Anda di halaman 1dari 10

1

MADRASAH PARABEK
Muslih Sayyan
Madrasah, berasal dari bahasa Arab. Artinya sekolah atau perguruan, terutama
perguruan Islam. Tetapi Madrasah Parabek, lebih tepat disebut Pondok Pesantren.
Di Jawa artinya madrasah dan asrama ( tempat mengaji, belajar agama Islam)
sekaligus memondok-- menumpang tidur dan makan di sana.
Madrasah Parabek, didirikan tahun 1910 M oleh Syekh Ibrahim Musa, setelah
ia kembali dari memperdalam ilmunya di Mekah selama 10 tahun. Beliau putera
satu-satunya dari ayahnya bernama Musa bin Abdul Malik dan ibunya Maryam.
Berasal dari persukuan “Pisang” Kampung Rumah Gadang, Jorong Parabek,
Kenagarian Ladang Laweh, Kecamatan Banuhampu/ Sungai Puar, Kabupaten
Agam.
Madrasah yang jaraknya sekitar 2 KM dari kota Bukittinggi ini, dapat dilalui
melewati dua gerbang masuk; pertama melalui Simpang Bengkawas, sebelah kiri
Jalan Padang-Bukittinggi; gerbang kedua melewati Simpang Durian, Jalan Padang
Luar- Maninjau.
Madrasah ini diawali dengan pengajian Halaqah-- duduk bersila berkelompok.
Cukup banyak pengikut dan murid –murid beliau waktu itu. Mereka berdatangan
dari wilayah Parabek
sekitarnya. Namun beberapa tahun kemudian terhenti, karena sangat kuat hasrat
hati beliau kembali ke Mekah untuk menambah ilmu pengetahuan; apalagi setelah
menyaksikan situasi sosial maupun pelaksanaan ajaran Islam di tengah
masyarakat. Sementara beliau merasa belum mampu untuk berbuat lebih jauh.
Di Mekah beliau hanya dua tahun, karena situasi perang dunia. Pengajian
berhalaqah dilaksanakan kembali dan tekat untuk mewujudkan sebuah madrasah
yang baik, kembali ditindak lanjuti.Dan pada tahun 1916 pengajian Halaqah di
beri nama Muzakaratul Ikhwan dan terakhir diberi nama Jamiatul Ikwan.
Perkumpulan ini semakin maju; baik jumlah pengikutnya yang sudah bervariasi
dari daerah lain, maupun masalah yang dipecahkannya.
Melihat hal demikian, semakin bulat tekat beliau untuk mendirikan madrasah
dengan sistem pengajaran yang teratur. Maka atas kesepakatan bersama, beliau
2

dengan Dr. Syekh Abdul Karim Amarullah ( Inyiak De- er, Ayah HAMKA),
Didirikanlah Sumatera Thuwalib, kemudian bertukar nama dengan Sumatera
Thawalib. Di Padang didirikan oleh Inyiak De-er, sedang di Parabek didirikan
oleh Syekh Ibrahim Musa sendiri.

Untuk menyebarluaskan pengetahuan agama dan nilai-nilainya ketengah-tengah


masyarakat luas, maka Sumatera Thawalib tanggal 1 Muharam 1338 /25
September 1919 menerbitkan majalah Islam Al-Bayan dangan Dewan Redaksinya
antara lain, Jamin Abdul Murad, Sa’in Al
Maliki dan lain lain. Dan Sumatera Thawalib Padang Panjang waktu itu juga
menerbitkan majalah yang bernama Al-Manar. Diasuh oleh Zainuddin Labay El-
Yunusyi.
Buat menyaingi pendidikan Belanda yang umumnya untuk anak kalangan
tertentu, maka Sumatera Thawalib Parabek meningkatkan pola pendidikan.
Tanggal 14 September 1921/10 Muharam 1340, sistem belajar yang semula
berhalaqah diganti dengan sistem moderen klasikal (berkelas-kelas). Pada awal
tahun 1926 dimulai pula pembanguan gedung Sumatera Thawalib Parabek 7 lokal.
Setelah murid-muridnya cukup banyak juga, maka disusunlah kurikulum yang
sistematis tahun 1940. Sitematika penyusunan kurikulum, mencakup masa belajar
dan mata pelajaran. Tentang masa belajar ditentukan selama tujuh tahun. Dan
mata pelajaran antara lain: bahasa Inggris, Arab, Belanda, Ilmu Ukur, Aljabar,
Geografi, Ekonomi, Koperasi, Dikdagdik dan Metodik Pengajaran serta Ilmu Jiwa
Anak serta beberapa mata pelajaran umum lainnya, di samping mata pelajaran
agama yang merupakan mata pelajaran pokok.
Orientasi pada penguasaan Ilmu Alat, adalah merupakan ciri khas utama dari
madrasah Parabek sejak dari pendirinya sampai sekarang. Para siswa/i harus
mampu mengusai ilmu alat: Nahu, Saraf, Ushul Fiqih, Mantiq dan Balagah.
Kitab-kitab salaf dan kitab standar, kitab kuning adalah objek kajian siswa dalam
mendalami persoalan-persoalan keagamaan yang berkembang.
3

