Anda di halaman 1dari 49

RESUME JURNAL

KEPERAWATAN KELUARGA

DISUSUN OLEH :

FIKY NISWATI YUSLIHAH


P17250193025
KELAS 2A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


PRODI D-III KEPERAWATAN PONOROGO
TAHUN AJARAN 2020/2021
RESUME JURNAL 1
Judul : Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Status Gizi Pada Balita
Penulis : Nurul Latifah, Yulia Susanti, Dwi Haryanti
Tahun : 2018
Nama Jurnal : Jurnal Keperawatan
Volume : Vol.10 No.1
Halaman : Hal 68-74

A. Latar Belakang
Kesehatan anak masih menjadi fokus permasalahan kesehatan di Indonesia dan
masalah gizi pada balita menjadi salah satu masalah utama kesehatan anak. Balita
merupakan kelompok risiko tinggi terhadap terjadinya masalah gizi. Tingginya masalah
gizi kurang dan buruk pada balita menjadi bukti bahwa balita berisiko tinggi terhadap
terjadinya masalah gizi. Masalah gizi pada balita dapat berakibat pada kegagalan tumbuh
kembang serta meningkatkan kesakitan dan kematian terutama pada anak balita, namun
hal ini sering belum diakui sebagai masalah dalam kesehatan masyarakat.

B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan
status gizi pada balita.

C. Metode Penelitian
Penelitian kuantitatif ini menggunakan metode deskriptif korelasional dengan
pendekatan cross sectional. TehnikTotal sampling digunakan dalam merekrut 53
Keluarga dengan anak usia balita di desa Sidomulyo Kabupaten Kendal sebagai
responden penelitian.Penelitian menggunakan kuesioner dukungan keluarga dan lembar
observasi status gizi sebagai alat pengambilan data. Analisa data menggunakan ujiChi
Square (Fisher Exact Test).

D. Hasil
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 51 responden (96,2%)memiliki
dukungan keluarga optimal dan dukungan kurang optimal sebanyak 2 responden (3,8%).
Selaian itu mayoritas balita memiliki status gizi baik (94,3%) dan hanya 3 balita yang
berstatus gizi tidak baik. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki
dukungan keluarga yang optimal dalam pemenuhan status gizi balita. Dukungan
keluarga merupakan fungsi internal keluarga. Terdapat hubungan yang signifikan antara
dukungan keluarga dengan status gizi pada balita. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
optimal dukungan keluarga maka semakin baik pula status gizi balita. Dukungan
keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal,
sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan.
Keluarga mempunyai peranan penting dalam perawatan balita, karena keluarga
merupakan agen sosial yang akan mempengaruhi tumbuh kembang balita, sehingga
status gizi balita tidak akan terlepas dari lingkungan yang merawat dan mengasuhnya.
Orangtua terutama ibu, yang dominan dalam merawat dan mengasuh balita seperti
dalam pemenuhan gizi balita sangat ditentukan oleh peran serta dan dukungan penuh
dari keluarga. Pemberian dukungan sosial keluarga sangat diperlukan oleh setiap
individu/anggota keluarga di dalam siklus kehidupannya. Dukungan sosial keluarga
akan semakin dibutuhkan orangtua balita selama perawatan balita, di sinilah peran
anggota keluarga diperlukan untuk menjalani masa-masa sulit dengan cepat.

E. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara dukungan keluarga dengan status gizi pada balita. Hal ini disebabkan karena
keluarga mempunyai peranan penting dalam perawatan balita, karena keluarga
merupakan agen sosial yang akan mempengaruhi tumbuh kembang balita Semakin
optimal dukungan keluarga maka semakin baik pula status gizi balita. Sebaliknya
semakin kecil dukungan yang diberikan keluarga semakin buruk status gizi balita.
RESUME JURNAL 2
Judul : Peelaksanaan Intervensi Cakupan Informasiku Melalui Pendekatan Asuhan
Keperawatan Keluarga Sebagai Upaya Pencegahan Perilaku Seksual Berisiko
Pada Remaja
Penulis : Puspita Hanggit Lestari, Agus Setiawan, Tri Widyastuti
Tahun : 2019
Nama Jurnal : Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan
Volume : Vol.11 No.1
Halaman : Hal 1-66

A. Latar Belakang
Tingginya angka kejadian perilaku seksual yang berisiko pada remaja
menunjukkan kondisi perilaku seksual pra nikah yang cukup mengkhawatirkan.
Perilaku seksual remaja akan mengarah pada resiko sistem reproduksi remaja, antara
lain resiko kehamilan di luar nikah, aborsi pada kehamilan remaja, rentan terhadap
HIV/AIDS dan berbagai penyakit menular seksual, gangguan saluran reproduksi dan
gangguan psikososial. Oleh karena itu dibutuhkan adanya peran keluarga dalam
memberikan pemahaman yang tepat dalam mencegah perilaku seksual remaja.

B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan pengaruh
Pelaksanaan Intervensi Cakupan Informasiku sebagai bentuk intervensi keperawatan
keluarga pada remaja.

C. Metode Penelitian
Desain penelitian ini adalah studi kasus. Penelitian dilaksanakan selama 6
bulan melibatkan 10 keuarga yang ditentukan melalui tehnik purposive sampling
dimana sampel diambil sesuai kriteria yang ditentukan oleh peneliti..

D. Hasil
Hasil analisis dari karakteristik keluarga didapatkan bahwa 4 dari 10 keluarga
dengan remaja merupakan keluarga orang tua tunggal. 7 dari 10 kepala keluarga
memiliki tingkat pendidikan rendah (≤ SMP). 5 dari 10 keluarga bekerja sebagai
asisten rumah tangga. Usia remaja yang terlibat dalam penelitian sebagian bersar
13 tahun (56%). 10 remaja dari 10 keluarga pernah melakukan kegiatan perilaku
seksual berisiko seperti berciuman, berpelukan, meraba alat kelamin, dan mengakses
konten pornografi.

Hasil evaluasi pelaksanaan intervensi Cakupan Informasiku setelah 6 bulan


didapatkan adanya perubahan pengetahuan, sikap dan ketrampilan pencegahan
perilaku seksual berisiko. Pengetahuan keluarga meningkat ditandai dengan
perubahan sebelum intervensi keluarga menyatakan khawatir tentang fenoma
perilaku seks bebas dikalangan remaja dan belum mengetahui tentang pubertas dan
cara pencegahan perilaku seksual berisiko pada remaja. setelah diberikan intervensi
Cakupan Informasiku keluarga mengetahui macam aktivitas perilaku seksual
berisiko, faktor penyebab, dampak dan upaya pencegahan.
Peningkatan sikap ditandai adanya perubahan hubungan kedekatan dan
komunikasi antara orang tua dan remaja. Keluarga meningkatkan kontrol dan
perhatian pada pergaulan remaja dengan teman sebaya. Keluarga membatasi waktu
bermain remaja di luar rumah tidak lagi bermain sampai larut malam dan menginap
di rumah temannya. Peningkatan perilaku ditandai dengan penerapan perilaku
asertif dalam keluarga. Pelaksanaan perilaku asertif menurunkan ketegangan dan
konflik antara orang tua dan remaja. Komunikasi asertif dilaksanakan agar orang
tua dapat memahami masalah yang dialami remaja sehingga mampu memberikan
penyelesaian masalah bersama.
Hasil pelaksanaan intervasi cakupan informasiku dengan pendekatan asuhan
keperawatan keluarga ini menunjukkan adanya perubahan pengetahuan, sikap dan
ketrampilan keluarga mengenai pencegahan perilaku seksual serta terjadi
peningkatan tingkat kemandirian keluarga. Intervensi Pendekatan asuhan
keperawatan keluarga dilaksanakan bertujuan agar keluarga mampu mandiri
melaksanakan fungsi perawatan kesehatan keluarga. Implementasi keperawatan
yang diberikan pada klien dan keluarga membuat keluarga merubah gaya hidupnya
menjadi lebih sehat.

E. Kesimpulan
Intervensi Cakupan Informasiku dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan
ketrampilan pencegahan perilaku seksual berisiko pada keluarga dengan remaja.
Intervensi ini merupakan upaya preventif yang dapat digunakan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada remaja di masyarakat. Pelaksanaan intervensi
Cakupan Informasiku memerlukan dukungan keluarga, sekolah dan pelayanan
kesehatan untuk kesinambungan upaya pencegahan perilaku seksual berisiko pada
remaja.
RESUME JURNAL 3
Judul : Manajemen Lingkungan : Keselamatan Dalam Mengurangi Risiko Cidera Pada
Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Lansia
Penulis : Subianto, Sudaryanto, Adi Setya Wibawa
Tahun : 2019
Nama Jurnal : Jurnal Keperawatan CARE
Volume : Vol.9 No.1
Halaman : Hal 1-12

A. Latar Belakang
Lansia merupakan tahap akhir pertumbuhan manusia saat manusia memasuki
tahap lansia maka mereka akan mengalami berbagai perubahan yang menyebabkannya
berisiko mengalami jatuh. Tingginya risiko jatuh pada lansia di pengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya faktor intrinsik dimana terjadi gangguan gaya berjalan , kelemahan
otot ekstermitas, pendek, kekakuan sendi, kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan
kelambanan dalam bergerak, sedangkan faktor ekstrinsik diantaranya lantai yang licin dan
tidak rata, tersandung oleh benda- benda, kursi roda yang tidak dikunci, penerangan
kurang, sehingga dapat memperbesar risiko jatuh pada lansia. Oleh karena itu diperlukan
pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah lansia tidak berisiko jatuh adalah
mengidentifikasi penyebab dan faktor risiko jatuh pada lansia, selain itu tingkat
pengetahuan dan perilaku yang baik dilakukan keluarga dan lansia untuk menciptakan
lingkungan yang aman dan nyaman agar terhindar dari risiko jatuh. Keluarga harus
terlibat aktif dalam mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan lansia.

B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis manajemen lingkungan:
keselamatan dalam mengurangi risiko cedera pada asuhan keperawatan keluarga dengan
lansia.

C. Metode Penelitian

Desain yang digunakan adalah studi kasus deskriptif dengan 1 subyek studi
kasus. Instrumen yang digunakan adalah format pengkajian keluarga, SOP pendidikan
kesehatan, lembar observasi, leaflet dan lembar balik pencegahan jatuh pada lansia.
Subjek penelitian dalam studi kasus ini adalah Keluarga dengan lansia yang berusia lebih
dari 60 tahun, bersedia untuk di jadikan sebagai subjek penelitian, beresiko tinggi
mengalami jatuh atau cidera, kurang informasi tentang pencegahan jatuh, lingkungannya
beresiko tinggi mengakibatkan cidera jatuh (lantai licin dan tidak rata, barang-barang
kamar mandi, jarak kama rmandi yang jauh, lantai tidak datar ), Kurang pengetahuan
tentang lingkungan yang aman.

D. Hasil
Dari data pengkajian didapatkan Tn. Y mengatakan Tn. J memiliki riwayat
asam urat tinggi, dan mengalami gangguan berjalan memaksa sering menggunakan
tongkat dan sehingga sering mengeluh pegal dan nyeri. Ny. S mengatakan rumah
kurang bersih karena untuk penataan barang-barang rumah tangga kurang rapid dan
banyak barang-barang berserakan serta penerangan yang kurang. Keluarga mengatakan
tidak mengetahui bagai mana cara menciptakan lingkungan yang aman terutama untuk
Tn. J agar tidak terjadi jatuh atau cidera yang pernah di alami tetanggannya. Dari data
pengkajian diatas diagnos ayang muncul adalah Risiko cedera berhubungan dengan
Kurang pengetahuan tentang faktor yang dapat diubah. Dalam hal ini perencanaan
keperawatan terhadap Tn. J yaitu dengan pemberian manajemen lingkungan. Tujuan
dari perencanaan. Setelah dilakukan diharapkan setelah pertemuan keluarga mampu
menciptakan lingkungan yang aman terutama untuk lansia.
Mengajarkan Manajemen Lingkungan mengenai Modifikasi Lingkungan
ternyata cukup efektif dilakukan. Karena dari hasil penelitian didapatkan data keluarga
yang awalnya belum mengerti mengenai menciptakan lingkungan yang aman untuk
Lansia, baik tanda gejala dan cara pencegahan untuk mencegah terjadinya cedera pada
Lansia sekarang mulai memahami tentang pentingnya menciptakan lingkungan yang
aman dan dapat menerapkan beberapa cara pencegahan jatuh pada lansia dan cara
menciptakan lingkungan yang aman bagi lansia.

E. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga memiliki peran
yang penting dalam upaya menjaga keselamatan untuk mengurangi risiko cidera pada
lansia. Dalam hal ini, perawat keluarga dapat memberikan edukasi kepada keluarga untuk
melakukan manajemen lingkungan atau modifikasi lingkungan untuk mencegah
terjadinya resiko cidera pada lansia sehingga keluarga dapat memahami dan dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari hari untuk menjaga keamanan dan keselamatan
keluarga terutama keluarga yang memiliki lansia.
JURNAL 1
Jurnal Keperawatan Volume 10 No 1, Hal 68 - 74, Maret 2018 ISSN : 2085-1049 (Cetak)
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal ISSN : 2549-8118 (Online)
Jurnal Keperawatan Volume 10 No 1, Hal 68 - 74, Maret 2018 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN STATUS


GIZI PADA BALITA
Nurul Latifah1, Yulia Susanti1, Dwi Haryanti1
1
Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Email: latifahn769@gmail.com

ABSTRAK
Kesehatan anak masih menjadi fokus permasalahan kesehatan di Indonesia khususnya di Provinsi
Jawa Tengah. Masalah gizi pada balita menjadi salah satu masalah utama kesehatan anak di Jawa
Tengah.Keluarga sebagai komponen utama dalam kehidupan anak berperan penting dalam upaya
mengatasi masalah gizi yang terjadi pada anak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan
dukungan keluarga dengan status gizi pada balita. Penelitian kuantitatif ini menggunakan metode
deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. TehnikTotal sampling digunakan dalam
merekrut 53 Keluarga dengan anak usia balita di desa Sidomulyo Kabupaten Kendal sebagai
responden penelitian.Penelitian menggunakan kuesioner dukungan keluarga dan lembar observasi
status gizi sebagai alat pengambilan data. Analisa data menggunakan ujiChi Square (Fisher Exact
Test). Penelitian menunjukkan mayoritasdukungan keluarga optimal (96,2%), mayoritas status gizi
baik (94,3%), dan ada hubungan antara dukungan keluarga dengan status gizi pada balita di Desa
Sidomulyo Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal (p value = 0,002). Keluarga perlumemperhatikan
dan melakukan pemenuhan kebutuhan asupan gizi seimbang pada anak balitanya dengan memberikan
dukungan dan perhatian lebih kepada balitanya.

Kata kunci : Dukungan keluarga, balita, status gizi.

RELATIONSHIP OF FAMILY SUPPORT WITH NUTRITIONAL STATUS


OF INFANTS

ABSTRACT
Children health have been focus of health problems in Indonesia especially in Central Java.Nutrition
problems of child had been one of the children health main problems in Central Java. The familyhas
an important role in solving children nutrition problems. The purpose of this study isto determine the
relationship of family support with nutritional status of infants in the Sidomulyo Village District of
Cepiring Kendal. The quantitative research use descriptive correlational research method with cross
sectional approach. Total sampling tehnique was used to recruit53family with under five (5) age child
as respondents of the study.The research was use questionnaires of family support and observation
sheet of nutritional status as instrument in data collection. Data were analyzed using Chi Square test
(Fisher Exact Test). Results showed that majority of family support is optimal (96.2%), majority have
good nutritional status (94.3%), and there is signifiant relationship between family support and
nutritional status of underfive age child in the Sidomulyo Village District of Cepiring Kendal. Family
is expected to pay attention and do the fulfillment of balanced nutritional intake in a toddler by giving
support and attention to their babies.

Keywords: Family support, infant, nutritional status

PENDAHULUAN (WHO, 2012). World Health Organization


Balita merupakan kelompok risiko tinggi
terhadap terjadinya masalah gizi (Wong,
2010).Masalah gizi pada balita dapat berakibat
pada kegagalan tumbuh kembang serta
meningkatkan kesakitan dan kematian
terutama pada anak balita, namun sering belum
diakui sebagai masalah kesehatan masyarakat
(WHO) menyebutkan permasalahan gizi pada
balita diperkirakan mencapai 165 juta
diseluruh dunia. Prevalensi anak kerdil
(stunted) karena gizi buruk diusia < 5 tahun di
Afrika yaitu sebesar 36% dan Asia sebesar
27%, termasuk Indonesia (WHO, 2012).

Indonesia termasuk negara Asia yang tengah


menghadapi masalah gizi ganda (the double
burden) yaitu munculnya dua masalah gizi Keluarga mempunyai peranan penting dalam
yang bersamaan yakni masalah gizi kurang dan perawatan balita, karena keluarga merupakan
gizi buruk (Kemenkes.RI, 2014). Hal ini agen sosial yang akan mempengaruhi tumbuh
diperkuat dengan adanya penelitian mengenai kembang balita, sehingga status gizi balita
status gizi yang menunjukkan adanya tidak akan terlepas dari lingkungan yang
penurunan dari tahun 2007 sebesar 18,4% merawat dan mengasuhnya(Arisman,
menjadi 17,9% di tahun 2010, namun 2013).Orangtua terutama ibu, yang dominan
mengalami peningkatan di tahun 2013 menjadi dalam merawat dan mengasuh balita seperti
19,6%. Prevalensi gizi buruk di Indonesia dalam pemenuhan gizi balita sangat ditentukan
pada tahun 2007 sebesar 5,4%, menurun di oleh peran serta dan dukungan penuh dari
tahun 2010 menjadi 4,9%, kemudian keluarga(Nurdiansyah, 2011).Hal ini
meningkat pada tahun 2013 menjadi 5,7% dikarenakan keluarga adalah pihak yang
(Kemenkes, RI, 2015).Berdasarkan angka mengenal dan memahami berbagai aspek
standar dunia prevalensi gizi buruk-kurang dalam diri anggota keluarga dengan jauh lebih
dinyatakan sebagai masalah kesehatan baik dari pada orang lain (Friedman, 2010).
masyarakat serius bila berada diantara 20,0-
29,0%, dan dianggap prevalensi sangat tinggi Dukungan sosial keluarga akan semakin
bila ≥30 % (WHO, 2012).Prevalensi gizi dibutuhkan orangtua balita selama perawatan
kurang dan gizi buruk pada balita Indonesia balita, di sinilah peran anggota keluarga
telah mencapai 19,6% merupakan angka yang diperlukan untuk menjalani masa-masa sulit
mendekati standar dunia, ini merupakan dengan cepat (Stanhope & Lancaster, 2014).
masalah kesehatan masyarakat yang perlu Dukungan sosial adalah pemberian bantuan
diperhatikan. seperti materi, emosi, dan informasi sehingga
seseorang akan tahu bahwa ada orang lain
Tingginya masalah gizi kurang dan buruk pada yang memperhatikan, menghargai, mencintai,
balita menjadi bukti bahwa balita berisiko dan membantu diriya (Setiadi, 2014).
tinggi terhadap terjadinya masalah gizi (Wong, Dukungan sosial juga dimaksudkan sebagai
2010). Status gizi pada balita dapat diketahui keberadaan dan kesediaan orang-orang yang
dengan parameter antropometri menggunakan berarti, yang dapat dipercaya untuk membantu,
indeks Z-Score sebagai pemantauan mendorong, menerima, menjaga, dan merawat
pertumbuhan serta mengetahui klasifikasi balitadalam memenuhi kebutuhan gizi
status gizi. Antropometri ini mengukur (Nurdiansyah, 2011).Penelitian Fitriyani
beberapa parameter antara lain : umur, berat (2011) secara kualitatif tentang pengalaman
badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, keluarga dalam pemenuhan gizi balita
lingkar kepala (Proverawati, 2010). menunjukkan, keluarga dalam memenuhi
kebutuhan gizi balita membutuhkan bantuan
Gizi kurang dan gizi buruk berdampak negatif dari anggota keluarga yang lain sebagai
bagi anak, keluarga bahkan masyarakat luas pendukung dan kekuatan dalam memenuhi
(Arisman, 2013).Berbagai penelitian kebutuhan nutrisi balita.
menyebutkan bahwa masalah gizi
menyebabkan sebesar 45,3% balita mengalami Hasil studi pendahuluan yang dilakukan, Unit
keterlambatan perkembangan motori kasar Pelayanan Terpadu Daerah (UPTD)
(Choirunnisa, 2013). Balita dengan masalah Puskesmas Cepiringmembawahi 14 wilayah
gizimemiliki IQ (Intelligence Quotient) yang kerja. Data masalah gizi pada balita
rendah (Sari, 2010).Balita dengan masalah gizi berdasarkan wilayah kerja, Desa
rentang terhadap masalah kesehatan yang lain Sidomulyomencapai 21,3% kasus. Menurut
(Sinaga, 2015).UNICEF (2012) data tersebut juga menunjukkan terdapat 2%
mengungkapkan gizi kurang pada balita kematian balita akibat permasalahan gizi (Data
akanberdampak pada peningkatan biaya Puskesmas Cepiring, 2015).Wawancara
perawatan anak, penurunan tingkat dengan orangtua yang mempunyai balita,
intelektualitas anak, dan peningkatan angka mengatakan pada saat memberikan makan
kematian anak. Data WHO (2013) pada anak, lebih memilih membiarkan anak
menyebutkan lebih 35% anak meninggal tidak makan lagi dan membiarkan anak makan
disebabkan oleh kekurangan gizi. jajanannya yang diberikan oleh pamannya
untuk menggantikan makan anak yang
69
terlewati, tidak ada sharing/diskusiyang Penentuan besar sampel menggunakan teknik
dilakukan oleh orangtua dalam membahas totalsampling, dan ditemukan besar sampel
pemenuhan gizi balita, keluarga tidak sebanyak 53 ibu dan balita. Alat pengumpulan
membawa balita ke posyandu. Hal tersebut data menggunakan kuesioner yang terlebih
menandakan ada sesuatu yang salah oleh dahulu telah dilakukan uji validitas
keluarga dalam berperan kepada orangtua yang menggunakan pearson product momentdengan
mempunyai balita.Berdasarkan hal tersebut, hasil 0,509-0,895 (>0,444) dan reliabilitasnya
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian menggunakan alpha cronbachdengan hasil
tentang hubungan dukungan keluarga dengan reliabel 0,954 (α>0,70).Analisa data dalam
status gizi pada balita di Desa Sidomulyo penelitian inimenggunakan uji Chi Square
Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal. untuk mengetahui adakah hubungan antara
dukungan keluarga dengan status gizi balita.
METODE
Penelitian ini menggunakan desain penelitian HASIL
Deskriptif Korelational, dengan menggunakan
Responden penelitian ini berjumlah 53
pendekatan Cross SectionalPopulasi dalam
Keluarga dengan anak usia balita di desa
penelitian ini adalah seluruh ibu dengan anak
Sidomulyo Kabupaten Kendal. Gambaran hasil
balita usia1 – 5 tahun di Desa Sidomulyo
penelitian sebagai berikut:
kabupaten Kendal provinsi Jawa tengah.

