Anda di halaman 1dari 41

KONSEP PERAWATAN PENYAKIT

KRONIK DAN TERMINAL

Oleh: Eka Oktavianto, S.Kep., Ns., M.Kep


Penyakit Kronik anak
Kemajuan teknologi dan ilmu medis dan peningkatan kualitas
asuhan keperawatan (ventilator, inkubator, total parenteral
nutrition, fototerapi dll) dapat memperpanjang usia bayi/anak dari
masalah-masalah kesehatan/penyakit yang mengancam nyawa,
sehingga munculah penyakit-penyakit kronis pada anak (Burke &
Alverson, 2010).
Mereka membutuhkan hospitalisasi yang sering dan lama,
ketergantungan akan pelayanan medis, peralatan dan perawatan
yang komplek serta multidisiplin, dan melibatkan perawatan di RS,
klinik, dan di rumah (Perry dkk., 2014)
Kronik : waktunya lama, sering kambuh, menetap, bertahun-tahun
atau bahkan seumur hidup.
Contoh penyakit kronik
Asma
DM I
SLE
Kanker
Gagal jantung
Gagal ginjal
CP
VSD, PDA
HIV AIDS
Dengan kemajuan teknologi medis dan pelayanan keperawatan saat
ini, membuat angka penyakit kronik pada anak semakin meningkat
Efek penyakit kronik
Gejala atau kelainan yang menetap
Pengobatan, perawatan atau terapi yang lama
Berefek pada kegiatan anak disekolah
Kegiatan bermain pada anak terganggu
Rekreasi anak juga terganggu
Perubahan pada tampilan/body image
Hubungan dan kedekatan dengan keluarga dan
teman-teman berkurang.
Dampak
penyakit kronik
Aktivitas anak terganggu : bermain, bersekolah,
bersosialisasi/aktivitas sosial dengan lingkungan yang
berimbas pada perkembanganya.
Peningkatan resiko masalah perilaku dan emosi
Orangtua kehilangan pekerjaan dan penghasilan
Masalah emosi, dan fisik pada orangtua akibat
memberikan perhatian dan tanggung jawab yang lebih
dalam mengasuh anak
Sibling jg ikut terimbas: merasa bersalah, atau mungkin
marah dan cemburu atas perlakuan orangtua kepada
saudaranya yang sakit
Bayi (mengembangkan rasa percaya “sense of
trust”)
Hospitalisasi sering memisahkan antara ibu dan bayi, perawatnya
sering berganti-ganti/pengasuhan yang tidak konsisten.
Intervensi
Dukung untuk “rooming in” dan partisipasi orangtua dalam
perawatan bayi untuk meningkatkan bonding and attachment.
Usahakan pengasuh atau perawat konsisten tidak berganti-
ganti orang
Memberikan kenyamanan dengan tidak membatasi gerak,
suasana hangat, tidak gaduh dan temaram untuk bayi muda
dan neonatus.
Memberikan mainan yang berbunyi dan dapat
dipegang/genggam untuk mengembangkan sensorimotorik
Toddlerhood (mengembangkan otonomi)
Hospitalisasi menyebabkan ketergantungan anak pada
orangtua, aktivitas dikendalikan/diambil alih orangtua dan
perawat, kemampuan anak disepelekan, terpapar dengan
prosedur yang menyakitkan.
Intervensi:
• Dukung dan hargai kemampuan anak (toileting, makan
sendiri, berpakaian sendiri)
• Berikan pilihan pada anak: minum obat dengan gelas warna
apa, melihat buku cerita yang mana dll
• Berikan mainan yang menstimulasi gross motorik: kuda-
kudaan, mendorong balok, menarik mobil-mobilan.
• Minimalkan atau lakukan prosedur tanpa menimbulkan nyeri
Prasekolah (mengembangkan inisiatif, kemampuan
merawat diri serta memulai peer relationships)
Hospitalisasi seringnya membatasi kesempatan anak untuk
mastering kemampuanya untuk merawat dirinya, membatasi
sosialisasi anak dengan temanya, dan menyalahkan anak.
Intervensi:
Dukung kemampuan anak untuk menyempurnakan
kemampuanya dalam perawatan diri (berpakaian, minum obat,
toileting, makan dll)
Tidak menyangkut pautkan permasalahan yang terjadi dengan
sesuatu yang diperbuat anak (menyalahkan anak)
Dukung sosislisasi/pertemanan: undang temanya untuk bermain,
day care, piknik bersama
Dukung permainan yang sesuai dengan anak: associative play
School Age (mengembangkan perasaan
sukses/berhasil, peer relationships, berfikir konkrit)
Hospitalisasi membatasi anak untuk achieve and compete (tidak
bisa bersekolah, berolahraga), bersosialisasi dengan teman, tidak
memberikan pencelasan secara konkrit tentang kondisi penyakitnya
Intervensi:
Dukung anak untuk tetap bisa bersekolah dan berkompetisi
Dukung sosialisasi anak dengan temanya dan jelaskan kepada
teman dan gurunya tentang kondisi anak dan perawatanya
Dukung anak untuk ikut dalam klub-klub olah raga, pramuka,
seni dll.
Berikan informasi secara konkrit tentang permasalahan kesehatan
anak
Adolescence (mengembangkan identitas personal,
mandiri dari keluarga, heterosexual relationships)
Hospitalisasi membatasi anak remaja untuk bersosialisasi dan
menjalin hubungan dengan lawan jenis, mengancam privasi dan
tidak menghargai kemampuan remaja untuk mengambil
keputusan
Intervensi:
Mendukung mereka untuk menjalin hubungan yang spesial
dengan lawan jenis
Mendukung untuk berpakaian yang menarik dan bermake-up
Mendukung kemandirian dengan memberikan tanggung jawab
terkait perawatan dirinya dan percaya penuh atas kemampuanya
Mendiskusikan kondisinya terkait dengan rencana masa depanya.
Dukungan
untuk orangtua