Tentang konsep pendidikan beliau, digariskan bahwa murid-muridnya kelak


harus mampu hidup madiri dalam lapangan pekerjaan apa saja. Untuk membina
ke arah itu maka didirikanlah Khutubul Khannah (perpustakaan), Koperasi,
Kebun Percobaan, Asrama, Kelopok Muzakarah (debating club), Latihan
Mengajar, Panca Ragam (musik) dan lain-lain.
Khusus tentang asrama (di Parabek di sebut Surau untuk putra dan Internat
untuk putri), masing-masing nagari/daerah yang menyerahkan anak mereka ke
madrasah Parabek mendirikan sebuah surau semi permanen dan surau kayu. Di
antaranya ada Surau Padang (dibangun orang Padang), ada juga surau Malalak,
surau Pariaman, surau Ladang Laweh, surau

Mandiangin Bukittinggi. Bagi daerah lain seperti Mandailing (Tapsel), Riau,Jambi


dan Malaysia serta daerah lain yang belum punya surau dapat tinggal di rumah
penduduk sekitar
madrasah. Untuk putri waktu itu sudah ada asrama khusus putri yang disebut
internat Dibangun bersamaan dengan pembangunan lokal belajar.
Sebagai seorang ulama, beliau juga tidak mengabaikan tentang pentingnya
kesehatan jasmaniyah. Beliau menggalakkan olahraga sepakbola, bulutangkis,
tenis meja dan lain-lain. Bahkan persatuan olahraga ini sering menjuarai
sepakbola dan bulutangkis di Sumatera Barat masa itu. Begitu juga dibidang
kepanduan, di madrasah ini dibentuk Pandu Islam Al-Hilal (bulan sabit) dengan
kacu merah biru berlambang keris terhunus. Pandu-pandu ini disamping
membantu bidang sosial, juga dikerahkan pada usaha pertanian yang hasilnya
untuk menunjang peningkatan koperasi sekolah.
Dari konsep pendidikan dan pola pengajaran madrasah Parabek di atas, ternyata
disamping banyak menelorkan guru dan ulama muda, juga melahirkan tokoh-
tokoh politik seperti: Ali Imran, Abdul Gafar Ismail, Abdul Malik Sidik dan
Mantan Wapres/Menlu RI H. Adam Malik dan lain lain. Memang pada tahun 1929
pengaruh politik Islam Nasional memasuki Sumatera Thawalib yang disalurkan
lewat PERMI (Persatuan Muslim Indonesia). Dan pada tahun 1932 Sumatera
4