Tabel 1.
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden (n=53)
Variabel Frekuensi (f) Persentase (%)
Usia
< 20 tahun 1 1,9
20-35 tahun 37 69,8
> 35 tahun 15 28,3
Pendidikan
SD 14 26,4
SMP 25 47,2
SMA 14 26,4
Pekerjaan
IRT 30 56,6
Petani 7 13,2
Buruh 2 3,8
Wiraswasta 14 26,4
Penghasilan
< UMR 53 100,0
≥ UMR 0,0 0,0
Tipe Keluarga
Inti 37 69,8
Besar 16 30,2

Tabel 1 menunjukkan dari 53 responden, perempuan sebanyak 27 balita (50,9%) dan


sebagian besar ibu berusia 20-35 tahun berusia 1-24 bulan. Sedangkan tabel 3
sebanyak 37 responden (69,8%), pendidikan menunjukkan mayoritas dukungan keluarga
SMP sebanyak 25 responden (47,2%), optimal sebanyak 51 responden (96,2%).
pekerjaan IRT sebanyak 30 responden Adapun tabel 4 menunjukkan mayoritas
(56,6%), penghasilan < UMR sebanyak Status Gizi Baik 50 responden (94,3%), Lebih
100%), dan tipe keluarga inti sebanyak 37 1 responden berstatus gizi lebih (1,9%), dan 2
responden (69,8%). Tabel 2 menggambarkan responden memiliki status dizi kurang (3,8%).
sebagian besar balita berjenis kelamin
Tabel 2.
Distribusi Frekuensi Karakteristik Balita (n=53)
Variabel Frekuensi (f) Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 26 49,1
Perempuan 27 50,9
Total 53 100,0
Usia Balita
1-24 bulan 23 43,4
25-36 bulan 14 26,4
37-48 bulan 7 13,2
49-60 bulan 9 17,0
Total 53 100,0

Tabel 3.
Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga (n=53)
Dukungan Keluarga Frekuensi (f) Persentase (%)
Optimal 51 96,2
Kurang Optimal 2 3,8
Total 53 100,0

Tabel 4.
Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita (n=53)
Status Gizi Frekuensi (f) Persentase (%)
Lebih 1 1,9
Baik 50 94,3
Kurang 2 3,8
Total 53 100,0

Tabel 5.
Tabulasi Silang Hubungan Dukungan Keluarga dengan Status Gizi Balita (n=53)
DukunganKeluarga Status Gizi Balita Total RR (95% CI) p
value
Baik Lebih+Kurang
f % f % f %
Optimal 50 94,3 1 1,9 51 96,2 0,020 0,002
Kurang Optimal 0 0,0 2 3,8 2 3,8 (95% CI: 0,003-0,137)
Total 50 94,3 3 5,7 53 100,0

Hasil uji statistik menggunakan chi square


PEMBAHASAN
dengan fisher exact testdidapatkan p value =
1. Dukungan Keluarga
0,002 (< 0,05) sehingga Ha diterima yang
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 51
artinya ada hubungan yang signifikan antara
responden (96,2%)memiliki dukungan
dukungan keluarga dengan status gizi pada
keluarga optimal dan dukungan kurang optimal
balita.Hasil analisa statistik didapatkan nilai
sebanyak 2 responden (3,8%). Hal ini
OR = 0,020 dan CI 95% = 0,003-0,137,
menunjukkan bahwa mayoritas responden
menunjukkan bahwa OR < 1 yaitu 0,020, yang
memiliki dukungan keluarga yang optimal
artinya mengurangi risiko. Hal ini berarti
dalam pemenuhan status gizi balita.Dukungan
dukungan keluarga optimal mengurangi risiko
keluarga merupakan fungsi internal keluarga.
status gizi kurang pada balita. Ibu balita yang
Seseorang anak akan semakin rentan
mendapatkan dukungan keluarga optimal
mengalami gangguan kesehatan bila berada
berpeluang 0,020 kali mengalami status gizi
pada lingkungan keluarga yang kurang
baik dibandingkan dengan ibu yang tidak
mendukung. Friedman (2010) mengungkapkan
mendapatkan dukungan keluarga optimal.
dukungan keluarga merujuk pada dukungan
yang dirasakan oleh anggota keluarga ada atau mengalami kekurangan satu atau lebih zat - zat
dapat diakses (dukungan dapat atau tidak dapat lebih esensial.
digunakan, tetapi anggota keluarga menerima
bahwa orang pendukung siap memberikan Karakterisitk ibu yang sebagian besar adalah
bantuan dan pertolongan jika dibutuhkan). ibu rumah tangga dapat menjadi salah satu
faktor tercapainya status gizi balita yang baik.
Dukungan keluarga adalah suatu keadaan yang Penelitian yang dilakukan Istiyono, dkk (2009)
bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari mengenai faktor yang mempengaruhi status
orang lain yang dapat dapat dipercaya, gizi balita di Puskesmas Samigaluh, Kulon
sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang progo, Yogyakarta menunjukkan bahwa
lain yang memperhatikan,menghargai dan sebagian besar balita (91,7%) berstatus gizi
mencintainya. Seseorang yang menghadapi baik dan salah satu faktor yang berpengaruh
persoalan merasa dirinya tidak menanggung adalah status ibu sebagai ibu rumah tangga.
beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang
memperhatikan, mau mendengar segala Pendidikan orangtua secara tidak langsung
keluhannya, bersimpati dan empati terhadap juga mempengaruhi status gizi balita, dimana
persoalan yang dihadapinya, bahkan mau status pendidikan yang rendah penyebab salah
membantu memecahkan masalah yang satu terjadinya masalah gizi balita. Pendidikan
dihadapinya (Setiadi, 2014). Dukungan yang orangtua berperan dalam penyusunan makan
diberikan keluarga berupa dukungan keluarga, pengasuhan dan perawatan anak.
informasional, penilaian, instrumental, dan Keluarga dengan tingkat pendidikan tinggi
penghargaan yang dibutuhkan seorang anak akan lebih mudah menerima informasi
untuk mencapai tumbuh kembangnya (Setiadi, kesehatan khususnya dibidang gizi, sehingga
2014). dapat menambah pengetahuannya dan mampu
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Status Gizi Hasil penelitian Rosmana (2013)
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas balita mengungkapkan semakin tinggi pendidikan
memiliki status gizi baik (94,3%) dan hanya 3 ayah maka status gizi balita akan semakin
balita yang berstatus gizi tidak baik. Status gizi baik. Prevalensi gizi kurang pada balita jauh
adalah ekspresi dari keseimbangan antara lebih tinggi pada rumah tangga dengan
konsumsi dan penyerapan zat gizi serta pendidikan kepala rumah tangga tidak
penggunaannya atau keadaan fisiologik akibat sekolah/SD/SMP dibandingkan dengan
dari tersedianya zat gizi dalam tubuh. Zat gizi pendidikan SMA atau lebih.
yang diperlukan oleh tubuh untuk proses
pertumbuhan dan perkembangan, terutama 3. Hubungan Dukungan Keluarga dengan
untuk balita, aktifitas, pemeliharaankesehatan, Status Gizi Balita
penyembuhan bagi yang sedang sakit dan Hasil penelitian menunjukkan bahwaada
proses biologis lain yang berlangsung di dalam hubungan yang signifikanantara dukungan
tubuh (Supariasa, 2012). keluarga dengan status gizi pada balitap value
= 0,002.Hal ini menunjukkan bahwa semakin
Status gizi baik diketahui dari hasil Z-skor- optimal dukungan keluarga maka semakin baik
2SDs/d 2SD. Status gizi baik ini disebabkan pula status gizi balita.Dukungan keluarga
karena balita telah tercukupi kebutuhan menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan
gizinya. Sedang status gizi tidak baik dimana berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan
kebutuhan gizi balita belum terpenuhi meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka
ditunjukkan dengan hasil Z-skor -3SD s/d - dalam kehidupan.
2SDuntuk gizi kurang dan nilai Z-skor >2SD
untuk gizi lebih. Arisman (2013) menyatakan Keluarga mempunyai peranan penting dalam
Status Gizi baik atau status gizi optimal terjadi perawatan balita, karena keluarga merupakan
bila tubuh memperoleh cukup zat - zat gizi agen sosial yang akan mempengaruhi tumbuh
yang digunakan secara efisien, sehingga kembang balita, sehingga status gizi balita
memungkinkan pertumbuhan fisik, tidak akan terlepas dari lingkungan yang
pertumbuhan otak, kemampuan kerja dan merawat dan mengasuhnya(Arisman,
kesehatan secara umum pada tingkat setinggi 2013).Orangtua terutama ibu, yang dominan
mungkin.Status gizi kurang terjadi bila tubuh dalam merawat dan mengasuh balita seperti
dalam pemenuhan gizi balita sangat ditentukan Saran
oleh peran serta dan dukungan penuh dari 1. Bagi Masyarakat terutama ibu
keluarga(Nurdiansyah, 2011).Pemberian Hasil penelitian yang menunjukkan adanya
dukungan sosial keluarga sangat diperlukan hubungan yang signifikan antara dukungan
oleh setiap individu/anggota keluarga di dalam keluarga dengan status gizi balita maka
siklus kehidupannya.Dukungan sosial keluarga keluarga untuk memberikan dukurang
akan semakin dibutuhkan orangtua balita kepada orangtua dalam pemenuhan
selama perawatan balita, di sinilah peran kebutuhan asupan gizi seimbang pada anak
anggota keluarga diperlukan untuk menjalani balitanya, baik dalam bentuk pemberian
masa-masa sulit dengan cepat (Stanhope & informasi, dukungan fisik maupun
Lancaster, 2014). emosional.
2. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian terdapat 1 responden (1,9%) a. Melibatkan seluruh anggota keluarga
yang dukungan keluarga optimal dengan status dalam pemberian pendidikan kesehatan
gizi lebih, hal ini dapat terjadi bila dukungan mengenai pemberian nutrisi yang baik
yang diberikan keluarga tidak sesuai sehingga untuk balita, pola pengasuhan keluarga
asupan gizi yang diterima balita berlebih. terkait gizi, tahapan perkembangan
Pemberian dukungan seperti informasional, sesuai usia balita kaitannya dengan
penilaian, instrumental, dan penghargaan pemenuhan nutrisinya.
dibutuhkan seorang anak untuk mencapai b. Meningkatkanupaya pemberdayaan
tumbuh kembangnya secara optimal (Setiadi, masyarakat melalui pelatihan kader
2014).Hasil penelitian ini sejalan dengan dalam memberikan penyuluhan
penelitian yang dilakukan oleh Indarti (2016) mengenai kebutuhan nutrisi seimbang
yang menunjukkan bahwa ada hubungan pada balita, masalah gizi kurang balita
antara dukungan keluarga dengan status gizi 3. Bagi Institusi STIKES Kendal
balita di Kecamatan Ajung Kabupaten Jember. Penggunaan hasil penelitian sebagai
evidence base practice dan bahan
SIMPULAN DAN SARAN tambahan refrensi pustaka terkait dalam
Simpulan pembelajaran keperawatan anak dan
1. karakterisitik responden menunjukkan keperawatan keluarga.
sebagian besar ibu berusia 20-35 tahun 4. Bagi peneliti selanjutnya
(69,8%), pendidikan SMP (47,2%), Penelitian selanjutnya dapat dengan
merupakan IRT (56,6%), dan dengan tipe menggunakan metode berbeda dengan
keluarga inti (69,8%). seluruhresponden secara kuantitatif dan kuatitatif
memiliki penghasilan < UMR menggunakan metode wawancara
2. Dukungan keluarga mayoritas optimal mendalam untuk menggali informasi dari
(96,2%). Mayoritas keluargatelah keluarga dan penggunaan lembar observasi
mendapatkan dukungan informasional, sebagai alat untuk menilai aktivitas sehari-
penilaian, instrumental, dan penghargaan hari sehingga dapat diketahui bentuk
yang dibutuhkan untuk memenuhi dukungan keluarga.
kebutuhan nitrisi anak dalam mencapai
tumbuh kembangnya DAFTAR PUSTAKA
3. Status Gizi Balita menunjukkan bahwa Arisman.(2013). Gizi Dalam Daur
sebagian besar balitaberstatus gizi baik Kehidupan.Jakarta:EGC.
(94,3%). Mayoritas balita telah
mendapatkan pemenuhan kebutuhan Friedman. M. (2010).Keperawatan Keluarga
nutrisi yang seimbang Teori dan Praktik.Jakarta : EGC
4. Ada hubungan yang signifikan antara
dukungan keluarga dengan status gizi Indarti (2016).Hubungan Dukungan Keluarga
pada balita p value = 0,002. Semakin Dengan Status Gizi Balita Di
optimal dukungan keluarga maka semakin Kecamatan Ajung Kabupaten
baik pula status gizi balita. Sebaliknya Jember.Jurnal Kesehatan Vol. 4. No. 2,
semakin kecil dukungan yang diberikan
keluarga semakin buruk status gizi balita. Istiyono, dkk (2009).Analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi status gizi
balita.Berita Kedokteran masyarakat pada Balita di Wilayah Kerja
Vol 25 No 3, September 2009.150-155p Puskesmas Soposurung Kecamatan
Balige Kabupaten Toba Samosir Tahun
Kemenkes. RI. (2015). Rencana Strategis 2014.Vol 1, No 1 (2015): Jurnal Gizi,
Kementerian Kesehatan Tahun 2015- Kesehatan Reproduksi dan
2019: Keputusan Menteri Kesehatan Epidemiologi
Republik Indonesia
No: Sopiyudin, D. (2012). Statistik untuk
HK.02.02/MENKES/52/2015. Jakarta : Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI Salemba Medika.
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Stanhope dan Lancaster (2014).Foundations of
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursing in the Community: Community-
Oriented Practice, 4th Edition. St Louis
Nurdiansyah, Nia. (2011). Buku Pintar Ibu Missouri: Elsevier.
dan Anak: Panduan Lengkap Merawat
Buah Hati dan Menjadi Orangtua Sugiyono. (2012). Statistik Untuk Penelitian.
Cerdas. Jakarta: Bukune. Bandung: Alfabeta
Nursalam. (2012). Konsep dan Penerapan Sukmawandari.(2015). Faktor-Faktor yang
Metodologi Penelitian Berhubungan dengan Status Gizi Balita
Ilmu Keperawatan. 1-5 Tahun di Desa Klepu Kecamatan
Jakarta: Salemba Medika. Pringapus Kabupaten Semarang.Jurnal
STIKES Ngudi Waluyo Semarang.
Proverawati.(2010). Ilmu Gizi untuk
Keperawatan dan Gizi Kesehatan. Supariasa, (2012).Penilaian Status
Yogyakarta: Nuha Medika Gizi.Jakarta: EGC.
Riwidikdo, H. (2010). Statistika Kesehatan. UNICEF. (2012). The world children.Disambil
Jogjakarta : Mitra Cendekia Press. dari: http://www.unicef.org
/publications/files/pub_sowc98_en.pdf
Santrock, J. W. (2013). Perkembangan diakses pada 13 novenber2016
(Jakarta: Erlangga
WHO.(2013). World Mortality Report 2013.
Setiadi. (2012). Konsep & Penulisan Riset ST/ESA/SER.A/347. New York: United
Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Nations
Setiadi.(2014). Konsep Keperawatan Keluarga Wong , D. L et al. (2010). Buku Ajar
edisi 2. Yogyakarta: Graha Ilmu. Keperawatan Pediatrik Volume 1.Edisi
6. Jakarta: EGC
Sinaga.(2015). Hubungan Status Gizi dan
Status Imunisasi Dengan Kejadian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
JURNAL 2

