Anda di halaman 1dari 16

ANALISA PEMIKIRAN ABDURROHMAN MAS’UD TENTANG FORMAT PENDIDIKAN NON-DIKOTOMIK

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM

A. PENDAHULUAN

Dalam berbagai buku dan pembicaraan sehari-hari, seringkali istilah pengetahuan umum dan
pengetahuan agama memusingkan kepala. Dari istilah tersebut lahir pula istilah lain, seperti
sekolah umum dan sekolah agama; pengkategorian masalah keduniaan dan agama tidak mustahil
diilhami oleh pembagian itu. 1 Dalam konteks pendidikan, Ibnu Qayyim 2 mengatakan bahwa
hakikat dari tujuan pendidikan adalah menjaga fitrah 3 manusia dan melindungan agar tidak jatuh
dalam penyimpangan serta mewujudkan dalam dirinya untuk penghambaan (ubudiyah) kepada
Allah. Pada kesempatan ini penulis akan mengkaji pemikiran pendidikan Abdurrahman Mas’ud
yang pada intinya memaparkan tentang Format Pendidikan Non-Dikotomik (Humanisme
Religious Sebagai Paradigma Pendidikan Islam), yang artinya tidak ada pemisahan antara ilmu
agama dan ilmu umum. Tampaknya, ia ingin mengkompromikan antara pendidikan yang
dilaksanakan di barat, dimana pendidikannya lebih mementingkan aspek pengetahuan sehingga
anak didiknya semakin jauh dari agama. Sedangkan dalam pendidikan Timur lebih banyak
menekankan pada aspek religius.Pendidikan yang berorientasi humanisme religius sesuai dengan
sabda Nabi,

    ‫َمنْ َأ َرادَ ال ُّد ْن َيا َف َعلَ ْي ِه باِلع ِْل ِم َو َمنْ َأ َرا َد اآلخ َِر َة َف َعلَ ْي ِه باِلع ِْل ِم َو َمنْ َأ َرا َد ُه َما َف َعلَ ْي ِه باِلع ِْل ِم‬

“Barang siapa menginginkan kehidupan dunia adalah dengan ilmu, barang siapa yang
menginginkan kehidupan akhirat dengan ilmu, dan barang siapa yang menginginkan dunia
akhirat dengan ilmu.”

B. Biografi Abdurrahman Mas’ud

Abdurrahman Mas’ud dilahirkan di Kudus, 16 April 1960. Pak Rahman, begitu sapaan
akrabnya, adalah dosen IAIN Walisongo Semarang. Ayah Beliau bernama H. Mas’ud
bin KH. Irsyad. Haji Irsyad dikenal sebagai seorang kiai yang ampuh alam
bidang ilmu tauhid dengan pondok pesantrnya yang diberi Nama Roudlatul
muta’alimin dijagalan Kudus. Sekarang pondok itu diasuh oleh paman
Abdurrahman Mas’ud yang bernama KH. Ma’ruf Irsyad sekaligus sebagai
Ro’is Syuriah NU Kabupaten Kudus. Haji Mas’ud adalah seorang santri yang
berkiprah di bidang tekstil dan sangat sukses. Ibu beliau bernama Hj.
Chumaidah binti H. Amir Hadi. “Dur” begitu ia akrab disapa di waktu kecil
dan ia adalah anak pertama dari keluarga H. Mas’ud.
Situasi dan tradisi lingkungan pesantren di mana Pak Rahman dilahirkan
pada tanggal 16 April 1960 di Desa Damaran Kabupaten Kudus Jawa Tengah
dimana sangat erat dengan kegiatan religius. Di samping itu dengan
1
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet. II (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1994),5
2
Hasan bin Ali Hasan al-Hijazi, Manhaj Tarbiyah Ibnu Qayyim, Cet. I (Jakarta:
Pustaka al-Kautsar, 2001), 83
3
Fitrah adalah sebagai suatu yang suci yang sesuai dengan asal kejadian alam dan
manusia, ketika asal mula pertama diciptakan Tuhan. Dawam Raharjo, Ensiklopedi
al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci (Jakarta: Paramadina, 1996),59

1
lingkungan yang sudah padat dengan rumah-rumah penduduk dan
mata pencaharian mereka yang mayoritas pengusaha konfeksi atau sejenis
industri rumah tangga seperti bordir dan tenun tangan atau non-mesin. Karena
itulah suasan kehidupan di kawasan Damaran, 4 yang penuh dengan Susana
kerja. Bila kita menelusuri gang-gang, baik pada pagi maupun sore hari,
suasana kawasan ini tampak lenggang, kecuali suara mesin jahit yang
5
bersahut-sahutan dan berirama tanpa putus

Suara kerja tersebut akan berubah total ketika malam tiba, terutama
antara waktu magrib dan isya’. Pada saat seperti inilah semua warga
masyarakat Damaran mengaji. Bagi mereka yang tidak mengaji, tidak
membuat gaduh. Semua radio, tape dan televisi pada jam-jam tersebut
dimatikan. Jika pada saat yang demikian ada orang yang keluar rumah,
apalagi duduk bersantai, akan segera diperingatkan oleh orang tua mereka.
Orang akan menganggap bahwa duduk bersantai atau keluar rumah tanpa
tujuan yang jelas pada jam-jam pengajian itu dianggap tabu atau “saru”.
Sehingga apabila dilihat dari sosio-historis sebagaimana di atas tentu
mempunyai pengaruh pada pola pikir Pak Rahman yang tidak terlepas dari
tradisi pesantren yang mana mencari ilmu merupakan sesuatu yang sangat
ditentukan.
Di samping faktor tersebut di atas pengaruh kedua orang tua atau bisa
disebut lingkungan keluarga, juga merupakan komponen yang sangat penting.
Haji Mas’ud adalah seorang ayah yang sangat peduli terhadap pendidikan
agama bagi anaknya. Ayahnya sangat rajin menghadiri pengajian, bahkan Pak
Rahman di waktu kecil pernah diajak ayahnya ke Rembang untuk menghadiri
pengajian bersama K.H. M. Sya’roni Ahmadi, padahal jarak antara Kudus- Rembang cukup jauh atau
hampir dua jam bila ditempuh dengan mobil
pribadi.
Sikap apresiatif haji Mas’ud ini juga diwujudkan dengan mendorong
Abdurrahman untuk di sekolah di Raudlatul Athfal Banat Kudus dan
selanjutnya meneruskan di Qudsiyyah selama 12 tahun lulus tahun 1980.
Setelah itu ia melanjutkan di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan mengambil
Fakultas Tarbiyah, yang sekarang menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6

Pak Rahman juga memanfaatkan media radio dan buku. Melalui media
tersebut Rahman dapat mengetahi informasi baik di dalam maupun di luar
negeri. Pengalaman seperti ini telah dimulainya sejak kelas I Tsanawiyah. Hal
ini tidak hanya diikutinya dengan fasilitas media yang berbahasa Indonesia,

4
Menurut cerita kata “Damaran” berasal dari kata damar yang berarti lamapu, desa ini
dikatakan Damaran karena pada zaman Wali dulu pernah para murid yang tinggal di desa ini ketika
hendak bersuci pada malam hari memerlukan damar karena tempat bersucinya cukup jauh dan harus
jalan kaki. Tempat suci tersebut sekarang dinamakan kampung “Sucen”, yang berarti tempat bersuci.
Kampung Sucen ini terletak disebelah timur-laut Masjid Menara, sementara desa Damaran berada
disebelah baratnya. Radjasa Mu’tasim dan Abdul munir Mulkhan, Bisnis Kaum Sufi: Study Tarekat
Dalam Masyarakat Industri, Cet.I., (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 64-65.
5
Ibid, hlm. 56-57.
6
Abdurrahman Mas’ud, Antologi Studi Agama dan Pendidikan, (Semarang: Aneka Ilmu,
2004) yang ditulis pada sampul belakang.