Thawalib menjadi wadah politik PERMI. Belanda mulai curiga sehingga


mengirim orang untuk memata-matai kegiatan pendidikan di madrasah ini. Profil
Syekh Ibrahim Musa sebagai pejuang kemerdekaan RI juga tercium oleh pihak
kolonial; beliau terus ditekan dan dicurigai ruang geraknya. Dan memang beliau
adalah pendiri Laskar Rakyat di Bukittinggi (1943) dan membentuk barisan
Sabilillah dan menjadi Imam Jihat (1946).
Dibidang pemerintahan beliau adalah Anggota Majelis Syura Wal Fatwa
Sumatera Tengah (1947) dan Anggota Korespondensi Majelis Pertimbangan
Kesehatan dan Syarak Kementrian Kesehatan RI. Pada tahun 1956 beliau menjadi
anggota konstituante no 160. Juga merupakan Ketua Dewan Kurator dan Dosen
Perguruan Tinggi Darul Hikmah, Obay Bukittinggi dan Anggota Dewan Kurator
Unand, Padang.
Mesjid Jamik Parabek yang runtuh akibat gempa 1926 selesai dibangun 1935;
kemudian datang lagi musibah kebakaran, yang membumi hanguskan sekolah,
kantor dan asrama bertingkat tanggal 17/18 Oktober 1937. Lima tahun kemudian
musibah kebakaran kembali menghanguskan asrama putri bertingkat dua.
Pemerintah kolonial pernah menawarkan bantuan untuk membangun kembali
madrasah yang terbakar tersebut, tetapi ditolak dengan halus oleh Syekh Ibrahim
Musa (Inyiak Parabek, pengilan kehormatan sehari-hari). Ada pula seorang
dermawan berkeinginan menangung biaya pembanguan madrasah sendirian. Juga
ditolak Inyiak Parabek dengan senyum sambil berkata: “Mari kita beri
kesempatan pada orang banyak lain (si miskin), secara bersama turut pula
beramal.”
Berkat kesabaran dan kerjasama antara pihak madrasah dengan masyarakat,
maka madrasah dan asrama dapat dibangun kembali tahun 1938, bahkan
kontruksinya lebih baik dan arsitekturnya lebih indah.
Kemudian melihat perkembangan pendidikan di Sumatera Barat yang semakin
meningkat juga, maka tahun 1939 beliau bersama-sama dengan menantunya
H.Bustami Abdul Ghani (tamatan Mesir), mendirikan sekolah lanjutan dari
Sumatera Thawalib dengan membuka Thakausus yaitu lanjutan selama tiga (3)
tahun setelah tamat tujuh (7) tahun dengan nama Kulliyatuddiyanah .
5

Kulliyatuddianah dibina bersama oleh Mr. Nasroen, Teja Sukmana, Arbi,


disamping beberapa tenaga muda tamatan Mesir seperti Malik Khalidi, Mahmud
Yunus dan lain-lain.
Prinsip dalam mengembangkan pengetahuan agama yang beliau tanamkan
kepada murid-muridnya ialah tidak boleh menutup mata pada satu mazhab saja,
tapi boleh mngambil yang lain sebagai studi perbandingan. Prinsip yang
merupakan slogan itu dilukiskan dalam ijazah Sumatera Thawalib “Matangkanlah
satu-satu, lalu ambil yang lain untuk jadi perbandingan dan jangan menutup diri
pada satu mazhab saja.”
Dalam menghadapi murid-murid, Syekh Ibrahim Musa terkenal selalu
mengembangkan kreatifitas pelajar dengan sistem muzakarah/diskusi dalam kelas
maupun dalam forum khusus. Murid-murid diajak berdebat di hadapan guru-guru,
membahas suatu hukum Islam, tentu dengan dalil-dalil dan ilmu alat yang
dipelajari.
Pada tahun 1940 kelancaran proses pendidikan di Parabek agak terganggu
antara lain akibat masuknya tentara penjajah Jepang sampai dengan agresi
penjajah Belanda yang ke 2. Kemudian tahun 1949 pengurusan Sumatera
Thawalib dipercayakan kepa Abdul Muis St Batungkek Ameh (menantu Syekh
Ibrahim Musa), sedangkan beliau sendiri lebih banyak mengajar di kelas tertinggi
(kelas IV s.d VII). Dan pada tahun 1958, kelas dibagi dibagi dua bagian; yaitu
masa pendidikan 4 tahun (dari kelas 1 s.d IV) namanya Sumatera Thawalib, dan
masa pendidikan 3 tahun (dari kelas V s.d VII) namanya Kuliyatuddiyanah.
Pada hari Kamis 25 Juli 1963 pukul: 21.10 WIB, Syekh Ibrahim Musa
meninggal di kamar depan rumah beliau di Parabek. Dikebumikan besoknya,
Jumat 26 Juli 1963 di depan perkarangan Mesjid Djamik Parabek.
Semasa hidup Inyiak Parabek, istri-istri yang dipakai beliau adalah; 1)
Daraham dari Nagari Taluak-Empat Suku, Banuhampu (tidak punya anak), 2)
Syarifah Ghani, dari Ujung Gurun-Padang, dianugrahi tiga anak: Thaher Ibrahim,
pensiunan Departemen Perdagangan RI, Mohammad Thaib Ibrahim dan Maryam
Ibrahim; 3) Rombok dari kampung Karatau Parabek, juga dianugrahi tiga anak
masing-masing: Syarifah Ibrahim, Sya’adah Ibrahim dan Anis Ibrahim; 4) jibat
6