PELAKSANAAN INTERVENSI CAKUPAN INFORMASIKU MELALUI


PENDEKATAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA SEBAGAI
UPAYA PENCEGAHAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA REMAJA

Puspita Hanggit Lestari1)


Agus Setiawan 2) Tri Widyastuti 2)
1
) Akademi Keperawatan RS Husada, Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10730, Indonesia
2
) Departemen Keperawatan Komunitas, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok,
Jawa Barat, 16424, Indonesia

puspita.hanggitl@gmail.com

Abstrak

Perilaku seksual berisiko pada remaja dapat berdampak negatif pada kondisi fisik, psikologis, ekonomi dan
sosial remaja. Dukungan keluarga dapat membantu remaja untuk mencegah perilaku seksual berisiko.
Intervensi Cakupan Informasiku (Kecakapan Hidup, Informasi, Motivasi Dan Perilaku) melalui pendekatan
asuhan keperawatan keluarga dilaksanakan sebagai upaya pencegahan perilaku seksual berisiko pada
remaja. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan pengaruh Pelaksanaan Intervensi
Cakupan Informasiku sebagai bentuk intervensi keperawatan keluarga pada remaja. Desain penelitian ini
adalah studi kasus.. Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan melibatkan 10 keuarga yang ditentukan melalui
tehnik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan pengetahuan, sikap dan
ketrampilan keluarga mengenai pencegahan perilaku seksual serta terjadi peningkatan tingkat kemandirian
keluarga. Intervensi Cakupan Informasiku dapat dilaksanakan sebagai intervensi keperawatan keluarga
untuk pencegahan perilaku seksual berisiko pada remaja.

Kata Kunci: Perilaku Seksual Berisiko, Remaja, Cakupan Informasiku, Intervensi keperawatan keluarga

Abstract

Sexual risky behavior in adolescents can have a negative impact on the physical, psychological, economic
and social conditions of adolescents. Family support can help teenagers to prevent risky sexual behavior.
Cakupan Informasiku (Life Skills, Information, Motivation and Behavior) through family nursing approach
was implemented to prevent risky sexual behavior in adolescents. This study aims to provide an overview
and influence of the Implementation of Intervention Cakupan Informasiku as a form of family nursing
intervention in adolescents. The design of this study is a case study. The study was conducted for 6 months
involving 10 families determined through purposive sampling technique. The results showed that there was
a change of knowledge, attitudes and skill of family about prevention of sexual behavior as well as
increasing the level of family independence. Cakupan Informasiku can be implemented as a family nursing
intervention for the prevention of risky sexual behavior in adolescents.

Keywords: Risky Sexual Behavior, Adolescence,Cakupan Informasiku, Family Nursing Intervention

Corresponding author:
Puspita Hanggit Lestari
puspita.hanggitl@gmail.com
13

PENDAHULUAN seksual berisiko


Pubertas merupakan masa transisi dari masa
kanak-kanak menuju dewasa yang dialami
oleh remaja. Remaja pada masa pubertas
mengalami pematangan yang sangat cepat
secara fisik, kognitif, sosial dan emosional,
baik pada anak laki-laki maupun perempuan
sebagai persiapan mereka menuju dewasa
(Hockenbery & Wilson, 2013). Remaja yang
kurang mampu beradaptasi dengan perubahan
fisik dan hormonal akan memperlihatkan
perilaku berisiko yang mengancam kesehatan
(McMuraay, 2013).

Hasil survei SDKI 2012 menunjukkan bahwa


pada remaja usia 15-19 tahun, sekitar 33,3 %
remaja perempuan dan 34,5% remaja laki-
laki berusia 15-19 tahun mulai berpacaran
pada saat mereka belum berusia 15 tahun.
Presentasi seks pranikah pada laki-laki (15-19
tahun) tahun 2007 3,7% meningkat menjadi
4,5% pada tahun 2012. Presentasi pranikah
pada perempuan tahun 2007 1,3% dan pada
tahun 2012 menurun 0,7%. Dari survei yang
sama didapatkan alasan hubungan seksual
pranikah tersebut sebagian besar karena
penasaran/ingin tahu (57,5% pria), terjadi
begitu saja (38% perempuan) dan dipaksa
pasangan (12,6% perempuan).

Hasil survey pada siswa SMP di kelurahan


Curug Depok pada bulan Oktober –
November 2017 didapatkan hasil dari 528
siswa perilaku seksual berisiko rendah
64,30% dengan kategori belum berprilaku

Puspita Hanggit Lestari - PELAKSANAAN INTERVENSI CAKUPAN INFORMASIKU MELALUI PENDEKATAN


ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO
PADA REMAJA
14
namun pernah mengakses media konten kehidupan remaja. Keluarga merupakan
pornografi, sebanyak 22,64% dengan tempat bagi anggota keluarga untuk belajar
perilaku seksual berisiko sedang yaitu tentang
berciuman pipi dan bibir, berpangkuan dan
berpelukan. Sebanyak 13,06% remaja
perilaku seksual tinggi yaitu saling meraba
area pribadi, saling menempelkan alat
kelamin, melakukan onani atau masturbasi
dan berhubungan seksual. Faktor penyebab
lain dari perilaku seksual berisiko remaja
adalah kurangnya pengetahuan dan
keterampilan, sikap dan perilaku remaja
terhadap kesehatan, kurang kepedulian
orang tua dan masyarakarat terhadap
kesehatan dan kesejahteraan remaja serta
belum optimalnya pemerintah dalam
memberikan pelayanan kesehatan remaja
(Depkes RI, 2010).

Angka kejadian perilaku seksual berisiko


pada remaja menunjukkan kondisi perilaku
seksual pra nikah yang cukup
mengkhawatirkan. Perilaku seksual remaja
akan mengarah pada resiko sistem
reproduksi remaja, antara lain resiko
kehamilan di luar nikah, aborsi pada
kehamilan remaja, rentan terhadap
HIV/AIDS dan berbagai penyakit menular
seksual, gangguan saluran reproduksi dan
gangguan psikososial.

Pencegahan perilaku seksual berisiko pada


remaja sebaiknya berlangsung dalam
keluarga. Remaja di Indonesia umumnya
belum hidup terpisah dari keluarga sehingga
keluarga merupakan bagian terpenting dari

Puspita Hanggit Lestari - PELAKSANAAN INTERVENSI CAKUPAN INFORMASIKU MELALUI PENDEKATAN


ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO
PADA REMAJA
kesehatan dan penyakit serta sebagai tempat perilaku
dalam memberi dan memperoleh perawatan seksual berisiko berhubungan dengan
sepanjang kehidupan semua anggotannya
(Kaakinen, Duff, Coehlo & Hanson, 2010).
Semakin meningkatnya perilaku seksual
remaja membutuhkan peran keluarga dalam
memberikan pemahaman yang tepat dalam
mencegah perilaku seksual remaja.
Pelibatan keluarga dalam mencegah kejadian
perilaku seksual sesuai dengan penerapan
Model Family Centered Nursing. Family
Centered Nursing dikembangkan oleh
Friedman menjelaskan bahwa keluarga
sebagai sistem sosial yang merupakan unit
dasar di dalam masyarakat (Friedman,
Bowden, & Jones, 2010). Asuhan
keperawatan keluarga berfokus pada
bagaimana keluarga yang memiliki anggota
keluarga yang sakit dapat memenuhi tugas
kesehatan keluarganya, antara lain mengenal
masalah kesehatan, memberikan perawatan
kepada anggota keluarga, menciptakan
lingkungan sehat dan memanfaatkan fasilitas
kesehatan untuk meningkatkan kesehatan
anggota keluarganya.

