Anda di halaman 1dari 32

Rinosinusitis Kronik + FESS

DIVISI RHINOLOGI
PENDAHULUAN

Rinosinusitis kronis (CRS) adalah Rinosinusitis kronis sering dikaitkan


peradangan kronis pada mukosa hidung sebagai penyebab dari polip hidung
dan sinus paranasal yang menimbulkan yang disebut rinosinusitis kronis
dua atau lebih gejala hidung, yang dengan polip hidung (CRSwNP)
persisten selama lebih dari 12 minggu.

CRSwNP dikaitkan dengan


Gejala  hidung tersumbat, nyeri morbiditas dan penurunan kualitas
atau rasa tertekan di sekitar dahi, hidup yang signifikan  diagnosis
hidung, atau mata, keluarnya sekret dan tatalaksana awal
dari hidung atau postnasal drip, dan
fungsi indra penciuman berkurang
Anatomi Hidung

• Ketika udara memasuki lubang hidung, pertama melewati


melalui ruang vestibule, yang dilapisi oleh kulit yang
mengandung rambut kasar yang menyaring partikel debu
besar.
• Bagian anterior septum hidung terdiri dari • Ketika udara yang dihirup berputar di sekitar conchae dan
tulang rawan hialin meatus, udara dihangatkan oleh darah kapiler. Lendir yang
• Dinding lateral bagian dalam hidung dikeluarkan oleh sel goblet membasahi udara dan
dibentuk oleh tulang ethmoid, maxillae, menangkap partikel debu. Silia akan membantu dalam
lacrimal, palatine, dan inferior nasal conchae mengeluarkan partikel debu yang terperangkap.
Vaskularisasi Hidung

• Septum hidung disuplai oleh: • Septum hidung disarafi saraf nasopalatine, Ganglion
• arteri sphenopalatine, cabang dari pterygopalatine dan cabang kecil dari saraf kanal pterigoid
arteri maksila; mensarafi bagian posterosuperior dari septum.
• cabang anterior dan posterior • Dinding lateral rongga hidung disarafi oleh cabang saraf
etmoidal (opthalmatik); maksila, dan saraf etmoidalis anterior.
• cabang superior dari arteri labial • Saraf olfaktori fungsi dalam penciuman
(wajah).
Anatomi Sinus Paranasal
Di bagian superior dari rongga hidung dapat
ditemui :
• Sinus frontal
Terletak di antara dalam dan luar dari tulang
frontal di atas sepertiga medial dari supraorbital
ridge. Rongga tidak teratur, kedua sisi tidak
simetris.

• Sinus ethmoid.
Terletak di dalam tulang labirin ethmoid tampak
seperti sarang lebah. Sel-sel udara dibagi menjadi
etmoid anterior, medial, dan posterior dibedakan
sesuai lokasi drainase.

• Sinus sphenoid
Terletak di bagian posterior dari rongga hidung di
dalam tulang sphenoid. Dipisah oleh septum
intersphenoid.
Fungsi
Di bagian lebih lateral dapat ditemukan :
Sinus paranasal berfungsi untuk meringankan beban • Sinus maksilaris
tengkorak, dan berfungsi bersama dengan rongga hidung Sinus terbesar, berbentuk piramida segi tiga.
untuk menghangatkan dan melembabkan udara. Bagian superior merupakan dasar orbit dan bagian
inferior adalah prosesus alveolaris dan palatum.
RINOSINUSITIS KRONIK
Definisi

Pedoman The European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EPOS) tahun 2020

Mendefinisikan rinosinusitis kronis (dengan atau tanpa polip hidung) pada orang
dewasa sebagai adanya dua atau lebih gejala selama setidaknya 12 minggu dan
salah satu gejalanya harus penyumbatan hidung / obstruksi / kongesti atau
keluarnya cairan hidung ( anterior / posterior nasal drip):
• ± nyeri / tekanan pada wajah
• ± pengurangan atau kehilangan indera penciuman;
Epidemiologi Prevalensi rinosinusitis
kronis bervariasi di seluruh
dunia karena kriteria
diagnosis penyakit yang
Mempengaruhi sekitar 10% dari populasi umum. berbeda.