dari kampung Parabek Atas, tidak beranak. 5). Lambuk, dari Limbukan
payakumbuh dengan seorang anak bernama Khadijah; 6) Fatimah dari Sariak,
Sei. Puar,Agam, tidak beranak; 7). Hikam dari Kapas panji Banuhampu tidak
mempunyai anak.
Yayasan Syekh Ibrahim Musa
Pengelolaan Sumatera Thawalib Parabek dilanjutkan dengan mendirikan
Yayasan Syekh Ibrahim Musa (YASIM) yang diketuai oleh H. Abdul Munir Dt.
Palindih. Sedangkan kepengurusan madrasah dari tahun 1968 s.d 1978 di pegang
Abdul Muis selaku koordinator dan H. Abdur Rahman sebagai Kepala Madrasah
tingkat Tsanawiyah (4 tahun). Sementara H. Mukhtar Said sebagai kepala
Madrasah Kulliyatuddiyanah (3 tahun).
Tahun 1978 Abdul Munir Jalal diangkat sebagai Kepala Madrasah dan Abdul
Gafar sebagai wakil. Namun tanggal 1 Juli 1979 terjadi perubahan yang snifikan .
Madrasah Sumatera Thawalib yang semula 7 tahun, maka berdasarkan
musyawarah YASIM dengan alumni, Rektor IAIN, Kakanwil Depag dan para
ulama ditetapkan jadi enam (6) tahun; tiga tahun tingkat Tsanawiyah dan tiga
tahun tingkat Aliyah; dengan perimbangan fak agama dan umum masih 70 dan 30,
sedangkan bagi siswa yang ingin menambah fak umum dengan mengusahakan
belajar sendiri di luar sekolah. Tahun 1982 Pimpinan madrasah dipercayakan
kepada H. Hasan Mahdi, MA (lulusan universitas Al-Azhar, Kairo. Sistem
pendidikan disesuaikan dengan kurikulum Depag, dengan tidak mengurangi
pelajaran identitas madrasah. Kepala Tsanawiyah dan Aliyah masing-masing
dipegang Abd. Munir Jalal dan Abd. Gafar.
Pada tahun 1989 Ketua YASIM Parabek dipercayakan pada H. A. Kamal,S.H.
dan pimpinan madrasah tsanawiyah dan aliyah , keduanya dipercayakan pada H.
Mukhtar Said yang dibantu oleh Abdul Munir sebagai Ketua Bidang Pendidikan
dan Abdul Gafar sebagai Ketua Bidang Sarana dan Prasarana. Tahun 1991 Ketua
YASIM merangkap sebagai pimpinan madrasah. Wakil madrasah kedua tingkat,
diserahkan pada Drs. Zakiruddin yang juga merangkap sebagai Tata Usaha dan
Kabid Pendidikan dan pengajaran.
7

