Anda di halaman 1dari 98

Mereka yang Menjaga

ALQURAN

Muhammad Khoirul Anwar


Mereka yang Menjaga Al-Quran

Mereka yang Menjaga Alquran


Copyright © Program Studi Ilmu Alquran dan Tafsir
All rights reserved

Penulis : Muhammad Khoirul Anwar


Editor : Andi Rahman
Layout & Cover : M. Alvin Nur Choironi

Cetakan pertama
Jumlah Hal: viii+90
ISBN:

Diterbitkan oleh
Program Studi Ilmu Alquran dan Tafsir
Institut Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ)
Jl. Batan I No. 2, RT.5/RW.2, Lebak Bulus, Cilandak, RT.5/RW.2
(021) 7690901

iv
KATA PENGANTAR

A lhamdulillah, buku yang memuat mini biografi


dosen-dosen Fakultas Ushuluddin Institut PTIQ
Jakarta bisa diterbitkan. Secara umum, mereka adalah
lulusan pesantren dan hingga sekarang masih berkecimpung
di pesantren. Mereka memiliki hafalan Alquran, mampu
menafsirkan Alquran, serta keilmuan yang unik dan menonjol.
Dengan kepribadian yang baik dan dengan usia yang relatif
muda, mereka bisa menggapai banyak pencapaian besar di
kemudian hari. Semoga Allah selalu menjaga dan menyayangi
mereka.
Ada banyak yang bisa ditulis dari sosok-sosok hebat ini,
namun buku ini hanya menampilkannya sedikit. Ke depan,
mudah-mudahan pengalaman dan perjalanan hidup mereka

v
Mereka yang Menjaga Al-Quran

bisa ditulis lagi dalam sebuah memoar utuh dan biografi dengan
jumlah halaman yang lebih banyak, sebagai motivasi bagi
siapapun yang ingin menjaga Alquran dan menjadi “keluarga”
Allah Ta’ala (Ahlullah wa khashatuh).
Terima kasih kami sampaikan kepada rekan-rekan dosen
yang selalu bersemangat untuk mengajar, mendidik, dan
mendampingi mahasiswa di fakultas Ushuluddin; Jazakumullah
khayran.

Villa Adem Ayem, 19 Juli 2019


Dekan Fakultas Ushuluddin
Fakultas Ushuluddin

Andi Rahman, S.S.I., MA.

vi
DAFTAR ISI

Kata Pengantar_v
Daftar Isi_vii
Nasarudin Umar: Teladan Bagi Guru Besar, Kiai, Orang
Tua, dan Pemimpin_1
Andi Rahman: Berkhidmah Kepada Alquran Melalui
Tulisan_5
Ahmad Husnul Hakim: Gurunya Guru Alquran_13
Ali Nurdin: Guru untuk Semua Kalangan_19
Lukman Hakim: Idealisme untuk Menyampaikan Alquran
Kepada Semua Orang_23
Masrur Ichwan: Mukjizat Bacaan Alquran_29
Ansor Bahary: Menggabungkan Zikir dan Fikir_35
vii
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ahmad Ubaydi Hasbillah: Muda Berprestasi_39


Amiril Ahmad: Saat Alquran Dijelaskan dengan IT_43
Abdul Kholiq: Dari Pesantren ke Pesantren_47
Abdur Rouf: Hamka di Institut PTIQ_51
Abdurrouf: Membaca Alquran dan Menulis Masyarakat_55
Hidayatullah: Belajar Tidak Mengenal Usia_59
Farid Afrizal: Mengajar dan Berorganisasi_63
Nur Rofiah: Mufassir Feminis_67
Abdul Muid: Berfilsafat dengan Alquran_71
Profil Fakultas Ushuluddin_75
Profil Penulis_85

viii
NASARUDDIN ‘UMAR:

TELADAN BAGI GURU


BESAR, KIAI, ORANG TUA,
DAN PEMIMPIN

1
P rof. Dr. Nasaruddin Umar, MA merupakan
akademisi, organisatoris, birokrat, ulama, guru
sekaligus orang tua yang sangat mulia.
Jabatan yang dimiliki dan kegiatan yang dilakukan oleh
tokoh yang dilahirkan di Bone 23 Juni 1953 amatlah banyak.
Pada tahun 2015 ia diamanahi sebagai imam besar masjid
Istiqlal Jakarta, yang menjadi simbol peradaban Islam di negara
berpenduduk muslim terbanyak di dunia. Ia juga pernah
menjabat sebagai wakil meteri Agama RI. Tidak terhitung
ormas, lembaga pendidikan, dan lembaga negara yang pernah
dan masih dipimpinnya. Siapapun yang mengenalnya akan
mengagumi sikap tawadhu’-nya. Ia tidak pernah mencari
jabatan, justru orang-orang yang datang memintanya untuk
mengisi kursi kepemimpinan di lembaga atau organisasi
mereka. Aktivitas yang dilakukannya bukan lagi di lingkup
nasional, namun global. Ketokohannya diakui oleh masyarakat
internasional, dan kontribusi yang diberikannya dapat dirasakan
banyak orang lintas negara dan lintas agama.
Dalam dunia akademik, Nasaruddin Umar adalah nama
yang lumrah dicitasi dan dirujuk para peneliti, khususnya di
bidang tafsir dan tasawuf. Tokoh yang pernah menjadi Wakil
Rektor di UIN Ciputat, bukan lagi merupakan peneliti yang
mempresentasikan pemikiran orang lain, namun seorang tokoh
yang pemikirannya dikaji di ruang diskusi kampus dan jurnal-
jurnal akademis.

2
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Pada tahun 2004, Nasaruddin Umar diamanahi menjadi


Rektor di Institut PTIQ. Walaupun tidak pernah belajar
kampus Alquran ini, Nasaruddin Umar bisa dengan mudah
beradaptasi. Civitas akademika Institutu PTIQ tidak asing
dengan sosoknya dan pemikirannya. Bahkan banyak dosen
di Institut PTIQ dibimbingnya dalam penyelesaian tesis dan
disertasi. Kecintaannya terhadap Alquran membuat mereka
langsung menyambutnya dengan hati penuh kebahagiaan. Kita
mengenal Nasaruddin Umar sebagai sosok yang berbahagia dan
selalu membawa kebahagiaan bagi orang-orang di sekitarnya.
Menjadi rektor di Institut PTIQ, Nasaruddin Umar
berhasil mengaskelerasikan kemajuan di bidang akademik dan
sarana prasarana. Pengalamannya menggandeng IDB (Islamic
Development Bank) untuk membangun dan memodernkan
UIN Ciputat, dimanfaatkannya untuk mendirikan bangunan
dan fasilitas kampus. Kini kampus Institut PTIQ memiliki
bangunan baru (lokal kampus sampai ada di lima tempat),

Ket: Nasaruddin Umar rutin memberikan ceramah di masjid-


masjid.
3
Mereka yang Menjaga Al-Quran

dengan masjid dan asrama yang sangat nyaman untuk ditinggali


oleh mahasiswa. Tradisi akademik juga meningkat tinggi.
Dosen-dosen termotivasi untuk meningkatkan kualifikasi
dan kompetensi diri dengan melihat sosok Nasaruddin Umar
sebagai teladannya.
Nasaruddin Umar akrab dengan kajian barat. Dalam
kurun hanya tiga tahun, yaitu 1993-1996, ia pernah menjadi
peserta visting student di Mc.Gill University di Kanada dan
Leiden University di Belanda, mengikuti sandwich program di
Paris University, dan mengadakan penelitian kepustakaan di
Kanada, Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Belanda, Belgia,
Italia, Turki, Sri Langka, Korea Selatan, Saudi Arabia, Mesir,
Uni Emirat Arab, Yordania, Palestina, dan Singapore. Kini,
ia menjadi narasumber di ratusan seminar internasional yang
diadakan di dalam dan luar negeri.
Sedemikian besar pencapaiannya di dunia barat,
Nasaruddin Umar tetaplah produk pesantren. Pendidikan dasar
dan menengahnya diselesaikan sambil belajar di pesantren
As’adiyah Sengkang. Kecintaannya terhadap pesantren
diwujudkan dengan mendirikan dan mengelola pesantren al-
Ikhlas di Bone yang memiliki ribuan santri dengan lembaga
pendidikan formal yang lengkap.
Sebagai seorang akademisi, pendidikan formalnya
ditempuh hingga mencapai level tertinggi, yaitu guru besar.
Sebagai seorang santri, ia adalah kiainya kiai, dan seorang
anregurutta yang karismatik.[]

4
ANDI RAHMAN

BERKHIDMAH KEPADA
ALQURAN MELALUI TULISAN

5
K atanya, Human Development Index (HDI) manusia
Indonesia masih sangat rendah, yang mana salah
satu komponen penilaiannya adalah literasi.
“Saya ingin mengubahnya.” Ujar Andi Rahman.
Hal ini nampak sulit, tapi tidak mustahil untuk dilakukan
melihat capaian-capaian yang pernah diraihnya selama ini di
bidang tulis menulis. Lebih dari dua dekade ia sudah aktif di
lembaga jurnalistik, dan sejak tahun 2009 menjadi intruktur
penulisan karya ilmiah khususnya bagi guru-guru di sekolah.
Dorongan besarnya untuk menggerakkan literasi adalah
realita bahwa karya tulis yang dihasilkan oleh masyarakat
Indonesia relatif masih sangat minim. Menurutnya,
kebanyakan orang di Indonesia hanya membuat karya tulis
sebagai tugas akhir di perguruan tinggi. Padahal setiap hari
mereka bisa menulis. Karena syarat untuk bisa menulis hanya
dua, yaitu tahu huruf dan adanya ide atau pemikiran yang
bisa ditulis meskipun itu bukan sebuah ilmu pengetahuan. Ia
mencontohkan JK Rowling yang melamunkan sekolah sihir
kemudian menuliskannya dalam bentuk novel berjudul Harry
Potter. Hasil lamunan ini sedemikian terkenal dan dikagumi
orang di penjuru dunia. Dengan intonasi suara yang serius
ia mengatakan bahwa sekedar guyonan juga hal remeh yang
tidak penting itu bisa ditulis, apalagi ilmu pengetahuan yang
dibutuhkan oleh manusia.
Saat memberikan pelatihan menulis untuk para guru,
ia menanyakan apakah mereka memiliki akun media sosial.