Dukungan dari dalam keluarga akan lebih


mudah dicapai apabila terjadi komunikasi
yang jelas dan secara langsung didalam
keluarga (Friedman, Bowden & Jones, 2010).
Lingkungan keluarga yang harmonis dan
lingkungan teman sebaya yang positif
berhubungan dalam menurunkan tingkat
risiko perilaku seksual remaja. Keterlibatan
orang tua dalam mendukung pencegahan
penurunan kehamilan pada remaja (Jennifer selama 60 menit. Aktivitas sesi Cakupan
et al, 2008). Perilaku seksual berisiko
disimpulkan dapat dicegah dengan
dukungan dari lingkungan keluarga.
Dukungan keluarga menjadi kekuatan dalam
mencegah perilaku seksual berisiko pada
remaja.
Berdasarkan latar belakang tersebut
intervensi Cakupan Informasiku
dilaksanakan dengan pendekatan asuhan
keperawatan keluarga. Intervensi Cakupan
Informasiku merupakan gabungan sesi pada
pelaksanaan latihan Kecakapan hidup dan
sesi informasi, motivasi dan perilaku
dilaksanakan untuk melakukan intervensi
keluarga dalam upaya mencegah perilaku
seksual berisiko pada remaja.

METODE PENELITIAN

Studi ini menggunakan metode studi kasus


dengan tehnik pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling dimana
sampel diambil sesuai kriteria yang
ditentukan oleh peneliti. Metode studi kasus
adalah metode penelitian untuk menyelidiki
suatu aktivitas, program, proses atau
sekelompok individu secara fokus dan
mendalam (Cresswell, 2013).

Peneliti mengelola 10 keluarga dengan


masalah perilaku seksual berisiko selama 6
bulan. Intervensi Cakupan Informasiku
dilaksanakan sebagai intervensi keperawatan
keluarga. Cakupan Informasiku terdiri dari
lima sesi intervensi. Setiap sesi laksanakan
Informasiku terdiri dari: 1) Pendidikan tangga. Usia
kesehatan mengenai pubertas dan kesehatan remaja yang terlibat dalam penelitian sebagian
reproduksi, 2) Pendidikan kesehatan
mengenai dampak perilaku seksual berisko
remaja, 3) Komunikasi dan Latihan asertif
untuk pencegahan perilaku seksual berisiko,
4) Peningkatan ketrampilan hidup dan
motivasi untuk berani mengatakan tidak pada
ajakan negatif dan perilaku seksual berisiko,
5) Diskusi nilai dan budaya terkait perilaku
seksual berisiko.

Penelitian ini dilaksanakan dengan


memperhatikan kaidah-kaidah etik. Peneliti
menjelaskan secara rinci tentang tujuan
penelitian, prosedur penelitian, dan
keuntungan yang mungkin didapat serta
kerahasiaan informasi. Peneliti memberikan
kebebasan responden untuk ikut atau menolak
berpatisipasi dalam penelitian tanpa adanya
sanksi yang akan diberikan. Responden diberi
hak penuh untuk mempertimbangkan apakah
menyetujui atau menolak menjadi responden
dengan menandatangani informed consent
atau surat pernyataan yang telah disediakan
oleh peneliti.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil analisis dari karakteristik keluarga
didapatkan bahwa 4 dari 10 keluarga dengan
remaja merupakan keluarga orang tua
tunggal.
7 dari 10 kepala keluarga memiliki tingkat
pendidikan rendah (≤ SMP). 5 dari 10
keluarga bekerja sebagai asisten rumah
bersar 13 tahun (56%). 10 remaja dari 10 ketegangan dan konflik antara orang tua dan
keluarga pernah melakukan kegiatan
perilaku seksual berisiko seperti berciuman,
berpelukan, meraba alat kelamin, dan
mengakses konten pornografi.

Hasil evaluasi pelaksanaan intervensi


Cakupan Informasiku setelah 6 bulan
didapatkan adanya perubahan pengetahuan,
sikap dan ketrampilan pencegahan perilaku
seksual berisiko. Pengetahuan keluarga
meningkat ditandai dengan perubahan
sebelum intervensi keluarga menyatakan
khawatir tentang fenoma perilaku seks bebas
dikalangan remaja dan belum mengetahui
tentang pubertas dan cara pencegahan
perilaku seksual berisiko pada remaja.
setelah diberikan intervensi Cakupan
Informasiku keluarga mengetahui macam
aktivitas perilaku seksual berisiko, faktor
penyebab, dampak dan upaya pencegahan.

Peningkatan sikap ditandai adanya


perubahan hubungan kedekatan dan
komunikasi antara orang tua dan remaja.
Keluarga meningkatkan kontrol dan
perhatian pada pergaulan remaja dengan
teman sebaya. Keluarga membatasi waktu
bermain remaja di luar rumah tidak lagi
bermain sampai larut malam dan menginap
di rumah temannya.

Peningkatan perilaku ditandai dengan


penerapan perilaku asertif dalam keluarga.
Pelaksanaan perilaku asertif menurunkan
remaja. Komunikasi asertif dilaksanakan agar kemandirian IV dan 2 keluarga termasuk
orang tua dapat memahami masalah yang dalam tingkat kemandirian III.
dialami remaja sehingga mampu memberikan
penyelesaian masalah bersama. Keluarga Remaja diketahui sebagai sebuah periode
melaksanakan diskusi nilai dan budaya terkait perkembangan dari seorang individu
perilaku seksual remaja berserta dampaknya mengalami perubahan dari masa kanak-kanak
terhadap kehidupan remaja di masa depan. menuju masa dewasa. Masa remaja
Evaluasi sumatif pada pelaksanaan Cakupan merupakan periode seorang anak mengalami
Informasiku dilakukan dengan menilai perubahan, cepat secara fisik, kognitif, sosial
perubahan tingkat kemandirian keluarga dan emosional, baik pada anak laki-laki
berdasarkan kriteria tingkat kemandirian maupun perempuan sebagai persiapan mereka
keluarga kementrian kesehatan. menuju dewasa (Hockenbery & Wilson,
Tabel 1 2013). Pada periode ini remaja juga sedang
Gambaran tingkat kemandirian
keluarga sebelum dan sesudah mengalami tahap mencari identitas diri
intervensi bulan Oktober 2017- April sebagai upaya untuk menjelaskan siapa
2018 di Kota Depok (n=10)
dirinya dan apa peranannya dalam
No Keluarga Kemandirian masyarakat. Banyaknya tugas perkembangan
keluarga
Sebelu Sesuda yang harus dipenuhi seorang remaja pada
m h tahap ini dari perubahan fisik maupun psikis
1 Bpk. S (An. W) II IV
2 Ibu N (An. A) I IV pada diri remaja memungkinkan terjadinya
3 Ibu M (An. N) II IV kecenderungan remaja akan mengalami
4 Ibu K (An. S) II IV
masalah dalam penyesuaian diri dengan
5 Bpk E ( An. E) II III
6 Ibu M (An. A) II IV lingkungan.
7 Bpk S (An. E) I IV
8 Bpk U (An. U) I IV
9 Bpk T (An. T) II III Remaja merupakan kelompok berisiko
10 Bpk S (An. I) II IV perilaku seksual karena sudah pernah terpapar

Berdasarkan tabel I, tingkat kemandirian media dengan konten pornografi (Stanhope &

keluarga sebelum diberikan intervensi 7 Lancaster, 2016). Kondisi perilaku seksual

keluarga termasuk tingkat keluarga mandiri II remaja yang mengkhawatirkan memerlukan

dan 3 keluarga termasuk tingkat keluarga peran perawat dalam mengatasi hal tersebut

mandiri I. Setelah intervensi terdapat melalui asuhan keperawatan. Perawat

peningkatan kemandirian pada 10 keluarga memberikan asuhan keperawatan kepada

dimana 8 keluarga termasuk dalam tingkat remaja dalam keluarga, termasuk komunitas,
sekolah, kesehatan publik dan kilnik
perawatan akut, yang memberi remaja
banyak
peluang untuk meningkatkan kesehatan yang didapat dari teman. Pengunaan media
seksual dan reproduksi dan mengurangi internet, media cetak
tingkat kehamilan yang tidak diinginkan dan
infeksi menular seksual (Maria, et.al., 2017).
Penelitian melibatkan keluarga dengan anak
usia remaja dengan masalah perilaku seksual
berisiko. Hasil studi menunjukkan bahwa
pada kategori usia, sebagian responden
berusia 13 tahun (56%). Hal ini sejalan
dengan studi Ybarra, et al., (2015) dalam
intervensi IMB model melibatkan remaja usia
13-18 tahun.

Pendekatan asuhan keperawatan keluarga


yang dilaksanakan peneliti diawali dengan
proses pengkajian keluarga. Hasil pengkajian
keluarga terhadap masalah perilaku seksual
diketahui penyebab remaja melakukan
perilaku seksual adalah pengaruh teman
sebaya dan paparan media pornografi.
Remaja mengikuti teman sebaya dan tidak
mendengarkan nasihat orang tua. Hal ini
sejalan dengan penelitian Dewi (2012) bahwa
terdapat hubungan bermakana antara
pengaruh teman sebaya terhadap perilaku
seksual remaja. Remaja berusaha
mengadaptasi diri secara total dalam berbagai
hal seperti model berpakaian, yang sering kali
mengorbankan individualitas dan tuntutan
diri guna memperoleh penerimaan dalam
suatu kelompok (Friedman, Bowden & Jones,
2010). Penyebab lain perilaku seksual
berisiko adalah keterpaparan media dengan
konten pronografi berupa tontonan video
dan paparan televise memiliki hubungan Stockert & Hall, 2013). Remaja memerlukan
dengan perilaku kenakalan remaja (Suwarsi, dukungan dalam pencegahan
2012). Hal ini sejalan juga dengan penelitian
Dewi (2012) yang menunjukkan hasil
adanya hubungan bermakna antara media
massa internet terhadap perilaku seksual
remaja.

Adanya hambatan berkomunikasi dalam


keluarga membuat berkurangnya kedekatan
dengan remaja dan tidak tersampaikan
informasi antara orang tua dan remaja.
Komunikasi yang baik antara orang tua dan
remaja merupakan bentuk dukungan dan
kekuatan remaja dalam menghadapi masalah
yang dihadapi oleh anak remaja dalam
menghadapi perubahan dalam masa
pubertas. Pola komunikasi dan kekuatan
keluarga memiliki hubungan dengan
perilaku seksual berisiko remaja (Nurhayati,
2011).

Orang tua mengatakan memperbolehkan


anaknya berpacaran. Pada remaja orangtua
perlu menyeimbangkan kebebasan yang
bertanggung jawab seiring dengan
kematangan remaja (Friedman, Bowden &
Jones, 2010). Selain kebebasan yang
diberikan remaja perlu ditekankan pada
pelaksaan tanggung jawab terhadap dirinya
sendiri. Remaja perlu mengembangkan
sistem etika mereka sendiri berdasarkan
nilai-nilai pribadi. Remaja perlu membuat
pilihan tentang keinginan, pendidikan masa
depan, dan gaya hidup (Potter, Perry,
perilaku seksual berisiko. Perilaku dan gaya kesehatan dari individu, keluarga, komunitas
hidup tidak baik pada keluarga seperti dan masyarakat. Pemberian edukasi dapat
membebaskan anak dalam pergaulan, tidak meningkatkan persepsi terhadap perilaku
adanya kedekatan, perhatian dan kasih sayang seskual berisiko (Bhattacharje & Costigan,
dalam keluarga akan berdampak pada 2005; Paine et al., 2002).
berkembangnya perilaku seksual berisiko
pada remaja. Gender, usia, kelas sosial, latar Peningkatan kecakapan hidup merupakan sesi

belakang budaya, orientasi seksual, disabilitas selanjutnya pada intervensi Cakupan

dan nilai merupakan factor mempengaruhi Informasiku. Peningkatan kecapakan hidup

keputusan seksual, pengalaman dan diberikan agar keluarga dapat memecahkan

kesehatan seksual pada remaja (Omar, 2007). masalah bersama terkait masalah perilaku
seksual berisiko dan remaja dapat melakukan
Cakupan Informasiku terdiri dari sesi penolakan ajakan negatif dengan berani
peningkatan kecakapan hidup, pemberian mengatakan tidak pada perilaku seksual
informasi, motivasi dan perilaku. Pemberian berisiko. Latihan kecapakan hidup dapat
informasi dan motivasi pada pencegahan memberikan dampak pada perubahan
perilaku seksual berisiko dilakukan dengan perilaku seksual berisiko remaja. Sejalan
mengedepankan tindakan promosi kesehatan. dengan penelitian Hadjipateras et al., (2006)
Berbagai bentuk dari promosi kesehatan latihan kecapakan hidup berpengaruh
adalah sebagai berikut diseminasi informasi, terhadap peningkatan pengetahuan kesehatan
pengkajian dan penilaian, modifikasi gaya seksual pada berbagai topik termasuk
hidup dan penataan lingkungan. Salah satu kontrasepsi, prevalensi infeksi menular
bentuk dari desiminasi informasi adalah seksual, aktivitas seksual, dan pengetahuan
pendidikan kesehatan (Stanhope & Lancaster, tentang aktivitas seksual di antara teman
2016). sebaya.

Pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan Perubahan perilaku dalam pencegahan


dalam rangka upaya promotif dan preventif perilaku seksual berisiko dikemas pada sesi
dengan melakukan penyebaran informasi dan latihan asertif. Latihan asertif diberikan pada
meningkatkan motivasi masyarakat dan keluarga agar keluarga dapat meningkatkan
berprilaku sehat (Stanhope & Lancaster, komunikasi yang baik dan efektif pada
2016). Pendidikan kesehatan umumnya keluarga sehingga tercipta dukungan pada
bertujuan meningkatkan kesejahteraan, dan remaja untuk melakukan pencegahan perilaku
mengurangi ketidakmampuan dan merupakan seksual berisiko. Komunikasi asertif telah
upaya untuk mengaktualisasi potensi dilaksanakan oleh Curtis dan Wodarski
(2015) pada remaja usia 12-17 tahun
menunjukkan
hasil peserta program menunjukkan kebersamaan dan kedekatan antara orang tua
penurunan kontak seksual, kontak seksual dengan remaja.
tanpa kondom, dan perilaku berisiko seksual.
Hal ini juga sejalan dengan Nasri dan
Koentjoro (2015) yang mendapatkan hasil
penelitian wanita remaja yang mengikuti
pelatihan asertivitas mengalami penurunan
perilaku seksual pranikah dan peningkatan
asertivitas.

Proses asuhan keperawatan keluarga yang


terakhir adalah proses evaluasi. Evaluasi
merupakan proses yang berkelanjutan guna
menilai apakah perencanaan yang telah
disusun efektif dalam menyelesaikan masalah
keluarga atau memerlukan beberapa
modifikasi (Friedman, Bowden & Jones,
2003). Evaluasi kemandirian keluarga dinilai
berdasarkan dilaksanakannya kelima tugas
kesehatan keluarga KEPMENKES RI
NOMOR 279/MENKES/SK/IV/2006 yang
diukur melalui 7 aspek. Hasil evaluasi
keluarga berdasarkan tingkat kemandirian
keluarga didapatkan delapan keluaga dalam
kategori empat dan dua keluarga dalam
kategori dua. Dua keluarga belum mampu
melakukan tindakan promotif secara aktif
karena merupakan keluarga dengan single
family. Orangtua bekerja sejak pagi sampai
sore sehingga jarangya waktu yang ada untuk
membina kedekatan dengan remaja.

Fungsi dan peran keluarga belum berlangsung


optimal karena kurangnya waktu
Fungsi perawatan keluarga dapat terlaksana
berdasarkan hubungan dekat intim keluarga
dan sikap anggota keluarga yang
menghasilkan perhatian penuh, dalam
pikiran dan tindakan terkait dengan
kebutuhan perkembangan, kesehatan, dan
penyakit anggota keluarganya (Kaakinen,
Duff, Coehlo & Hanson, 2010).

Hasil pelaksanaan intervasi cakupan


informasiku dengan pendekatan asuhan
keperawatan keluarga ini menunjukkan
adanya perubahan pengetahuan, sikap dan
ketrampilan keluarga mengenai pencegahan
perilaku seksual serta terjadi peningkatan
tingkat kemandirian keluarga. Intervensi
Pendekatan asuhan keperawatan keluarga
dilaksanakan bertujuan agar keluarga
mampu mandiri melaksanakan fungsi
perawatan kesehatan keluarga. Implementasi
keperawatan yang diberikan pada klien dan
keluarga membuat keluarga merubah gaya
hidupnya menjadi lebih sehat.

KESIMPULAN
Intervensi Cakupan Informasiku dapat
meningkatkan pengetahuan, sikap, dan
ketrampilan pencegahan perilaku seksual
berisiko pada keluarga dengan remaja.
Intervensi ini merupakan upaya preventif
yang dapat digunakan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada
remaja di masyarakat. Pelaksanaan
intervensi Cakupan Informasiku
memerlukan dukungan keluarga, sekolah
dan pelayanan kesehatan untuk
kesinambungan upaya pencegahan perilaku Depok.
seksual berisiko pada remaja.

SARAN
Pemberi layanan kesehatan remaja atau
perawat kesehatan masyarakat dapat
melakukan promosi kesehatan reproduksi
remaja pada tatanan keluarga melalui
kunjungan rumah pada keluarga dengan
remaja. Hasil praktik ini dapat dijadikan
acuan bagi pelayanan kesehatan pada remaja
oleh perawat kesehatan masyarakat sebagai
bentuk pelaksanaan Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) guna
meningkatkan kemandirian kesehatan
keluarga

DAFTAR PUSTAKA

Bhattacharjee, P., & Costigan, A. (2005).


Stepping Stones review report Harare,
Zimbabwe. London: Save the
Children UK.

Cresswell, J.W. (2013). Research design


(pendekatan kualitatif, kuantitatif dan
mixed) edisi revisi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar

Curtis & Wodarski (2015). The East


Tennessee Assertive Adolescent
Family Treatment Program: A Three-
Year Evaluation. Social Work in
Public Health, 30:225–235, 2015

Depkes. (2010). Pedoman Pelayanan


Kesehatan Peduli Remaja di
Puskesmas.

Dewi, A. P. (2012). Hubungan karakteristik


remaja, peran teman sebaya dan
paparan pornografi dengan perilaku
seksual remaja di kelurahan pasir
gunung selatan Depok. Tesis. FIKUI
Friedman,M.M., Bowden,V.R., Across Health Care Settings: An
& Jones,E.G.(2003). evidence-based guide to delivering
Family nursing : research, theory counseling and services to adolescents
and practice (5th ed.). Englewood and parents. Am JournalNursing. 2017
Cliffs,NJ:Prentice Hall. January ; 117(1): 42–

Hadjipateras, A., Akullu, H., Owero, J.,


Dendo M.F., & Nyenga, C. (2006).
Joining Hands: Integrating gender
and HIV and AIDS: Report of an
ACORD Project using Stepping
Stones in Angola, Tanzania, and
Uganda. London: ACORD/HASAP.

Hockenberry, M.J & Wilson, D. (2009).


Essential of Pediatric Nursing. St.
Louis Missoury: Mosby

Kaakinen, J.R., Duff, V.G., Coehlo, D.P., &


Hanson, S.M.H. (2010). Family
helath care nursing : theory, practice
and research, 4th edition.
Philadelphia: F.A Davis Company

Kementrian Kesehatan RI. (2012). Survei


Demografi dan Kesehatan Indonesia.
diunduh

dari
http://kesga.kemkes.go.id/images/ped
o man/SDKI%202012-
Indonesia.pdf

Kementrian Kesehatan RI. (2015). Situasi


kesehatan reproduksi Indonesia.
Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia

Nomor
279/Menkes/Sk/Iv/2006

Tentang Pedoman Penyelenggaraan


Upaya Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Di Puskesmas

Maria, D. S. , Guilamo-Ramos, H. V.,


Jemmott, L. S., Derouin, A. &
Villarruel, A.(2017). Nurses on the
Front Lines: Improving Adolescent
Sexual and Reproductive Health
51.doi:10.1097/01.NAJ.0000511566.12
446.45

Mc. Murray. (2013). Community Health and


Wellness: a Sociological approach.
Toronto : Mosby.

Nasri, Deni; Koentjoro. Pelatihan asertivitas


terhadap perilaku seksual pranikah
pada wanita dalam Jurnal Ilmiah
Psikologi Terapan
Fakultas
PsikologiUniversitas Muhammadiyah
Malang ISSN:2301-18267

Nurhayati. (2012). Hubungan pola


komunikasi dan kekuatan keluarga
dengan perilaku seksual berisiko
pada remaja di desa tridaya sakti.
Tesis. FIKUI Depok

Paine, K., Hart, G., Jawo, M., Jallow, M.,


Morison, L., Walraven, G., et al.
(2002). Before we were sleeping, now
we are awake: Preliminary evaluation
of the Stepping Stones sexual health
program in the Gambia. African
Journal of AIDS Research, 1(1), 39-
50

Potter, P.A., Perry, A.G., Stockert, P. and Hall,


A. (2013). Fundamentals of Nursing.
ELSEVIER, Canada

Stanhope and Lancaster.(2016). Community


and public health nursing: . St.
Louis : Mosby-Year Book, Inc.

Suwarsi. (2012). Hubungan paparan media,


penggunaan waktu luang dan peran
keluarga dengan perilaku kenakalan
pada agregrat remaja di sma
negerisleman. Tesis. FIKUI Depok

Ybarra, et al. (2015). A Randomized


Controlled Trial to Increase HIV
Preventive Information, Motivation,
and Behavioral Skills in Ugandan
Adolescents. Ann behav. med. (2015)
49:473–485
JURNAL 3
MANAJEMEN LINGKUNGAN: KESELAMATAN DALAM MENGURANGI
RISIKO CEDERA PADA ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN
LANSIA

Subianto1. Sudaryanto2. Adi Setya Wibawa3


Akademi Keperawatan YAPPI Sragen
Adisetyawibawa55@gmail.com

Abstrak
Latar Belakang. Lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. Seorang lanjut
usia akan terjadi penurunan kondisi fisik/biologis, kondisi psikologis, serta perubahan kondisi
sosial. Kejadian jatuh dilaporkan terjadi pada sekitar 30% lansia di usia 65 tahun ke atas yang
tinggal dirumah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti adaptasi di rumah, hindari lantai
licin, barang berserakan, lampu redup, kamar mandi dilengkapi pegangan. Manajemen lingkungan:
keselamatan adalah alternatif untuk menurunkan risiko cedera pada lansia Tujuan. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis manajemen lingkungan: keselamatan dalam mengurangi
risiko cedera pada asuhan keperawatan keluarga dengan lansia. Metode. Desain yang digunakan
adalah studi kasus deskriptif dengan 1 subyek studi kasus. Instrumen yang digunakan adalah
format pengkajian keluarga, SOP pendidikan kesehatan, lembar observasi, leaflet dan lembar balik
pencegahan jatuh pada lansia. Hasil Penelitian. Hasil pengkajian menunjukan adanya rsiko cedera
pada keluarga. Diagnosis keperawatan resiko cedera berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang faktor yang dapat diubah. Intervensi yang digunakan adalah manajemen lingkungan
dengan modifikasi lingkungan rumah. Keluarga dikelola selama 3 hari. Tindakan keperawatan
yang dilakukan adalah manajemen lingkungan dengan edukasi modifikasi lingkungan rumah
selama 30 menit. Diberikan 1 kali dalam 3 hari. Hasil evaluasi menunjukkan manajemen
lingkungan dapat meningkatkan pengetahuan keluarga tentang keselamatan lansia.. Kesimpulan,
manajemen lingkungan: keselamatan efektif menurunkan risiko cedera pada asuhan keperawatan
keluarga dengan lansia
Kata Kunci : Manajemen Lingkungan, Resiko Cedera, Lansia