Tahun 1998 Ketua YASIM Parabek diganti dan dipercayakan pada H. Akhyarli
A. Jalil,S.H. dan didampingi Ir. Noviar Zen sebagai Ketua Harian dengan
Sekretaris Deswandi serta Bendahara Ir. H. Amrin Zainuddin.
Sumatera Thawalib Sekarang
Tahun 1998 merupakan tahun penuh sejarah bagi Madrasah Parabek. Pada
tahun ini kelihatan suasana baru; disamping penggantian pengurus baru YASIM
Parabek, juga pemerintah penuh perhatian pada madrasah ini-- status madrasah
ditingkatkan menjadi “Disamakan.” Departemen Agama sekaligus mengangkat
dan melantik guru negeri Dra. Hj. Farida, R sebagai Kepala Madrasah Tnawiyah
dan Drs.Mukhlis sebagai Kepala Aliah Sumatera Thawalib Parabek. Tahun 1999
Kepala Aliyah Drs. Mukhlis diganti dengan Deswandi, BA yang diangkat melalui
SK YASIM dan tetap berlanjut sampai sekarang.
Di tengah pembenahan di segala segi, yayasan menetapkan beberapa kebijakan
dalam rangka usaha mencapai visi dan misi madrasah. Di antaranya meningkatkan
sistem pendidikan dan manajemen madrasah dengan langkah-langkah sebagai
berikut: a. Dalam waktu setahun memberi kesempatan kepada guru untuk
berfikir-- akan tetap mengajar atau tidak. b. Menerapkan disiplin kepada guru
tetap dan memberikan standar honor. c. Menetapkan alat ukur keberhasilan guru
dengan cara: 1). Tercapai atau tidaknya nilai rata-rata bidang studi dari target yang
telah ditetapkan. 2). Jumlah bank soal. 3). Presentase kerajinan.
Bagi guru-guru yang mencapai target disamping diangkat sebagai guru tetap
juga akan mendapat bonus. Bagi yang tidak mencapai terget dengan amat
menyesal tidak dapat diterima sebagai guru Madrasah Parabek, walaupun ia sudah
lama mengajar di Parabek.
Alhamdulillah usaha tersebut mencapai hasil sebagai berikut: 1.Pada tahun
ajaran 2000-2001 tingkat Tsanawiyah mendapat peringkat I di rayon dan pada
tahun 2001-2002 dapat peringkat No.1 se Agam antara madrasah negeri dan
swasta dan No. 1V tingkat Sumatera Barat. 2. Saat ini semua guru menjadi guru
tetap, kecuali ada tiga guru yang sangat senior.
Tahun Ajaran 2003 ini siswa madrasah Parabek lulus 100 persen. Disamping itu
siswa kelas II sudah mampu menguasi Bahasa Arab dan siswa kelas III sudah
8

aktif berbahasa Inggris. Kepada siswa di kampus diwajibkan mempergunakan


bahasa Arab dan Inggris—baik dalam kelas maupun dalam percakapan sehari-
hari. Bahasa Arab juga diwajibkan kepada guru-guru Thawalib, sehingga antara
siswa dan guru terjadi saling memperkuat bahasa Arab.
Untuk meningkatkan pendidikan ke luar negeri September 2003 Thawalib
mengirim 7 orang calon mahasiswa melanjutkan S1 ke Universitas Al Azhar di
Mesir. Juga diberangkatkan seorang guru Thawalib melanjutkan S2 di Al-Azhar.
Salah seorang alumni Thawalib Parabek, Ulyadi akhir tahun 2003 lulus “cum
laude” pada Fak. Ushuluddin Al-Azhar.
“Semangat” Inyiak Parabek
Pembaharuan yang dicanangkan sejak dua tahun lalu juga menuntut agar
sistem, metoda dan strategi pendidikan Madrasah Thawalib Parabek, disesuaikan
dengan filosofi dasar yang sudah diletakkan; yaitu pertama-tama kembali kepada
“semangat“ Inyiak Parabek (Syekh Ibrahim Musa). Dan kedua,
mengkombinasikan sistem Madrasah dan sistem Surau atau Pesantren dalam suatu
paduan yang harmonis.
Kembali pada semangat Inyiak Parabek, berarti bahwa sistem pendidikannya
tetap dilandaskan upaya Tafakkahu fiddin—atau bersungguh-sungguh dan
berdalam – dalam ilmu agama dan dalam penghayatan beragama. Maka sekolah
yang dituju adalah sekolah exellent. Sekolah unggul ini diharapkan mampu
mempersiapkan anak didik untuk menjadi ulama dan ahli agama di masa depan.
Begitu pula, kedua sistem pendidikannya tidaklah hanya sekedar memberikan
pelajaran agama, tetapi sekaligus mengamalkannya. Dengan kata lain, terujud
keseimbangan yang harmonis antara aspek pengajaran dan pendidikan .
Disamping itu terdapat pula kegiatan bersifat ekstrakurikuler.
Jika kegiatan kurikuler tekanannya pada program tatap muka antara guru dan
murid di depan kelas yang disusun secara sistematik, berjenjang dari kelas 1 s.d.
kelas 6, maka kegiatan ekstrakurikuler tekannya adalah pada penghayatan
melalui latihan ibadah; yakni membiasakan shalat berjamaah di awal waktu,
membiasakan memperbanyak shalat shalat sunat, membiasakan I’tikaf di mesjid
dengan menghafal ayat-ayat dan mewiridkan zikir dan shalat tahajjud,dsb.
9