6
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ket.: Andi Rahman memberikan pelatihan untuk guru-guru di


Merauke Papua. (Doc. Pribadi)

Ternyata semuanya memiliki akun media sosial semisal


Facebook dan Twitter. Secara rutin berkala mereka menuliskan
“status” dan “kicauan” pada akun media sosial tersebut, yang
jika dikumpulkan bisa jadi buku. Bisa disimpulkan, hampir
semua orang bisa menciptakan karya tulis. Tidak ada celah atau
alasan untuk menegasikan kesimpulan ini.
Ia mulai menulis buku saat di bangku sekolah menengah
pertama (MTs), dengan menggunakan bahasa Arab, yang
berjudul Risalah fi ‘Ilm al-’Arudl yang diterbitkan ulang pada
tahun 2003. Kini sudah ada puluhan karya tulisnya diterbitkan
dalam bentuk buku, artikel di jurnal ilmiah, dan tulisan populer
di media massa. Ada tiga bukunya yang diterbitkan tentang

7
Mereka yang Menjaga Al-Quran

penulisan karya ilmiah, yaitu Pedoman Penulisan Karya Ilmiah


Untuk Siswa Sekolah Menengah (Alo Indonesia, 2009), Mari
Meneliti 1 (Balai Pustaka, 2009), dan Mari Meneliti II (Balai
Pustaka, 2009).
Bakat menulisnya mulai diakui secara luas saat menjuarai
lomba karya ilmia tingkat regional Jawa Timur pada tahun
1999. Saat masih menjadi mahasiswa (strata 1), ia secara rutin
menulis artikel di beberapa media massa nasional. Sebagai
“santri” Alquran, ia sudah menerbitkan 7 buku dan dan beberapa
artikel di jurnal ilmiah terkait ilmu Alquran, tajwid, dan tafsir,
sebagian menggunakan bahasa Arab dan satu di antaranya
sudah mendapatkan hak paten dari pemerintah.
“Sing penting nulis,” ungkapnya.
Motivasi inilah yang sering ia sampaikan di perkuliahan.
Secara konsisten ia mendampingi mahasiswa untuk mengasah
minat dan bakat mereka dalam dunia tulis menulis. Tiap tahun,
tulisannya dan tulisan mahasiswanya diterbitkan. Pada tahun
2017 ia berhasil menerbitkan 100 judul buku yang merupakan
karyanya dan karya mahasiswa.
Sejak di sekolah menengah pertama, ia sudah mengelola
lembaga jurnalistik lokal. Sampai sekarang, ia sudah menginisiasi
terbentuknya 11 lembaga jurnalistik yang beberapa di antaranya
masih “eksis” dengan lingkupan nasional.
Selain menulis, ia juga aktif menjadi narasumber dalam
pelatihan menulis. Sebagai akademisi, ia tahu bahwa kejayaan
sebuah negara bisa dinilai dari kuantitas dan kualitas karya
ilmiah yang dihasilkan. Menurutnya, kunci untuk memajukan
sebuah bangsa ada pada literasi, yaitu tradisi membaca maupun
menulis yang berjalan di masyarakatnya.

8
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Menulis Membuat Hidup Kita Abadi


“Tanpa tulisan, manusia akan menjadi kuburan bagi
ilmu pengetahuan dan gagasan-gagasan” Ujar Andi Rahman.
Ide, rasa, ilmu, dan pesan akan punah jika tidak dituliskan,
karena manusia bisa mentransfer dan mentranformasi itu semua
kepada orang lain dengan lisan dan tulisannya. Namun, lisan
hanya bertahan dalam waktu singkat, dan apa yang didengar
oleh seseorang hanya akan bertahan sebentar di otaknya. Di
tambah lagi, ketika seseorang meninggal dunia, ia tidak bisa
lagi berkata-kata.
Berbeda dengan tulisan yang akan tetap ada dan
memberikan manfaat bagi orang banyak bahkan ketika jasad
penulisnya di kuburan sudah lebur dengan tanah. Ulama-ulama
hebat semisal al-imam al-Bukhari dan al-imam al-Ghazali
seakan masih ada di antara kita karena karya mereka masih kita
baca dan pelajari. Karl Marx dan William Shakespear masih
dijadikan “guru” oleh pemikir politik dan pecinta seni ratusan
tahun setelah kematian mereka melalui karya tulis mereka. Ada
banyak orang yang mungkin lebih hebat dari orang-orang
yang kita kenal sekarang, namun kita tidak kenal sebab mereka
tidak menulis.

Idealisme dan Pragmatisme Dalam menulis


Di antara kebahagiaan menulis, baginya, adalah ketika
bukunya terbit dan dibaca orang lain. Idealisme dalam menulis
karya ilmiah merupakan hal pokok, di mana niat dari menulis
adalah ikhtiar aktif untuk meningkatkan kualitas hidup
manusia, dan untuk memeroleh pahala jariyah di Akhirat. Buku
9
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ket.: Andi Rahman mengisi daurah di luar neger


tentang pedoman penulisan karya ilmiah untuk siswa sekolah,
dengan oplah ribuan eksemplar, telah dibaca oleh banyak siswa
sekolah menengah dan dijadikan pedoman dalam menyusun
karya ilmiah. Keuntungan yang didapat dari menulis karya
ilmiah adalah “ilmu manfaat” yang pahalanya terus menerus
mengalir. Di waktu yang sama, tulisan dihargai sebagai sebuah
usaha ekonomis di mana seorang penulis bisa mendapatkan
honor dan royalti dari tulisannya.
Menulis membuatnya merasa sangat bahagia, dan
kebahagiaan ini mengulang-ulang setiap kali tulisannya
diterbitkan. Menurutnya, kebahagiaan ini harus dirasakan oleh
orang lain. Karenanya, ia senantiasa memotivasi mereka untuk
menulis.

10
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ada pesan yang berulang kali disampaikan oleh gurunya,


Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub, yaitu “wa la tamutunna illa wa
antum katibun” yang arti sederhananya adalah “janganlah
kamu mati kecuali sudah menulis buku”. Sebagai santri yang
telah mengajar di pesantren lebih dari dua puluh tahun serta
memiliki sanad Alquran dan keilmuan lainnya, pesan ini ia
laksanakan dan teruskan ke mahasiswa dan santri-santrinya.

Alquran Kitab Literasi


Aktivitas sehari-harinya adalah mengajar. Sosok muda
yang sekarang diamanahi menjadi dekan Fakultas Ushuluddin
Institut PTIQ ini juga tercatat sebagai guru di sekolah dan
sempat memegang jabatan wakil kepala sekolah bidang
kesiswaan.
Ia menjelaskan bahwa kitab suci umat Islam adalah
Alquran yang dalam sisi leksikal diartikan sebagai bacaan.
Kitab suci ini juga memiliki nama lain yaitu al-Kitab yang
makna kebahasaannya adalah tulisan. Kata Alquran dan semua
derivasinya (isytiqaq) tersebut dalam Alquran lebih dari 200 kali.
Sementara kata al-Kitab dan semua derivasinya ada puluhan.
Kesan kuat yang dimunculkan adalah Alquran merupakan teks
yang harus dibaca dan ditulis.
Kajian Alquran dari sisi bacaan memunculkan banyak
disiplin ilmu di antaranya Tajwid, Qiraat, Gharib al-Ayat, dan
Mutasybih. Kajian Alquran dari sisi tulisan juga memunculkan
banyak disiplin ilmu di antaranya adalah Rasm. Selanjutnya,
kajian atas kandungan Alquran memunculkan ilmu Balaghah,

11
Mereka yang Menjaga Alquran

Tafsir, Ulumul Quran, dan sebagainya. Agar Alquran bisa terus


menerus diambil manfaatnya, kesemua ilmu tersebut harus
dibaca dan dituliskan. Maka bisa disimpulkan bahwa Alquran
memotivasi umat Islam untuk membaca dan menulis.
Salah satu kebijakan yang diterapkan di kampus
adalah bahwa mahasiswa membuat makalah yang setelah
dipresentasikan harus direvisi. Makalah-makalah tersebut
dikumpulkan dan diterbitkan dalam bentuk buku. Hingga
sekarang, ada ratusan judul buku karya mahasiswa yang telah
diterbitkannya. Menurutnya, bisa jadi salah satu wujud dari
rasa syukur kita terhadap anugerah Alquran adalah menulis
karya ilmiah.[]

Ket.: Andi Rahman gemar mengunjungi situs-situs bersejarah,

12
AHMAD HUSNUL HAKIM:

GURUNYA GURU ALQURAN

13
A hmad Husnul Hakim, lahir di Pamekasan pada
tanggal 15 Juli 1967. Ia lebih akrab dipanggil
“Abah” oleh para mahasiswa dan mahasantri yang tinggal
di rumahnya. Perjalanan hidupnya dihabiskan di pesantren,
baik sebagai santri maupun sebagai pengasuh pesantren. Di
kalangan akademisi, ia sering dijadikan rujukan dan banyak
dicitasi oleh sarjana dan pakar tafsir melalui buku-buku yang
telah diterbitkannya.
Ia sangat cinta kepada Alquran, dan mengajak banyak
orang untuk semakin mencintai Alquran. Tanpa diucapkan
melalui kata-kata, kita tahu bahwa ia ingin terus bersama
Alquran. Ada ratusan penghafal Alquran belajar darinya, tinggal
di dekatnya di pesantren yang didirikannya tanpa memungut
biaya sepeserpun. Kini, sebagian besar santrinya sudah menjadi
guru Alquran dan mendirikan pesantren Alquran di pelbagai
daerah.
Sebagai orang yang hidup di era teknologi informatika,
Abah tidak menggunakan smartphone. Ia tidak aktif di medsos.
Namun banyak ceramahnya di-upload di youtube oleh para
jamaah yang merasa kebaikan Alquran harus dirasakan oleh
banyak orang.
Abah yang pernah menjadi dekan di fakultas Ushuluddin
Institut PTIQ selama dua periode memiliki jadwal rutin
pengajian dan ceramah di masyarakat. Ada dua prinsip yang
ia pegang dalam menyampaikan ceramahnya, yaitu at-thariqah
ahammu minal maddah (cara atau proses penyampaian itu
lebih penting daripada materi), dan qaulan layyinan (berkata

14
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ket.: Husnul Hakim aktif dalam kegiatan dan organisasi yang terkait
Alquran.

lembut). Pernah suatu ketika ia ingin membetulkan imam


di sebuah masjid yang bacaannya kurang pas, tapi orang
tersebut sudah ditokohkan oleh masyarakat setempat. Ia tidak
langsung menegur, melainkan berdoa kepada Allah agar bisa
memperbaikinya tanpa menyinggung perasaan siapapun.
Akhirnya Allah memberikannya jalan, yaitu di saat iqamat
dikumandangkan, ternyata imam tersebut belum datang. Para
jama’ah meminta Abah untuk menjadi imam. Di tengah-tengah
shalat itulah sang tokoh datang, dan tentu saja mendengarkan
bacaannya. Ia tersadar bahwa ada bacaannya yang kurang pas,
dan mau memperbaiki diri.
Sebagai dosen yang bergelar doktor, ia terkesan tidak
mengejar karir akademik sebagai guru besar. Ia justru lebih suka
menjadi guru ngaji. “Saya senang mengajar di kampus, karena
kapasitas keilmuan saya bisa terwadahi. Sebagai dosen yang
bergelar doktor tentunya saya berkeinginan untuk bisa menjadi
guru besar. Namun, saya ini tipe orang yang tidak suka ribet
dengan urusan birokrasi, padahal data-data yang diperlukan
15
Mereka yang Menjaga Al-Quran

sudah cukup memadai dan bisa dipertanggungjawabkan.”


Adiknya ada yang sudah menjadi guru besar di UINSA
Surabaya. Ia berkomentar pendek, “Terus terang saja secara
pribadi, saya tidak membutuhkan gelar-gelar itu, tetapi
lembaga pendidikan memang butuh dosen yang memiliki
kepangkatan yang tinggi”.
Sebagai orang yang lama terikat dengan Institut PTIQ,
ia tahu bahwa kampus ini kecil bangunannya tetapi punya
pengaruh yang sangat besar di masyarakat. Ia berkeinginan
untuk menjadikan Institut PTIQ sebagai rujukan khususnya
dalam persoalan-persoalan yang terkait dengan ke-Alquran-an.
Institut PTIQ hadir di tengah bangsa yang memiliki banyak
problematika dan menawarkan solusi Qurani. Cahaya dan
kesejukan Alquran tersebar bahkan hingga luar negeri melaui
kiprah alumninya. Belakangan ada fenomena sekolah formal
yang menyelenggarakan program tahfizh Alquran. Menurut
Abah, tahfizh Alquran harus menjadi keunggulan yang diurus

Ket.: Husnul Hakim rutin memberikan tausiyah di masjid-masjid.

16
Mereka yang Menjaga Al-Quran

dengan serius, bukan sekedar alat untuk menarik massa agar


mendaftar di sekolah tersebut. Geliat kajian Alquran juga marak
di perkantoran. Karenanya, Abah merasa perlu untuk selalu
berkontribusi di Intitut PTIQ yang dikenal sebagai “produsen”
imam masjid dan guru Alquran.