Berikan dukungan dengan bersikap empati dan terbuka


pada orangtua
Berikan reinforsment/pujian atas partisipasi orangtua
Adakan parent group session untuk saling mencurahkan
perasaan diantara anggota keluarga
Parent to parent suprort: tukar pengalaman, dukungan
informasi, emosional dan finansial.
Hubungkan orangtua dengan LSM atau volenteer yang
akan sangat membantu sekali baik secara finansial
maupun bantuan peralatan, rehabilitasi dll.
Dukungan
untuk sibling

Dukung hubungan baik antara sibling dengan saudaranya dan


minimalkan stres yang mereka alami
Ikutkan sibling dalam perawatan saudaranya dan dukung dia
untuk berinteraksi, bermain bersama saudaranya.
Berikan informasi kepada sibling tentang kondisi saudaranya
yang sedang sakit
Hilangkan rasa bersalah dari sibling
Ikutkan sibling dalam sibling suport group
Kenali stres yang dialami oleh sibling dan segera diatasi
untuk meminimlkan efek negatifnya
Beritahu guru sehingga memahami apa yang sedang
menimpa sibling
PENYAKIT
TERMINAL

 Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada


obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu
yang bervariasi.
(Stuard & Sundeen, 1995)
 Penyakit pada stadium lanjut, penyakit utama sudah
tidak dapat diobati, bersifat progresif, pengobatan
hanya bersifat paliatif (mengurangi gejala dan
keluhan, memperbaiki kualitas hidup).
Penyakit terminal/end of life
Penyebab kematian pada anak:
Neonatus:-bayi respiratory distress syndrome,
kelainan kongenital, BBLR, BBLSR, BBLASR,
Prematuritas dan beberapa penyakit infeksi.
1-9 tahun: kecelakaan/injuri, kelainan kongenital,
malignasi, keracunan.
10-14 tahun: injuri/kecelakaan, malignasi dan bunuh
diri
15-19 tahun: homicide, bunuh diri, malignasi, penyakit
jantung dan kecelakan/injuri.
Anak yang menjalani hospitalisasi (0-17 tahun)di
Amerika 38% penderita kanker: leukimia (27,3%),
limfoma malignum (3,5%), retinoblastoma (3,3%),
rabdomiosarkoma (2,2%) dan neuroblastoma (2,1%)
(American Cancer Society, 2010)
Di Indonesia hampir sama dengan di Amerika dengan
tambahan osteosarkoma dan tumor wilms (YOAI,
2009)
Tahapan berduka
(Kubler-Ross, 1969)
Penolakan (denial): menyangkal akan relita bahwa akan
meninggal
Marah (anger): penyangkalan memunculkan kemarahan,
kebencian, kegusaran. Sasaran kemarahan: dokter, perawat,
anggota keluarga bahkan tuhan.
Menawar (bargaining): masih berharap ini tidak terjadi padanya,
berharap kematianya dapat ditunda, berjanji akan lebih baik lagi.
Depresi: lebih banyak dian, menolak dikunjungi, sering
menangis/meratap, perasaan duka yang dalam.
Menerima (acceptance): mulai menerima nasibnya dengan rasa
damai, perasaan gusar, marah, sedih, kecemasan mulai hilang
Sikap terhadap kematian pada beberapa
fase kehidupan
Bayi-anak todller belum memiliki konsep mengenai kematian,
mereka belum memahami rentang kehidupan, tidak merasa kan
sedih atau khawatir akan kematian.
Anak dan prasekolah: belum memiliki konsep yang baik
