Anda di halaman 1dari 24

HELLO!

Fiina Prasetya L Veren Kurnia Putri


175070500111024 175070507111012
Salsabila Pawitrasari
Sofia Salsabila
165070501111008
175070501111013
Nova Dwi Indriyani
155070500111029 Afif Burhan Irwanto
Nada Arum Wardhani 165070507111013
165070507111016
Istiqomah Fiddini
Rima Nuraini 175070500111023 175070507111011
Fitria Mukti Hutami
165070500111003 Rahayu budi lestari
Ernila Dewi A 175070500111018 155070501111025

Fabyoke Arasy Fortunata


165070501111036

2
INTRODUCTION
1 3
Produksi ikan di Indonesia secara bertahap meningkan 2,87% setiap tahunnya. Ikan teri
merupakan salah satu komiditas ikan yang menjanjikan, dubuktikan dengan produksi ikan teri
meningkat hingga 11,89% pada 2000 – 2010 dan ekspor ikan teri meningkat hingga 50 % di
2015.

Ikan teri merupakan ikan lezat dan bernutrisi dengan kandungan protein dan kalsium yang
terbilang tinggi. Namun, ikan teri merupakan makanan yang tidak tahan lama karena
ukurannya yang kecil menyebabkan ikan teri menjadi rentan terkena kontaminasi. Sehingga
untuk memastikan kualitas produk ikan teri kering, dibutuhkan penanganan yang baik dan
metode proses yang layak.

4
Untuk mencegah kontaminasi bakteri berbahaya ataupun bakteri yang dapat membuat busuk
pada produk ikan teri kering, dibutuhkan sistem kualitas mutu. Satu dari sistem jaminan
mutu yang biasa digunakan adalah Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP).
HACCP adalah sistem jaminan mutu untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengontrol
potensial hazard dan juga sebagai sistem kontrol yang fokus terhadap pencegahan.
Tujuannya untuk mencegah potensi hazard seperti resiko bilogis, kimia, dan fisika, dan juga
menurunkan resiko kejadian hazard dengan mengontrol masing-masing titik kritis dari
proses produksi. HACCP di aplikasikan pada setiap langkah dari proses produksi ikan teri
kering.

5
MATERIAL AND
METHOD
2 6
Alat Bahan
konveyor, steam boiler, boiler ikan teri segar, garam, es balok
machine, mesin vakum, blower, dan kemasan plastik (plastik PP)
pengering, vibrator, sizing
machine, timbangan, troli,
keranjang, meja sortasi (sorting
desk), sikat, palet, baki, dan cold
storage.

7
◉ Metode yang digunakan terdiri dari: wawancara dan
observasi, dokumentasi untuk data pendukung serta uji
mikrobiologis dan kimia. Penelitian ini menggunakan metode
HACCP dibagi menjadi tahap awal dan aplikasi.
◉ Tahap awal terdiri dari:
1. Membuat tim HACCP.
2. Mempersiapkan deskripsi produk.
3. Identifikasi konsumen.
4. Mengatur diagram alur proses.
5. Memverifikasi diagram alur proses.

8
◉ Aplikasi atau penerapan prinsip-prinsip HACCP;
1. Melakukan analisis bahaya.
2. Tentukan titik kontrol kritis (CCP).
3. Tetapkan level target dan batas kritis.
4. menetapkan sistem untuk memantau CCP.
5. Menetapkan tindakan korektif/perbaikan yang diambil ketika
terindikasi CCP yang tidak terkontrol.
6. Menetapkan prosedur untuk memverifikasi bahwa sistem
HACCP bekerja secara efektif.
7. Menyusun dokumentasi tentang semua prosedur dan
menyimpan catatan sesuai dengan prinsip dan penerapannya

9
RESULTS AND
DISCUSSION
3 10
Assembling HACCP team
◉ Team HACCP terdiri dari
1. Food safety team leader,
2. Manager bisnis,
3. Kepala Bidang Sertifikasi dan Dokumentasi,
4. Manager Pabrik,
5. Supervisor Produksi,
6. Kepala quality control dan Sanitasi
7. Kepala Divisi Pengadaan
8. Kepala Human Resource and Development
9. Kepala Divisi Teknis
◉ HACCP team bertanggung jawab dalam menyusun rancangan rencana HACCP,
melakukan supervisi implementasi HACCP dan memverifikasi sistem HACCP.

11
Diagram alir penentuan CCP produksi ikan teri kering

Orgaoleptic inspection : Proses pengolahan ikan teri nasi diawali dengan penerimaan
bahan baku, penerimaan bahan baku dilakukan dipabrik dengan menimbang dan
mencatat berat, nama supplier asal bahan baku, jam kedatangan dan alat pengangkut
serta nomor kendaraan. Mutu bahan baku yang diterima diperiksa oleh pengawas mutu,
apakah telah sesuai dengan hasil pengamatan lapang oleh bagian pembelian.

