Anda di halaman 1dari 13

Obat Antimuskarinik

Kelompok 2 Kelas C
Obat Antimuskarinik
Anggota kelompok 2 kelas C :

● AYU RISKI GAMORO (O1A116098)


● MULIANA GUSTI (O1A119172)
● SYACHNUR HUSNAH A.P.S (O1A120122)
● SYAHRUL RIZKI RAMADHAN (O1A120123)
● VERONICA PATRICIA .L (O1A120124)
● WA ODE ASRIANI MAULANA (O1A120125)
● WA ODE RESKIANINGSI (O1A120127)
● WA ODE SRI RAMADHAN TUMADA (O1A120128)
● WILDA YULI TANDILO (O1A120129)
● YUSRIYAH ZULFA ATHIRA (O1A120131)
● ADILA FEBRIANTI (O1A120133)
● AGNES NAULI (O1A120134)
● AINUR FADHILAH (O1A120135)
”Antimuskarinik adalah obat-obat yang bekerja pada
reseptor antagonis kolinergik. Antagonis muskarinik
disebut juga obat parasimpatolitik”

—Obat Antimuskarinik
● Antimuskarinik (sebelumnya disebut antikolinergik) mengurangi motilitas usus. Kelompok obat ini digunakan untuk
penatalaksanaan Irritable Bowel Syndrome dan penyakit divertikular. Namun, efektifitasnya belum diketahui dengan
pasti dan responsnya bervariasi. Indikasi lain untuk obat antimuskarinik meliputi aritmia, asma dan penyakit saluran
pernafasan, motion sickness, parkinsonisme, inkontinensi urin, midriasis dan siklopegia, premedikasi, dan sebagai
antidot keracunan organofosfor.

● Antimuskarinik yang digunakan untuk spasme otot polos saluran cerna meliputi senyawa amin tersier atropin sulfat dan
disikloverin hidroklorida (disiklomin hidroklorida) dan senyawa amonium kuaterner propantelin bromida dan hiosin
butilbromida. Senyawa amonium kuaterner kurang larut dalam lipid dibandingkan atropin, sehingga lebih sulit
menembus sawar darah-otak. Selain itu juga absorpsinya lebih kecil.

● Disikloverin hidroklorida memiliki kerja antimuskarinik yang lebih lemah dari pada atropin dan senyawa ini juga
bekerja langsung pada otot polos. Hiosin butilbromida absorpsinya sangat kecil. Sediaan injeksinya bermanfaat pada
endoskopi dan radiologi. Pengobatan dengan menggunakan atropin dan alkaloid beladona sudah banyak ditinggalkan,
karena efek samping atropin lebih besar dibanding manfaat klinisnya.
Sejarah
Atropin adalah obat golongan antimuskarinik (sebelumnya disebut
antikolinergik) yang digunakan untuk mengurangi motilitas
(pergerakan) usus. Atropin memiliki rumus kimia C17H23NO3

Atropin secara alami dapat ditemukan di dalam tumbuhan Atropa


belladonna. Pada tahun 1831, ahli farmasi Jerman, Heinrich F.G.
Mein (1799-1864) mampu mengekstraksi atropine dalam bentuk
kristal murni. Philipp Lounz Geiger (1785-1836) dari Heidelberg
dan muridnya Germain Henri Hess (1802-1850) mengisolasi atropin
dari daun belladonna dan hiosiamina dari henbane pada tahun 1833.
Ahli kimia Jerman, Richard Willstatter menyintesis substansi ini
untuk pertama kalinya, pada tahun 1901. Pada tanaman belladonna,
atropine merupakan L-isomer dari hiosiamina (atropin yang
digunakan dalam dunia medis saat ini adalah gabungan L-isomer
dan D-isomer).
● Golongan : Antikolinergik/Antimuskarinik
● Manfaat : Menangani bradikardia atau keracunan insektisida organofosfat, sebagai obat sebelum pemeriksaan mata, dan
sebagai pramedikasi sebelum prosedur anestesi
● Digunakan oleh : Dewasa dan anak-anak.
● Atropin untuk ibu hamil dan menyusui. Kategori C: Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek
samping terhadap janin, tetapi belum ada studi terkontrol pada wanita hamil.Obat hanya boleh digunakan jika besarnya
manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin.Atropin dapat terserap ke dalam ASI. Bagi ibu
menyusui, disarankan untuk berkonsultasi dulu dengan dokter sebelum menggunakan obat ini.
● Bentuk obat : Tablet, suntik, obat tetes mata
● Kontraindikasi : Obat antimuskarinik dikontraindikasikan pada pasien glaukoma, terutama pada glaukoma sudut
tertutup, pada pria lansia penggunaanya harus hati-hati dan harus dihindari untuk pasien hiperplasia prostat, tukak
lambung.
● Interaksi obat: Antasid natrium bikarbonat dan kombinasi magnesium silikat + alumunium hidroksid meningkatkan
absorpsi pirenzepin sekitar 14-20 %. Pirenzepin tidak diindikasikan untuk 27 penderita sindrom zollinger-ellison, namun
bila dikombinasikan dengan AH2 (misalnya simetidin dan ranitidin) dapat menghambat produksi asam lambung secara
lebih efektif
Peringatan: Antimuskarinik sebaiknya digunakan secara hati-hati pada keadaan Down’s syndrome, pada anak, dan lansia;
obat ini juga sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada penyakit refluks gastroesofagus (GERD), diare, kolitis dengan
tukak, infark miokard akut, hipertensi, kondisi penyakit dengan gejala takikardi (termasuk hipertiroid, insufisiensi kardiak,
operasi jantung), pireksia, kehamilan dan menyusui.