mengenai kematian, kematian masih dianggap proses tidur yang
panjang, kadang menyalahkan diri-sendiri atas kematian
seseorang, atau bentuk hukuman atas kesalahanya dia.
Diawal masa sekolah: mulai mengembangkan orientasi yang
relistis akan kematian dan penyebabnya.
Remaja: lebih memahami arti kematian dan sering terjadi
kecemasan dibanding anak usia sekolah dalam menghadapi
kematian.
Bayi dan Toddler
Berikan kesempatan sebanyak-banyanya bagi orangtua
untuk bersama bayi/anak hindari perpisahan antara
orangtua dan anak.
Dukung orangtua untuk memenuhi kebutuhan biopsiko
sosisospiritual bayi dan anak
Identifikasi pengasuh utama dan hidari berganti-ganti
pengasuh
Dukung kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan orangtua dan
anak dirumah
Minimalkan tindakan atau lingkungan yang traumatik bagi
bayi dan anak
Dukung otonomi anak toddler dalam perawatan
Prasekolah
Libatkan orangtua dalam perawatan anak dan hindari
perpisahan (dukung orangtua untuk selalu berada
disamping anak)
Bantu orangtua untuk memahami apa yang dirasakan
dan diharapan anak
Minimalkan tindakan atau lingkungan yang traumatik
bagi anak
Identifikasi pengasuh utama atau orang yang
bermakna bagi anak dan hidari berganti-ganti
pengasuh
Usia sekolah
Libatkan orangtua dalam perawatan anak dan hindari perpisahan
(dukung orangtua untuk selalu berada disamping anak)
Minimalkan tindakan atau lingkungan yang traumatik bagi anak
(Hospice care)
Identifikasi pengasuh utama atau orang yang bermakna bagi anak
dan hidari berganti-ganti pengasuh
Dukung anak untuk mengungkapkan apa yang dirasakan/dipikirkan
Dukung orangtua untuk mengatakan dengan jujur kepada anak
tentang kondisinya
Dukung anak untuk independen/mendiri tidak terlalu diatur-atur
dan tidak meremehkan apa yang anak lakukan
Pertimbangkan untuk belajar atau bersekolah di RS
Remaja
Jawab pertanyaan anak secara jujur tentang
kondisinya
Berikan privasi, jaga kerahasiaan, dan kemandirian
dalam perawatan dan pengambilan keputusan
Libatkan anak dalam perencanaan perawatan paliatif
Dukung anak untuk mengekspresikan perasaan dan
mengungkapkan kecemasan
Perhatikan hal-hal yang sepele, yang mungkin lebih
mengganggu dibandingkan kematian: rambut yang
rontok, kepercayaan diri, terpisah dari soulmate
Dukungan untuk keluarga
Dampingi keluarga saat berduka, duduk dan diamlah jika
mereka tidak menghendaki untuk berbicara
Empatilah terhadap perasaan keluarga
Perhatikan kalimat-kalimat yang digunakan saat berbicara
Perhatikan mimik, gesture dan intonasi saat berkomunikasi
dengan orangtua
Bersikaplah terbuka dan mendengarkan ungkapan perasaan
kesedihan keluarga
Ikutkan orangtua dalam kelompok pendukung: “self help group”.
Berikan informasi secara lengkap dan jujur kepada keluarga.
Berikan kesempatan kepada keluarga untuk bersama dengan
anak selama mungkin.
Palliative Care
Palliative care is active total care of patients
whose deseases is not responsive to curative
treatment (WHO, 1990)