Washing : Proses pencucian ditujukan untuk membersihkan sisa-sisa kotoran yang


masih ada sekaligus bakteri. pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran, sisik,
lendir dan lapisan dinding yang berwarna. Ikan teri dicuci dengan mengalirnya air bersih
yang layak untuk di minum sampai pada mesin bolling

Drying : Tujuan dari proses pengeringan adalah untuk mendapatkan produk dengan
kadar air rendah sehingga aman dalam penyimpanan lama dengan batas kritis kadar air
standar (34%). Kerugian dari proses pengeringan salah satunya adalah apabila
penanganan proses pengeringan kurang tepat maka akan dapat mengurangi mutu hasil,
untuk itu perlu diterapkan metode HACCP dalam upaya meningkatkan mutu dan
keamanan pangan.

Sorting : Tujuan dari proses sortasi ini adalah untuk mendapatkan produk yang bersih
dari benda asing seperti, kayu, batu, plastik, dan sebagainnya.
Size Classification : Proses ini bertujuan untuk memisahkan dan
meratakan ukuran produk ikan teri nasi kering mutu ekspor menjadi
beberapa ukuran. Ukuran tersebut terdiri dari ukuran L, M, S dan SS.

Weighing : Tahap selanjutnya yaitu menimbang ikan teri nasi kering


dengan cepat berdasarkan standar atau spesifikasi produk dari pembeli
menggunakan timbangan yang terkalibrasi. Tujuan dari proses
penimbangan adalah untuk mendapatkan berat sesuai dengan
spesifikasi yang ada.
• Final sorting : dilakukan untuk memisahkan produk dari
pengotor seperti ikan jenis lain, rambut, jaring, kaca, kayu dll.
Final sorting dilakukan setelah ikan kering dalam ruangan
tersendiri dengan tenaga manusia.
• Final weighing : dilakukan penimbangan akhir untuk
mendapatkan berat sesuai dengan spesifikasi yang ada dengan
timbangan yang terkalibrasi.
• Packing dan labelling : dilakukan pengemasan dengan
menggunakan plastik dan kardus. Pengemasan dilakukan untuk
melindungi produk dari pengaruh luar yang dapat merusak
produk. Sedangkan labelling untuk memberikan informasi
riwayat produksi kepada konsumen
• Cold storage: dilakukan penyimpanan produk sebelum atau
sesudah dikemas pada ruangan dengan suhu -10°C agar tidak
ada perubahan kualitas dari ikan teri.apabila batas kritis ini
tidak diterapkan akan dapat menyebabkan produk ikan teri
mengalami pengeringan sehingga ikan teri tampak keriput.
Diagram Alur Proses Verifikasi

Verifikasi dilakukan dengan meninjau proses


produksi, berkoordinasi dengan operator
produksi untuk menyesuaikan diagram alur
dengan kondisi aktual di lapangan serta
melakukan penilaian sampel untuk
mengkonfirmasi ketepatan diagram alur. Jika
ada ketidaksesuaian diagram alur, maka
modifikasi atau perbaikan diagram alur harus
dilakukan. Namun, jika diagram alur telah
berhasil diterapkan dan diverifikasi, maka
proses dokumentasi harus dibuat. Standar
kualitas ikan teri semi-kering berdasarkan SNI
01-3461-1994 ditunjukkan pada Tabel 2.

15
Menentukan Critical Control Point (CCP)
CCP dari proses produksi ikan teri kering terletak pada proses pendidihan/perebusan
dan pemilahan akhir.
Bahaya potensial yang terjadi pada proses perebusan adalah kontaminasi mikroba
dikarenakan suhu proses pendidihan yang tidak tepat (standar: 100-105°C selama 3-5
menit).
- Jika suhu yang digunakan kurang dari 100 oC, itu akan menyebabkan
pertumbuhan bakteri patogen, terutama Listeria monocytogenesis (patogen ini
dapat menyebabkan penyakit bawaan makanan listeria (listeriosis)).
- - Jika suhu meningkat melebihi 105°C, produk mungkin menjadi lembek dan
rapuh.Tindakan pengendalian yang tepat untuk proses ini adalah suhu dan durasi
dalam satuan jam.
Mengendalikan ini dilakukan untuk setiap batch.
16
Menentukan Critical Control Point (CCP)

Dalam proses pemilahan akhir, ada bahaya yang signifikan dalam bentuk
kontaminasi asing terhadap produk. Kontaminan asing dapat ditemukan
sebagai serpihan logam dll. Jika ada proses yang tidak konsisten dalamproses
sortasi akhir, maka harus diulangi oleh operator sortir. Penyortiran pengawas
bertanggung jawab untuk memeriksa produk yang diurutkan dengan
menganalisis sampel. Ikan teri kering diurutkan berdasarkan putih -papan
berwarna untuk dengan mudah menemukan dan menghilangkan kontaminasi.

17
Analisis Bahaya
Tim HACCP harus dapat menganalisis kemungkinan terjadinya bahaya dan tingkat
kebahayaan tersebut yang mana dapat mempengaruhi efek pada kesehatan konsumen
maupun reputasi dari perusahaan itu sendiri. Hasil dari tiap identifikasi akan menentukan
perlakuan control pada setiap kemungkinan terjadi bahaya tersebut. Produk ikan kering
masuk ke dalam kategori bahaya tingkat E atau dapat dikatakan rendah. Tingkat E
didefinisikan pada setiap kebahayaan yang mungkin terjadi pada proses distribusi oleh
konsumen. Bahaya yang paling potensial dapat muncul pada proses distribusi yang biasanya
disebabkan karena suhu penyimpanan yang tidak tepat yaitu sekitar -10 C. adanya kesalahan
pada suhu ini dapat mempengaruhi kesegaran dari produk dan tingkat kadaluarsa produk itu
sendiri. Penyimpanan yang tidak tepat dapat mengurangi waktu kadaluarsa dan
meningkatkan level degradasi saat produk sampai di tangan konsumen.

18
Titik kritis yang harus dikontrol adalah pada proses boiling dan final sorting. Pada saat boiling bahan
berbahaya yang diawasi adalah Listeria monocytogenes dengan titik kritisnya adalah titik didih tidak kurang
dari 100oC, hal hal yang harus dimonitor berupa suhu dan waktu yang dibutuhkan untuk mendidih, dimonitor
setiap 1 jam pada boiling panel. Apabila suhu dan waktu tidakbsesuai dengan standar, maka setiap batch hasil
produksi harus diulang kembali.
Pada saat final sorting yang harus dikontrol adalah bahan kontaminan asing dan residu dari ikan jenis lain.
Untuk bahan kontaminan asing dimonitor secara berkala selama proses berlangsung pada ruang penilaian
akhir, dan untuk residu dari ikan jenis lain dimonitor setiap batch produksi pada ruang pengemasan. Apabila
ditemukan kontaminan asing ataupun residu dari ikan jenis lain, maka produk yang terdapat kedua bahan
tersebut dikeluarkan.

19
Menetapkan batas kritis, menentukan prosedur pemantauan,
dan menetapkan tindakan koreksi

◉ Batas Critical Control Point (CCP) dari produk teri kering dijelaskan secara rinci untuk
setiap CCP.
◉ Suhu dan kontaminan adalah faktor utama yang secara signifikan mempengaruhi
kualitas dan keamanan produk.
◉ Pemantauan dilakukan dengan menggunakan aturan 4W + 1H ( What, Where, Who,
When (Frekuensi), dan How). Waktu untuk mencapai suhu mendidih dipantau
menggunakan kontrol suhu dan pengukuran suhu menggunakan termometer.
◉ Setiap kontaminan harus didokumentasikan sebagai bukti untuk pemasok ikan teri.
◉ Batas kritis proses pendidihan adalah 100-105˚ C dan batas kritis proses penyortiran
akhir adalah produk bebas dari kontaminan, dll.

20
◉ Jika ada ketidaksesuaian dalam proses, misalnya deviasi suhu
mendidih, operator harus diberitahu untuk melakukan
penyesuaian segera.
◉ Jika ketidaksesuaian terjadi dalam proses pemilahan akhir,
pengawas sortir harus melakukan penyortiran sampai produk
bebas dari kontaminan.
◉ Batas penentuan produk ikan teri kering, penentuan prosedur
pemantauan, dan tindakan koreksi ditunjukkan pada Tabel 3.

21
Menetapkan Prosedur Proses Verifikasi HACCP

◉ Verifikasi internal dilakukan oleh ketua im keamanan pangan


setiap 6 bulan. Verifikasi dilakukan dengan memeriksa
kesesuaian antara buku panduan dan kondisi sebenarnya di
lapangan.

◉ Verifikasi ekternal dilakukan oleh pihak berwenang, atau


lembaga sertifikasi sistem HACCP dalam setahun.

22
Menetapkan Dokumentasi dan Pencatatan yang Tepat
◉ Dokumentasi pengolahan produk ikan teri kering mencakup
setiap komentar tentang CCP, batas kritis, catatan
pemantauan, tindakan koreksi yang dilakukan sebagai
tanggapan atas ketidaksesuaian yang terjadi dan komentar
tentang proses verifikasi.

◉ Dokumentasi dilakukan dalam proses pemantauan. Data


dokumentasi diperlihatkan kepada inspektur keamanan
pangan sementara perusahaan menjalani audit eksternal. Data
ini juga dapat digunakan oleh operator untuk mengawasi
proses implementasi HACCP.

23
THANKS!
Any questions?

24

Anda mungkin juga menyukai