Anda di halaman 1dari 25

AnggotA:

Andi weiland G.R.kegou

Belandina dogomo
“ Sejarah Emo Frans Nistel Roy bonay
Masuknya Islam
ke Sumatera”
Teori Masuknya Islam di
Indonesia
A. Teori Makkah

Islam yang masuk dan berkembang di


Indonesia berasal dari Jazirah Arab atau bahkan
dari Makkah pada abad ke7 M. Teori ini
dikemukakan oleh Hamka (Haji Abdul Malik bin
Abdul Karim Amrullah), ia adalah seorang ulama’
sekaligus seorang sastrawan Indonesia. Hamka
mengemukakan pendapat ini pada tahun 1958,
saat orasi yang disampaikan pada dies natalis
perguruan tinggi Islam Negri (PTIN) di
Yogyakarta.
Ia menolak seluruh anggapan para sarjana Barat
yang mengemukakan bahwa Islam datang di
Indonesia ini tidak langsung dari Arab. Bahkan
argumentasi yang dijadikan rujukan Hamka
adalah sumber lokal Indonesia dan sumber Arab.
Selain itu yang tidak boleh diabaikan adalah fakta
menarik lainnya adalah bahwa orang-orang Arab
sudah berlayar mencapai Cina pada abad ke-7 M
dalam rangka berdagang. Hamka percaya dalam
perjalanan inilah mereka singgah di kepulauan
Nusantara saat itu (Budiyanto, 2012).
B. Teori Gujarat

Teori Gujarat mengatakan bahwa proses


kedatangan Islam ke Indonesia ini berasal dari
Gujarat pada abad ke-13, Islam dibawa dan
disebarkan oleh pedagang-pedagang Gujarat yang
singgah di kepulauan Nusantara. Mereka
menempuh jalur perdagangan yang sudah
terbentuk antara India dan Nusantara. Pendapat ini
dkemukakan oleh Snouck Hurgronje. Ia mengambil
pendapat ini dari Pijnapel, seorang pakar dari
Universitas Leiden Belanda, yang sering meneliti
artefak-artefak peninggalan di Indonesia.
Pendapat Pijnapel ini juga dibenarkan oleh J.P
Moquette yang pernah meneliti bentuk nisan
kuburan-kuburan raja-raja pasai. Kuburan Sultan
Malik Ash-Shalih. Nisan kuburan Maulana Malik
Ibrahim di Gresik, Jawa Timur juga ditelitinya.
Dan ternyata sangat mirip dengan bentuk nisan-
nisan kuburan yang ada di Cambay, Gujarat.
Rupanya pendapat ini disanggah oleh S.Q. Fatimi.
Pendapat Fatimi ini adalah bahwa nisan-nisan
kuburan yang ada di Aceh dan Gresik justru lebih
mirip dengan nian-nisan kuburan yang ada di
Benggala, sekitar Bangladhes sekarang (Mujahid,
2012).
C. Teori Cina

Teori ini mengungkapkan tentang agama


Islam yang disebarkandi Indonesia oleh orang-
orang Cina. Mereka bermadhab Hanafi,
pendapat ini disimpulkan oleh salah seorang
pegawai Belanda pada masa pemerintahan
kolonial Belanda dulu. Hal ini diperkuat dengan
berita Jepang (784 M), yang menceritakan
tentang perjalanan berita Kashin. (Mujahid,
2012).
Teori ini beranggapan bahwa proses
kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari para
perantau Cina. Orang Cina telah berhubungan
dengan masyarakat Indonesia jauh sebelum
Islam dikenal di Indonesia. Pada masa Hindu
Buddha etnis Cina atau Tiongkok telah berbaur
dengan penduduk Indonesia, terutama melalui
kontak dagang. Bahkan ajaran Islam telah
masuk ke Cina pada abad ke-7 M, masa dimana
agama ini baru berkembang (Budiyanto, 2012).
D. Teori Persia