2
namun juga media radio dan buku yang berbahas Inggris. 7 Kedua media inilah
yang merupakan pendorong keinginan besar Pak Rahman untuk mengetahui
berbagai pemikiran yang berkembang di luar tradisinya. Dari sinilah
pemikiran Pak Rahman mulai terbuka untuk lebih meningkatkan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan secara luas, di luar pengetahuan
keagamaan yang dipelajari di pesantren keluarganya sendiri.
Faktor sosio-historis Pak Rahman tidak hanya mempengaruhi pandangannya terhadap pendidikan
Islam, tetapi juga menjadikan ia sebagai
seorang pemikir yang dapat memahami wacana tradisionalitas dan
modernitas.

Pandangan Pak Rahman terhadap pendidikan Islam tradisional


sebagaimana di lingkungan pesantren merupakan konsekuwensi logis untuk dapat dilanjutkan
sebagaimana pondok pesantren yang ditinggalkan kakeknya.
Model pendidikan pesantren yang dibentuk di lingkungan keluarganya, telah
berhasil dibela secara akademis. Hal ini terbukti bahwa dalam disertasinya
dengan menggunakan bahasa Inggris yang berjudul “The Pesantren Architects
and Their Sosio Relegious Teaching”, disertasi S-3, UCLA, AS, 1997, yang
tidak hanya dibaca oleh komunitas pesantren sendiri, tetapi juga dapat dibaca
oleh komunitas non-pesantren termasuk masyarakat Barat, atau para akademis
di luar negeri.
Namun Pak Rahman juga menerima budaya Barat. Ia berpendapat
bahwa para pelajar Islam zaman sekarang perlunya untuk belajar ke-Barat
guna untuk mengambil “permata” yang sementara ini telah dipinjam oleh
dunia Barat dan ia juga mendukung sekali adanya dialog antara Islam-Barat
untuk menghadapi globalisasi sekarang ini. 8

Setelah kuliah di Amerika yang lebih mengedepankan aspek rasional dan kebebasan berpikir
menjadikannya mencari akar permasalahan, kemunduran pendidikan Islam yang pada dasawarsa
sebelumnya merupakan puncak tertinggi peradaban di dunia. Ronald A. Lukens-Bull mengatakan
bahwa pengaruh pemikiran Pauolo Freire secara tidak langsung mempengaruhi terhadap pemikiran
Abdurrahman atau bahkan gabungan yang sangat besar. Di samping itu, gagasan Nurcholis Majid
tampaknya juga mempengaruhi pemikiran Abdurrahman Mas’ud tentang sekularisasi 9

Di samping faktor sosio-historis, pemikran Pak Rahman juga


dipengaruhi oleh faktor “sosio-politik”, karena keterlibatannya dalam struktur
organisasi seperti di PMII Cabang Ciputat Jakarta dan NU (LAKPESDAM di
Jakarta). Sebagai pemuda yang sudah terbiasa dengan bacaan dan pemberitaan
yang berkaitan dengan pemikiran di luar komunitasnya, Pak Rahman tampak
7
Media yang sering didengarkan Pak Rahman adalah pertama radio Australia dan BBC dari
London yang disiarkan bekerjasama dengan radio Indonesia. Kalau pada saat ini yang sering
bekerjasama dengan radio BBC adalah El-Sinta Jakarta, Kedua, buku di antara buku-buku yang biasa
dibaca Pak Rahman adalah buku-buku yang berasal dari Australia yaitu majalah Kang Guru Radio
English sedang kantornya ada di Bali Indonesia yang ia ikuti secara tuntas sejak kelas satu MTs, ketiga
televisi sedang acara televisi yang sering diikuti oleh Pak Rahman yaitu TVRI yang diasuh oleh Arif
Rahman di Tahun 1970-an. “Mengenal Lebih Dekat Prof. H. Abdurrahman Mas’ud M. A., Ph. D.”
dalam Membuka Lembaran Baru Dialog Islam-Barat Telaah Teologis-Historis yang ditulis oleh M.
Rikza Chamami dan Eko Budi Utomo, 20 Maret 2004, hlm. 55-56.
8
Pendapat beliau ini bisa ditemukan di dalam buku pidato pengukuhannya sebagai Guru
Besar di bidang Sejarah dan Kebudayaan Islam, Ibid, hlm 13.
9
Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan, xiii.

3
konsisten mengikuti akar tradisinya dan pemikiran-pemikiran baru secara
rasional dan proporsional. Sehingga walaupun Pak Rahman komitmen dengan
tradisi yang dibentuknya, dalam pemikirannya, ia tetap obyektif dan tidak
memihak.
Pola pemikiran Pak Rahman saat ini dapat dibuktikan dari cara
pandangnya ketika masih dalam komunitasnya, yaitu tidak taqlid begitu saja
pada doktrin ajaran pesantren dan NU yang mempengaruhinya, misalnya,
dalam menghadapi Muhammadiyah, Pak Rahman sangat moderat, walaupun
anrtar NU dan Muhammadiyah terdapat perbedaan prinsip dan pemahaman dalam
menginterpretasikan al-Qur’an dan al-Hadits. Namun demikian, Pak
Rahman masih tetap berada dalam ruang lingkup sosio-politik tradisi yang
membangun pola pikirnya, seperti penghormatan yang ditujukan pada seorang
pemimpin, tokoh masyarakat, dan seorang kyai karena kharisma dan
penguasaan kailmuan mereka. Walaupun masih tetap mengikuti tradisi seperti
ini, Pak Rahman tidak meninggalkan kritisisme seperti yang berkembang di
Barat untuk membangun tradisi berupa kesadaran keilmuan dan intelektual.
Oleh karena itu Pak Rahman tidak menjauhinya. Karena dengan
konsistensinya pada tradisi yang dipertahankan, akan membudahkan peluang
Pak Rahman untuk mengadakan perubahan dari dalam dan menawarkan
interpresentasi-interpretasi baru dari sebuah wacana yang berkembang dalam
sebuah kultur yang mempengaruhinya.
Keterpanggilan memperbaharui akar tradisi sendiri itulah yang
mendorong Pak Rahman untuk memperdalam studi Islam. oleh karena itu ia
mengkonsentrasikan wilayah belajarnya dalam bidang pemikiran Islam
kehususnya sejarah peradaban Islam. Namun sebagaimana yang diakuinya,
studi pada Islamic Studies di Amerikan adalah tidak terlepas dari dorongan
kedua orang tuanya yang gethol dalam mendidik anak-anaknya.

