Kelompok 2 Kelas C
Obat Antimuskarinik
Anggota kelompok 2 kelas C :
—Obat Antimuskarinik
● Antimuskarinik (sebelumnya disebut antikolinergik) mengurangi motilitas usus. Kelompok obat ini digunakan untuk
penatalaksanaan Irritable Bowel Syndrome dan penyakit divertikular. Namun, efektifitasnya belum diketahui dengan
pasti dan responsnya bervariasi. Indikasi lain untuk obat antimuskarinik meliputi aritmia, asma dan penyakit saluran
pernafasan, motion sickness, parkinsonisme, inkontinensi urin, midriasis dan siklopegia, premedikasi, dan sebagai
antidot keracunan organofosfor.
● Antimuskarinik yang digunakan untuk spasme otot polos saluran cerna meliputi senyawa amin tersier atropin sulfat dan
disikloverin hidroklorida (disiklomin hidroklorida) dan senyawa amonium kuaterner propantelin bromida dan hiosin
butilbromida. Senyawa amonium kuaterner kurang larut dalam lipid dibandingkan atropin, sehingga lebih sulit
menembus sawar darah-otak. Selain itu juga absorpsinya lebih kecil.
● Disikloverin hidroklorida memiliki kerja antimuskarinik yang lebih lemah dari pada atropin dan senyawa ini juga
bekerja langsung pada otot polos. Hiosin butilbromida absorpsinya sangat kecil. Sediaan injeksinya bermanfaat pada
endoskopi dan radiologi. Pengobatan dengan menggunakan atropin dan alkaloid beladona sudah banyak ditinggalkan,
karena efek samping atropin lebih besar dibanding manfaat klinisnya.
Sejarah
Atropin adalah obat golongan antimuskarinik (sebelumnya disebut
antikolinergik) yang digunakan untuk mengurangi motilitas
(pergerakan) usus. Atropin memiliki rumus kimia C17H23NO3
Efek samping: Efek samping antimuskarinik meliputi konstipasi, bradikardi selintas (diikuti takikardia, palpitasi dan
aritmia), penurunan sekresi bronkus, sulit berkemih (urinary urgency and retention), dilatasi pupil dengan hilangnya
akomodasi, fotofobia, mulut kering, kulit mengering dan memerah. Efek samping yang jarang terjadi adalah kebingungan
(terutama pada lansia), mual, muntah dan giddiness (rasa pusing dan gamang), glaukoma sudut sempit sangat jarang terjadi.
● Distribusi
Atropin dan obat tersier setelah diabsorpsi didistribusikan secara luas. Kadar mencapai SSP dalam waktu
30 menit-1 jam, dan ini dapat membatasi dosis obat yang ditoleransi bila ingin mendapatkan efek
perirernya.. scopolamin terdistribusi ke dalam SSP dan mempunyai efek yang lebih besardari obat
muskarinik lainnya. Tetapi obat derivat kuartener tidak dapat diserap dengan baik diotak, oleh karena itu
relatif bebas pada dosis rendah terhadap efek pada SSP.
● Mekanisme atropin mencegah ikatan reseptor muskarinik dengan Ach, mengikat reseptor lebih dahulu
(competitif antagonist). Tetapi dosis besar agonis muskarinik mampu mencegah kerja atropin. Akibat
pencegahan agonis reseptor ini, maka reaksi perangsangan reseptor kolinergik tidak terjadi.
● Efektivitas antimuskarinik bervariasi pada setiap jaringan tubuh, jaringan yang sangat peka terhadap
atropin adalah kelenjar-kelenjar saliva, bronkus, dan keringat. Pada semua jaringan, tubuh blokade
atropin sangat nyata pada obat agonis muskarinik dibanding Ach endogen. Kerja atropin juga sangat
selektif hanya pada reseptor muskarinik, sedang nikotinik kurang peka.
Mekanisme
Atropin adalah antagonis kompetitif untuk reseptor asetilkolin muskarinik tipe M1, M2, M3, M4,
dan M5, yang akan menyebabkan inhibisi parasimpatis reseptor asetilkolin di otot polos. Hal ini akan
meningkatkan curah jantung dan memberikan efek antimuskarinik.
Sebagai antagonis asetilkolin nonselektif, atropin meningkatkan aktivitas nodus sinoatrial (NSA)
dan konduksi nodus atrioventrikular (NAV) jantung, bekerja berlawanan dengan aksi saraf vagus,
memblokir tempat reseptor asetilkolin, dan menurunkan sekresi bronkus paru.Efek konstriksi pupilnya
tergantung dari aktivasi reseptor kolin. Atropin menghalangi aktivasi ini sehingga menyebabkan
midriasis (pelebaran pupil mata) dan aktivitas dilasi simpatis, melemahkan kontraksi otot siliaris, dan
menyebabkan sikloplegia (paralisis otot siliaris).
Gambar sediaan
1. Tablet
Gambar sediaan
2. Ampul 3. Tetes mata
Terima
kasih