Kemudian latihan muamalah adalah mencampungkan diri ke masyarakat—


belajar melaksanakan tugas-tugas kemasyarakatan yang berkaitan dengan agama.,
seperti mengapani dan memandikan mayat, mengali kuburan serta belajar
memberikan wirid agama. Ikut membimbing ibu-ibu dan anak-anak dalam
mengaji Al Qur’an.
Khusus di dalam asrama para siswa, di sore hari dan malam hari disibukan pula
dengan kegitana ekstrakurikuler seperti: Takhasus Pedalaman Kitab, Bimbingan
Ebtanas, English Conversation Club, Arabic Intensive, Computer, Menjahit
Border, Pencak Silat, Pelatihan Imam dan Khatib, Elektronika,Muhadarah (belajar
pidato) berbahasa Arab, Muzakarah. Tenaga pengajar di Parabek juga dilengkapi
tamatan perguruan tinggi IAIN, STAIN, LPIA, IKIP, UNAND, IPB dll.
Seluruhnya berjumlah 51 orang termasuk pegawai tata usaha.
Berbagai fasilitas
Madrasah ini sudah dilengkapi dengan berbagai fasilita seperti: Labor Bahasa,
cukup dengan audio visual system dan beberapa program yang menunjang
kegiatan pengembangan bahasa Arab dan Inggris secara aktif. Begitu juga Labor
Komputer, Labor Fisika, dan Perpustakaan yang dilengkapi 12.000 eksemplar
buku, termasuk kitab kuning dan buku-buku umum. Dari jumlah buku itu, 686
judul di antaranya buku agama dan 699 judul buku umum. Buku-buku tersebut
berasal dari kitab peninggalan Inyiak Parabek, Bantuan Departemen Agama,
bantuan dermawan dan alumni, Dep.Pendidikan Nasional, anggaran madrasah
serta kenang-kenangan dari siswa kelas VI.
Fasilitas lain adalah asrama putra dan putri, letaknya dekat kampus dan mesjid.
Begitu juga Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), didukung tenaga dokter dan
perawat serta kendaraan roda empat sebagai alat transportasi. Kini dibangun
tambahan asrama putra berlantai 4, akan menelan biaya 4,6 milyar. Juga tambahan
lokal sebanyak 12 lokal, bertingkat II. Sampai siap akan menelan biaya Rp1,2
milyar. Usahawan Melayu Bandar Tun Razak dari Malaysia dipimpin Datok H.
Mohd Alias Bin Abdul yang datang ke Parabek (20/8-03) lalu menjanjikan akan
ikut menyandang dana pembangunan tersebut. Sekaligus akan mengirim
pelajarnya sekolah di Parabek.
10

Sementara keadaan siswa Parabek sekarang hanya dari berbagai daerah di


Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumut dan Bengkulu. Berdasarkan keadaan siswa
tahun ajaran 2002/2003 jumlah siswa Parabek seluruhnya saat ini sebanyak 567
orang. Dari Provinsi Jambi, Riau cukup besar.
(Muslih Sayyan)

Sumber Data:
1. Anwar Adjazi St. Rangkayo Labiah; Riwayat Singkat Syekh Ibrahim Musa Parabek
2. Wawancara dengan Ketua Yayasan Syekh Ibrahim Musa Parabek. H. Achyali A.Djalil,
S.H. 2003
3. Wawancara dengan Deswandi,BA Kepala Aliyah Sumatera Thawalib Parabek. 2003
4. Jayusman Dt Mangkudun MAg; Sejarah dan Pemikiran Syekh Ibrahim Musa
5. Buku Program Madrasah Sumatera Thawalib Parabek Tahun 2002/2003
6. Riwayat Hidup dan Perjuangan 20 Ulama Besar Sumatera Barat
Penulis, Muslih Sayan

Anda mungkin juga menyukai