Sebelum menjadi dosen IAIN Walisongo Semarang, ia sempat mengajar di IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta (1984-1988). Gelar doktor diraihnya dari Universitas California, Los Angeles,
USA (1997), dengan beasiswa fullbright. Selama kuliah S-3 di Amerika, ia pernah menjadi ketua ICMI
Los Angeles (1992-1995) dan editor OASE, sebuah buletin keagamaan untuk komunitas muslim di
Los Angeles (1994-1996), serta menjadi pembimbing kegiatan pengajian komunitas muslim di Los
Angeles.10Kembali dari Amerika (Januari 1997) dengan menyandang gelar doktor dalam Islamic
Studies (Interdepentemental Studies UCLA), Rahman diberi amanat untuk menjabat wakil Direktur
Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang (1997-1999), pada tahun 1999-2000 ia men-jabat pusat
kepala penelitian (Puslit) dan Direktur Walisongo Research Institute (WRI) IAIN Walisongo Semarang.
Pada tahun yang sama Rahman dipercaya untuk menjadi konsultan Basic Educational Project (BEP)
dan Semarang Institute for Moslem Educational Studies (SIMES). Kemudian, pada September 2000,
Rahman mendapatkan kepercayaan memegang jabatan program Pascasarjana. Selain mengajar di
program Pascasarjana di IAIN Walisongo Semarang, ia juga banyak mengajar di berbagai program
pascasarjana, antara lain MM-UNDIP Semarang, Magister Akuntansi UNDIP, Program Pascasarjana
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Pascasarjana UNISMA Malang, dan Program Pascasarjana Universitas
Islam Indonesia (UII) Yogyakarta 11. Tidak mengherankan jika di dunia Barat, terlebih-lebih di Amerika,
terlihat semakin jauh dari spirit religius. Terlebih istilah “Tuhan telah mati (God is dead) sudah

10
Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik: Humanisme
Religius Sebagai Paradigma Pendidikan Islam (Yogyakarta: Gema Media), 234.
11
ibid

4
demikian populer. Seorang tokoh terkemuka, Tomas Jeferson (1743-1826) mengatakan bahwa
agama sebagai masalah pribadi sedangkan sekolah merupakan masalah publik, maka kedua
kehidupan yang berbeda ini tidak boleh dicampuradukkan.

Sebagaimana diketahui, Abdurrahman Mas’ud adalah seorang santri Tebuireng Jombang


Jawa Timur, sehingga dalam beberapa cara pemikiran Abdurrahman Mas’ud melanjutkan tradisi
pesantren yang mengambil apa yang baru yang lebih baik dan merumuskan tradisi masa lalu yang
baik12 Tidak mengherankan jika di dunia Barat, terlebih-lebih di Amerika, terlihat semakin jauh dari
spirit religius. Terlebih istilah “Tuhan telah mati (God is dead) sudah demikian populer. Seorang
tokoh terkemuka, Thomas Jefferson (1743-1826) mengatakan bahwa agama sebagai masalah pribadi
sedangkan sekolah merupakan masalah publik, maka kedua kehidupan yang berbeda ini tidak boleh
dicampuradukkan13

C. Karya-karya Ilmiah Abdurrahman Mas’ud


Sebagai seorang guru besar di bidang Ilmu Sejarah dan Kebudayaan
Islam, Abdurrahman Mas’ud telah menghasilkan banyak karya-karya ilmiah.
Karya-karya beliau berada dalam bentuk buku, artikel-artikel, hasil-hasil
penelitian dan makalah. Abdurrahman Mas’ud telah mampu menyampaikan
gagasan-gagasan pemikirannya dengan diperkuat hasil-hasil penelitiannya
yang diramu secara baik sehingga menghasilkan tulisan-tulisan yang diperkaya
referensi studi studi pemikiran Islam. Di samping itu, tulisannya banyak juga
yang dimuat di Majalah, Koran maupun dalam Jurnal baik Nasional maupun International.

Sebagian besar karya-karyanya disesuaikan dengan disiplin


keilmuannya, yaitu mengenai studi pemikiran Islam. Hasil karya Abdurrahman Mas’ud yang pernah
diterbitkan dalam bentuk buku diantaranya adalah sebagai berikut:
1. “Inteletual pesantren: Perhelatan agama Dan Tradisi, yang diterbitkan Lkis
Yogyakarta, Februari 2004.14 Karya beliau ini terjamahan dari “The Pesantren Architects and Their
Sosio Religious Teaching”, disertasi S-3,
UCLA, AS. 1997, (disertasi yang disusun di Amerika dalam rangka
memeproleh gelar Ph.D.)”.
2. “Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik: Humanisme Religius
sebagai Paradigma Pendidikan Islam”, Gama Media, Yogyakarta, 2002.15
3. “Menuju Paradigma Humanis”, diterbitkan oelh Gama Media,
Yaogyakarta, November 2003.
4. “Membuka Lembaran Baru Dialog Islam-Barat: Telaah Teologis-Historis,
buku saku yang merupakan rangkaian dari pidato pengukuhannya sebagai
Guru Besar di bidang Ilmu Sejarah dan Kebudayaan Islam, 20 Maret 2004”.
5. “Antologi Studi Agama dan Pendidikan”, di terbitkan oleh CV. Aneka Ilmu,
Semarang, September 2004.

12
Ibid ibid xiii
13
Isma’il SM., et.al (eds.), Paradigma Pendidikan Islam, Cet. I (Semarang: Pustaka
Belajar & Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2001), 3-4
14
Karya ini telah diresensi oleh Farid Bani Adam, “Melacak Para Master Dunia Pesantren”,
Edukasi Ajang pergulatan Mahasiswa, edisi XXIX, Th. XI/VI/2004, hlm. 84
15
Diresensi oleh Sugiyanto, “Dikotomi, Penyebab Kemandegan Islam”, Jurnal Edukasi
Pendidikan Islam Liberal, Colum I, Th.X/Desember, 2002, hlm. 161.

5
Disamping itu, masih banyak karya-karya beliau yang dimuat dalam
bentuk buku yang dirangkum dan disertai dengan karya-karya ide pokok
para tokoh yang lainnya. Hasil karya-karya tersebut diantaranya:
1. “Pesantren dan Walisongo Sebuah Interaksi Dalam Dunia Pendidikan”
dalam “Islam dan Kebudayaan Jawa”, pusat Kajian Islam dan Budaya Jawa
IAIN Walisongo Semarang bekerja sama dengan Gama Media, Yogyakarta,
2000, (Editor) Drs. H.M. Darori Amin, M.A.