ENVIRONMENTAL MANAGEMENT: SAFETY IN REDUCING INJURY


RISK IN FAMILY NURSING CARE WITH ELDERLY
Abstract
Background: Elderly is someone who reaches the age of 60 years and over. An elderly person will
experience a decrease in physical/biological conditions, psychological conditions, and changes in
social conditions. Fall occurrences are reported to occur around 30% of elderly people aged 65
years and over who live at home, half of these numbers experience repeated falls. Some things to
note such as adaptation at home, avoid slippery floors, scattered items, dim light, bathrooms
equipped with handles. Environmental management: safety is an alternative to reduce the risk of
injury to the elderly. Purpose: The purpose of this study is to analyze environmental management:
safety in reducing the risk of injury to nursing care of families with the elderly. Method: The
design used was a descriptive case study with 1 case study subject. The instrument used is the
format of family, health education SOP, observation sheet, fallback sheet prevention for the
elderly. Result: The results of the assessment show that the existence of risk is injury in the
family. Nursing diagnosis the risk of injury is associated with less knowledge about changeable
factors. The intervention used is environmental management with home environment modification.
Family managed for 3 days. The nursing action taken is environment management with 30 minutes
of home environment modification education. Given 1 time in 3 days. The evaluation results show
environmental management can increase family knowledge about the safety of the elderly.
Conclusion: The conclusion is environmental management: effective safety reduces the risk of
injury to the family nursing care with the elderly.
Keywords: Environmental Management, Risk of Injury, Elderly
PENDAHULUAN
Menua atau menjadi tua adalah pendek, kekakuan sendi, kaki tidak
suatu keadaan yang terjadi di kehidupan dapat menapak dengan kuat dan
manusia. Proses menua merupakan kelambanan dalam bergerak, sedangkan
proses sepanjang hidup, tidak hanya faktor ekstrinsik diantaranya lantai yang
dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi licin dan tidak rata, tersandung oleh
dimulai sejak permulaan kehidupan benda- benda, kursi roda yang tidak
(Nugroho, 2015). Masa lanjut usia dikunci, penerangan kurang, sehingga
(lansia) atau menua menurut tahap dapat memperbesar risiko jatuh pada
paling akhir dari siklus kehidupan lansia. Salah satu yang menjadi
seseorang (Tamher & Noorkasiani, perhatian kesejahteraan lansia adalah
2009). terkait dengan keamanan lingkungan
Sedangkan menurut Ashar, tempat tinggal. Artinya keamanan bukan
(2016) Lansia merupakan tahap akhir hanya terkait dengan pencegahan sakit
pertumbuhan manusia saat manusia atau meminimalisir cidera saja, tetapi
memasuki tahap lansia maka mereka juga terkait dengan keadaan yang aman
akan mengalami berbagai perubahan bagi lansia untuk beraktivitas,
yang menyebabkannya berisiko mengurangi stress dan meningkatkan
mengalami jatuh. Insiden jatuh di kesehatan diri (Tarwoto & Wartonah,
Amerika Serikat pada masa lansia atau 2010).
middle age, sebesar 21% dengan rata- Sebagai akibat degeneratife
rata lebih tinggi pada wanita dibanding lansia mengalami penurunan pada
pria, risiko jatuh pada populasi tesebut berbagai sistem tubuh, salah satunya
dihubungkan dengan pekerjaan dan adalah gangguan dan penurunan sistem
keluarga (Arizal Rosliana, 2017). fungsi musculoskeletal meliputi
Menurut Nugroho, (2015) Jatuh penurunan massa dan kekuatan otot,
di pengaruhi oleh beberapa faktor penurunan rentang gerak sendi dan
diantaranya faktor intrinsik dimana tonjolan tulang lebih meninggi /terlihat.
terjadi gangguan gaya berjalan , Berdasarkan hal ini lansia membutuhkan
kelemahan otot ekstermitas bawah, tempat tinggal yang aman dan nyaman
langkah yang pendek- agar

kejadian yang n dalam


dapat beraktivitas pada
mengakibatkan lansia dapat
cidera serta diminimalisir
ketidaknyamana (Padilla, 2013).

Jurnal Keperawatan CARE, Vol.9 No.1(2019)


Lansia yang (2013) kurang, tidak ada memberi
tinggal Pencegahan pegangan pada manfaat bagi
dirumah yang dapat tangg, tidak lansia yang
mengalami dilakukan untuk ada masih mandiri
jatuh sekitar mencegah lansia (Nugroho,
pegangan
50% dan tidak berisiko 2015).
pada
memerlukan jatuh adalah Tujuan
perawatan mengidentifikasi dilakukan studi
dirumah sakit penyebab dan kasus yaitu
sekkitar 10- faktor risiko untuk
25% (Darmojo, jatuh pada lansia, menganalisa
Boedhi, 2009). selain itu manajemen
Menur tingkat lingkungan:
ut upaya pengetahuan dan keselamatan
pencegahan perilaku yang dalam
terhadap jatuh baik dilakukan mengurangi
mengenai keluarga dan risiko cedera
faktor lansia untuk pada asuhan
lingkungan menciptakan keperawatan
sebagai lingkungan yang keluarga
faktor risiko, aman dan dengan lansia.
serta nyaman agar
terhindar dari
dilakukannya METODE
risiko jatuh.
Desain
Keluarga harus
pembenahan penelitian ini
terlibat aktif
terhadap risiko adalah
dalam
faktor deskriptif
lingkungan dengan
mempertahankan
(Tamher dan pendekatan
dan
Noorkasiani, case study
meningkatkan
2009). research (Studi
status kesehatan
Sedangkan kasus) yang
lansia serta
menurut Kamel meliputi
dalam perawatan
Abdulmajeed pengkajian,
di rumah
& diagnosis
berserakan,
Ismail, keperawatan,
penerangan

Jurnal Keperawatan CARE, Vol.9 No.1(2019)


sebagai metode barang-barang
pelaksanaan subjek pengukuran, rumah tangga
, dan penelitian, metode kurang rapi,
evaluasi. beresiko dokumentasi. penataan almari
Penelitian tinggi Sedangkan yang masih
studi kasus mengalami instrumen Studi seadanya, banyak
ini jatuh atau Kasus meliputi : barang-barang
dilakukan cidera, Format asuhan berserakan seperti
di Desa kurang keperawatan mainan anak-anak.
Karangudi, informasi keluarga, SOP, Tn. Y mengatakan
Kecamatan tentang SAP, leaflet, penerangan pada
Ngrampal, pencegahan nursing kit dan malam hari untuk
Kabupaten jatuh, lembar di depan rumah
Sragen. lingkunganny observasi. menggunakan
Sub a beresiko lampu balon
jek tinggi HASIL dengan
penelitian mengakibatk PENELITIAN penerangan 5 watt,
dalam studi an cidera Data dan untuk ruang
kasus ini jatuh (lantai pengkajian keluarga
adalah licin dan didapatkan Tn. menggunakan
Keluarga tidak rata, Y mengatakan lampu putih
dengan barang- Tn. J memiliki dengan
lansia yang barang kamar riwayat asam penerangan 10
berusia mandi, jarak urat tinggi, dan watt, dan
lebih dari kamarmandi mengalami
60 tahun, yang jauh, gangguan
bersedia lantai tidak berjalan
untuk di datar ), memaksa sering
jadikan menggunakan
tongkat dan
Kurang data yang
sehingga sering
pengetahuan dipakai yaitu
mengeluh pegal
tentang meliputi:
dan nyeri. Ny. S
lingkungan observasi
mengatakan
yang aman. partisipatif,
rumah kurang
Metod pemeriksaan,
bersih karena
e pengumpulan wawancara,
untuk penataan
Jurnal Keperawatan CARE, Vol.9 No.1(2019)
untuk dapur diagnos lingkungan n bahan yang
menggunak ayang adalah 1) berbahaya dan
an lampu muncul dentifikasi berisiko, 3)
putih adalah Risiko yang Sediakan alat
dengan cedera membahayak untuk
penerangan berhubungan an beradaptasi
5 watt, dan dengan lingkungan, (kursi untuk
untuk Kurang 2) Modifikasi pijakan dan
kamar pengetahuan lingkungan pegangan
mandi tentang faktor untuk tangan), 4)
menggunak yang dapat meminimalka
an lampu diuba Bantu pasien sisi, kunci pintu,
balon h. saat melakukan pagar, dan
dengan keperawatan perpindahan, 5) gerbang) untuk
penerangan terhadap Tn. Kolaborasi membatasi
5 watt. Ny. J yaitu dengan keluarga mobilitas fisik
S dan Tn. Y dengan untuk atau akses
mengatakan pemberian meningkatkan
tidak manajemen keselamatan
mengetahui lingkungan. lingkungan, 6)
bagai mana Tujuan dari Edukasi
cara perencanaa individu,
menciptaka Setelah kelompok dan
n dilakukan keluarga yang
lingkungan diharapkan berisiko tinggi
yang aman setelah terhadap bahan
terutama pertemuan berbahaya yang
untuk Tn. J keluarga ada di
agar tidak mampu lingkungan,
terjadi jatuh menciptakan 7) Singkirkan
atau cidera lingkungan bahan berbahaya
yang pernah yang aman dari lingkungan
di alami terutama jika diperlukan,
tetangganny untuk lansia. 8) Gunakan alat
a. Dari data Aktif perlindungan
pengkajian itas-aktifitas (pegangan pada
diatas manajemen
Jurnal Keperawatan CARE, Vol.9 No.1(2019)
pad situasi lingkungan 18 Oktober 1. Mengidentifikasi S:
yang hidup), 2018 hal-hal yang - Ny. S
membahaya 10) Siapkan membahayakan tidak
kan, 9) nomor 11. 15 WIB
lingkungan. cara
Beritahukan telepon
2. Bantu pasien saat yang
pada emergensi
melakukan agar
lembaga untuk
perpindahan. cidera
yang keluarga atau
berwenang pasien 3. Singkirkan bahan tetang

untuk (nomor berbahaya dari O:


melakukan polisi, dinas lingkungan jika - Penat
perlindunga kesehatan diperlukan. Tn. Y
n lokal), 11) 4. Kolaborasi dengan maina
lingkungan Monitor keluarga untuk berser
(dinas lingkungan meningkatkan - Pener
kesehatan, terhadap
polisi, terjadinya
pelayanan perubahan
kesehatan, status
badan keselamatan.

Tabel
1.
Imple
mentas
i
kepera
watan
dan
Evalua
si Tn. J
Hari/tanggal Implementasi

Jurnal Keperawatan CARE, Vol.9 No.1(2019)


keselamatan kurang karena tirai jendela
lingkungan. sering di tutup, dan pada saat
malam hari penerangan pada
depan rumah dan kamar mandi
pun kurang.
A: Masalah belum teratasi.

P: Lanjutkan intervensi untuk RTL


pemberian:
- Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bahan yang
berbahaya dan berisiko.
- Edukasi individu, kelompok dan
keluarga yang berisiko tinggi
terhadap bahan berbahaya yang
ada di lingkungan.
- Kolaborasi dengan keluarga
untuk meningkatkan keselamatan
lingkungan.