Teori Persia mengatakan bahwa proses kedatangan


Islam ke Indonesia beasal dari daerah Persia atau Parsi
(Iran). Pencetus dari teori inni adalah Hosein
Djajadiningrat, sejarawan asal Banten. Dalam
memberikan argumentasinya, Hosein lebih menitik
beratkan analisisnya pada kesamaan budaya dan tradisi
yang berkembang antara masyarakat Parsi dsn
Indonesia. Tradisi tersebut antara lain : tradisi
merayakan 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari suci
kaum Syi’ah atas kematian Husain bin Ali, cucu Nabi
Muhammad, seperti yang berkembang dalam tradisi
tabut di Pariaman di Sumatera Barat. Istilah “tabut”
(keranda) diambil dari bahasa Arab yang ditranslit
Keadaan masyarakat
Sumatera sebelum
masuknya Islam
Sumatera Utara memiiki letak geografis yang
strategis. Hal ini membuat Sumatera Utara menjadi
pelabuhan yang ramai, menjadi tempat
persinggahan saudagar-saudagar muslim Arab dan
menjadi salah satu pusat perniagaan pada masa
dahulu.
Sebelum masuk agama Islam ke Sumatera Utara,
masyarakat setempat telah menganut agama Hindu.
Hal ini dibuktikan dengan kabar yang menyebutkan
bahwasanya Sultan Malik As-Shaleh, Sultan
Samudera Pasai pertama, menganut agama Hindu
sebelum akhirnya diIslamkan oleh Syekh Ismael.
Sama halnya dengan Sumatera Utara, Sumatera
Selatan juga memiliki letak geografis yang strategis.
Sehingga pelabuhan di Sumatera Selatan merupakan
pelabuhan yang ramai dan menjadi salah satu pusat
perniagaan pada masa dahulu. Oleh karena itu,
otomatis banyak saudagar-saudagar muslim yang
singgah ke pelabuhan ini.
Sebelum masuknya Islam, Sumatera Selatan telah
berdiri kerajaan Sriwijaya yang bercorak Buddha.
Kerajaan ini memiliki kekuatan maritim yang luar
biasa. Karena kerajaannya bercorak Buddha, maka
secara tidak langsung sebagian besar masyarakatnya
menganut Agama Buddha.
Letak yang strategis menyebabkan interaksi dengan
budaya asing, yang mau tidak mau harus dihadapi. Hal ini
membuat secara tidak langsung banyak budaya asing yang
masuk ke Sriwijaya dan mempengaruhi kehidupan
penduduknya dan sistem pemerintahannya. Termasuk
masuknya Islam.
Bangsa Indonesia yang sejak zaman nenek moyang
terkenal akan sikap tidak menutup diri, dan sangat
menghormati perbedaan keyakinan beragama,
menimbulkan kemungkinan besar ajaran agama yang
berbeda dapat hidup secara damai. Hal-hal ini yang
membuat Islam dapat masuk dan menyebar dengan damai
di Sumatera selatan khususnya dan Pulau Sumatera
umumnya.
Kondisi Masyarakat Masa
Kedatangan Islam
Agama Islam telah masuk ke Indonesia semenjak
abad pertama Hijriyah atau antara abad ke-7 dan 8
Masehi. Dimulai dari daerah pantai pesisir
Sumatera, kemudian terbentuk kerajaan Islam
untuk yang pertama kali di Aceh. Sebelum Islam
masuk di Aceh, sudah ada kerajaan-kerajaan seperti
Kerajaan Lamuri dan kerajaan lain yang disebutkan
dalam sumber asing seperti Perlak dan Pasai. Pada
masa kerajaan Lamuri telah tercipta hubungan yang
baik dengan luar negri terutama Cina dan India. Ini
memungkinkan karena letak Aceh yang strategis di
jalan lintas perdagangan internasional (encik, 2012).
Munculnya agama Islam di Indonesia tidak terlepas
dari pengaruh akan budaya, dari kebudayaan orang yang
membawa pengaruh Islam dengan Nusantara.
Persentuhan hubungan ini terjadi sebagai salah satu akibat
dari hubungan yang dilakukan antara orang-orang Islam
dengan orang-orang yang ada di Nusantara. Sebab, daerah
Nusantara merupakan jalur perdagangan strategis yang
menghubungkan antara dua negara, yaitu Laut Tengah
dan Cina. Hubungan perdagangan yang semakin lama
semakin intensif menimbulkan pengaruh terhadap
masuknya pengaruh-pengaruh kebudayaan Arab, Parsi,
India, dan Cina di Nusantara. Dengan kata lain, terjadilah
proses akulturasi antara kebudayaan negara-negara itu
dengan kebudayaan Nusantara (Husnayya, 2010)
Kondisi Sosial Budaya
Kita mengetahui bahwa dalam masa