2. “Reformasi Menuju Masyarakat Madani”, Pendidikan Agama dalam Ismail


S.M., dan Abdul Mu’thi (Editor), “Pendidikan Islam; Demokratisasi dan
Masyarakat Madani” Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
bekerjasama denga pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000.
3. “Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam”, dalam “Paradigma
Pendidikan Islam”, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001.
4. “Sejarah dan Budaya Pesantren dan Tradisi Learning pada Era Pra
Madrasah” dalam “Dinamika Pesantren dan Madrasah”, Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo bekerja sama denga Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002.
(Editor) Isma’il SM, Nurul Huda, dan Abdul Khaliq.
5. “Agama dan Prilaku Politisi dalam Proses Pilkada”, dalam Pilkada di Era
Otonomi, Buku bunga Rampai bersama sama dengan Darmanto Jatman,
dkk, diterbitkan oleh Aneka Ilmu tahun 2003.
Sedangkan karya-karya beliau yang ditulis dalam jurnal antara lain:
1. “The Transmission Of Knowledge in Medieval Cairo”, (Book Review),
Jusur, UCLA, January 1993, pp. 117-121.
2. “The Islamic Quesst: A Fascinating Account of Muslim Thirst for
Knowledge”, Al-Thalib, MSA UCLA News Magazine, March 1993,
pp.12,14.
3. MISI (Muslim Intellectual Society of Indonesia/ICMI) Project on Human
Resources Development For Indonesian Studients In the USA, 1994-1996.
4. “Sunnism and Orthodoxy In the Eyes Of Modern Scholars”, PROGNOSA,
Monthly Magazine In Indonesia. “Jentera Times, Monthly Magazine In Los
Angeles, September 1996, pp.22-23.”
5. “Ulama’ and Muslim Intellectual In Indonesia”. Jentera Times, Monthly
Magazine In Los Angeles, September 1996, pp. 22-23.
6. “Nawawi Al-Bantani An Intellectual Master Of The Pesantren Tradition”
Studia Islamika 3, No.3, Jakarta, November 1996, hlm. 81-114

7. “Asal-usul Pemikiran Sunni: Sebuah Catatan Awal”, Suara Umat, Vol.1.,


No.2, Desember 1997, hlm. 53-56.
8. “Why The Pesantren In Indonesia Remains Unique And Stronger”,
disampaikan dalam International Seminar On Islamic Studies In The Asean:
history, Approaches, and future Trens. Seminar ini dilaksanakan pada
tanggal 25-28 juni 1998 oleh College Of Islamic Studies PSU Pattani.
9. “Mahfudz Al-Tirmizi: An Intellectual Biography” Studies Islamika, No.3,
Jakarta, November 1998, hlm. 106-118.
10. “The Da’wa Islamiyya in Medieval Java, Indonesia,” Ihya’ Ulum al-Din
International Journal, Number 01, Vol.1., 1999, pp.25-52.
11. “Etika Profesi dalam Menghadapi Perubahan Millennium”dalam Journal

6
bima Suci, No.11., hlm. 73-77, BAPPEDA Tingkat I Jawa Tengah, Tahun
2000.
12. “Reward And Punishment In Islamic Education”, Ihya’ Ulum al-Din
International Jounal number 1, Vol.1., 2000, pp.94, Pasca Sarjana IAIN
Walisongo Semarang.
13. “Tarekat dan Modernitas; Perspektif Pendidikan Islam” dalam Journal
Religia, Volume 3, No.2, hlm. 31-36, STAIN Pekalongan, Juni 2000.
14. “Khalil Bangkalan (1819-1925 a.d): An Intellectual Biography”
International Journal Ihya’ Ulum al-Din, Volume 2, hlm157-170, Pasca
Sarjana IAIN Walisongo Semarang, Desember 2000.
15. “Humanisme Religius sebagai Paradigma Pendidikan Islam” dalam
Journal Penelitian IAIN Walisongo Semarang, Edisi 17, hlm. 17, hlm.92-
106, Pusat Penelitian IAIN Walisongo Semarang, tahun 2001.
16. “Diskursus Pendidikan Islam Liberal” dalam jurnal “Edukasi” Vol.1, Th.
X/Desember/2002. Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2002.
Selain beberapa buku dan journal yang dihasilkan dari pemikirannya,
Abdurrahman Mas’ud juga gemar menulis beberapa makalah yang disampaikan dalam berbagai
seminar baik regional maupun nasional serta
dalam lokakarya. Makalah-makalah tersebut antara lain:
1. “Muslim Education Before The Establishment of The Madrasa”, Seminar
Midle East Studies Association of North America (MESA) di North
California AS, tahun 11-14 september 1993.
2. “Moslem Secholarship: Between Challenges and Prospect,” seminar San
Fransisco, AS, 3 Juni 1995.
3. “Why The Pesantren In Indonesia Remins Unique And Stronger”.
disampaikan dalam seminar Pattani campus Thailand, 25-28 Juni 1998.
4. “Beberapa Catatan Sekitar Islamologi” disampaikan dalam “Diskusi
Kelompok Ilmuwan Sejarah dan Peradaban Islam”, IAIN Walisongo
Tanggal 26 Juni 1999.
5. “Beberapa Potensi dan Watak Pesantren” disampaikan dalam Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, Tanggal 19 Januari 2000.
6. “Revalitas Pendidikan Islam dalam Konteks Peradaban” disampaikan
dalam “Diskusi Kelompok Ilmuan Sejawah dan Peradaban Isalm IAIN
Walisongo Semarang” Tanggal 1 Pebruari 2000.
7. “Tantangan dan Prospek Jurusan K.I” disampaikan dalam “Seminar
Regional Fakultas Tarbiyah IAIN Walisogo Semarang” Tanggal 15
Pebruari 2000.
8. “Tarekat dan Modernitas”, disampaikan dalam Seminar Nasional tentang
“Tariqoh Mu’tabaroh” STAIN Pekalongan, Tanggal 27 Pebruari 2000.
9. “Transformasi Kebudayaan Masyarakat Kudus Menuju Terciptanya Civil
Society” disampaikan dalam seminar sehari “Membangun kebudayaan dan
peradaban Masyarakat Kudus”, Cermin, Tanggal 8 April 2000.
10. “Gerakan-gerakan Sosial Keagamaan dan Potensi Civil Society di
Indonesia”, disampaikan dalam “Loka Society di Indonesia”, WRI
Semarang, tanggal 13-14 Juni 2000.

11. “Metode Da’wah Bil Hal” disampaikan dalam “Lokakarya Da’wah


Reforamsi Pembangunan”, UNISSULA, Semarang, Tanggal 13 Juni 2000.

7
12. “Metodologi Pengajaran Agama dan Aswaja” disampaikan dalam seminar
dan Lokakarya Nasional “Pembaharuan Kurikulum PAI dan Aswaja”, alMa’arif, tgl. 14-16 Juni 2000.
13. “Psikologi Kepemimpinan” disampaikan dalam “Training of Trainer Pusat
Study Wanita IAIN Walisongo Semarang” Tanggal 14-15 Agustus 2000.
14. “Model-model Penelitian” disampaikan dalam “Pelatihan Penelitian”,
STAIN Pekalongan, Tanggal 24 Agustus 2000.
15. “Metode Pendekatan dan Pengajaran PAI di PT umum”, disampaikan
dalam “Semiloka Dosen Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum”
Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, Tanggal 4 Nopember
2000.
16. “Potret dan Peta Dunia Pesantren”disampaikan dalam “Lokakarya
Kebijakan Pendidikan Nasional Nasional dan Pesantren” WRI, Tanggal
23-25 Nopember 2000.
17. “Cros-culture Understanding” disampaikan dalam Diskusi Dosen IAIN
Walisongo Semarang, Tanggal 24 Nopember 2000.
18. “Beberapa Catatan Profesi Teknologi Kejujuran” disampaikan dalam
Seminar Nasional “Pengujian Teori Teknologi Kejuruan”, Tanggal 11-12
Maret 2001.
19. “Pendidikan Seks Dalam Islam” disampaikan dalam “Seminar sehari
Pendidikan Seks Dalam Berbagai Perspektif, UNISSULA, Semarang,
Tanggal 20 Maret 2001”]
20. “Upaya Preventif penularan Violence Berbaju Agama” disampaikan
dalam “Sarasehan Perdamaian RIBATH Pekalongan, Tanggal 26 Maret
2001”.