Tabel 2. Implementasi keperawatan dan Evaluasi Tn. J


Hari/tanggal Implementasi Respon pasien terhadap
tindakan
19 Oktober 1. Mengidentifikasi S:
2018 hal-hal yang - Ny. S dan Tn. Y mengatakan
membahayakan sudah lebih mengetahui bagai
14. 35 WIB
lingkungan mana cara menciptakan
2. Modifikasi lingkungan yang aman terutama
lingkungan untuk untuk Tn. J agar tidak terjadi
meminimalkan jatuh atau cidera di rumah.
bahan yang - Keluarga mengatakan merasa
berbahaya dan senang setelah di berikan edukasi
berisiko. mengenai keamanan lingkungan
3. Edukasi individu, rumah dan pencegahan
kelompok dan jatuh/cedera pada lansia.
keluarga yang O:
berisiko tinggi - Keluarga mampu menyebutkan
terhadap bahan pengertian jatuh pada lansia.
berbahaya yang ada - Keluarga mampu menyebutkan
di lingkungan. Faktor-faktor penyebab jatuh
4. Kolaborasi dengan pada lansia.
keluarga untuk - Keluarga mampu menyebutkan
meningkatkan cara-cara pencegahan jatuh pada
keselamatan lansia.
lingkungan. A: Masalah teratasi sebagian.
P: Lanjutkan intervensi untuk
RTL:
- Memonitor lingkungan terhadap
terjadinya perubahan status
keselamatan.
- Gunakan alat perlindungan
(pegangan pada sisi, kunci pintu,
pagar, dan gerbang) untuk
membatasi mobilitas fisik atau
akses pad situasi yang
membahayakan.

Tabel 3. Implementasi keperawatan dan Evaluasi Tn. J

Hari/tanggal Implementasi Respon pasien terhadap


tindakan
20 Oktober 1. Memonitor
2018 lingkungan terhadap S:
terjadinya - Keluarga mengatakan sudah
13.40 WIB
perubahan status mengganti penerangan yang
keselamatan. sebelumnnya tidak terang
2. Gunakan alat contoh pada kamarmandi.
perlindungan - Keluarga mengatakan telah
(pegangan pada sisi, memberitahukan kepada Tn. J
kunci pintu, pagar, untuk selalu memakan sandal.
dan gerbang) untuk - Keluarga mengatakan pada
membatasi siang hari tirai jendela selalu
mobilitas fisik atau di buka.
akses pad situasi O:
yang - Keluarga melaksanakan
membahayakan sebagian cara-cara keamanan
3. Kolaborasi dengan lingkungan dan pencegahan
keluarga untuk jatuh pada lansia.
meningkatkan - Tirai jendela pada siang hari
keselamatan telah di buka.
lingkungan. - Penerangan di kamarmandi
4. Beritahukan pada telah di ganti dengan
lembaga yang penerangan yang lebih terang.
berwenang untuk - Tidak terdapat barang-barang
melakukan berserakan.
perlindungan - Tn. J memakai sandal.
lingkungan (dinas A : Masalah teratasi sebagian
kesehatan, polisi, P: Lanjutkan intervensi untuk RTL:
pelayanan - menganjurkan keluarga untuk
kesehatan, badan memasang pegangan tangan
lingkungan hidup). terutama pada kamar mandi.
- Menganjurkan untuk
meletakan tempat tidur Tn. J
tidak jauh dari kamar mandi

PEMBAHASAN Lanjut usia (lansia) adalah orang


yang telah mencapai usia 60 tahun
keatas yang mempunyai hak yang sama
balon dengan penerangan 5 watt, Ny. S
dalam kehidupan bermasyarakat,
mengatakan rumah kurang bersih karena
berbangsa, dan bernegara (Maryam et
untuk penataan barang-barang rumah
al., 2010). Upaya pencegahan adalaha
tangga kurang rapi, penataan almari
menciptakan keamanan dan
yang masih seadanya, jarak kamar
keaselamatan terkait dengan
mandi yang jauh dengan kamar tidur Tn.
kemampuan seseorang dalam
J, tidak ada pegangan pada kamar
menghindari bahaya, yang ditentukan
mandi.
oleh pengetahuan dan kesadaran serta
Menurut Herdman (2018),
memotivasi untuk melakukan tindakan
Risiko cedera adalah seseorang yang
pencegahan. Tujuan pencegahan dan
beresiko mengalami cedera akibat
manajemen jatuh berfokus pada upaya
kondisi lingkungan yang berinteraksi
menurunkan kemungkinan jatuh dengan
dngan sumber adaptif dan sumber
mengurangi bahaya lingkungan,
defensive individu, sehingga diagnosa
meningkatkan
keperawatan keluarga yang ditegakkan
kemampuan individu untuk mencegah
pada Lanjut usia yaitu Risiko cedera
jatuh dan cedera akibat jatuh, serta
berhubungan dengan kurang
memberi perawatan cedera setelah jatuh
pengetahuan tentang faktor yang dapat
(Ambarwati, 2014).
diubah.
Pengetahuan dan kesadaran
Berdasarkan data pada
serta memotivasi untuk melakukan
pengkajian diagnosa keperawatan yang
tindakan pencegahan sesuai pada kasus
ditemukan pada keluarga Tn. J masalah
keluarga Tn.J saat melakukan pengkajian
pengetahuan dan lingkungan rumah.
Tn. Y mengatakan penerangan pada
Diagnosa keperawatan yang muncul
malam hari untuk di depan rumah
pada kasus yang dialami keluarga Tn. Y
menggunakan lampu
adalah Risiko Cedera berhubungan
dengan Faktor yang dapat diubah.
Ditandai dengan (profil darah abnormal,
gangguan fungsi kognitif,
gangguan
psikomotor, gangngguan sensasi,

disfungsi efektor, disfungsi integrasi komunitas, terhadap masalah kesehatan atau


sensori,hipoksia jaringan). Diagnosa proses kehidupan aktual atau potensial
keperawatan adalah penilaian klinis sebagai dasar pemilihan intervensi
tentang respon individu, keluarga, keperawatan untuk mencapai hasil yang
maksimal (Walid, 2012). dengan keluarga untuk meningkatkan
Intervensi keperawatan keselamatan lingkungan,
adalah sesuai perawatan yang dilakukan Mengedukasi individu, kelompok dan
perawat berdasarkan penilaian klinis dan keluarga yang berisiko tinggi terhadap
pengetahuan perawat untuk bahan berbahaya yang ada di
meningkatkan outcome klien, lingkungan, menyingkirkan bahan
intervensi keperawatan berbahaya dari lingkungan jika
mencakup baik perawat langsung atau diperlukan, menggunakan alat
tidak langsung yang ditunjukan pada perlindungan.
individu, keluarga, masyarakat Implementasi yang dilakukan
(Bulechek, et al 2015). adalah dengan melakukan manajemen
Cara yang efektif untuk melakukan lingkungan: keselamatan dilakukan
penceghan resiko jatuh/cedera adalag selama 3 hari, pada hari pertama
dengan Mengidentifikasi hal-hal yang dilakukan pengkaji dan menggali
membahayakan lingkungan, pengetahuan, pad ahari kedua
Memodifikasi lingkungan untuk melakukan tindakan penyuluhan yaitu
meminimalkan bahan yang berbahaya menjelaskan mengenai pentingnya
dan berisiko(menyediakan pengaturan lingkungan rumah,
1 lampu untuk menggangi penerangan memodifikasi lingkungan rumah untuk
rumah yang masih kurang, memberikaan mencegah terjadinya cedera/jatuh pada
keset dari kaos bekas), Membantu lansia selama 30 menit, kemudia untuk
pasien saat melakukan perpindahan, hari ketiga mengevaluasi kembali pada
Kolaborasi hari sebelumnya, melanjutkan tindakan
Monitor lingkungan terhadap terjadinya
perubahan status keselamatan dengan
menggunakan lembar obsevasi,
bagaimana cara
menerapkan/menciptakan lingkungan
rumah yang aman bagi lansia agar
terhindar dari cedera/jatuh.

Menurut Bulechek, et al., ( pintu, pagar, dan gerbang) untuk membatasi


2015) dengan Bantu pasien saat mobilitas fisik atau akses pad situasi yang
melakukan perpindahan, Kolaborasi membahayakan, Monitor lingkungan
dengan keluarga untuk meningkatkan terhadap terjadinya perubahan status
keselamatan lingkungan, Gunakan alat keselamatan.
perlindungan (pegangan pada sisi, kunci Mengajarkan Manajemen
Lingkungan mengenai Modifikasi mengenai menciptakan lingkungan yang
Lingkungan ternyata cukup efektif aman untuk Lansia, baik tanda gejala
dilakukan. Karena dari hasil penelitian dan cara pencegahan untuk mencegah
didapatkan data keluarga yang awalnya terjadinya cedera pada Lansia sekarang
belum mengerti mulai memahami tentang pentingnya
menciptakan lingkungan yang aman dan
dapat menerapkan beberapa cara
pencegahan jatuh pada lansia dan cara
menciptakan lingkungan yang aman
bagi lansia.

SIMPULAN
Mengajarkan Manajemen
Lingkungan: Keselamatan efektif Dalam
Mengurangi Risiko Cedera Pada Asuhan
Keperawaran Keluarga Dengan Lansia.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, F. (2014). Konsep Ashar, H.I. (2016). Gambaran


Dasar Kebutuhan Persepsi Faktor Resiko Jatuh
manusia.Yogyakarta: Dua Satria Pada Lansia di Panti Sosial
Yogya Tresna Werdha Budi Mulia 4
Margaguna Jakarta Selatan.
Arizal R. (2017). Identifikasi Risiko Skripsi. FKIK Progam Studi
Jatuh Pada Lansia Ditinjau Ilmu Keperawatan. Universitas
Dari Faktor Lingkungan Di Islam Negeri Syarif
Wilayah Puskesmas Kota Hidayatullah
Kendari. Naskah Publikasi. Jakarta.https://repository.uinjkt.a
Politeknik Kesehatan Kendari.

c.id diakses pada tanggal 27 Juli Howard K., Dochterman, Joanne


2018 M, Wagner, dan Cheryl M. (2013).
Nursing Intervention Clasification
Bulechek, Gloria M., Butcher, (NIC). Elsevier Singapore pte ltd.
Edisi Bahasa Indonesia: Lansia. Jakarta: Trans Info
Elsevier. Media.

Darmojo, Boedhi. (2009). Buku Ajar Nugroho, W. (2015). Keperawatan


Geriatri. Jakarta: Balai Penerbit Gerontik & Geriatrik. Edisi 3.
FK UI. Jakarta: EGC.

Herdman, T. Heater & Kamitsuru. Padilla. 2013. Buku Ajar


(2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan Gerontik.
Keperawatan Definisi dan Yogyakarta: Nuha Medik.
Klasifikasi 2018-2020. Jakarta:
EGC. Tamher & Noorkasiani. (2009).
Kamel, M. H., Abdulmajeed, A. A., Kesehatan Usia Lanjut Dengan
& Ismail, S. E.-S. (2013). Risk Pendekatan
factors of falls among elderly
living in Urban Suez – Egypt. Asuhan Keperawatan. Jakarta:
Pan African Medical Journal, 2, Salemba Medika.
1-7.
https://doi.org/10.11604/paml.20 Tarwoto & Wartonah. (2015).
13.14.26.1609. Kebutuhan Dasar Manusia dan
Proses Keperawatan. Jakarta:
EGC. Edisi:4.

Rohmah, Nikmatur, Walid & Saiful.


(2012). Proses Keperawatan
Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Daftar Pustaka

Latifah, N., Susanti, Y., & Haryanti, D. (2018). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Status
Gizi Pada Balita. Jurnal Keperawatan , 10 (1), 68-74.
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/Keperawatan/article/view/71

Lestari, P. H., Setiawan, A., & Widyastuti, T. (2019). Pelaksanaan Intervensi Cakupan
Informasiku Melalui Pendekatan Asuhan Keperawatan Keluarga Sebagai Upaya
Pencegahan Perilaku Seksual Berisiko Pada Remaja. Jurnal Ilmu Keperawatan dan
Kebidanan , 11 (1), 1-66.
http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.php/jkk/article/view/775

Subianto, Sudaryanto, & Wibawa, A. S. (2019). Manajemen Lingkungan : Keselamatan


DalamMengurangi Risiko Cedera Pada Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Lansia.
Jurnal Keperawatan CARE , 9 (1), 1-12.

http://ejurnal.akperyappi.ac.id/index.php/files/article/view/90

Anda mungkin juga menyukai