Efek samping: Efek samping antimuskarinik meliputi konstipasi, bradikardi selintas (diikuti takikardia, palpitasi dan
aritmia), penurunan sekresi bronkus, sulit berkemih (urinary urgency and retention), dilatasi pupil dengan hilangnya
akomodasi, fotofobia, mulut kering, kulit mengering dan memerah. Efek samping yang jarang terjadi adalah kebingungan
(terutama pada lansia), mual, muntah dan giddiness (rasa pusing dan gamang), glaukoma sudut sempit sangat jarang terjadi.

Kegunaan antimuskarinik dan aplikasinya dalam pengobatan:


● Mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misal antispasmodik
● Penggunaan lokal pada mata sebagai midriatikum
● Memperoleh efek sentral misalnya, obat untuk penyakit parkinson
● Efek bronkodilatasi/ gangguan pernafasan \
● Memperoleh efek hambatan pada sekresi lambung dan saluran cerna
● Gangguan urinaria
● Keracunan kolinergik
Farmakokinetika
• Absorpsi
Alkaloid alami dan hampir semua obat muskarinik tersier bisa di absorpsi dengan baik melalui usus dan
melewati membran konjuctiva, tetapi senyawa dalam bentuk kuartener kurang larut dalam lemak dan
sulit di absorpsi.

● Distribusi
Atropin dan obat tersier setelah diabsorpsi didistribusikan secara luas. Kadar mencapai SSP dalam waktu
30 menit-1 jam, dan ini dapat membatasi dosis obat yang ditoleransi bila ingin mendapatkan efek
perirernya.. scopolamin terdistribusi ke dalam SSP dan mempunyai efek yang lebih besardari obat
muskarinik lainnya. Tetapi obat derivat kuartener tidak dapat diserap dengan baik diotak, oleh karena itu
relatif bebas pada dosis rendah terhadap efek pada SSP.

● Metabolisme dan eksresi


Atropin menghilangkan dengan cepat dari darah setelah obat diberikan, dengan waktu paruh 2 jam,
sekitar 60% dari dosis yang diberikan akan dieksresi tanpa diubah di dalam urine, sedang sebagian
sisanya terdapat dalam urine sebagai hasil hidrolisis dan konjugasi. Efek pada iris dan otot silier
bertahan sampai 72 jam atau lebih.
Farmakodinamik

● Mekanisme atropin mencegah ikatan reseptor muskarinik dengan Ach, mengikat reseptor lebih dahulu
(competitif antagonist). Tetapi dosis besar agonis muskarinik mampu mencegah kerja atropin. Akibat
pencegahan agonis reseptor ini, maka reaksi perangsangan reseptor kolinergik tidak terjadi.

● Efektivitas antimuskarinik bervariasi pada setiap jaringan tubuh, jaringan yang sangat peka terhadap
atropin adalah kelenjar-kelenjar saliva, bronkus, dan keringat. Pada semua jaringan, tubuh blokade
atropin sangat nyata pada obat agonis muskarinik dibanding Ach endogen. Kerja atropin juga sangat
selektif hanya pada reseptor muskarinik, sedang nikotinik kurang peka.
Mekanisme
Atropin adalah antagonis kompetitif untuk reseptor asetilkolin muskarinik tipe M1, M2, M3, M4,
dan M5, yang akan menyebabkan inhibisi parasimpatis reseptor asetilkolin di otot polos. Hal ini akan
meningkatkan curah jantung dan memberikan efek antimuskarinik.

Sebagai antagonis asetilkolin nonselektif, atropin meningkatkan aktivitas nodus sinoatrial (NSA)
dan konduksi nodus atrioventrikular (NAV) jantung, bekerja berlawanan dengan aksi saraf vagus,
memblokir tempat reseptor asetilkolin, dan menurunkan sekresi bronkus paru.Efek konstriksi pupilnya
tergantung dari aktivasi reseptor kolin. Atropin menghalangi aktivasi ini sehingga menyebabkan
midriasis (pelebaran pupil mata) dan aktivitas dilasi simpatis, melemahkan kontraksi otot siliaris, dan
menyebabkan sikloplegia (paralisis otot siliaris).
Gambar sediaan
1. Tablet
Gambar sediaan
2. Ampul 3. Tetes mata
Terima
kasih

Anda mungkin juga menyukai