21. “Perspektif Tentang Komunikasi Global” disampaikan dalam “Seminar


Regional Perpustakaan UPT Perpustakaan” UNISSULA, Semarang
Tanggal 17 Mei 2001.
22. “Represi Pendidikan Islam”, disampaikan dalam Seminar Nasional
“Pendidikan Islam” STAIN Sunan Drajad, Lamongan, Tanggal 27 Mei
2001.
23. “Islam and Terorism”, Diskusi Panel dengan Prof. Ron Lukens-Bull UNF,
As Oktober 2001.
24. “The Concept Of Khalifatullah In Islam”, Seminar Round Table Discation
dengan para pakar, professor UNF AS, November 2001.
25. “Ramadan: Finding Common Ground Between Islamic and Westren
Values”, VOA Washinton DC., AS., 28 November 2001, disiarkan secara
langsung oleh INDOSIAR kamis pagi Indonesia.
26. “Inklusifisme dalam Wacana ke-Islam-an dan Kebangsaan” disampaikan
dalam “Lokakarya Pra Muktamar I PKB”, Tanggal 2-3 Juli 2003.
27. “Pengembangan Ilmu Ke-Islaman di IAIN: Sejarah dan problematikanya”,
Dipresentasikan dalam Simposium Nasional IAIN Walisongo, 11 juli
2003.
28. “Konteks Sosiologis Pendidikan Agama Islam” disampaikan dalam
“Pelatihan Penelitian Metodologi Tarbiyah”, STAIN Kudus, Tanggal 19-
31 Juli 2003.

Sedang penelitian yang pernah dilakukan oleh Pak Rahman baik


secara colektif maupun individual antara lain sebagai berikut:

8
1. “Project on Community Development And Research” The Institute For
Human Resources Development And Studies (LKPSM-NU) Jakarta, 1984-
1988.
2. “Human Resources Development For Indonesian Student In The USA”,
MISI (Muslim Intelektual Society Of Indonesia/ICMI) Project 1994-1996.
3. “Pesantren dan Kebudayaan: Kajian Ulang Tentang Peran Pesantren
Sebagai Pembentukan Kebudayaan Indonesia”, Penelitian Kolektif
bersama Prof. Abdul Djamil, MA. (dkk) dengan bantuan dari DIP IAIN
tahun Anggaran 1998-1999.
4. “Dikotomi Ilmu dan Agama: Kajian Sosio-Historis Pendidikan Islam”,
Penelitiandengan bantuan DIP IAIN tahun anggaran 1999-2000.
5. “Human Religious sebagai paradigma Pendidikan Isalm”, Penelitian
dengan bantuan DIP IAIN Tahun anggaran 2000.
6. “Islam And Humanism, When Moslem Learns From The West: A Cross
Culture Project”, Penelitian postdoc dengan beasiswa Fulbright Agustus
2001 Januari 2002 di Amerika.
7. “Kopetensi Lulusan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) dalam
pandangan masyarakat pengguna di Jawa Tengah”, Penelitian kompetitif
dosen PTAI se-Indonesia Depag RI Bersama Dr. Achmadi (dkk), Prof.
Rahman Sebagai ketua Tim, tahun 2004.

D. Pemikiran Pendidikan Islam Abdurrahman Mas’ud

Pemikiran pendidikan dalam Islam memiliki makna sentral dan berarti proses pencerdasan
secara utuh, as a whole, dalam rangka mencapai sa’adatuddarain, kebagiaan dunia akhirat, atau
keimbangan meteri dan religiuous-spiritual. Salah satu ajaran dasar Nabi adalah intelektual-isasi
total, yakni proses penyadaran kepada umat dalam pelbagai dimensi dengan mau’idhah hasanah,
wisdom atau hikmah dan excellent argumentation (wajadilhum billati hia ahsan, dalam al-Qur’an
[16]: 125 16

Berdasarkan atas karangan Abdurrahman Mas’ud tentang “Menggagas Format Pendidikan


Non-Dikotomik (Humanisme Religius Sebagai Paradigma Pendidikan Islam), dapat diketahui
bahwa tujuan pemikiran pendidikan Mas’ud adalah hubungan antara manusia dengan Tuhannya
(hablum mina-Allah) dan hubungan antara manusia dengan manusia (hablum minan-nas).
Dengan demikian, tujuan pendidikan menurutnya mengaitkan ranah dunia dan akhirat.

Konsep humanisme17 religius jika implementasikan dalam praktik dunia pendidikan Islam
akan berfokus pada akal sehat atau common sense, individualisme menuju pendidikan
pluralisme, kontekstualisme yang mementingkan fungsi dari pada simbol serta keseimbangan

16
Isma’il SM., et.al (eds.), Paradigma Pendidikan Islam, 7
17
Humanisme adalah merupakan suatu doktrin yang menekankan kepentingan-
kepentingan kemanusiaan dan ideal. Humanisme pada zaman Renaisans bersumber
dari peradaban Yunani Klasik, sedangkan humanisme modern menekankan manusia
eksklusif. Pius A. Partanto, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994), 235.

9
antara reward dan punishment. 18 Oleh karena itu, untuk mengetahui pemikiran Mas’ud tersebut,
penulis akan mengkaji lima aspek pendidikan

1. Aspek Guru

Ketika berbicara tentang aspek guru terlebih dahulu kita akan membicarakan tentang
definisi guru dalam pandangan Islam sama dengan teori Barat, pendidik dalam Islam ialah siapa
saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam, orang yang paling
bertanggung jawab tersebut adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik. 19 Dalam hal menaksir
peranan si terdidik banyak pandangan-pandangan, malah ada yang sangat ekstrem. Ada golongan
guru atau pendidik yang terlalu menaksir rendah peranan dan ada pula yang menaksir terlalu
tinggi. Mereka yang menaksir rendah menganggap bahwa sianak sama sekali tergantung
“nasibnya” kepada si pendidik. Mereka yang selalu menonjolkan diri sebagai pihak, “penolong”
atas segala-galanya terhadap anak 20Abdurrahman Mas’ud membahas tentang guru memberikan
tiga kualifikasi dasar seorang guru yaitu menguasi materi, antuasiasme, dan penuh kasih sayang
(loving) dalam mengajar dan mendidik.

Misi utama guru adalah mencerdaskan bangsa (bukan sebaliknya membodohkan


masyarakat), mempersiapkan anak didik sebagai individu yang ber-tanggung jawab dan mandiri,
bukan menjadikannya manja dan beban masyarakat. Proses pencerdasan harus berangkat dari
pandangan filosofi guru bahwa anak didik adalah individu yang memiliki beberapa kemampuan
dan keterampilan.21Dalam perspektif humanisme religius, guru tidak dibenarkan memandang
anak didik dengan sebelah mata, tidak sepenuh hati bahkan memandang rendah kemampuan
siswa sementara humanisme dalam tradisi Timur; guru sok kuasa dan menindas siswa, akibatnya
melahirkan individu yang tidak percaya, pada gurunya dan tidak memberikan respek pada guru.
Sedangkan humanisme sekuler kemampuan siswa dikem-bangkan secara optimal, tanpa
landasan, ruh agama dan moral etik sehingga berakibat lahirnya individu cerdas mandiri dan
terlalu percaya diri jauh dari nilai-nilai agama. 22Melihat fenomena tersebut seharusnya kedua
paradigma tersebut dapat saling melengkapi, penghormatan, dan keperpihakan terhadap
manusia merupakan prinsip-prinsip dasar humanisme, namun ia tidak lepas dari misinya sebagai
khalifah. Hal ini menunjukkan bahwa human-isme religius mengharuskan seorang guru
mempersiapkan anak didik dengan kasih sayang sebagai individu yang shalih, dalam arti secara
individu dan social.