Palliative care is an integrated system of care


that : improves the quality of life , by
providing pain and symptoms relief, spiritual
and psychosocial support from diagnosis to
the end of life and bereavement (WHO 2005)
Keputusan Kemenkes RI No 812 tahun 2007
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan
memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang
menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit
yang mengancam jiwa, pencegahan melalui identifikasi dini
serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain yang
menyertai seperti masalah fisik, psikososial dan spiritual.
Strategi khusus perawatan paliatif antara lain: penanganan
nyeri, dispnea, gelisah, mual-muntah, depresi, kecemasan,
kesedihan dan keluhan-keluhan lain yang ditemukan.
Perawatan paliatif pada anak harus memperhatikan aspek
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Paliatif “Pallium”
Pallium (bahasa latin) berarti menyembunyikan atau
menutupi
Perawatan yang ditujukan untuk menutupi atau
menyembunyikan keluahan-keluhan pasien dengan
mendukung kenyamanan bukan untuk
menyembuhkan (Muckaden, 2011)
Tujuan perawatanya adalah mengatasi keluhan,
memaksimalkan kualitas hidup pada anak dan
memberikan dukungan pada anggota keluarganya
(Coyle & Ferrel, 2010)
Roles in the continuum care of dying
(William, 1982)

Dr’s role Curing / treatmen orientation

Curing /
treatment
orientation cc
Caring and
supportive
orientation
Ns.’s role
DYING
TIM Paliatif
Multidisiplin
Pekerja sosial
Ahli agama
Perawat
Dokter
Psikolog
Psikiater
Fisioterapi
Farmasist
Ahli gizi
Masing-masing profesi berkontribusi sesuai dengan keahlianya,
dimana perawat sebagai case managernya.
DOKTER
DOKTER
SPESIALIS
PERAWAT UMUM AHLI GIZI

FARMASI
PSYCHOLOG

PASIEN

FISIOTERA ROHANIA
PIST WAN

Pekerja RELAWAN
SOSIAL KELUARGA
Keberhasilan tim
Kerjasama & pendekatan interdisipliner
Setiap anggota tim memahami peran & fungsinya
Menyusun dan merancang tujuan akhir
perawatan secara bersama
Tidak ada anggota tim yang primadona
Tim adalah motor penggerak semua kegiatan
pasien
Proses interaksi dan komunikasi antar tim
merupakan kunci keberhasilan utama
Peaceful end of life
(Ruland and More, 1998)
Menghilangkan rasa nyeri: anak dengan penykit terminal harus
terbebas dari kesengsaraan akibat rasa nyeri dan ketidaknyamanan
fisik
Memberikan kenyamanan baik secara fisik, psikologis , dan sosial
dan spiritual sehingga muncul perasaan kebahagiaan dan
kepuasan
Menghargai martabat: menghargai dan menghormati klien
layaknya manusia pada umumnya termasuk dalam pengambilan
keputusan.
Kedamaian: bebas dari cemas, gelisah, ketakutan, menenangkan
dan kepuasan batin.
Hubungan dekat dengan orang lain: dekat baik secara fisik
maupun emosi serta kehangatan
Penatalaksaan Perawatan Paliatif pada anak
• Memonitor dan memberikan tindakan dalam mengatasi
rasa nyeri baik secara farmakologis maupun
nonfarmakologis
• Mencegah dan memonitor ketidaknyamanan fisik ,
memfasilitasi istirahat, dan relaksasi
• Memberikan perhatian sepenuhnya dan empati dengan
perasaan klien
• Melibatkan anak dan orangtua dalam pengambilan
keputusan terkait pasien
• Memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar pasien dan
memperhatikan keinginan-keinginan anak
Lanjutan..
Memberikan dukungan emosi untuk ketenangan jiwa,
memonitor serta memberikan pengobatan anticemas jika
diperlukan.
Memberikan dukungan pada pasien serta mengajarkan orang
lain untuk memberikan dukungan agar pasien merasa damai
Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi orang lain
terutama orang tua dan sibling serta orang yang bermakna
untuk bersama dan mendampingi klien
Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan spiritualitas semisal
dengan mendatangkan ahli agama.
Pengalaman-pengalaman tersebut akan memberikan
kontribusi kepada klien untuk meninggal secara damai
Tujuan
Perawatan Paliatif
 Mengurangi penderitaan yang dialami oleh
penderita
 Memperpanjang umurnya
 Meningkatkan kualitas hidupnya
 Memberikan support kepada keluarganya
 Menyiapkan mental penderitas secara psikologis
dan spiritual, serta tidak stres menghadapi
penyakit yang dideritanya, meski pada akhirnya
harus meninggal.
 Bukan untuk menyembuhkan penyakit!
Lanjutan...