EPOS tahun 2020 menyatakan prevalensi


keseluruhan CRS berbasis gejala pada populasi
ditemukan antara 5,5% dan 28%.

Prevalensi CRS pada pasien asma sekitar 25%


dengan CRS dibandingkan dengan 5% pada
populasi umum.

Penelitian yang dilakukan di bagian T.H.T.K.L


RSMH tahun 2016 hingga 2018 menemukan
rerata dijumpai pada usia 46-55 tahun.

1,9 : 1
Etiologi
 Mikroba (virus, bakteri, jamur)
• S. aureus, P. aeruginosa, Pembentukan biofilm, Superantigen stafilokokus

 Alergi
• Rinitis Alergi, Asma

 Osteitis

 Disfungsi kekebalan tubuh


• Imunodefisiensi

 Faktor anatomis
• septal deviation

 Merokok
• Disfungsi / gangguan silia
Patofisiologi
Proses peradangan pada rinosinusitis kronik tidak dapat sepenuhnya dijelaskan
Patofisiologi (Cont.)

 Pathoven dkk, pada penderita CRSwNP  peningkatan oncostatin M


(bagian dari sitokin IL-6)
 Aspek lain yang juga berperan : sistem imun host
 Infeksi  penurunan fungsi mukosiliar, penurunan jumlah sekresi protein
antimikroba, merusak epitel sinonasal sehingga dapat berkembang menjadi
proses inflamasi kronik
 Sel B naif dan sel plasma teraktivasi meningkat pada polip hidung
dibandingkan dengan kontrol sehat, kemungkinan besar sebagai respons
terhadap polip hidung
 Pada polip hidung dari pasien Eropa, sebagian besar sel T CD4 dapat
menghasilkan sitokin tipe-2 dibandingkan dengan kontrol, sedangkan sel T
yang diisolasi dari polip hidung dari pasien Asia lebih cenderung melepaskan
mediator inflamasi tipe-1 dan tipe-17.
Klasifikasi CRS
Klasifikasi CRS primer (Diadaptasi dari Grayson et al)
Klasifikasi CRS (Cont.)
Klasifikasi CRS sekunder (Diadaptasi dari Grayson et al)
Manifestasi Klinis
 Nasal Discharge
 Obstruksi Hidung
 Batuk
 Sakit tenggorokan
 Sakit kepala kronis di belakang atau di atas mata
 Hiposmia atau anosmia
Diagnosis
EPOS 2020: Kriteria ini menggunakan adanya dua atau lebih gejala selama ≥12
minggu. , salah satunya harus penyumbatan hidung / obstruksi / kongesti atau
keluarnya cairan hidung ( anterior / posterior nasal drip):
• ± nyeri / tekanan pada wajah
• ± pengurangan atau kehilangan indera penciuman

Pemeriksaan
• Rinoskopi anterior
• Endoskopi hidung
• CT Scan
Tampilan rhinoskopi anterior, yang dapat diperoleh dengan menggunakan otoskop atau
spekulum hidung dan lampu kepala.
Potongan koronal dari computed tomography scans sinus.
Pertimbangan Klinis Khusus

• Nasal drainage, massa hidung polipoid, atau facial pain 


pertimbangkan etiologi selain rinosinusitis kronis, seperti
neoplasma.

• Penglihatan ganda dan penurunan penglihatan, edema / selulitis


periorbital, ophthalmoplegia, dan meningismus menunjukkan
komplikasi orbital atau intrakranial dari sinusitis dan harus segera
dilakukan pemeriksaan, evaluasi, dan pengobatan.
Tatalaksana
• Antibiotik
• Irigasi saline nasal
• Kortikosteroid intranasal topical
• Kortikosteroid oral
• Manajemen bedah
Tatalaksana (Cont.)
Pedoman The European Position Paper on
Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EPOS) tahun
2020

Bukti pengobatan dan rekomendasi untuk orang


dewasa dengan rhinosinusitis kronis
Tatalaksana (Cont.)