Pencetak Sarjana Alquran


Pada tahun 2007 Abah membuat wadah untuk mahasiswa
yang sudah hafizh untuk tadarus bersamanya. Semakin lama,
peserta tadarus ini semakin banyak, dan Abah tidak memungut
biaya sepeserpun dari mereka. Seringkali, Abah juga membantu
keuangan santri yang harus membiayai perkuliahan. “Saya
justru berterima kasih kepada para santri tersebut.” Ujarnya.
Selanjutnya, kegiatan tadarus ini bermanifes menjadi
pesantren Alquran. Untuk menjadi santri Abah syaratnya hanya
dua, yaitu keinginan untuk menghafal 30 juz Alquran dan
status menjadi mahasiswa di perguruan tinggi. Pesantren yang
dibangun Abah, tetap tidak memungut biaya. Lebih dari itu,
Abah menyediakan makan dan kebutuhan santri-santri tersebut.
Kini, pesantren eLSiQ yang dibangun Abah sudah memiliki
beberapa cabang, dan diduplikasi oleh santri-santrinya.
Abah terlahir dari keluarga yang sangat memahami
akan pentingnya ilmu pengetahuan. Abah tumbuh di
lingkungan yang menjadikan Alquran sebagai teman sehari-
hari. Kecintaan terhadap ilmu dan Alquran ini yang kemudian
ditumbuhkembangkan di keluarga dan pesantrennya.
Salah satu sosok yang menjadi teladannya adalah ayahnya
yang bekerja sebagai pegawai Departemen Agama di Jawa
Timur. Walaupun menjabat sebagai Kabid, namun ayahnya

17
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ket.: Husnul Hakim saat safari dakwah di Amerika.

tidak punya rumah. Baru menjelang pensiun, laki-laki sholeh


ini punya rumah namun sangat kecil. Dari ayahnya, Abah
meneladani kesederhanaan.
Di samping orangtuanya, Abah juga mengagumi sosok
gurunya, KH. Mufid Mas’ud. Pengasuh pesantren Alquran
Sunan Pandanaran Jogjakarta ini berpesan bahwa ilmu manfaat
itu kita sendiri yang mengusahakannya. Dari kiai karismatik
ini, Abah mendapatkan motivasi yang tinggi untuk menjadi
pengajar Alquran.
Hingga kini, tidak terhitung majelis ilmu terkait Alquran
dan tafsir yang diampu Abah, selain perkuliahan di perguruan
tinggi tentunya. Keikutsertaan Abah dalam kegiatan ke-
Alquran-an dari tingkat lokal hingga nasional menggambarkan
betapa sosok Abah memang selalu bersama Alquran. Di awal
tahun 2019 ia melaksanakan Safari dakwah ke Amerika dan
Kanada, juga dalam rangka mengajarkan Alquran.[]

18
ALI NURDIN:

GURU UNTUK SEMUA


KALANGAN

19
A li Nurdin, merupakan sosok yang namanya lazim
kita dapati pada list penceramah di masjid-masjid
besar di Jakarta. Akademisi yang pernah menjadi dekan Fakultas
Ushuluddin ini memang penceramah yang digandrungi.
Bahasa yang digunakannya saat berceramah memang sederhana
namun sarat makna. Intonasi suaranya tidak berapi-api tapi
berisi. Muatan ceramahnya disisipi banyak humor namun
penuh dengan ilmu dan hikmah. Ia dikagumi santri-santrinya,
dan dijadikan rujukan utama oleh masyarakat yang mengikuti
pengajiannya. Belakangan, Ali Nurdin juga rutin menjadi
penceramah di luar negeri, utamanya di negara-negara eropa.
Di sela kesibukannya, ia selalu ceria menerima siapapun
orang yang ingin bersilaturahim. Ia berupaya selalu bersama
santri-santrinya di pesantren Nurul Qur’an yang didirikannya
pad tahun 2012, untuk menerima setoran hafalan mereka dan
mendiskusikan kandungan Alquran bersama mereka. Bukan
hanya ilmu, kebutuhan sehari-hari santri juga dipenuhinya.
Ibarat kantong yang bolong, uang yang didapatnya tidak berada
lama di genggamannya, namun langsung didistribusikan untuk
membiayai empat pesantren yang didirikannya dan menyantuni
banyak orang yang membutuhkannya. Kedermawanan
memang merupakan ciri dari orang yang selalu bersama
Alquran.

Khidmah Kepada Alquran


Menurut Ali Nurdin, orang tua dan guru adalah
“representasi” dari Tuhan. Bakti kita kepada mereka merupakan
20
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ket.: Ali Nurdin ditemani isri melakukan banyak safari


dakwah ke luar negeri.

bagian dari ketaatan kita kepada-Nya. Keberkahan hidup yang


sekarang dirasakannya merupakan hasil dari kesungguhannya
untuk selalu berbakti kepada orang tua dan guru.
Ali Nurdin tumbuh di tengah keluarga yang sangat peduli
kepada pendidikan. Ia mengenyam pendidikan di Madrasah
Ibtidaiyah yang didirikan oleh ayahnya. Ia melanjutkan
pendidikannya di Madrasah Tsanawiyah yang juga didirikan
oleh ayahnya. Tidak aneh rasanya ketika ia memilih menjadi
guru dan dosen, sebab orang tuanya merupakan pendidik.
Dilahirkan di Boyolali pada 26 Juni tahun 1970 ini, Ali
Nurdin menjadikan ayahnya sebagai teladan dalam berdakwah.
Tinggal di daerah yang masih terdapat banyak muslim abangan,
ayahnya tidak risih menghadiri tontonan wayang bersama
warga. Semua orang memang perlu disapa dan dirangkul.
Ayahnya mengajarkan bahwa dakwah yang bersifat ekslusif
21
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ket.: Santri-
santri Ali
Nurdin
banyak yang
sudah menjadi
dosen.

akan menemui kegagalan. Pendakwah yang berada di menara


gading akan selalu merasa kesepian. Ali Nurdin melanjutkan
metode dakwah ayahnya, yang kemudian membuatnya
menjadi pendakwah yang diterima semua kalangan, dari santri
hingga artis dan kaum abangan.
Setelah lulus dari Aliyah, pada tahun 1988 Ali Nurdin
melanjutkan belajarnya di Institut PTIQ Jakarta. Baru setahun
menuntu ilmu di Jakarta, ia memutuskan untuk menghafal
Alquran di pesantren Pandanaran, Yogyakarta. Pada tahun
1991 ia kembali lagi ke Institut PTIQ dan terus berkhidmah
kepada Alquran melalui lembaga ini dan sekarang diamanahi
sebagai Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan.
Selain Kiai Mufid Mas’ud dari Pandanaran, Ali Nurdin
juga belajar dari Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub. Ia ikut merintis
pembangunan pesantren Darus Sunnah di Ciputat. Bahkan
nama Darus Sunnah merupakan usulan darinya.
Perjalanan panjangnya di dunia pendidikan dan
interaksinya dengan orang-orang mulia meneguhkan cita-
citanya untuk selalu berkhidmah kepada Alquran. Bukan
sekedar mengajar Alquran, namun juga dengan membangun
dan melestarikan lembaga-lembaga pengajaran Alquran.[]
22
LUKMAN HAKIM:

IDEALISME UNTUK
MENYAMPAIKAN ALQURAN
KEPADA SEMUA ORANG

23
U dara yang dipenuhi polusi dan teriknya sinar
matahari kota Jakarta tidak menyurutkannya untuk
berangkat ke Institut PTIQ Jakarta. Perjalanan hampir seratus
kilometer pulang-pergi ditempuhnya dari rumah untuk bisa
selalu melayani mahasiswa. Sebagai dosen, Lukman Hakim
dikenal sebagai sosok yang sangat berdedikasi.
Delapan tahun belajar di pesantren, Lukman Hakim
melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi dengan
mengambil jurusan perbandingan Agama saat S1, sejarah saat
S2 dan S3. Pada tahun 2010 ia bergabung dengan Institut
PTIQ dan mengampu mata kuliah yang berbeda rumpun
keilmuannya semisal bahasa Inggris, sirah nabawiyah, tafsir
tematik, metode penelitian, dan sejarah peradaban Islam. Hal ini
bisa menggambarkan kekayaan intelektual yang komprehensif.
Lahir di Madura pada 4 April 1978, ia lancar berbicara
bahasa Inggris, Arab, dan beberapa bahasa asing lainnya.
“Bahasa itu hanya alat,” tuturnya.
Kita setuju dengannya, bahwa bahasa adalah alat yang
amat sangat penting dalam penyampaian ide, gagasan, kritik,
saran, dan ilmu pengetahuan.
Alquran itu penting, demikian juga ilmu-ilmu lain
semisal tafsir, hadis, fiqh, sosiologi, filsafat, akuntansi, dan
seterusnya. Dengan bahasa Inggris yang merupakan bahasa
dunia, ilmu-ilmu ini bisa diajarkan ke banyak orang. Lukman
Hakim bukan sekedar orang yang menyampaikan pengajaran

24
Mereka yang Menjaga Al-Quran

dan perkuliahan dalam bahasa Inggris, namun menyiapkan


kader-kader ulama yang bisa mengajar dalam bahasa Inggris.
Sejak tahun 1999 hingga kini, Lukman Hakim sudah
menjadi guru bahasa Inggris. Ia juga menulis buku bahasa
Inggris, dan aktif dalam yayasan dan lembaga yang memerlukan
keahlian bahasa Inggris. Ia tercatat sebagai dosen di banyak
perguruan tinggi keagamaan, termasuk mengajar di kelas
internasional UIN Jakarta yang memproyeksikan lulusannya
menjadi sarjana yang berkompetensi dan berwawasan global.

Khidmah Kepada Alquran


Saat di pesantren Bata Bata Madura, ia mempelajari kitab
kuning dan mampu menghafal Alfiyah Ibnu Malik. Saat itu,
di antara sekitar 8000 santri, ada sekitar 30 santri termasuk
dirinya yang berusaha menghafal Alquran. Keinginannya

Ket.: Lukman Hakim berada di antara kolega-koleganya.

25
Mereka yang Menjaga Al-Quran

untuk menghafal Alquran, ia lanjutkan di pesantren Raudlatul


Mardliyah, Kudus. Latar belakang keilmuan ini sangat sesuai
dengan amanah yang diembannya sebagai ketua program studi
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir di Institut PTIQ Jakarta.
Saat belajar di pesantren Gontor, kemampuan bahasa
Inggrisnya semakin menonjol. Bertahun-tahun menjadi guru
dan istruktur bahasa Inggris, menjadikan Lukman Hakim
penutur bahasa Inggris yang baik. Bahwa Alquran perlu
disampaikan ke semua orang, para pendakwah dan pengajar
Alquran memerlukan kemampuan bahasa Inggris. Institut
PTIQ yang memiliki visi menjadi perguruan tinggi bereputasi
internasional, membutuhkan sosok-sosok sepertinya.

Tantangan Berbisnis
Menjadi pengajar, kita perlu ilmunya. Demikian juga
menjadi pebisnis, kita juga perlu ilmunya. Lukman Hakim
percaya, mengajar dan berbisnis bisa dilakukan secara simultan,
dan bahwa seorang dosen bisa memiliki bisnis dan usaha
ekonomis.
Bagi mereka yang menganggap bahwa mengajar
merupakan khidmah, maka kebutuhan duniawinya harus
dipenuhi dengan cara lain. Dosen yang berbisnis, tidak akan
berkeberatan mengajar dengan kondisi apapun. Ia bahkan
tidak berkebaratan untuk tidak digaji sama sekali. Selanjutnya,
dengan kemandirian finansial, seorang guru bisa membangun
lembaga pendidikan yang murah namun berkualitas, tanpa
repot ke sana ke mari untuk mengajukan proposal pendanaan.
Dengan kesadaran ini, Lukman Hakim menggunakan waktu

26
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ket.: Lukman
aktif mengikuti
seminar dan
pelatihan yang
diselenggarakan
untuk
meningkatkan
kompetensi diri.

di luar jadwal mengajar untuk berbisnis. ia memiliki kebun


bunga dan menjadi distributor beberapa produk.
“Profesi utama saya tetaplah sebagai dosen” Ujarnya.
Dengan manajemen waktu yang baik, kesibukan
berbisnis tidak akan mengganggu kegiatan mengajarnya.

Tipologi Mahasiswa
Saat ini ia diamanahi sebagai ketua program studi Ilmu
Al-Qur’an dan Tafsir Institut PTIQ, membuka kelas reguler
sore yang diperuntukkan kepada karyawan dan eksekutif yang

27
Mereka yang Menjaga Al-Quran

sudah memiliki ijazah formal namun ingin memperdalam


kajian tentang Alquran dan tafsir, juga kepada kiai dan bu nyai
yang membutuhkan ijazah formal sebagai kelengkapan ilmu
mereka yang sudah mapan.
Dengan adanya kelas sore, menurutnya, intake mahasiswa
program studi yang dipimpinnya menjadi bervariasi, yaitu:
Pertama, lulusan pesantren tradisional di mana
kemampuan membaca kitabnya bagus tetapi lemah di bahasa
asing dan hafalan Aquran. Kedua, lulusan pesantren Alquran
yang memiliki hafalan Alquran namun terkadang lemah di
baca kitabnya dan lemah di bahasa. Ketiga, lulusan pesantren
modern yang unggul di bahasa tetapi terkadang lemah di kitab
dan hafalan Alquran. Keempat, lulusan sekolah formal non
pesantren. Ada sebagian mahasiswa yang mampu memiliki
semua aspek di atas, yang artinya mereka bisa baca kitab,
memiliki hafalan Alquran, dan mampu berbahasa asing dengan
baik. Ia dan semua dosen harus mampu mengakomodir seluruh
potensi dan kekurangan mahasiswa dan menghasilkan lulusan
yang standar output-nya sama.[]

28
MASRUR ICHWAN:

MUKJIZAT BACAAN ALQURAN

29
D ilahirkan di Sidoarjo pada 21 Oktober 1969,
Masrur Ichwan menghabiskan masa kecilnya di
tengah keluarga dan lingkungan santri. Pendidikan menengah
dienyamnya di Pesantren Tebuireng Jombang selama 8 tahun,
di mana ia mendalami kitab kuning dan memenangkan banyak
kompetisi di bidang tilawah Alquran (MTQ).
“MTQ memberikan saya banyak ilmu dan pengalaman.”
Ucapnya.
Dari ajang kompetisi seni baca Alquran ia mengenal
Institut PTIQ Jakarta. Sebab banyak para dewan pembina
MTQ yang berasal dari PTIQ Jakarta.
Peserta MTQ juga kebanyakan berasal dari kampus
Alquran yang berlokasi di Jakarta Selatan ini. Tidak sulit
baginya untuk memutuskan Institut PTIQ sebagai tujuan
selanjutnya dalam menimba ilmu.
Selama mengikuti perkuliahan, ia menyalurkan bakatnya
dan berhasil menyelesaikan hafalan Alquran 30 juz. Pada
dirinya terkumpul dua hal penting, yaitu hafalan Alquran dan
kemampuan melantunkannya dengan nada yang merdu.
Ia sempat melanjutkan kuliahnya di UIN Ciputat, namun
dikarenakan beberapa hal, ia justru menyelesaikan pendidian
strata duanya di Institut PTIQ.

30
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ket.: Masrur Ichwan melantunkan ayat-ayat Al-Quran di acara-acara


nasional.

Berkah MTQ
Bakat dan minatnya dalam MTQ diturunkan dari
keluarga. Ayahnya sering menyelenggarakan lomba MTQ
untuk mensyiarkan Alquran dan menumbuhkan rasa cinta
masyarakat kepada Alquran.
Bakat dan minatnya ini sudah terlihat sejak kecil
tepatnya saat di sekolah dasar di mana ia mendapat nominasi
juara MTQ tingkat provinsi. Prestasinya terus meningkat
hingga pada akhirnya menjadi pemenang di lomba MTQ
tingkat internasional di Mesir, Saudi Arabia, dan Iran. Seakan
naik level, Masrur juga mengikuti kompetisi Qiraat hingga

31
Mereka yang Menjaga Al-Quran

tingkat internasional, yang salah satunya diselenggarakan di


Iran. Sebuah pencapaian yang luar biasa mengagumkan.
Selama keikutsertaannya dalam kompetisi, ia
berkesempatan bertemu banyak orang hebat. Sebut saja saat
di Mesir, ia bertemu dengan presiden Muhammed Anwar
al-Sadat, dan saat di Iran ia juga dijamu oleh presiden Iran.
Melalui MTQ juga ia berkesempatan bertemu ulama besar
semisal Syaikh Qusyairy dan Syaikh Mutawally Sya’rawi.
Kini, ia bukan lagi peserta MTQ, namun menjadi
pembina dan dewan hakim MTQ. Ia juga menginisiasi
pembentukan beberapa lembaga tingkat lokal dan nasional
yang bergerak di bidang pengembangan minat dan bakat
dalam seni baca Alquran. Suaranya yang merdu, memunculkan
banyak tawaran untuk menjadi imam masjid. Hingga kini,

Ket.: Masrur Ichwan menjadi menjadi juri dan pembina MTQ tingkat
lokal dan Nasional.

32
Mereka yang Menjaga Al-Quran

selain masjid At-Tin yang legendaris, ia juga menjadi imam di


beberapa masjid besar di Jakarta.
Menurutnya, tilawah Alquran tidak dinilai dari segi
bacaannya saja. Menurutnya, Al-Qur’an harus dibaca
dengan baik dan benar, serta nada yang indah agar bisa
meningkatkan kualitas ketakwaan orang yang membacanya
dan mendengarnya. Lantunan merdu Alquran akan membawa
ketenangan jiwa. Pada akhirnya akan termotivasi kita untuk
selalu membaca Alquran. Bacaan Alquran dengan nada yang
indah bisa menjadi wasilah turunnya hidayah Tuhan, di mana
ada banyak orang masuk Islam hanya karena mendengar bacaan
Alquran.
Belakangan, minat masyarakat terhadap seni baca Alquran
semakin meningkat. kesadaran akan pentingnya Alquran juga
meningkat di segenap lapisan masyarakat. Tahfizh Alquran
menjadi mata pelajaran unggulan di banyak sekolah formal.
Ada juga perguruan tinggi yang menyediakan beasiswa bagi
calon mahasiswa yang memiliki prestasi di bidang Alquran
baik dalam sisi hafalan maupun seni bacaannya.
Di fakultas Ushuluddin, Masrur Ichwan menjadi dosen
yang tidak tergantikan. Nagham Alquran dan Ilmu Qiraat
yang menjadi spesialisasinya merupakan mata kuliah yang
tidak bisa diajarkan oleh dosen biasa, karena membutuhkan
pengetahuan terkait teori dan bakat berupa suara yang indah.
Orang yang memiliki suara indah namun tidak mengetahui
teori dalam ilmu Nagham tidak bisa menjadi dosen seperti
dirinya, demikian juga orang yang mengetahui teori Nagham
namun tidak memiliki suara merdu.

33
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Dari Alquran ia mendapatkan banyak kebahagiaan.


Hadiah yang diperolehnya dari kompetisi MTQ sesungguhnya
melebihi dari apa yang bisa kita bayangkan. Kemampuannya
membaca Alquran dengan nada merdu menjadi wasilah
terjadinya banyak kegembiraan dan kebahagiaan. Masrur
Ichwan merupakan bukti bahwa Alquran dari sisi bacaannya
saja merupakan mukjizat dan pembawa kebahagiaan.[]

34
ANSOR BAHARY:

MENGGABUNGKAN
ZIKIR DAN FIKIR

35
G aya berbicaranya santai dan perawakannya seperti
remaja. Ansor Bahary adalah dosen yang lebih suka
berbicara apa adanya. Dalam perkuliahan, ia juga menggunakan
cerita dan pengalaman sebagai penjelasan materi. Secara
keilmuan, ia adalah dosen yang cakap dan mumpuni.
Ayahnya pernah menjadi santri langsung dari Kiai Hasyim
‘Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, dan termasuk orang-orang
yang ikut Resolusi Jihad di Surabaya. Saudara-saudaranya
juga banyak yang belajar di pesantren. Ansor Bahary pernah
menjadi santri di Lasem, Majalengka, dan Kediri. Dulu saat
masih menjadi santri di usia belia, ia diperbolehkan mengikuti
kajian yang seharusnya dikhususkan untuk pengurus pesantren
saja.
Tumbuh di lingkungan pesantren, Ansor Bahary menjadi
akademisi muda yang melek isu-isu kontemporer. Di fakultas
Ushuluddin, mata kuliah semisal Pemikiran Kontemporer Dalam
Islam (PKDI) dan Wacana Kontemporer Dalam Penafsiran
selalu diserahkan kepadanya. Ia seakan menjadi contoh bahwa
tradisionalisme “masa lalu” bisa dipahami bersamaan dengan
modernitas “masa kini”.
Pemikirannya yang terbuka, membuatnya terhubung
dengan banyak kalangan. Sosok yang terlahir di Indramayu
pada 06 Juni 1979 ini, aktif mengikuti forum-forum diskusi
yang diadakan oleh kelompok yang tidak mainstream semisal
Syiah. Ia bahkan pernah direkomendasikan oleh ICC untuk
belajar ke Iran, guna mendalami pemikiran Syiah yang murni
secara langsung dari para tokoh syiah.
36
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Akademik dan Perniagaan


Bahwa ilmu harus dipraktekkan, dipahami dengan
baik olehnya. Ada banyak ayat Alquran dan hadis tentang
perniagaan, maka perlu diamalkan dan dicontohkan dalam
bentuk praktek keseharian. Ansor Bahary yang mengajar tafsir
tematis (mawdhu’i) ahkam dan ijtima’i, perlu mencontohkan
tata cara berniaga yang dikehendaki Alquran dan etika dalam
berdagang.
“Saya belajar berprinsip dari berdagang,” tuturnya.
Terdengar sedikit aneh, mengingat ia mengambil
pendidikan formalnya dari strata 1 hingga strata 3 dalam bidang
hadis, namun memiliki profesi kedua sebagai pedagang. Akan
tetapi jika merujuk kepada temuan Clifford Geertz kita dapati
bahwa santri dan pedagang memiliki kaitan kuat. Artinya,
santri banyak yang memiliki bakat berdagang.
“Saya juga harus fokus pada keilmuan,” ucapnya seolah
hendak menegaskan bahwa profesi utamanya adalah dosen dan
pendidik.
Apa yang dihasilkan dari perniagaan, digunakan
olehnya untuk kebaikan umat. Ini bukan ungkapan klise.
Ansor Bahary sudah lama menjadi orang tua asuh bagi banyak
anak yatim. Bukan sekedar disantuni, mereka diperlakukan
selayaknya anak kandung dan diajak tinggal di rumahnya.
Ia adalah teladan atas praktik kedermawanan dan kepedulian,
bukan sekedar teori dalam kajian.

37
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ket.: Anshor Bahary mengunjungi banyak tempat di sela aktifitas


keilmuannya.
Melengkapi Perspektif Mahasiswa Alquran
Siapapun yang menjadi dosen di fakultas Ushuluddin
Institut PTIQ Jakarta, harus memiliki kompetensi di bidang
ke-Alquran-an. Ansor Bahary sadar akan hal ini. Ia pernah
menghafal Alquran saat di pesantren, walaupun tidak penuh
sebanyak 30 juz. Namun bisa mengimbangi mereka yang
menghafal seluruh ayat Alquran.
Karakteristik mahasiswa Ushuluddin itu unik. Namun
sebagian besar mereka adalah lulusan pesantren dan sudah
memiliki aspek “zikir”. Ansor Bahary dengan aktif mengenalkan
sisi lain yang harus dimiliki akademisi Alquran, yaitu “fikir”.
Rasionalitas dan wahyu seharusnya bisa seiring seperjalanan.
Bahwa Agama bukan hanya di masjid dan di kuburan, namun
juga di ruang kerja, ruang publik, di pasar dan di lembaga
pendidikan.[]
38
AHMAD UBAYDI HASBILLAH:

MUDA BERPRESTASI

39
S ikapnya santun, dan apa yang keluar dari mulutnya
tersusun secara sistematis. Ahmad Ubaydi H adalah
sosok muda yang berprestasi dalam bidang akademik.
Terlahir dari keluarga yang sebagian besar merupakan
pengasuh dan pengajar di pesantren, tradisi kepesantrenan
nampak jelas pada dirinya. Ayahnya sendiri yang mengenalkan
kitab kuning, dan ibunya adalah penghafal Alquran. Dari
keduanya ia mendapatkan motivasi untuk menjadi kiai dan
penghafal Alquran. Di usia muda, dosen yang lahir pada hari
Rabu 3 Desember 1986 sudah menghafal ‘Imrithi dan Alifiyah.
Ia memang selalu tampil dalam kemudaannya. Di
sekolah, ia menjadi siswa yang paling muda. Saat menjadi santri
di Tebuireng, ia menjadi peserta bahstul masail termuda. Di usia
30 tahun ia sudah menyelesaikan pendidikan strata tiga. Kini, ia
diamanahi menjadi kepala sekolah di Ciputat, lagi-lagi di usia
yang muda.
Walaupun background-nya pesantren, tetapi ia sangat
aktif di akademik, penelitian, dan organisasi kemahasiswaan.
Ahmad Ubaydi H merupakan lulusan terbaik di jenjang
strata 1 hingga strata 3 yang ditempuhnya di UIN Ciputat.
Lama tinggal di pesantren justru menjadikannya pribadi yang
terbuka. Pesantren pula yang mengajarkannya bahwa seorang
guru yang memberikan keteladanan dalam sikap terbuka.
“Ini juga bisa terjadi pada bidang hadis.” Imbuhnya.
Sebagai pengampu mata kuliah hadis, ia paham bahwa belajar
hadis akan mengantarkan orang untuk bersifat inklsusif dan

40
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ket.: Ahmad Ubaydi H. saat launching bukunya yang berjudul “Ilmu


Living Quran-Hadis.”

dinamis. Sikap dan tradisi keterbukaan ini dia kenalkan dan


kembangkan di perkuliahan di fakultas Ushuluddin Institut
PTIQ Jakarta.

Melanjutkan Legacy Kiai


Selain menjadi peneliti dan dosen, Ahmad Ubaydi H
juga menjabat sebagai kepala sekolah di pesantren yang pernah
ditinggalinya. Sekolah ini memiliki komitmen sebagai lembaga
pengkaderan ulama sejak usia dini. Bukan sekedar memimpin
sekolah yang didirikan gurunya, ia juga meneruskan beberapa
kajian yang biasa diampu oleh gurunya tersebut. Beberapa
santri yang diajarnya berusia lebih tua darinya. Hal ini sesuai
dengan sosoknya yang identik dengan “usia dini”.
Tidak sulit baginya untuk menjadi kiai sekaligus
kepala sekolah, mengingat ia memang tumbuh di lingkungan
pesantren dan keluarga pendidik.

41
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ket.: Ahmad Ubaydi H. saat bersama para murid-muridnya di


pesantren.

Kini ia berdomisili di Ciputat. Namun di waktu yang


akan datang ia akan kembali ke tanah kelahirannya. Bercerita
tentang masa mudanya membuat dadanya membuncahkan
rasa kerinduan.
”Hal itu lazim, bukan?” Ujarnya.
“Sama dengan perasaan Rasulullah ketika ia harus hijrah
dari kota kelahirannya menuju Madinah. Di satu sudut jalan
beliau tiba-tiba dipertemukan dengan arah menuju pulang ke
Makkah. Seketika itu Rasulullah merasa rindu, hingga matanya
terlihat berkaca-kaca. Abu Bakar menguatkannya untuk terus
berjalan dan melupakan sejenak kerinduan itu.” []

42
AMIRIL AHMAD:

SAAT ALQURAN DIJELASKAN


DENGAN IT

43
S elepas dari pendidikan dasar, Amiril Ahmad
melanjutkan belajarnya di pesantren Musthafawiyah
yang merupakan lembaga pendidikan tertua di Medan. Tinggal
di gubuk-gubuk kayu yang kecil seluas kira-kira 2 kali 3
meter, santri-santri diajarkan kemandirian dan kesederhanaan.
Di pesantren yang berkah ini pula, ia mengkaji kitab kuning
semisal Fathul Mu’in dan Ihya ‘Ulumuddin. Setelah selama 5
tahun belajar di Pesantren yang didirikan oleh Syeikh Musthafa
bin Husein bin Umar Nasution al-Mandaily, Amiril Ahmad
melanjutkan pendidikannya di Pesantren Ummul Qurra di
bawah asuhan KH. Syarif Rahmat hingga tamat Aliyah.
Pada tahun 2007, ia diterima sebagai mahasiswa di Insitut
PTIQ Jakarta. Dari Kiai Syarif, ia mendapatkan beasiswa
pendidikan sebagai apresiasi atas keberhasilannya menjadi santri
yang memiliki hafalan Alquran terbanyak. Sebagai seorang
perantauan, beasiswa ini bagaikan oase di padang pasir. Atas
dasar prestasi juga, selanjutnya ia mendapatkan bantuan biaya
pendidikan dari Dr. Nur Rofiah, yang merupakan salah satu
dosen di fakultas Ushuluddin, hingga lulus sebagai seorang
sarjana.
Amiril Ahmad sadar, bahwa sebagai mahasiswa yang
harus membiayai sendiri hidupnya, ia harus belajar dan bekerja
lebih rajin. Untuk membiayai kebutuhan sehari-hari, ia
mengikuti beberapa aktivitas, di antaranya Pendidikan Kader
Ulama dari MUI dan mengajar privat. Pada tahun 2014 ia
mendaftarkan diri untuk masuk di Pascasarjana di Institut
PTIQ, dan menjadi karyawan di almamaternya tersebut. Amiril
Ahmad adalah teladan dalam kemandirian dan kegigihan. Di
44
Mereka yang Menjaga Al-Quran

tengah keterbatasan biaya, ia mendapatkan beasiswa pendidikan


hingga sarjana karena prestasi dan kepintarannya.

Budaya IT di PTIQ
Sambil menyelesaikan tesisnya, ia mengabdi di
perpustakaan. Dosen muda ini memang terkenal jeli dalam
melihat peluang. Menulis tesis membutuhkan banyak literatur,
dan tempat yang menyediakan literatur yang melimpah adalah
perpustakaan. Di waktu sama, kegemarannya dalam IT sangat
bermanfaat untuk program digitalisasi perpustakaan dan
pembangunan sistem IT perpustakaan.
Menganggap Institut PTIQ sebagai rumah kedua dan
tempat yang pas untuk berkhidmah kepada Alquran, Amiril
Ahmad menerima promosi sebagai kepala tata usaha di fakultas
Ushuluddin. Di sini, bakatnya dalam bidang IT semakin
menonjol. Visi fakultas untuk menjadi lembaga yang “mengenal
dunia dan dikenal dunia” bisa secara perlahan direalisasikan.
Skripsi mahasiswa di-upload secara online sehingga bisa
dibaca dan dicitasi oleh siapapun. Repository dosen yang mulai
dilakukan. Bekerja sama dengan Google, fakultas Ushuluddin
bisa memiliki sistem akademik yang berbasis online secara
gratis. Di tangannya, website Ushuluddin.ptiq.ac. semakin
aktif. Bukan hanya Ushuluddin, staf dan tata usaha fakultas
lainpun tidak malu untuk berkonsultasi kepadanya dalam hal
IT.
Di fakultas Ushuluddin, Amiril Ahmad mengampu mata
kuliah Penggunaan IT dalam Penafsiran. Mahasiswa diharapkan
akrab dengan ebook dan perangkat multimedia dalam mencari
rujukan dalam penafsiran. Di waktu yang sama, mahasiswa

45
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ket.: Amiril Ahmad menerima cindera mata sebagai narasumberr


dalam Studium Generale.

diwajibkan menyosialisasikan pemikiran secara world wide.


Dengan demikian, ajaran dan kebaikan Alquran akan dapat
dirasakan oleh semua orang lintas tempat dan lintas waktu.
Keunggulan dalam bidang IT, adalah satu dari dua sisi
yang melekat pada diri Amiril Ahmad. Ia tetaplah seorang
akademisi dan lulusan pesantren. Selain hafal 30 juz Alquran,
Amiril Ahmad juga pembaca kitab-kitab klasik berbahasa Arab.
Di waktu yang sama, keahliannya dalam bidang IT membuat
dirinya seakan sarjana fakultas sains dan teknologi. Kita butuh
orang yang mampu mengadaptasikan khazanah keilmuan
klasik dalam Islam dengan kemajuan teknik dan informatika.
Kita butuh dosen seperti dirinya.[]

46
ABDUL KHOLIQ:

DARI PESANTREN KE PESANTREN

47
A bdul Kholiq dilahirkan di Mojokerto pada 6
Februari 1985. Ia menjalani studinya di sekolah
formal dan pesantren. Liburan sekolahpun dia gunakan untuk
mengaji di pesantren. Pada tahun 2004 mulai menghafal Al-
Qur’an. Ia pernah merangkap sebagai pengajar dan koki (juru
masak) di pesantren. Karenanya, ia tidak perlu membayar biaya
pendidikan. Kini ia mengajar Alquran dan ilmu Alquran di
perguruan tinggi dan pesantren.
Sebelum berkarya di Jakarta, ia membantu orang
tuanya dalam merintis TPQ. Saat tinggal di Jambi, ia diminta
membantu merintis pesantren, yang sekarang jumlah santrinya
lebih dari seribu orang.
Di manapun ia berada, Abdul Kholiq selalu bersinggungan
dengan pesantren. Saat memutuskan untuk melanjutkan studi
di Jakarta, ia menyempatkan diri sowan Kiai dan berkonsultasi.
Setelah mendapat persetujuan dari keluarga dan gurunya,
Abdul Kholiq berangkat ke Jakarta dan singgah di Ciganjur,
kediaman Gus Dur, dan mengaji di pesantren yang didirikan
oleh mantan presiden RI itu. Tidak lama berselang, ia pindah
dan tinggal di rumah Dr. Husnul Hakim, dan ikut mengaji di
pesantrennya. Dari Abah, panggilan untuk Dr. Husnul Hakim,
ia dianjurkan belajar di Institut PTIQ Jakarta. Sempat cuti dari
perkuliahan, ia menimba ilmu di pesantren Lirboyo.
Setelah mendapatkan ijazah sarjana, Abdul Kholiq
melanjutkan studinya di pascasarjana Institut PTIQ. Lagi-
lagi, ia menjalani aktivitasnya sambil belajar dan mengajar di

48
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ket.: Abdul Kholiq berfoto bersama setelah mengisi Khutbah idul


Fitri d masjid Institut Teknologi Indonesia. (Doc. pribadi)

pesantren. Selain sebagai dosen, ia juga mengajar di sekolah


yang berafiliasi ke pesantren.
Aktivitasnya memang selalu terkait pengajaran dan
pesantren. Namun ia juga aktif di kegiatan sosial kemasyarakatan.
Di ormas NU, ia berkhidmah di JHQ (Jam’iyyah Qurra wal
Huffazh). Orang-orang yang ditemuinya, tidak jauh dari
pengajar Alquran dan, tentunya, pesantren.
Abdul Kholiq menyatakan bahwa orang-orang mulia
semisal Kiai Duri Nawawi dan Abah adalah teladannya dan
sosok yang banyak memberinya kebaikan. Menurutnya,
keberkahan hidup yang dirasakannya kini merupakan hasil
dari doa guru-gurunya, khususnya orang yang pertama kali
menjadi pengajar dan pendidiknya, yaitu kedua orang tuanya.

49
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ket.: Abdul
Kholiq saat
mengikuti acara
kemanusiaan di
Palestina berfoto
di depan Al-Aqsha.
(Doc. Pribadi)

Budaya pesantren diajarkannya di perkuliahan. Di


fakultas Ushuluddin, guru-gurunya kini sudah menjadi
kolega. Namun ia tetap memperlakukan mereka selayaknya
santri terhadap kiainya. Ia berharap, bahwa mahasiswa fakultas
Ushuluddin tidak tercerabut dari akar kepesantrenannya.
Mereka memang tinggal di kota besar, namun santri tetaplah
santri. Yang mencari ilmu bukan sekedar untuk menjadi pintar
namun juga agar memeroleh keberkahan.[]

50
ABDUR ROUF:

HAMKA DI INSTITUT PTIQ

51
A bdur Rouf lahir di Serang pada 12 Agustus 1967.
Ia mengaku sebagai pengagum Buya Hamka.
Baginya, penulis Tafsir Al-Azhar itu adalah seorang mufasir
sekaligus novelis, sastrawan, pejuang, dan pelaku tasawuf.
“Sufisme merupakan solusi bagi masyarakat yang hedonis
dan mengalami dekadensi moral.” Tuturnya.
Dosen senior di fakultas Ushuluddin Institut PTIQ ini
bukan sekedar mengagumi sosok Hamka tanpa alasan. Abdur
Rouf melakukan penelitian mendalam selama 18 bulan tentang
sufisme Hamka dan menerbitkannya dalam sebuah buku. Kini,
buku tersebut menjadi rujukan wajib bagi siapapun yang ingin
menulis karya ilmiah terkait Hamka dan pemikirannya.
Abdur Rouf merupakan sosok yang fokus dalam
mengerjakan sesuatu. Ia bisa menyelesaikan pendidikan doktoral
di Universitas Malaya dalam waktu hanya setengah dari waktu
yang biasa ditempuh mahasiswa lainnya. Saat sidang disertasi,
salah satu penguji bertanya, “Bagaimana caranya anda bisa
menulis disertasi sebagus ini?”.
Sidang berlangsung singkat, hanya dalam waktu
setengah jam. Abdur Rouf bukan sekedar membuat kagum
penguji, namun juga orang-orang yang menghadiri sidangnya
tersebut. Tidak perlu waktu lama, ia mendapatkan tawaran dari
sebuah penerbit untuk membukukan disertasinya.
“Selain membawa gelar doktor, saya pulang ke Indonesia
dengan membawa royalti buku yang besar,” kenangnya.

52
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ket.: Abdur Rouf saat berlibur.

Saat belajar di pendidikan dasar, pernah lompat kelas.


Seharusnya, setelah kelas tiga ia naik ke kelas empat. Namun,
kecerdasannya memang melampuai anak-anak seusianya,
Abdur Rouf langsung diterima di kelas lima.
Saat belajar di sekolah menengah atas, ia sudah dipercaya
untuk mengajar di sekolah menengah pertama. Saat belajar
kelas dua Aliyah, ia mengikuti ujian kelulusan yang seharusnya
hanya boleh diikuti siswa kelas tiga. Hasilnya? Ia lulus.
Kepintaran akan selalu melekat pada dirinya. Pada
tahun 1990 Abdur Rouf diterima di kampus tertua dan paling
mulia, al-Azhar Mesir. Lima tahun menyelesaikan studi strata
1, ia kemudian mendaftar di Institut Sudi Islam di Kairo, dan
mengambil pendidikan setara strata 2.

53
Mereka yang Menjaga Alquran

Ket.: Abdur
Rouf bersama
Istri saat
melakukan
wisata religi.

Di fakultas Ushuluddin, Abdur Rouf mengenalkan


tasawuf bukan hanya sebagai kajian dalam diskusi namun
juga sebagai sifat yang harus dimiliki oleh siapapun yang
ingin menafsirkan Alquran. Ia bukan sekedar menulis tentang
Hamka, namun menjadi gambaran Hamka di eranya. Ia
berharap, dari sekian banyak mahasiswa yang belajar darinya,
ada yang menjadi “reinkarnasi” Hamka. Harapan mulia yang
menjadi keinginan kita bersama.[]

54
ABDURROUF:

MEMBACA ALQURAN DAN


MENULIS MASYARAKAT

55
K iai Sahal Mahfudh pernah menegaskan jika
pesantren selalu kental dengan persoalan fiqh
dan ilmu kemasyarakatan. Kiai dan santri adalah orang yang
membaca kitab kuning dan selalu berpikir untuk memberikan
solusi bagi kehidupan masyarakat.
Dilahirkan di desa Tuk Kedawung pada 7 Desember
1986. Abdurrouf memulai perjalanan keilmuannya di Pesantren
Lirboyo hingga tamat Aliyah. Kitab-kitab “babon” merupakan
bacaan wajib yang biasa dikaji olehnya. Saat belajar di Pesantren
Maunah Sari asuhan Kiai Abdul Hamid Abdul Qodir, cucu
dari Kiai Munawir Yogjakarta, ia menghafalkan Alquran.
Selanjutnya ia menamatkan pendidikan strata satunya di Institut
PTIQ Jakarta, strata dua di UNU (Universitas Nahdlatul Ulama)
Jakarta. Ikut menjadi tim teknis saat pendirian pascasarjana
UNU, Abdurrouf paham bahwa lembaga ini adalah tempat
terbaik untuk belajar Kajian Islam Nusantara.
Dengan kualifikasi magister di tangan, Abdurrouf
diminta mengajar di Institut PTIQ dan UNU. Kedua perguruan
tinggi ini tidak mau kehilangan “out put” terbaiknya. Padahal
di waktu yang sama, ia sudah menjadi staf ahli di lingkungan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan pegiat filantropy.
Karirnya dalam dunia sosial kemasyarakatan semakin nyata saat
diamanahi sebagai sekretaris LAZIS-NU dengan coverage area
seluruh Indonesia.

56
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ket.: Abdurrouf (dua dari kanan) bersinergi dengan start-up


nasional.

Sebagai akademisi, ia paham akan pentingnya literasi.


Bersama beberapa rekannya, ia mendirikan lembaga penerbitan,
dan aktif melakukan diskusi ilmiah secara berkala. Agar hasil
peikirannya bisa dirasakan banyak orang, ia mendirikan portal
berita keislaman www.harakahislamiyah.com.

Menawarkan Solusi Qurani


Berada di lingkungan DPR, perguruan tinggi, organisasi
kemasyarakatn (ormas) NU dan LSM membuka peluang besar
baginya untuk semakin bisa berkhidmah kepada masyarakat.
Tradisi pesantren yang tertanam di dirinya dan Alquran yang
dihafalnya itu sangat bermanfaat baginya dalam merumuskan
solusi. Abdurrouf melihat ada problematika di masyarakat,
lalu mencari solusinya di Alquran dan kitab klasik. Dengan
menggunakan jaringan ormas dan LSM yang dimilikinya,

57
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ket.: Abdurrouf (tiga dari kiri) bersinergi dengan lembaga filantropi


internasional.

solusi itu bisa disampaikan kepada masyarakat. Agar semakin


efektif, ia bisa mengadvokasi anggota DPR untuk menjadikan
solusi yang ditawarkannya sebagai bahan pertimbangan dalam
merumuskan undang-undang. Paradigma “interkoneksi”
dan “mutualisme” ini ia tularkan ke mahasiswa di fakultas
Ushuluddin Institut PTIQ.[]

58
HIDAYATULLAH:

BELAJAR TIDAK MENGENAL


USIA

59
D i matanya, orang tua yang di siang hari beraktivitas
sebagai pedagang dan di malam hari menjadi guru
ngaji, adalah idola dan teladan terbaik dalam hidupnya. Sedari
kecil, Hidayatullah sudah menjadikan mushala dan langgar
sebagai rumah kedua. Ia belajar di mushala, dan bermain
bersama teman-temannya di mushala.
“Kamu harus pintar Al-Qur’an, Nak.” Pesan ibunya.
Nasihat perempuan mulia ini selalu terpatri di sanubari
Hidayatullah.
Selepas mengenyam pendidikan dasar, Hidayatullah
melanjutkan studinya ke pesantren di Madura dan mulai

Ket.: Hidayatullah mengajar Alquran di berbagai daerah.

60
Mereka yang Menjaga Al-Quran

menghafal Alquran. Lulus Aliyah, ia berhasil menyelesaikan


seluruh hafalannya. Selanjutnya, ia belajar di pesantren di
kota Malang, dan dalam waktu setengah tahun mampu
menyelesaikan setoran hafalan Alquran di hadapan kiai.
“Motivasi terbesar, saya dapatkan dari dari ibu saya,”
Ungkap laki-laki kelahiran Sampang Madura pada 23
Desember tahun 1986.
Selanjutnya, ia mendaftarkan diri ke Institut PTIQ
hingga menyelesaikan strata dua. Selama kuliah, ia tinggal di
pesantren Alquran. Kini, selain menjadi dosen di Institut PTIQ,
ia juga mengajar Alquran dan di pesantren.
Hidayatullah adalah sosok yang beruntung. Ia selalu
dikelilingi orang-orang mulia, yaitu orang tua dan guru-
gurunya. Dari mereka, Hidayatullah belajar Alquran dan
pengamalannya. Dari mereka ia dapati teladan kesederhanaan
dalam hidup dan idealisme untuk selalu mengajarkan Alquran.
[]

61
Mereka yang Menjaga Al-Quran

62
FARID AFRIZAL:

MENGAJAR DAN
BERORGANISASI

63
F arid Afrizal terlahir pada 15 Oktober 1989 di Desa
Banua Jinggah yang asri nan damai di Kalimantan
Selatan. Selain tercatat sebagai lulusan terbaik di jenjang
pendidikan dasar dan menengahnya, ia merupakan siswa yang
memeroleh nilai UN tertinggi. Empat tahun menyelesaikan
studi S1, Farid juga menjadi lulusan terbaik tingkat Institut.
Selama menjadi mahasiswa fakultas Ushuluddin, ia banyak
mengukir prestasi di lomba-lomba MTQ.
Sadar bahwa dirinya merupakan perantauan, Farid
Farizal mendirikan organisasi mahasiswa asal Kalimantan di

Ket.: Farid Afrizal saat berada di Eropa.

64
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ket.: Farid
Afrizal
bersama istri
melakukan
kunjungan
religi.

Jakarta. Ia juga pernah menjabat sebagai ketua harian Ma’had


Al-Qur’an PTIQ selama dua periode. Selain itu, ia aktif di
beberapa organisasi lokal lainnya.
Pendidikan strata dua diambilnya di UIN Ciputat.
Selain belajar secara intensif dari Dr. Ali Nurdin, ia juga
berkesempatan balajar tafsir dari Prof. Dr. M. Quraish Shihab
dan belajar hadis dari Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub. Pada tahun
2016, ia menyelesaikan pendidikan magisternya dan menjadi
lulusan pertama program pascasarjana fakultas Ushuluddin
UIN Ciputat sekaligus lulusan terbaik pada wisuda ke 101.

65
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Selain menjadi pengajar di fakultas Ushuluddin Institut


PTIQ Jakarta, Farid Afrizal juga mengajar di sekolah formal,
majelis taklim, dan menjadi imam di masjid. Baginya, Alquran
yang sudah dihafal secara penuh 30 juz bisa disebarkan dengan
cara mengajar dan melalui organisasi. Seorang akademisi
bukanlah sosok orang yang memulu berhadapan dengan
literatur, namun juga berhadapan dengan manusia yang
memiliki perbagai keinginan dan kepentingan dan semua itu
bisa dikelola dengan baik melalui organisasi.[]

66
NUR ROFI’AH:

MUFASSIR FEMINIS

67
N ur Rofi’ah dilahirkan di Pemalang, di sebuah desa
yang berada di dekat pegunungan dengan suasana
yang sangat asri dan hutan yang masih lestari.
Doktor alumnus Universitas Ankara Turki memulai
pendidikan formalnya di taman kanak-kanak Salafiyah yang
diasuh oleh orangtuanya sendiri. Pendidikan dasarnya dijalani
di dua sekolah, SD dan Madrasah Diniyah. Walaupun terkesan
malas belajar, namun kepintarannya sudah menonjol sedari
kecil.
Setelah menyelesaikan pendidikan Aliyah di Jombang
Jawa Timur, dia mendaftar diri di IAIN Jakarta dan IAIN
Yogyakarta. Lulus di dua perguran tinggi, Nur Rofi’ah memilih
belajar di Yogyakarta sambil mengaji di pesantren di Krapyak
untuk menghafalkan Al-Qur’an. Tidak banyak orang yang
tahu, bahwa Nur Rofi’ah adalah seorang penghafal Alquran 30
juz (hafizhah).
Tipikal pesantren-pesantren di Jombang dan lingkungan
akademik di Jogjakarta yang terbuka, banyak memengaruhi
paradigmanya. Siapapun yang berdiskusi dengannya akan
dengan memudah melihat sikap ini pada diri Nur Rofi’ah.
Baginya, berbeda pendapat adalah hal yang lumrah, dan
berdiskusi itu artinya saling menyampaikan argumentasi dengan
santun bukan menang-menangan. Di mata para mahasiswanya,
dari strata 1 hingga doktoral, Nur Rofi’ah merupakan dosen
yang sangat menyenangkan.
Nur Rofi’ah memang sosok pemikir yang mendahului
zamannya. Ia sudah gemar mendiskusikan pemikiran
68
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ket.: Nur Rofiah menjadi narasumber di banyak seminar


internasional.

Fazlurrahman, Rit’at Hasan, Cak Nur, Gus Dur, dan Nawal


El-Sa’dawi. Dari suka lalu menjadi pakar, nama Nur Rofi’ah
kemudian masuk dalam kelompok tokoh feminisme yang
pemikirannya ramai didiskusikan di kelas-kelas perkuliahan.
“Saat menjadi mahasiswa adalah masa yang sangat sibuk
bagi saya namun amat menyenangkan”. Ujarnya
Ia bertemu dengan banyak orang dengan berbagai
preferensi dan latar belakang yang berbeda. Berdiskusi dengan
mereka semakin mengilapkan keilmuannya yang sudah mapan.
Saat mendengar ada beasiswa ke belajar ke Turki, ia
sigap mengambil kesempatan. Kemampuannya dalam bahasa
asing sudah cukup, selain bahasa Arab yang telah dipelajarinya
selama di pesantren, ia juga menyempatkan diri kursus bahasa
Inggris. Setelah selesai belajar di Turki, kemampuannya dalam
berbahasa asing bertambah.
69
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ket.: Nur
Rofiah (duduk
tengah) aktif
dalam kajian-
kajian tentang
gender.

Keperempuanan di Institut PTIQ


Nur Rofi’ah tercatat sebagai dosen di Institut PTIQ.
Pemikiran progressifnya dalam wacana feminisme benar-benar
memberikan warna baru di perguruan tinggi yang bisa dibilang
sebagai kampusnya laki-laki. Ia dengan nyaman berdiskusi dan
berdebat dengan mahasiswa alumni pesantren yang sangat
menguasai kitab kuning, karena ia juga pembaca kitab kuning.
Ia bisa dengan lugas menawarkan feminisme dalam penafsiran
kepada “para penafsir maskulinisme” karena ia juga membaca
tafsir yang mereka baca.
Tidak berlebihan jika kita sebut Nur Rofi’ah sebagai
sosok akademisi yang dikenal secara global. Ia bukan hanya
pemberi materi di hadapan para penyuluh Agama, dan pengisi
materi majelis taklim, namun juga narasumber di seminar-
seminar internasional.
Ada banyak penafsir laki-laki yang belajar di Institut
PTIQ. Mereka banyak memberikan kontribusi keilmuan dan
solusi atas probematika masyarakat. Mereka memiliki cukup
bekal kelimuan dari dosen-dosen dengan dedikasi tinggi, yang
salah satunya adalah perempuan hebat bernama Nur Rofi’ah.[]

70
ABDUL MUID:

BERFILSAFAT DENGAN
ALQURAN

71
T umbuh dan berkembang di Sulawesi Selatan, Abdul
Muid muda berkeinginan untuk melanjutkan
studinya di Jakarta. Ayahnya yang awalnya tidak mengizinkan,
berubah pendapat setelah berdiskusi dengan kakeknya.
“Biarlah dia pergi. Dia punya rizkinya sendiri”. Ucap
sang kakek.
Jakarta adalah inti dari Indonesia. Pergumulan akademis
tentunya akan sangat meriah di sini. Abdul Muid merasa rasa
haus dirinya akan ilmu pengetahuan bisa terpenuhi di Jakarta,
dan ia bisa menjadi bagian yang secara aktif berpartisipasi dan
berkontribusi dalam diskusi dan pengembangan keilmuan.
Sebagai seorang perantauan, tentunya ia akan
memerlukan banyak dana. Namun, petuah dari kakeknya
meneguhkan dirinya. Ia memiliki cita-cita luhur, dan meyakini
bahwa Tuhan akan memberikan jalan bagi hamba-Nya yang
bersungguh-sungguh.
Menariknya, selama belajar di Jakarta ia selalu
berkecukupan. Tidak jarang ia membantu teman-temannya
yang kesulitan finansial. Banyak menduganya berasal dari
keluarga kaya raya. Namun dugaan ini keliru, karena yang
betul adalah bahwa Abdul Muid merupakan sosok mandiri
yang ulet.
Memang ayah dan kakeknya berasal dari kalangan
militer dan pernah menjadi anggota dewan legislatif. Kakek
dari pihak ibunya yang merupakan lulusan pesantren juga
menjadi anggota dewan legislatif namun dari partai yang

72
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ket.: Abdul
Muid menjadi
narasumber
dalam
Konferensi
Intenasional.

berbeda. Jadi, tidak salah jika Abdul Muid disebut “anak orang
kaya” dan berasal dari “keluarga berpengaruh”. Namun, Abdul
Muid adalah “entitas” tersendiri. Ia memeroleh kemapanan dari
jerih payahnya sendiri.

Dosen Filsafat
Sebagai dosen Filsafat di Fakultas Ushuluddin PTIQ
Jakarta, Abdul Muid banyak mengenalkan pemikiran filosofis
dan “nakal” kepada mahasiswanya. Sebagai orang yang banyak
menghabiskan usianya di pesantren dan mempelajari kitab
kuning, sebenarnya ia lebih menguasai wacana-wacana klasik.
Ia bahkan menghafal beberapa kitab kuning semisal Alfiyah
Ibnu Malik. Namun, mahasiswa Ushuluddin kebanyakan
adalah lulusan pesantren, mereka tidak perlu materi perkuliahan

73
Mereka yang Menjaga Alquran

Ket.: Abdul
Muid aktif
dalam forum-
forum terkait
Alquran dan
tafsir.

yang merupakan redudansi dan repetisi apa yang sudah mereka


pelajarinya di pesantren.
Filsafat bukan sekedar ilmu, namun juga cara berpikir.
Abdul Muid yang kini diamanahi sebagai ketua program
magister, melengkapi khazanah keilmuan mahasiswa dengan
paradigma filosofis dan modern agar alumni Institut PTIQ
Jakarta memahami “dunia barat” dan “dunia timur”

74
FAKULTAS USHULUDDIN

INSTITUT PTIQ JAKARTA

75
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ket.: Fakultas Ushuluddin bekerjasama dengan perguruan tinggi


lain dan lembaga-lembaga yang relevan.

P embukaan fakultas Ushuluddin Institut PTIQ


ditetapkan melalui Surat Keputusan Rektor Nomor
PTIQ/044/C.2.2/X/2001 tertanggal 1 Oktober 2001. Izin
operasional diberikan oleh Kopertais Wilayah I DKI Jakarta
melalui Surat Keputusan Nomor 108 tahun 2002 tertanggal
1 Agustus 2002, dan oleh Direktur Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama melalui Surat
Keputusan Nomor Dj.II/474/2004. Pada tahun 2009 program
studi Tafsir Hadis fakultas Ushuluddin mendapat akreditasi “B”
(nilai 327) dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi
(BAN-PT) berdasarkan Surat Keputusan Nomor 013/BAN-
PT/Ak-XII/s1/VI/2009 yang pada tahun 2015 meningkat
menjadi “A” (nilai 366) berdasarkan Surat Keputusan Nomor
773/SK/BAN-PT/Akred/S/VII/2015 dan berlaku hingga tahun
2020.
Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan
Islam Kementerian Agama RI Nomor 1429 tentang Penataan
76
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Program Studi di Perguruan Tinggi Agama Islam, program


studi Tafsir Hadis fakultas Ushuluddin berubah menjadi
program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir. Perubahan ini telah
mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal Pendidikan
Islam Kementerian Agama RI melalui Keputusan Nomor
5973 tertanggal 20 Oktober 2015. Berdasarkan rencana
strategis (renstra), dalam waktu dekat fakultas Ushuluddin akan
membuka program studi Ilmu Hadis.