 Menyadarkan pasien bahwa hidupnya begitu indah


dan sama sekali tak perlu menyesali diri maupun
menyia-nyiakan hidupnya.
 Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual
dalam perawatan pasien.
 Membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai
akhir hayat.
 Membantu keluarga pasien menghadapi situasi
selama masa sakit dan setelah kematian.
Jenis Kegiatan
1. Penatalaksanaan nyeri.
2. Penatalaksanaan keluhan fisik lain: masalah nutrisi,
mual muntah, luka kanker dll
3. Dukungan psikologis.
4. Dukungan sosial.
5. Dukungan kultural dan spiritual.
6. Dukungan persiapan dan selama masa duka cita
(Bereavement).
Tempat dan model Perawatan
Paliatif
Perawatan paliatif dimulai saat ditegakkanya diagnosis
penyakit terminal, diberikan selama mengalami sakit serta
dukungan untuk berduka (Muckaden, 2011).
Tempat pelayanan perawatan paliatif:
• Rumah sakit (hospital based hospice)
• Poliklinik RS (one day care)
• Rumah singgah/panti (hospice care)
• Rumah pasien (home care hospice)
Konsultasi lewat telepon
Keuntungan perawatan di rumah

Penderita merasa nyaman


Biaya perawatan lebih murah
Resiko infeksi nosokomial (-)
Penderita merasa bebas, tidak terkekang
Penderita merasa lebih dekat dengan keluarga
Penderita merasa lebih aman
Penderita merasa memiliki otonomi
Memberi kesempatan bagi anggota keluarga untuk ikut
terlibat dalam perawatan.
Masalah
Keperawatan
Nyeri
Kecemasan
ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
Kurang volume cairan/ kelebihan volume cairan
Kerusakan integritas kulit : luka dekubitus
Gangguan body image: (rambut rontok, luka
kanker bau dll)
Gangguan pola eliminasi: bab / bak
Lanjutan .....

Gangguan aktifitas spiritual


Gangguan pelaksanaan fungsi peran dalam keluarga
Kurang pengetahuan /informasi
Gangguan pola tidur
Gangguan interaksi sosial
 Koping pasien / keluarga yang tidak efektif
Berduka antisipatif b.d perpisahan atau kehilangan
Berduka disfungsional b.d kehilangan orang/benda
yang dicintai atau memiliki arti besar
Referensi
Helen, L. 1996. Belajar Merawat di Bangsal Anak: Learning to
care on paediatric (alih bahasa: Enie Noviestari dkk.). Jakarta:
EGC
Muckaden, M. Et al. 2011. Pediatric Palliative Care: theory to
practice. Indian Journal of Palliative, Vol 1, p 52-60
Witjaksono, MA. 2010. Mengapa perawatan paliatif diperlukan
pada pasien kanker. Majalah Warta Yanmed Depkes RI edisi
XXII. Hal 56
Coyle, N., and Ferrel, B. 2010. Oxford Texbook: Palliative nursing.
3 rd edition. Oxford University Press.ltd
Perry, SE., et al. 2014. Maternal Child Nursing Care. St. Louis
Missouri: Elsevier Mosby
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai