Anda di halaman 1dari 13

26 Oktober 1900 - 26 Februari 1969

Siapakah Rahmah Al Yunusiah ?

Rahma El-Yunusiah, seorang tokoh pendidikan dan


perjuangan Islam wanita dari Sumatra Barat. Beliau
lahir, tepatnya di Padang Panjang pada tanggal 29
Desember 1900 dan wafat pada 26 Februari 1969 di
tempat yang sama pula

Beliau lah pendiri Madrasah Diniyah Putri Padang


Panjang (Sumatra Barat) yang merupakan perguruan
tinggi wanita Islam pertama di Indonesia, dan pelopor
berdirinya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Sumatra
Barat.
PENDIDIKAN BELIAU :

Riwayat pendidikannya dimulai dari belajar pada ayahnya. Namun,


hal ini hanya berlangsung sebentar karena ayahnya meninggal saat ia
masih kecil. Ayah beliau seoarang Ulama besar seorang Kadi di Pandai
Sikat. Ia belajar dalam bimbingan kakak-kakaknya. Salah satu kakaknya
merupakan Ulama besar Minang sangat mempengaruhi pemikirannya,
yaitu Zaenuddin Labay.

Selain berguru pada kakaknya , Rahmah juga berguru kepada Haji


Rasul, Ayahanda Hamka. Pada tahun 1918, jauh sebelum Rahmah
mendirikan sekolah khusus perempuan, ia sering ikut belajar di surau
tempat Haji Rasul atau Abdul Karim Amarullah mengajar.

3
MENDIRIKAN SEKOLAH

Di sekolah milik kakaknya, Rahmah


menangkap ketidaksetaraan. Diskusi kelas
didominasi para lelaki; guru yang semuanya
Mendirikan
laki-laki dan murid yang sebagian besar juga
laki-laki. Sekolah

Murid perempuan kesulitan mendapatkan


penjelasan agama secara mendalam tentang
fikih yang berkaitan dengan perempuan.
Selain karena tidak dibahas oleh para guru,
murid perempuan pun malu bertanya
4
Ia lalu berpikir untuk mendirikan sekolah Isla
khusus perempuan. Tujuannya agar perempu
lebih leluasa belajar, dan lebih percaya diri
mengungkapkan segala pertanyaan serta ras
penasaran mereka tanpa perlu malu dan mera
rendah diri

Tepat 1 November 1923,


ketika usianya 23 tahun,
Rahmah mendirikan
Madrasah Diniyah li al-Banat
atau Diniyah School Putri.
Muridnya 71 orang,
Th dan
sebagian besar merupakan
5 kelompok ibu muda.
Leadership
actions

Performance
measures

People practices

Vision, purpose,
and strategy
Rahmah biasanya tak sendirian. Ia kerap datang bersama tiga sahabatnya, yakni Rasuna
Structure
Said, Nasinah, dan Upik Japang. Di antara mereka berempat, ia tampak sebagai
pemimpinnya.
Competitive ( Ketika belajar dengan Haji Rasul, Ayahanda Buya Hamka)
context

“Boleh dikatakan bahwa sebelum itu, belumlah ada kaum perempuan yang belajar agama
nahwu dan sharaf, fiqih, dan ushul-nya. Sebelum itu, kaum perempuan baru belajar dalam
pengajian umum, mendengar tabligh [ceramah] guru-guru,”
tulis Hamka.
Bagi Rahmah, perempuan adalah pendidik
anak yang akan mengendalikan jalur
kehidupan mereka selanjutnya. Maka
perlu ada upaya untuk meningkatkan
kemampuan kaum perempuan, baik di
bidang intelektual maupun kepribadian.

Namun, Rahmah masih meyakini bahwa


peran-peran domestik tak bisa dilepaskan
dari perempuan.
Ia memasukkan keterampilan rumah
tangga ke dalam kurikulum sekolahnya,
seperti memasak dan menjahit.

7
Pada 1928, Diniyah Putri
memiliki 200 murid, lalu
bertambah menjadi dua kali
lipat pada 1935.

Tahun 1955, para petinggi


Universitas Al-Azhar, Mesir,
datang ke Padang dan
menyempatkan berkunjung ke
Sekolah Diniyyah Putri milik
Rahmah. Mereka terkagum-
kagum melihat ide dan upaya
yang dilakukannya. Para
petinggi universitas tersebut
mengakui bahwa Al-Azhar dan
Mesir pada umumnya, masih
tertinggal jauh dari sekolah yang
digagas oleh Rahmah.
Dua tahun kemudian, Rahmah diundang ke Mesir. Ia
mendapat gelar kehormatan “Syehkhah” dan menjadi
perempuan pertama yang mendapatkan gelar itu dari
Al-Azhar. Kedatangan Rahmah dan cerita soal
Sekolah Diniyyah menginspirasi Al-Azhar untuk
membuka Kulliyatul Lil Banat—fakultas khusus untuk
perempuan yang direalisasikan pada 1962.
Ketika kembali ke Indonesia, Rahmah yang
sebelumnya dimasukkan oleh Sukarno ke dalam
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI), merasa kecewa terhadap pemimpin
republik itu. Ia menilai Sukarno terlalu
dekat dengan Partai Komunis
Indonesia (PKI).
Ketika Syafruddin Prawiranegara membentuk Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Bukittinggi pada 1958,
Rahmah ikut mendukungnya. Gerakan ini lahir karena PRRI merasa
sudah tidak sejalan lagi dengan Sukarno, sehingga menuntut otonomi
daerah yang lebih luas. Sukarno menganggapnya sebagai tindakan
pemberontakan dan harus ditumpas.

Akibatnya, Rahmah dan rekan-rekannya harus menghindari kejaran


tentara republik. Mereka keluar masuk desa dan bersembunyi di
daerah pedalaman. Namun, ia akhirnya tertangkap pada 1961.

.
Tiga tahun kemudian, Rahmah divonis menderita kanker payudara
dan sempat dirawat di Rumah Sakit Pirngadi, Medan. Ia bertahan
selama lima tahun dan tutup usia pada 26 Februari 1969.

Anda mungkin juga menyukai