai


zat generasi kedua, tidak berefek sedatif
maupun antikolinergis pada dosis biasa.
Plasma t½ nya lebih panjang : 12 jam.
Digunakan pada rhinitis dan conjunctivitis
alergis, juga pada urticaria kronis

Dosisnya : 1 dd 10 mg
DAFTARPUSTAKA

Ganiswara GS, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. ed 5. Jakarta: Bagian Farmakologi
Kedokteran UI

Gunawan, S.G. (2016). Farmakologi dan terapi edisi 6. jakarta: dapertemen farmakologi dan terapeutik.

•Harvey, R.A. & Champe, P.C. (1995). Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Jakarta: Widya medika

Woro Indijah.s, Fajri, Purnama. 2016. Farmakologi. Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia. Jakarta Selatan

Tjay, Tan Hoan, dan kirana rahardja. 2013. Obat - Obat Penting. Jakarta : PT Elex Media
Komputindo

Anda mungkin juga menyukai