2. Aspek Metode

Di sini metode tidak hanya diartikan sebagai cara mengajar dalam belajar mengajar bagi
seorang guru, tetapi dipandang sebagai upaya perbaikan komprehensif dari semua elemen
pendidikan sehingga menjadi sebuah iklim yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Ada
beberapa poin yang berhubungan dengan sikap-sikap (bagian dari metode) yang tidak
mendukung perkembangan kualitas keberagamaan anak yang biasanya ditemukan di lapangan
atau kehidupan sehari-hari. Poin-poin ini perlu dipandang sebagai commom mistakes dalam
mendidik anak.23
18
Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan, 193
19
Tafsir, Ilmu Pendidikan, 74
20
Ahmad D. Marimbah, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Cet. VIII (Bandung:
al-Ma’arif, 1989), 34.
21
Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan, 194.
22
Ibid 195
23
Poin-poin ini meliputi orang tua, sekolah, lingkungan sosial, keamanan, pemer-
intah, kaum agamawan. Ibid.,197-199

10
Masalah pendidikan selalu menjadi isu yang sangat penting, sehingga melahirkan berbagai
macam pendapat dan perdebatan mengenai arah dan orientasi pendidikan, bagaimana
pendidikan direncanakan dan dilaksanakan, dievaluasi dan seterusnya. Pendeknya, pendidikan
merupakan isu strategis yang turut menentukan kualitas sebuah bangsa. Pendidikan diharapkan
dapat bernilai sebagai proses pembelajaran, sekaligus sebagai pemberdayaan kemampuan
(ability) dan kesanggupan (capability) peserta didiknya. Serangkaian fakta yang menyangkut
beberapa elemen dalam pendidikan itu jelas merupakan metode mendidik dan menggunakan
paradigma lain, yakni memberikan, bukan mengajari cara memancing, menakutnakuti, bukan
berisi solusi; menghindari masalah bukan mendekati dan memfokuskan diri pada pemecahannya,
dan bukan mengajari bagaimana cara menggunakan kunci.

Metode guru dalam paradigma baru harus lebih menekankan pengembangan kreativitas,
penajaman hati nurani dan religiositas siswa, dan meningkatkan kepekaan sosial. Hal ini bisa
dilakukan dengan cara mengenal siswa secara lebih dekat sehingga individual treatment perlu
dilakukan. Siswa tidak harus dilakukan secara seragam. Kesulitannya tatkala guru sudah terbiasa
memperlakukan kelas dengan cara yang sama, yaitu metode kolektif atau hantam krama. 24

3. Aspek Murid

Dalam kitab kuning Ta’limul Muta’allim terdapat enam hal persyaratan bagi murid atau
pencari ilmu, yakni, modal, semangat, waktu yang memadai, petunjuk guru, keuletan
(kesabaran), dan kecerdasan. Pengamatan lebih cermat terhadap enam persyaratan itu menun-
jukkan hal yang berbeda. Islamic learning pada masa klasik jelas memperoleh pijakan ideologis
dari enam hal tersebut. Kemajuan Islamic learning agaknya belum juga terlindungi dalam sejarah
ilmu pengeta-huan dan pendidikan di manapun. Ironisnya, kemajuan barat dewasa inilah yang
justru mewarisi semangat pencarian ilmu itu—Baratlah yang selama ini berhasil melembagakan
syarat-syarat meraih ilmu bagi siswa. Tidak mengherankan jika Ta’limul Muta’allim telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh seorang orientalis Amerika, von Grunebaum, pendiri
Islamic Studies UCLA

4. Aspek Evaluasi

Secara umum selama ini evaluasi berjalan satu arah, yakni hanya elemen siswa yang
dievaluasi dengan memberi nilai ujian. Karena masalah kultural, siswa tidak memperoleh
kesempatan untuk memberi input balik kepada sekolah mengenai gurunya, apalagi mengevaluasi
gurunya. Dalam humanisme religius, siswa harus dipandang sebagai individu yang memiliki
otoritas individu pula, mampu mengambil keputusan yang didasari oleh sikap tanggung jawab
sejak dini. Dengan evaluasi sebagaimana konsep humanisme religius, baik siswa maupun guru
dipandang sebagai entitas individual yang memiliki tanggung jawab vertikal dan horizontal.
Dengan pandangan ini, baik siswa maupun guru sesungguhnya sama memiliki tanggung jawab
lebih tinggi

E. Analisa Pemikiran Abdurrohman Mas’ud

Pendidikan merupakan proses untuk mengembangkan setiap potensi manusia,


baik jasmani, rohani maupun akal menuju kesempurnaan dan kelengkapan agar menjadi
manusia sesungguhnya.25 Pada hakikatnya, keseluruhan potensi yang ada pada diri manusia yang
dikembangkan dalam proses pendidikan bertujuan agar seluruh kehidupannya dapat berjalan

24
ibid 201

11
dengan baik dan bermanfaat bagi dirinya, masyarakatnya serta bagi negaranya. Atau dengan kata
lain, agar manusia dapat memperkukuh dan memperkuat hubungan antara manusia dengan
Tuhannya (hablum minallah), manusia dengan manusia (hablum minannas) dan manusia dengan
alam (hablum minal’alam).

Sebuah gagasan dan juga konsepsi pemikiran dari Abdurrahman Mas’ud[,26 dimana di
dalamnya itu membahas dan sekaligus menawarkan format pendidikan nondikotomik. Dari
format pendidikan non-dikotomik tersebut, kemudian oleh Abdurrahaman Mas’ud diramu
dengan konsep paradigma humanisme religiusnya sebagai tawaran paradigma dalam pendidikan.

1. Lesunya Intelektualitas dalam Islam

Seperti dijelaskan oleh Abdurahman Mas’ud bahwa masih adanya public


image dimana Islamic  learning identik dengan kejumudan, kemandegan dan kemunduran.
Umat Islam juga berpikir serba dikotomis dan hitam putih, seperti Islam vis a vis non Islam,
Timur-Barat, ilmu agama versus seculer sciences. 27Pemikiran dikotomis semacam ini
merupakan cerminan  inferior compleks  bagi umat Islam, serta kehilangan jati diri dan
penghargaan diri (self-identity and self-esteem). Konsekwensi logisnya adalah terjadinya
proses marginalisasi bagi umat Islam yang semakin menjadi jadi (the marginalization of
Islamic world continues)28

Terdapat empat faktor utama penyebab kelesuan intelektualisme dalam Islam yang erat
hubungannya dengan persoalan dikotomi. Empat faktor tersebut menurut Mas’ud yaitu;

(1) proses penyempitan makna fiqh serta status faqih yang jauh berbeda dengan para pendiri
mazhab;

(2) pertentangan antara wahyu dan akal;

(3) keterpisahan antara kata dan perbuatan; dan,

(4) sekularisme dalam memandang budaya dan agama. 29

Sesungguhnya dikotomi-dikotomi dalam pendidikan yang ada selama ini, sebenarnya tidak
mendapatkan tempat dalam Islam. Karena Islam mengajarkan kesatuan antara dunia dan
akhirat, wahyu dan akal, serta agama dan sains. Pendidikan Islam tentu harus mengacu pada
ajaran dasar Islam itu sendiri yang tidak memilah-milah antara dunia dan akherat. ‘ Addunya
limajra’atil akhirah’, dimana dunia merupakan ladang penanaman untuk persiapan akherat,
25
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Ditengah Tantangan Milenium III, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2012), hal. 2.
26
Prof. Abdurrahman Mas’ud, M.A., Ph.D. Lahir di Kudus 16 April 1960 (tepat 1 hari sebelum menjelang
Kelahiran PMII di Indonesia, 17 April 1960). Beliau mendapatkan pendidikan formal pertama kalinya di
Radlatuil Athfal  NU pada usia enam tahun, tepatnya pada tahun 1966. pada tahun 1968 ia masuk di Madrasah
Qidsiyah Kudus, Ia harus berada di tingkat shifir dulu selama dua tahun dan selanjutnya baru Tingkat Dasar
(MI), Tsanawiyah dan Aliyah selama dua belas tahun (1968-1980). Setelah lulus Madrasah Aliyah, beliau
meneruskan jenjang pendidikan perkuliahan dengan mendapat gelar Dokterandes (Drs) diperoleh pada tahun
1987 di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan beliau aktif di Organisasi Ekstra kampus, yaitu Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Ciputat hingga di angkat menjadi Ketua Cabang PMII Ciputat. Di massa
kuliahnya, beliau pernah mengikuti Workshop Non-Government Organization (NGO) di Philipina selama dua
bulan pada tahun 1986.
27
Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik; Humanisme Religius sebagai
Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Gama Media, 2002).  hal. 3
28
ibid
29
Ibid,h 5

12
siapa yang menanam akan dapat’ adalah ajaran populer dalam Islam. Do’a sapu jagat yang
intinya memohon kebahagiaan dunia-akherat juga diucapkan setiap muslim diseluruh dunia. 30

Dalam konteks pendidikan Islam, dunia dalam pembahasan disini tentu memiliki spektrum
yang tidak sempit dan tidak dikotomis. Bagi Rahman segala fasilitas untuk kepentingan
pendidikan Islam, termasuk akal, alam bumi-langit dan lingkungan sekitar. 31

Dalam hal ini, Islam memandang bahwa alam adalah ciptaan Allah dan sekaligus karya
agung-Nya. Sebagai konsekuensinya dimana alam adalah pesan dan tanda-tanda Allah akan
kebenaran dan kekuasaan-Nya, dan alam merupakan wahyu Allah yang tak tertulis. 32

Dengan penjelasan tersebut di atas, sesungguhnya Rahman menghendaki kebaikan-kebaikan


manusia terhadap alam sekitar agar selalu dipelihara dan dilestarikan oleh manusia. Dengan
begitu, maka pendidikan menghendaki adanya hubungan positif bagi manusia terhadap alam
(hablum minal’alam). Karena alam adalah karya ilahi, sehingga wajib bagi manusia untuk
mencintai dan memelihara alam tersebut. Dengan begitu, maka alam memiliki makna yang
positif dan mahal, bukanlah roh jahat. Hidup di alam ini juga bukanlah sebuah siksaan bagi
manusia yang menyebabkan manusia terpuruk. Karena Allah, alam dan manusia berada
dalam domain of pure.33

Dari penjelasan tersebut di atas, sesungguhnya Rahman ingin menjelaskan tetang hakikat
pada diri manusia yang di dalam nya memiliki satu kesatuan yang utuh, yang mencakup
tentang hubungan positif antara manusia dengan Tuhannya (hablum minallah), hubungan
manusia dengan manusia (hablum munannas), dan selanjutnya hubungan manusia dengan
alam (hablum minal’alam).

2. Islam dan Kesatuan Ilmu Pengetahuan

Islam sangat melindungi dan merawat sama baiknya antara agama (wahyu) dan akal. Syari’at
Islam melindungi dengan ketat atas lima hal yang merupakan fitrah bagi manusia itu sendiri,
yakni akal, harta benda, keluarga, martabat-kehormatan, nyawa dan agama. 34

Dari sini dapat di indikasikan bahwa tidak adanya pembedaan dan dikotomi di dalam Islam
itu sendiri. Dalam konteks pendidikan Islam, idealnya harus melepaskan diri dari berbagai
pandangan dikotomis. Intinya bahwa pendidikan Islam harus memperhatikan dan
mengembangkan serta mengasah reasoning  (quwwatin natiqoh) dan kemampuan berfikir
yang dimiliki oleh manusia. Kemampuan intelektual manusia dapat melahirkan ilmu
pengetahuan, rasa malu, membedakan yang baik dan buruk serta benar dan salah, dan
mengolah dengan bijak kecenderungan positif dan negatif. 35 Pada akhirnya hal itu akan
mendorong manusia untuk mengambil keputusan dengan penuh kesadaran diri demi sesuatu
yang terbaik bagi dirinya. Dengan demikian, proses pendidikan mengupayakan kesempurnaan
eksistensi kita sebagai makhluk yang paling mulia dengan kesempurnaan jiwa. 36

30
Ibid h 44
31
ibid
32
ibid
33
Ibid 45
34
Ibid 47
35
Ibid 53
36
ibid

13
3. Perspektif Paradigma Humanisme Religius

Salah satu faktor yang menyebabkan kemunduran umat Islam—khususnya dalam bidang
pendidikan—adalah karena ketidakseimbangan pemahaman ajaran habl minallah dan habl
minannas. Bukankah krisis negeri kita yang berkepanjangan ini sebagian diakibatkan oleh
ketidakseimbangan pemahaman ajaran hablum minallah  dan hablum minannas, yang dalam
tafsir Muhammad Asad disebut sebagai in bond with God and in bond with people.37

Karena itulah Rahman menawarkan konsep humanisme  religius (religious humanism)38 yaitu


sebuah konsep humanisme  religius yang meniscayakan kesatuan dan keselarasan antara
ajaran-ajaran agama yang bersifat transenden dengan nilai-nilai kemanusiaan secara luas yang
menjadi pegangan hidup manusia.

Humanisme religius menurut Rahman adalah solusi bagi dunia pendidikan Islam dimana
konsepsi pendidikan yang tidak mengabaikan pentingnya pendidikan alam, lingkungan, akal,
serta pengembangan potensi individu secara maksimal sesuai dengan ajaran dasar Islam yang
tidak membeda-bedakan elemen-elemen tersebut. 39

Pendidikan Islam yang diajarkan Nabi Muhammad juga memberi respon dan solusi positif
terhadap permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan fitrah individu dan
kelompok. Nabi juga meneladankan pendidikan manusia seutuhnya (insane kamil) dengan
mendahulukan pembangunan tauhid (character building), serta menawarkan penajaman
kepekaan sosial yang bersumber dari wahyu, hati nurani, akal, jiwa, dan realitas sosial. 40

Dalam konteks pendidikan Islam, humanisme religius ini di definisikan sebagai proses
pendidikan yang lebih memerhatikan aspek potensi manusia sebagai makhluk sosial dan
sekaligus makhluk religius (khalifatullah dan ‘abdullah), serta sebagai individu yang diberi
kesempatan oleh Tuhan untuk mengembangkan potensi-potensinya. Humanisme religius juga
dimaknai sebagai kekuatan atau potensi individu untuk mengukur dan mencapai ranah
ketuhanan dan penyelesaian permasalahan-permasalahan social. 41

Pendidikan non-dikotomik bagi Abdurahman Mas’ud merupakan sebuah model pendidikan


yang mengintregasikan antara dua hal, yaitu bukan hanya semata-mata memiliki orientasi
kepada ilmu-ilmu keduniaan (duniawi) saja, melainkan juga berorientasi pada ilmu-ilmu
agama (ukhrowi) yang pada akhirnya mampu menciptakan generasi sebagai makhluk atau
manusia yang paling mulia (paripurna) dengan kesempurnaan jiwanya, yaitu konsep
humanisme religius yang mengutamakan akan pentingnya hablum  minallah,
hablum  minannas, alam, lingkungan, akal, serta pengembangan potensi individu secara
maksimal sesuai dengan ajaran dasar agama (religion) tentang pentingnya pembangunan
tauhid (character building) yang bersumber dari wahyu, hati nurani, akal, jiwa, serta realitas
sosial.

4. Konklusi

Konsepsi pendidikan non-dikotomik merupakan role model pendidikan yang menempatkan


pola berfikir pendidikan yang tidak sempit dan tidak dikotomis. Humanisme religius adalah
alternatif paradigma pendidikan yang membangun sebuah konsepsi kesadaran tentang
37
Ibid 56
38
ibid
39
Ibid, h,59-60
40
Ibid 62
41
Ibid 135

14
pentingnya pendidikan alam, lingkungan, akal, serta pengembangan potensi individu secara
maksimal, menuju makhluk sosial dan religius (khalifatullah dan ‘abdullah),
atau proses tahzibul akhlaq untuk membentuk kesadaran jiwa akan keberadaannya sebagai
esensi yang berasal dari zat yang maha tinggi, dan sekaligus sebagai makhluk yang paling
mulia (insan kamil) dengan kesempurnaan jiwa, yaitu mampu mengasah reasoning  (quwwatin
natiqoh), berfikir untuk melahirkan ilmu pengetahuan, rasa malu, membedakan yang benar
(haq) dan salah (bathil), serta mengolah dengan bijak kecenderungan positif maupun negatif.

F. Relevansi Pemikiran Abdurrahman Mas’ud Terhadap Pendidikan Kontemporer

Lebih lanjut, kami akan mencoba menganalisis relevansi pemikiran Abdurrahman Mas’ud
terhadap pendidikan kontemporer sekarang sebab dari konsep tentang humanisme religius
memiliki implikasi terhadap pendidikan Islam meliputi aspek guru, metode, murid, materi, dan
evaluasi. Beberapa aspek tersebut relevan terhadap pendidikan kontemporer, seperti pada aspek
guru. Disebutkan bahwa guru paling tidak harus memiliki tiga kualikasi dasar, yaitu menguasi
materi, antusiasme, dan penuh kasih sayang. Pencerdasan harus berangkat dari pandangan
losos guru bahwa anak didik adalah individu yang memiliki kemampuan dan keterampilan.

Selanjutnya mengenai aspek metode, Mas’ud menerapkan sebuah pepatah lama “Berilah
kail jangan beri ikan” yang relevan hingga kini dan mendatang. Pepatah itu sesuai dengan pepatah
Barat, “Jika anda memberi ikan kepada seorang, berarti anda memberi makan sehari. Tetapi jika
anda mengajarinya cara memancing, berarti anda memberikan makan seumur hidupnya.” Learning
how to learn, yang selama ini diabaikan dalam dunia pendidikan, harus diperkenalkan kembali.
Dengan demikian, seorang guru akan mengajarkan kepada siswanya cara berpikir yang sangat
efektif.

Mengenai aspek murid, Mas’ud memberikan garis besar, yaitu enam syarat bagi murid atau
penuntut ilmu, yakni modal, semangat, waktu yang memadai, petunjuk guru, keuletan (kesabaran),
dan kecerdasan. Seorang murid harus memiliki apa yang telah disampaikan oleh Mas’ud ini,
sebagaimana nasihat Imam az-Zarnuji. Syarat-syarat ini sangat relevan sekali jika di miliki oleh
seorang murid atau penuntut ilmu.

Selanjutnya, Mas’ud memberikan komentar mengenai aspek materi ini yang memfokuskan
kepada materi pengajaran agama, yang harus diberikan porsi yang dominan dalam dunia
pendidikan Islam, karena dengan aspek agama tersebut akan dijelaskan mengenai akhlak karimah
yang harus dimiliki oleh seorang murid dan guru sebab tujuan utama pendidikan Islam adalah
terbentuk keperibadian seorang muslim. Sedangkan pada aspek evaluasi, yang diberikan
penekanan kepada seorang siswa ialah sebuah kepercayaan untuk mengevaluasi seorang guru.
Konsep humanisme yang ditawarkan oleh Mas’ud ini sangat relevan dan berpotensi mengubah
tatanan di dalam dunia pendidikan

G. Penutup

Dari pemaparan di atas dapat dipahami bahwa dalam pendidikan ucapan, cara bersikap, dan
tingkah laku seorang guru ditujukan agar seorang siswa bisa menjadi insan kamil, yakni sempurna
dalam kacamata peradaban manusia dan sempurna dalam standar agama. Pendapat Mas’ud ini
sangat relevan jika diterapkan pada masa sekarang karena guru diibaratkan sebagai wakil atau
pengganti dari orang tua di dalam pencapaian dunia pendidikan.

15
Referensi

Azyumardi, Azra.Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Ditengah Tantangan Milenium III. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group . (2012). 

Mas’ud, Abdurrahman.  Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik; Humanisme Religius sebagai


Paradigma Pendidikan Islam.  Yogyakarta: Gama Media (2002). 

Rusdi Rasyid, Muhammad — Pemikiran Pendidikan Islam Abdurrahman Mas'ud. | 323

D. Marimbah, Ahmad. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Cet. VIII. Bandung: al-Ma’arif, 1989.

al-Hijazi, Hasan bin Ali Hasan. Manhaj Tarbiyah Ibnu Qayyim, Cet. I. Jakarta: Pustaka al-Kautsar,
2001.

Isma’il SM., et.al (eds.). Paradigma Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Belajar & Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo, 2001.

Mas’ud, Abdurrahman. Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik, (Humanisme Religius


Sebagai Paradigma Pendidikan Islam). Yogyakarta: Gema Media, 2002.

Partanto, Pius A. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola, 1994.

Raharjo, Dawam. Ensiklopedi al-Qur’an; Tafsir Sosial berdasarkan Konsep Konsep Kunci. Jakarta:
Paramadina, 1996.

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet. II. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994.

16

Anda mungkin juga menyukai