kedatangan da penyebaran Islam, di Indonesia
terdapat Negara-negara yang bercorak Hindu,
seperti di Sumatera yang terdapat kerajaan
Sriwijaya dan Melayu. Kerajaan-kerajaan di
Sulawesi tersebut tidak menunjukkan pengaruh
India atau Indonesia Hindu, hal ini terlihat dari
struktur birokrasi pemerintahan yang
merupakan federasi limpo-limpo dibawah
pimpinan Arungmatoa yang biasanya dipilih dari
arung-arung, dan system pemerintahan yang
mengenal unsur-unsur demokrasi (Poesponegoro
& Notosusanto, 2010:14).
Dari berita Tome Pire diketahui pula bahwa di
daerah Sumatera di samping banyak kerajaan yang
sudah bercorak Islam juga banyak yang belum
memeluk Islam, dan arena itu sering kali disebut cafre.
Struktur pemerintahan seperti telah diberitakan oleh
Tome Pire situ diperkuat lagi oleh Antonio Galvao yang
menyebut bahwa di Maluku, setiap tempat merdeka
dengan daerah dan batas-batasnya sendiri.
Penduduknya hidup bersama dalam masyarakat-
masyarakat yang memenuhi keperluannya sendiri.
Masyarakat-masyarakat tersebut diperintah oleh orang
tua yang dianggap lebih baik dari pada yang lain
(Poesponegoro & Notosusanto, 2010:15).
Kondisi Politik dan Ekonomi
Pada abad ke-12 situasi dan kondisi politik
bahkan ekonomi kerajaan-kerajaan Indonesia-
Hindu pada masa kedatangaan orang-orang
muslim ke daerah Sumatera dan Jawa, Sriwijaya
dan Majapahit mulai mengalami kemunduran.
Hal ini disebabkan karena politik kerajaan-
kerajaan di Sumatera dan Jawa sendiri dan
mungkin juga oleh pengaruh politik perluasan
kekuasaan Cina ke kerajaan-kerajaan di daratan
Asia Tenggara (Poesponegoro & Notosusanto,
2010:19).
Bukti Islam masuk di
Sumatera
Sejak abad ke-7 M, kawasan Asia tenggara
mulai berkenalan dengan tradisi Islam. Ini terjadi
karena para pedagang muslim, yang berlayar di
kawasan ini, singgah untuk beberapa waktu.
Pengenalan Islam lebih intensif, khususnya di
semenanjung Melayu dan nusantara. Di Indonesia,
kehadiran Islam secara lebih nyata terjadi sekitar
akhir abad 13 M, yakni dengan adanya makam Sultan
Malik al-Saleh, terletak di kecamatan Samudra di
Aceh utara. Pada makam tersebut tertulis bahwa dia
wafat pada Ramadhan 696 H/1297 M. Dalam hikayat
Raja-raja Pasai dan Sejarah Melayu Malik, dua teks
Melayu tertua Malik Al-Saleh digambarkan sebagai
penguasa pertama Kerajaan Samudra Pasai (Hill,
Untuk menjastifikasi teorinya, Moquette
membandingkan dengan data historis yang lain,
yaitu catatan Marco Polo yang mengunjungi
Perlak dan tempat lain di wilayah ini pada 1292
M. Pada proses islamisasi terjadi, persentuhan
pedagang muslim dengan penduduk setempat
telah terjadi di sana untuk sekian lama hingga
sebuah kerajaan Muslim berdiri pada abad ke-13
M, Samudra pasai. Pendiri kerajaan tersebut
bias dihubungkan dengan kelemahan kerajaan
Sriwijaya sejak abad ke-12 dan ke-13 M
sebagaimana dituturkan oleh Chou-Chu-Fei
dalam catatan Ling Wa-Tai-ta (1178 M)
Berdirinya kerajaan Samudra Pasai pada abad ke-13 M merupakan bukti

masuknya Islam di Sumatera, selain kerajaan Samudra Pasai juga ada kerajaan

Perlak, dan kerajaan Aceh. pada tahun 1978, peneliti Pusat Riset Arkeologi

Nasional Indonesia telah menemukan sejumlah batu Nisan di situs Tuanku Batu

Badan di Barus. Yang terpenting dari temuan itu adalah makam yang

mencantumkan sebuah nama, yaitu Tuhar Amsuri, yang meninggal pada 19 Safar

602 H, sebagaimana ditafsirkan oleh Ahmad Cholid Sodrie dari pusat Riset

Arjeologi Nasional, tapi ada penafsiran lain yang mengemukakan bahwa Tuhar

Amsuri meninggal pada 19 Safar 972. Tapi dari temuan Arkeologis di barus

dikatakan bahwa batu nisan Tuhar Amsuri tertanggal 602 lebih awal dari batu

nisan Sultan As-Salih yang tertanggal 696 H. Ini berarti jauh sebelum kerajaan

Samudra Pasai, sudah ada masyarakat Muslim yang tinggal di Barus, salah satu

tempat di sekitar pantai barat Sumatera (Tjandrasasmmita,15-16).

Anda mungkin juga menyukai