A. Visi dan Misi


Fakultas Ushuluddin memiliki visi menjadi fakultas
yang unggul, kompetitif dan profesional dalam studi ilmu-
ilmu Al-Quran, tafsir dan hadis dengan mengintegrasikan
keindonesiaan dan kemanusiaan
Untuk mewujudkan visi di atas, fakultas Ushuluddin
memiliki misi sebagaimana berikut ini: Pertama,
menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran research
based learning, problem solving based learning dan contextual
teaching & learning dalam rangka quality assurance yang sesuai
dengan karekteristik (ciri khas) Institut PTIQ Jakarta. Kedua,
melaksanakan penelitian dalam rangka pengembangan
keilmuan dan karya-karya inovasi para ulama. Ketiga, menjadi
pusat studi dan penelitian tentang ilmu-ilmu keislaman,
khususnya ilmu Al-Quran, tafsir dan hadis. Keempat,
menghasilkan lulusan sarjana yang memiliki kualifikasi dan
kompetensi di bidang ilmu Al-Quran, tafsir dan hadis.
Tujuan dari fakultas Ushuluddin adalah: Pertama,
terwujudnya program studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir juga
program studi Ilmu hadis yang unggul, kompetitif dan

77
78
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ket.: “Wisuda Fakultas Ushuliddin InstitutPTIQ Jakarta,


sarjana yang menjadi imam dan guru alquran
Mereka yang Menjaga Al-Quran

profesional. Kedua, menghasilkan lulusan yang memiliki


kompetensi profesional, sosial dan kepribadian di bidang Ilmu
Ushuluddin (Al-Quran, tafsir, dan hadis). Ketiga, menghasilkan
sarjana yang mampu mengembangkan ilmu Al-Quran, tafsir,
tahfizh Al-Quran, dan hadis serta membumikannya di tengah-
tengah masyarakat. Keempat, menghasilkan teori, riset, dan
karya ilmiah dalam bidang ilmu Al-Quran, tafsir, tahfizh Al-
Quran, dan hadis yang bermanfaat bagi umat Islam, bangsa
dan negara.
Program studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir memiliki visi
menjadi pusat studi dan pengembangan ilmu Al-Quran, tafsir,
dan tahfizh Al-Quran yang menghasilkan sarjana-sarjana
unggul, kompetitif dan profesional pada tahun 2020.
Untuk mewujudkan visi di atas, program studi Ilmu
Al-Quran dan Tafsir menetapkan misinya, yaitu: Pertama,
menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran dengan
pendekatan Research based learning, problem solving based
learning dan contextual teaching & learning di bidang ilmu
Al-Quran dan tafsir. Kedua, melaksanakan pengkajian,
penelitian dan pengembangan ilmu Al-Quran dan tafsir
dalam rangka memberikan solusi terhadap problematika umat,
serta merespon perkembangan sains dan teknologi. Ketiga,
melakukan pengabdian kepada masyarakat dalam bidang Al-
Quran (tilawah, tahsin, dan tahfizh), serta aktualisasi nilai-nilai
Al-Quran di tengah-tengah masyarakat.
Program studi Ilmu Hadis memiliki visi menjadi
pusat studi dan pengembangan kajian hadis dan ilmu hadis
yang menghasilkan sarjana-sarjana unggul, kompetitif dan
profesional pada tahun 2023.

79
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Untuk mewujudkan visi di atas, program studi Ilmu


Hadis menetapkan misinya, yaitu: Pertama, menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran dengan pendekatan Research based
learning, problem solving based learning dan contextual teaching &
learning di bidang hadis dan ilmu hadis. Kedua, melaksanakan
pengkajian, penelitian dan pengembangan hadis dan ilmu
hadis dalam rangka memberikan solusi terhadap problematika
umat, serta merespon perkembangan sains dan teknologi.
Ketiga, melakukan pengabdian kepada masyarakat dalam
bidang Al-Quran (tilawah, tahsin, dan tahfizh) dan hadis, serta
aktualisasi nilai-nilai sunnah di tengah-tengah masyarakat.
Keempat, melakukan kerja sama dengan lembaga terkait
untuk mendorong percepatan terciptanya tujuan prodi secara
maksimal dan diversifikasi kegiatan agar semakin kreatif dan
inovatif dalam hal pengembangan kajian hadis dan ilmu hadis.

Ket.: Mahasiswa Fakultas Ushuluddin menjadi Imam di Belanda,


Korea Selatan, dan Uni Emirat Arab.

80
Mereka yang Menjaga Al-Quran

B. Profil Lulusan
Profil utama fakultas Ushuluddin Institut PTIQ adalah
sarjana yang berakhlak mulia, mampu membaca Al-Quran
dengan “belain” (benar, lancar, dan indah), memiliki hafalan
Al-Quran dan hadis-hadis pilihan, sebagai mufassir pemula
yang mampu menerjemahkan dan menafsirkan ayat-ayat Al-
Quran atau sebagai pengkaji hadis yang mengetahui riwayah
dan dirayah hadis, berwawasan luas, serta bersikap moderat dan
toleran.
C. Kerangka Kurikulum
Kurikulum yang digunakan dalam fakultas Ushuluddin
Institut PTIQ dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: Mata
kuliah umum yang merupakan penciri nasional dan Institut,
mata kuliah utama yang merupakan penciri Fakultas, dan mata
kuliah keahlian yang merupakan penciri Program Studi.
1. Capaian Pembelajaran (Learning Outcomes) Mata Kuliah
Umum
Setiap lulusan Institut PTIQ wajib memiliki kompetensi
sebagai berikut:
a. Memiliki pengetahuan dan wawasan tentang
ideologi negara, kewarganegaraan, patriotisme,
keindonesiaan, dan keislaman yang rahmatan lil
‘alamin.
b. Memahami cara berpikir yang metodologis, serta
mampu menyampaikan gagasan dengan runtut dan
logis .
c. Mampu berkomunikasi dengan bahasa lisan dan
tulisan sesuai kaedah kebahasaan yang baik dan benar.

81
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Ket.: Fakultas Ushuluddin Institut PTIQ menyelenggarakan Studium


General tiap semester.

d. Mengetahui ilmu dasar ke-Ushuluddin-an, yaitu Al-


Quran dan hadis.
e. Mampu membaca Al-Quran dengan “belain” (benar,
lancar dan indah).
f. Memiliki hafalan Al-Quran
g. Mampu menghasilkan karya ilmiah yang memberikan
solusi bagi problematika masyarakat.
h. Memiliki semangat untuk mengabdi kepada
masyarakat.
2. Capaian Pembelajaran (Learning Outcomes) Mata Kuliah
Utama
Setiap lulusan fakultas Ushuluddin wajib memiliki
kompetensi sebagai berikut:
a. Memiliki pemahaman akidah yang benar sesuai
dogma Ahlussunnah wal jamaah.

82
Mereka yang Menjaga Al-Quran

b. Berakhlak mulia dan tidak menyelewengkan


imu pengetahuan dan Agama untuk kepentingan
duniawi.
c. Mengetahui sejarah dan peradaban umat Islam.
d. Memiliki wawasan yang luas terkait penafsiran Al-
Quran, baik yang klasik maupun yang modern/
kontemporer.
e. Mengetahui ilmu-ilmu yang dibutuhkan untuk
menafsirkan ayat-ayat Al-Quran.
f. Mampu menerjemahkan dan menafsirkan ayat-ayat
Al-Quran.
g. Mengetahui diskursus yang berkembang di kalangan
orientalis terkait Al-Quran dan mampu memberikan
jawaban atas tuduhan-tuduhan keliru seputar Al-
Quran.
h. Mampu mengajarkan Al-Quran dan hadis kepada
orang lain baik dalam lembaga pendidikan formal
maupun non formal.
i. Memiliki semangat dan kemampuan untuk
membumikan ajaran-ajaran Al-Quran dan hadis di
tengah masyarakat.
j. Unggul dalam kompetisi yang terkait Al-Quran.
k. Taat beribadah.
l. Mampu menghasilkan karya ilmiah yang baik,
relevan, solutif, dan terbebas dari plagiasi.
3. Capaian Pembelajaran (Learning Outcomes) Mata Kuliah
Keahlian

83
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Setiap lulusan program studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir


juga program studi Ilmu Hadis wajib memiliki kompetensi
sebagai berikut:
a. Mengetahui ragam Qiroat Al-Quran.
b. Mampu menyajikan penafsiran Al-Quran dan
penjelasan (syarh) hadis secara tahilili.
c. Mampu menyajikan penafsiran Al-Quran dan
penjelasan hadis secara mawdhui (tematik)
d. Mengetahui wawasan tentang tafsir-tafsir dan
pemikiran hadis klasik
e. Mampu mengintegrasikan tafsir Al-Quran dan
hadis dengan keimuan lain (sains).
f. Mampu menafsirkan Al-Quran dan menjelaskan
hadis secara tekstual dan kontekstual.
g. Mengetahui sejarah dan perkembangan mushaf Al-
Quran.
h. Mengetahui sejarah dan perkembangan tafsir dan
hadis di nusantara (Indonesia).
i. Mampu mengungkap nilai substansif (maqashid)
dari ayat-ayat Al-Quran dan hadis.
j. Mengetahui metode-metode dan pendekatan
kontemporer dalam penafsiran Al-Quran dan hadis.

D. PROSPEK LULUSAN (LEARNING OUTCOMES)


Setiap lulusan fakultas Ushuluddin akan memiliki
kompetensi dan kualifikasi yang mendukung pengembangan
profesi mereka.

84
Mereka yang Menjaga Al-Quran

1. Kompetensi dan Kualifiasi Utama:


a. Peneliti Al-Quran
b. Peneliti tafsir
c. Peneliti hadis
d. Penyuluh Agama (dai dan muballigh)
e. Pengajar (guru) di lembaga pendidikan formal
(SD, SMP, SM dan yang sederajat) dan non formal
(majelis taklim).
2. Kompetensi dan Kualifikasi Pendukung:
a. Imam masjid
b. Qori Al-Quran
c. Penulis buku terkait, Al-Quran, tafsir, dan hadis
d. Penerjemah teks dan literatur berbahasa Arab
e. Pegawai di kementerian Agama
f. Pegawai di lembaga sosial keagamaan.

E. Mahasiswa
Setiap tahun, jumlah pendaftar di fakultas Ushuluddin
cenderung meningkat. Calon mahasiswa yang mendaftar harus
mengikuti seleksi yang dilakukan oleh Institut PTIQ. Para
pendaftar yang telah ditetapkan lolos harus mengikuti seleksi
yang dilakukan oleh fakultas Ushuluddin untuk mengetahui
kemampuan bahasa Arab dan hafalan Al-Quran karena selama
perkuliahan mereka harus mampu membaca literatur klasik
berahasa Arab.
Pada tahun akademik 2011-2012, pendaftar sebanyak 73
dan diterima 20 orang.

85
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Pada tahun akademik 2012-2013, pendaftar sebanyak 86


dan diterima 20 orang.
Pada tahun akademik 2013-2014, pendaftar sebanyak 89
dan diterima 31

Ket.: Dosen dan mahasiswa saat menjadi relawan di lokasi


bencana.

86
Mereka yang Menjaga Al-Quran

Pada tahun akademik 2014-2015, pendaftar sebanyak


105 dan diterima 30
Pada tahun akademik 2015-2016, pendaftar sebanyak
109 dan diterima 40
Pada tahun akademik 2016-2017, pendaftar sebanyak 80
dan diterima 43
Pada tahun akademik 2017-2018, pendaftar sebanyak 93
dan diterima 71
Pada tahun akademik 2019-2020, pendaftar gelombang
pertama 168 dan diterima 82

87
Mereka yang Menjaga Al-Quran

88
PROFIL PENULIS

M uhammad Khoirul
Anwar, memiliki
nama Pena Khoirul Anwar Afa.
Ia lahir di Pati Jawa Tengah pada
tanggal 27 Desember 1990. Ia juga
lulusan dari Fakultas Ushuluddin
PTIQ Jakarta pada tahun 2015
dengan program Tahfiz Penuh 30
Juz. Kemudian melanjutkan studi
di Pascasarjana IIQ Jakarta dan
lulus pada tahun 2018. Di sela-
sela S2 ia juga ikut Program PKM

89
Mereka yang Menjaga Al-Quran

(Pendidikan Kader Mufasir) di Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ)


asuhan Quraish Shihab angkatan ke-13.
Selain mengabdikan diri sebagai Dosen dan Guru Ngaji,
ia juga aktif menulis dan sebagai Narasumber Kajian. Di antara
karyanya yang sudah terbukukan selain yang ada di tangan
pembaca ini juga, Novel Shefa (2019), Islam Versi Mereka (2019),
Sepenuh Hati Membesarkan Buah Hati (2019), Tafsir Sosial Kiai
Sahal Mahfudh (2018), Novel Surga di Balik Selendang Emak
(2018), Wajah Baru Moderasi Indonesia (2017), Makna Hati
Pendekatan Tafsir Sufi (2017), Potret Pendidikan Indonesia (2017).
Ia juga sudah banyak menulis artikel dan Jurnal.
Penulis dapat dikonfirmasi melalui WA 089 637 778 370,
dan imeil: Khoirulanwarafa306@gmail.com

90

Anda mungkin juga menyukai