Pedoman The European Position Paper on


Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EPOS) tahun
2020

Skema manajemen EPOS 2020 pada CRS difus


Komplikasi

Komplikasi lokal dari rinosinusitis termasuk mukokel, selulitis


pra-septum, selulitis orbital, abses subperiosteal, abses orbital,
osteomielitis, meningitis, abses otak, empiema subdural, dan
trombosis sinus vena. Mereka terjadi pada sekitar 5% dari pasien yang
telah di-follow up untuk sinusitis.
Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF)
Apa itu BSEF ?
Bedah Sinus Endoskopi Fungsional

BSEF adalah tehnik operasi /


pembedahan yang dilakukan pada
penyakit hidung dan sinus paranasal
(misalnya sinusitis, polip dll) dengan
bantuan alat endoskopi.

Dengan menggunakan alat endoskopi,


rongga sempit pada hidung dan sekitarnya
yang sulit dilihat dengan mata secara
langsung akan tampak dengan jelas,
sehingga kelainan kecil pun dapat
INDIKASI BSEF

01 Rinosinusitis, terutama dengan komplikasi

Selulitis orbita
yang tidak sembuh dengan antibiotik intravena, dan abses subperiosteal mungkin
02 memerlukan drainase yang cepat untuk mencegah keterlibatan orbita lebih lanjut dan
bisa membahayakan penglihatan.

03 • Mukokel dan polip hidung yang meluas.


• Rinosinutis jamur dan rinositis alergi
KONTRAINDIKASI BSEF
Bedah Sinus Endoskopi Fungsional

1 2 3
• tidak adanya kelainan • penyakit di sinus frontal • Adanya tanda-tanda
pada ostiomeatal yang lateral atau adanya meningitis atau
menetap antara episode osteomielitis tulang komplikasi intrakranial
pemeriksaan radiografi frontal lainnya yang disebabkan
dengan nasal endoskopi sinusitis frontal.
• Tanda-tanda keganasan
memerlukan pendekatan
yang lebih radikal.
Apa Kelebihan Operasi BSEF ?
Kelebihan tehnik BSEF :

Dapat melihat dengan lebih jelas struktur


01 anatomi dan kelainan didalam rongga hidung
dan sinus paranasal
Dapat menentukan lokasi penyakit
02 dengan tepat

Luka operasi minimal (tidak ada irisan


03
operasi didaerah muka).
Penyembuhan lebih cepat dan lebih
04 nyaman
Fungsi hidung dan sinus paranasal dapat
05 dipertahankan
Teknik Operasi

Unsinektomi: infundibulotomi: Etmoidektomi:


membuang potongan Memasuki eksenterasi sel
01 tulang berbentuk 02 ruangan yang 03 etmoid anterior
‘koma’ di tepi anterior sempit di anterior dan
meatus media sel etmoid posterior

Antrostomi meatus
Sfenoidotomi: medius: melebarkan Resesus frontal
04 membuka sinus 05 ostium alami dari 06 dan sinus frontal
sfenoid
antrum maksila
Perawatan setelah operasi
 Perawatan setelah operasi yang teliti sama pentingnya untuk
keberhasilan operasi itu sendiri.
 Tampon anterior dapat dilepas pada esok harinya dan bekuan
darah dapat dibersihkan.
 Pada periode awal setelah operasi, peradangan dan edema
akan meningkat dan mukosiliar klirens terganggu. Oleh karena
itu, pasien dievaluasi setiap minggu selama 4-6 minggu untuk
memastikan penyembuhan yang tepat.
 Selama kunjungan tersebut, pembersihan dengan endoskopi
dilakukan di bawah anestesi topikal dan krusta, peradangan
mukosa, dan jaringan parut dibersihkan. Karena jaringan parut
adalah hasil kombinasi trauma bedah dan peradangan.
 Evalusi dilakukan sampai kavum nasi normal dan stabil
Komplikasi BSEF

01 Komplikasi Intransal -- Sinekia

Komplikasi Periorbital/Orbital -- Edema


02 kelopak mata/ekimosis/emfisema

Komplikasi Intrakranial – Kebocoran


03
cairan serebrospinal

04 Komplikasi Sistemik – infeksi, sepsis


Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai