Diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan mata kuliah SI-3131 Irigasi dan Bangunan Air
Dosen :
Ir. Muljana Wangsadipura, M.Eng
Asisten :
Teuku Radenal Amir
Disusun Oleh :
Sofia Fadillah 15010077
LEMBAR PENGESAHAN
Tugas Irigasi dan Bangunan Air ini telah diperiksa dan disetujui serta memenuhi ketentuan
layak untuk dikumpulkan guna kelulusan mata kuliah SI-3131 Irigasi dan Bangunan Air
semester V pada tahun ajaran 2012/2013.
Asisten,
KATA PENGANTAR
Pertama – tama penyusun mengucapkan segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa, karena berkat izin-Nya tugas besar SI – 3131 Irigasi dan Bangunan Air ini dapat
disusun. Tugas ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas besar Irigasi dan Bangunan Air pada
semester 5 tahun ajaran 2011/2012.
Adapun tujuan dari diberikannya tugas besar ini adalah untuk lebih memahami dan
mengetahui penerapan dari mata kuliah Irigasi dan Bangunan Air. Tugas ini merupakan
perencaanaan sistem jaringan Irigasi dari merencanakan pola tanam sampai merencanakan
dimensi saluran serta tinggi muka air di saluran irigasi.
Tak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak – pihak yang telah
banyak membantu terselesaikannya tugas besar ini, yaitu :
1. Bapak Ir. Muljana Wangsadipura, M.Eng selaku dosen Irigasi dan Bangunan air.
2. Teuku Radenal Amir, selaku asisten.
3. Teman – teman, selaku pihak yang telah membantu terselesaikannya tugas ini.
Tugas ini pun masih banyak memiliki banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu,
penyusun mengharapkan saran dan kritik kepada semua pihak agar tugas ini menjadi contoh
yang lebih baik di masa yang akan datang. Semoga tugas besar ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi penyusun pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Akhir kata saya ucapkan selamat membaca dan terima kasih telah meluangkan waktunya
untuk membaca laporan ini.
Bandung,Desember 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................................viii
1.1Latar Belakang........................................................................................................... 1
1.3Ruang Lingkup........................................................................................................... 2
5.2Pendimensian Saluran............................................................................................. 40
5.3Contoh Perhitungan................................................................................................ 41
7.1Kesimpulan.............................................................................................................. 48
7.2Saran ....................................................................................................................... 48
LAMPIRAN ............................................................................................................................... 50
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.2 DAS dan Polygon Thiessen daerah irigasi Bantimurung ..................................... 29
BAB I
PENDAHULUAN
Jumlah penduduk dunia yang semakin meningkat dari hari ke hari mengakibatkan
kebutuhan akan bahan pangan juga terus menerus bertambah. Untuk itu diperlukan suatu
usaha untuk meningkatkan hasil pertanian yang ada. Salah satu cara adalah dengan
pemenuhan kebutuhan pengairan yang merupakan hal terpenting dalam pertanian sebab
tidak semua daerah mendapatkan pengairan yang mencukupi.
Kebutuhan air untuk tanaman pada dasarnya dapat diperoleh secara langsung dari air hujan.
Air hujan yang jatuh ke permukaan bumi akan mengalir dari hulu ke hilir, meresap kedalam
tanah atau menjadi air permukaan, dan dimanfaatkan oleh tanaman disekitarnya.
Indonesia, yang merupakan negara tropis, hanya mengenal dua musim, yaitu musim hujan
dan musim kemarau. Dapat dipastikan, curah hujan tiap musimnya tidak akan sama. Oleh
karena itu, dibutuhkan suatu cara untuk mengelola air dengan optimal, salah satunya ialah
dengan penggunaan sistem irigasi.
Teori-teori hidrologi digunakan dalam melakukan analisis data hidrologi dan klimatologi
wilayah studi.
2. Teori Irigasi
Teori irigasi digunakan dalam penentuan sistem irigasi secara keseluruhan pada wilayah
studi.
3. Teori Bangunan Air
Teori bangunan air digunakan dalam penentuan jaringan irigasi secara keseluruhan pada
wilayah studi.
Bab I Pendahuluan
1. Latar Belakang
2. Maksud dan Tujuan
3. Ruang Lingkup
4. Metodologi Penyusunan Tugas
5.Sistematika Penyusunan
Bab II Tinjauan Pustaka
6. Sistem Irigasi
7. Teori Perencanaan
Petak, Saluran, dan
Bangunan Air
1. Teori
Perencanaan
Petak
2. Teori
Sofia Fadillah - 15010077 3
Perencanaan
Saluran
3. Teori
Perencanaan
Bab I : Pendahuluan Laporan Tugas Besar SI-3131 Irigasi dan Bangunan Air
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam perkembangannya sampai saat ini, ada 4 jenis sistem irigasi yang biasa digunakan.
Keempat sistem irigasi itu adalah sebagai berikut :
1. Irigasi Gravitasi
Sistem ini memanfaatkan efek dari gravitasi untuk mengalirkan air. Bentuk rekayasa ini
tidak memerlukan tambahan energi untuk mengalirkan air sampah ke petak sawah.
3. Irigasi Siraman
Air akan disemprotkan ke petak sawah melalui jaringan pipa dengan bantuan pompa air.
Penggunaan air akan lebih efektif dan efisien karena dapat dikontrol dengan sangat
mudah.
4. Irigasi Tetesan
Sistem ini mirip dengan irigasi siraman. Hanya saja air akan langsung diteteskan/
disemprotkan ke bagian akar. Pompa air dibutuhkan untuk mengalirkan air.
Selain itu jaringan irigasi mempunyai klasifikasi yang didasarkan pada hal-hal seperti
dijelaskan dalam tabel berikut.
Bangunan permanen
1 Bangunan Utama Bangunan permanen Bangunan sementara
atau semipermanen
Kemampuan
bangunan dalam
2 Baik Sedang Jelek
mengukur dan
mengatur debit
Saluran irigasi dan
Saluran irigasi dan Saluran irigasi dan
3 Jaringan saluran pembuang tidak
pembuang terpisah pembuang jadi 1
sepenuhnya terpisah
Belum dikembangakan
Belum ada jaringan
Dikembangkan atau densitas
4 Petak tersier terpisah yang
seluruhnya bangunan tersier
dikembangkan
jarang
Efisiensi secara
5 50%-60% 40-50% <40%
keseluruhan
6 Ukuran Tak ada batasan < 2000 Ha < 500 Ha
Prasarana yang ada seperti bangunan pengatur debit atau pembagi sama sekali tidak
ada. Hal ini terjadi karena sumber air sangat berlimpah sehingga hampir sama sekali
tidak diperlukan rekayasa irigasi. Jaringan utama air hanya perlu disadap sesuai
keinginan sehingga petak-petak sawah dapat tergenangi air. Selain itu tidak ada
pembagi antara saluran pembuang dan irigasi.
Kelemahan dari tipe jaringan ini adalah pemborosan air, karena penyadapan yang
sesuka hati. Selain itu biaya untuk penyadapan sangat mahal karena saluran tersebut
harus dapat mengairi seluruh petak sawah tanpa sebelum direkayasa sehingga
efisiensinya sangat rendah.
Jaringan ini jauh lebih maju daripada 2 jaringan lainnya dalam hal rekayasa irigasi.
Bangunan air banyak digunakan pada jaringan ini. Sepenuhnya saluran irigasi dan
pembuang bekerja secara terpisah. Sehingga pembagian air dan pembuangan air
optimum. Selain itu ada petak tersier yang menjadi ciri khas jaringan teknis. Petak
tersier kebutuhannya diserahkan petani dan hanya perlu disesuaikan dengan saluran
primer dan sekunder yang ada.
Keuntungan dari jaringan ini adalah pemakaian air yang efektif dan efisien, menekan
biaya perawatan, dan dibuat sesuai kondisi dan kebutuhan. Kelemahannya adalah biaya
pembuatan yang mahal dan pegoperasian yang tidak mudah.
Petak irigasi adalah petak sawah atau daerah yang akan dialiri dari suatu sumber air, baik
waduk maupun langsung dari satu atau beberapa sungai melalui bangunan pengambilan
bebas. Petak irigasi dibagi 3 jenis, yaitu sebagai berikut.
a. Petak Tersier
Petak ini menerima air yang disadap dari saluran tersier. Karena luasnya yang tergolong
kecil maka petak ini menjadi tanggung jawab individu untuk eksploitasinya. Idealnya
daerah yang ditanami berkisar 50-100 Ha. Jika luas petak lebih dari itu dikhawatirkan
pembagian air menjadi tidak efisien.
Petak tersier dapat dibagi menjadi petak kuarter, masing-masing seluas 8-15 Ha.
Dimana bentuk dari tiap petak kuarter adalah bujur sangkar atau segi empat.
Petak tersier haruslah juga berbatasan dengan petak sekunder. Yang harus dihindari
adalah petak tersier yang berbatasan langsung dengan saluran irigasi primer. Selain itu
disarankan panjang saluran tersier tidak lebih dari 1500 m.
b. Petak Sekunder
Petak sekunder adalah petak yang terdiri dari beberapa petak tersier yang berhubungan
langsung dengan saluran sekunder. Petak sekunder mendapatkan airnya dari saluran
primer yang airnya dibagi oleh bangunan bagi dan dilanjutkan oleh saluran sekunder.
Batas sekunder pada umumnya berupa saluran drainase. Luas petak sekunder berbeda-
beda tergantung dari kondisi topografi.
c. Petak Primer
Petak primer merupakan gabungan dari beberapa petak sekunder yang dialiri oleh satu
saluran primer. Dimana saluran primer menyadap air dari sumber air utama. Apabila
saluran primer melewati daerah garis tinggi maka seluruh daerah yang berdekatan
langsung dilayani saluran primer.
a. Saluran Pembawa
Berfungsi untuk mengairi sawah dengan mengalirkan air dari daerah yang disadap.
Berdasarkan hierarki saluran pembawa dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Saluran Primer
Saluran ini merupakan saluran pertama yang menyadap air dari sumbernya. Dan
selanjutnya dibagikan kepada saluran sekunder yang ada. Saluran ini dapat
menyadap dari sungai, waduk, atau waduk. Bangunan sadap terakhir yang terdapat
di saluran ini menunjukan batas akhir dari saluran ini
2. Saluran Sekunder
Air dari saluran primer akan disadap oleh saluran sekunder. Saluran sekunder
nantinya akan memberikan air kepada saluran tersier. Akan sangat baik jika saluran
sekunder dibuat memotong atau melintang terhadap garis tinggi tanah. Sehingga air
dapat dibagikan ke kedua sisi dari saluran.
3. Saluran Tersier
Merupakan hierarki terendah yang berfungsi mengalirkan air yang disadap dari
saluran sekunder ke petak-petak sawah. Saluran ini dapat mengairi kurang lebih 75-
125 Ha.
b. Saluran Pembuang
Fungsinya membuang air yang telah terpakai ataupun kelebihan air yang terjadi pada
petak sawah. Umumnya saluran ini menggunakan saluran lembah. Saluran lembah
tersebut memotong garis tinggi sampai ketitik terendah daerah sekitar.
Dimensi Saluran
Pada saluran terbuka dikenal berbagai macam bentuk saluran seperti persegi, setengah
lingkaran, elips , dan trapesium. Untuk pengaliran air irigasi, penampang saluran yang
digunakan adalah trapesium karena umum dipakai dan ekonomis. Dalam mendesain saluran
digunakan rumus-rumus sebagai berikut.
V = k.R2/3.S1/2
Keterangan :
V = Kecepatan aliran
R = Jari-jari hidraulik
S = Kemiringan
saluran
K = Koefisien saluran
c. Nilai V diperoleh melalui persamaan
V = 0,42.Q0,182 m/dt
d. Luas penampang basah
A = Q/V m2
e. Kemiringan talud (m)
diperoleh dari tabel
f. Nilai perbandingan b/h
(n)
N = (0,96*Q0,25)+m
g. Ketinggian air (h)
h = 3*V1,56 m
h. Lebar dasar saluran
b = n*h m
i. Lebar dasar saluran
di lapangan (b’)
dengan
pembulatan 5 cm
dari b
j. Luas basah rencana
(A’)
A’ = (b+t*h)h m2
k. Keliling basah
P=
b+(2*h((1+m2)0,5) m
l. Jari-jari hidraulis
R = A’/P m
m. Koefisien
Strickelr
diperoleh
Sofia Fadillah - 15010077 10
melalui tabel
n. Kecepatan
aliran rencana
(V’)
Bab II : Tinjauan Pustaka Laporan Tugas Besar SI-3131 Irigasi dan Bangunan Air
H=h+W
r. Lebar saluran yang ditambah freeboard (B)
B = b+2*(h+W) m
Dalam merencanakan debit rencana efisiensi yang digunakan untuk saluran tersier adalah
80%, sekunder 70%, dan primer 70%. Dalam penggunaan a (kebutuhan air) dihitung
berdasarkan pada perhitungan yang sudah dibahas pada pembahasan sebelumnya. Dalam
merencanakan lebar saluran yang dipergunakan di lapangan, dari b (b perhitungan),
dibulatkan 5 cm terdekat. Perhitungan dimensi saluran dimaksudkan untuk memperoleh
dimensi dari saluran yang dipergunakan dalam jaringan irigasi serta untuk menentukan
tinggi muka air yang harus ada pada bendung agar kebutuhan air untuk seluruh wilayah
irigasi dapat terpenuhi.
Perhitungan dimensi saluran ini ada dua tahap yaitu tahap penentuan dimensi untuk setiap
ruas saluran dan tahan perhitungan ketinggian muka air pada tiap-tiap ruas saluran. Hasil
perhitungan tersebut lebih efisien ditampilkan dalam bentuk tabel dimana urutan
pengerjaan sudah diurutkan perkolom.
b. Bangunan Pelengkap
Bangunan pengatur
Bangunan/pintu pengatur akan berfungsi mengatur taraf muka air yang melaluinya
di tempat-tempat dimana terletak bangunan sadap dan bangunan bagi. Khususnya
di saluran-saluran yang kehilangan tinggi energinya harus kecil, bangunan pengatur
harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak banyak rintangan tinggi energi
dan sekaligus mencegah penggerusan, disarankan membatasi kecepatan di
bangunan pengatur sampai + 1,5 m/dt. Bangunan pengatur tingggi muka air terdiri
dari jenis bangunan dengan sifat sebagai berikut :
Bangunan yang dapat mengontrol dan mengendalikan tinggi muka air di saluran.
Contoh : pintu schot balk, pintu sorong.
Bangunan yang hanya mempengaruhi tinggi muka air. Contoh : merce tetap, kontrol
celah trapesium.
Bangunan pembawa
Bangunan pembawa adalah bangunan yang digunakan untuk membawa air
melewati bawah saluran lain, jalan, sungai, ataupun dari suatu ruas ke ruas lainnya.
Bangunan ini dibagi menjadi 2 kelompok :
Bangunan aliran subkritis : gorong-gorong, flum, talang, dan sipon.
Bangunan aliran superkritis : bangunan pengukur dan pengatur debit,
bangunan terjun, dan got miring
Untuk menganalisis ketersediaan air diperlukan data-data curah hujan selama beberpa
tahun minimal dari tiga stasiun pengamat hujan yang ada di daerah aliran sungai. Dari data-
data tersebut dapat diketahui debit air yang dapat mengairi luas daerah aliran sungai. Debit
tersebut merupakan sejumlah air yang tersdia dan dapat dimanfaaatkan manusia sesuai
kebutuhan. Ada 3 metode yang biasa digunakan dalam menentukan hujan regional, yaitu;
Metoda Thiessen
Metoda Arithmatik
Metoda Isohyet
Dalam studi ini, ketersediaan air dihitung menggunakan metoda poligon thiessen untuk
mencari curah hujan regional dan metoda FJ Mock untuk menghitung debit air di daerah
aliran sungai yang menjadi objek studi.
Metoda Poligon Thiessen :
𝑛𝑖=1 𝐻𝑖 𝑥 𝐿𝑖
𝑅𝐻 = ∑
∑𝑛𝑖=1 𝐿𝑖
Dimana :
Hi = hujan pada masing-masing stasiun
Li = luas poligon/wilayah pengaruh masing-masing stasiun
N = jumlah stasiun yang ditinjau
RH = Curah hujan rata-rata.
a. Evapotranspirasi potensial
Evapotranspirasi adalah banyaknya air yang dilepaskan ke udara dalam bentuk uap air
yang dihasilkan dari proses evaporasi dan transpirasi. Dalam penentuan besar
evapotranspirasi terdapat banyak metoda yang dapat dilakukan. Pada laporan ini
digunakan metoda Penman Modifikasi. Metoda tersebut dipilih karena perhitungan
yang paling akurat. Akurasinya diindikasikan melalui parameter-parameter penentuan
besarnya evapotranspirasi yang menggunkan data temperatur, kelembapan udara,
persentase penyinaran matahari, dan kecepatan angin.
ET = c.(w.Rn + (1-w).f(u).(ea-ed))
Keterangan :
ET = Evapotranspirasi (mm/hari)
c = Faktor koreksi akibat keadaan iklim siang dan malam
w = Faktor bobot tergantung dari temperature udara dan ketinggian tempat
Rn = Radiasi netto ekivalen dengan evapotranspirasi (mm/hari) = Rns – Rnl
Rns = Gelombang pendek radiasi yang masuk = (1-α).Rs = (1-α).(0,25+n/N).Ra
Ra = Radiasi ekstraterestrial matahari
Rnl = Gelombang panjang radiasi netto = ft(t).f(ed).f(n/N)
N = Lama maksimum penyinaran matahari
1-w = Faktor bobot tergantung pada temperature udara
f(u) = Fungsi kecepatan angin = 0,27.(1 + u/100)
f(ed) = Efek tekanan uap pada radiasi gelombang panjang
f(n/N) = Efek lama penyinaran matahari pada radiasi gelombang panjang
f(t) = Efek temperature pada radiasi gelombang panjang
ea = Tekanan uap jenuh tergantung temperature
ed = ea.Rh/100
Rh = Curah hujan efektif
c. Pola tanam
Untuk memenuhi kebutuhan air bagin tanaman, penentuan pola tanam merupakan hal
yang perlu dipertimbangkan. Tabel di bawah merupakan contoh pola tanam yang biasa
digunakan.
Pola tanam yang digunakan pada laporan ini adalah padi-padi-palawija karena
ketersediaan air diasumsikan cukup banyak
d. Koefisien tanaman
Koefisien tanaman diberikan untuk menghubungkan evapotranspirasi dengan
evapotranspi tanaman dan dipakai dalam rumus Penman Modifikasi. Koefisien yang
dipakai harus didasarkan pada pengalaman dalam tempo panjang dari proyek irigasi di
daerah tersebut. Harga koefisien tanaman padi diberikan pada tabel berikut :
e. Perkolasi
Perkolasi adalah peristiwa meresapnya air ke dalam tanah dimana tanah dalam keadaan
jenuh. Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah. Data-data mengenai
perkolasi akan diperoleh dari penelitiian kemampuan tanah. Tes kelulusan tanah akan
merupakan bagian dari penyelidikan ini. Apabila padi sudah ditanam di daerah proyek
maka pengukuran laju perkolasi dapat dilakukan langsung di sawah. Laju perkolasi
normal pada tanah lempung sesudah dilakukan penggenangan berkisar antara 1 sampai
3 mm/hari. Didaerah-daerah miring, perembesan dari sawah ke sawah dapat
mengakibatkan banyak kehilangan air. Di daerah-daerah dengan kemiringan diatas 5%,
paling tidak akan terjadi kehilangan 5mm/hari akibat perkolasi dan rembesan. Pada
tanah-tanah yang lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih tinggi.
Dari hasil penyelidikan tanah pertanian dan penyelidikan kelulusan, besarnya laju
perkolaasi serta tingkat kecocokan tanah untuk pengolahan tanah dapat ditetapkan dan
dianjurkan pemakaiannya. Pada laporan ini digunakan nilai perkolasi rata-rata yaitu 2
mm/hari
Dalam penentuan kebutuhan air, dibedakan antara kebutuhan air pada masa penyiapan
lahan dan kebutuhan air pada masa tanam. Penjelasannya sebagai berikut
1. Kebutuhan air pada masa penyiapan lahan
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan maksimum air
irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya
kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah :
a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan lahan.
Yang menentukan lamanya jangka waktu penyiapan lahan adalah :
Tersedianya tenaga kerja dan ternak penghela atau traktor untuk menggarap
tanah.
Perlunya memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia cukup waktu
menanam padi sawah atau padi ladang kedua.
Kondisi sosial budaya yang ada di daerah penanaman padi akan mempengaruhi
lamanya waktu yang diperlukan untuk penyiapan lahan. Untuk daerah-daaerah
proyek baru, jangka waktu penyiapan lahan akan ditetapkan berdasarkan kebiasaan
yang berlaku di daeah-daerah sekitaarnya. Sebagai pedoman diambil jangka waktu
1.5 bulan untuk menyelesaikan penyiapan lahan di seluruh petak tersier. Bilamana
untuk penyiapan lahan diperkirakan akan dipakai mesin secara luas maka jangka
waktu penyiapan lahan akan diambil 1 bulan.
IR = M.ek / (ek - 1)
dimana :
Kebutuhan
total tersebut
Bab II : Tinjauan Pustaka Laporan Tugas Besar SI-3131 Irigasi dan Bangunan Air
Secara umum unsur-unsur yang mempengaruhi kebutuhan air pada masa tanam adalah
sama dengan kebutuhan air pada masa penyiapan lahan. Hanya ada tambahan yaitu :
Perhitungan kebutuhan pada masa tanam diuraikan secara mendetail secara berikut
sehingga dapat dilihat perbedaannya pada perhitungan kebutuhan air pada masa
penyiapan lahan, yaitu :
a. Menghitung curah hujan efektif (Re) dengan cara seperti yang sudah diterangkan
diatas.
Apabila debit sungai melimpah, maka luas daerah proyek irigasi adalah tetap karena luas
maksinum daerah layanan (command area) dan proyek akan direncanakan sesuai dengan
pola tanam yang dipakai. Bila debit sungai tidak berlimpah dan kadang-kadang terjadi
kekurangan debit maka ada 3 pilihan yang bisa dipertimbangkan, yaitu sebagai berikut.
a. Daerah Irigasi
Nama yang diberikan sebaiknya menggunakan nama daerah atau desa terdekat dengan
bangunan air atau dapat juga menggunakan nama sungai yang airnya disadap. Akan
tetapi ketika sumber air yang disadap lebih dari satu maka sebaiknya menggunakan
nama daerah.
e. Bangunan silang seperti sipon, talang jembatan, dan sebagainya diberi indeks 1a, 1b, 2a,
2b, dan seterusnya
Didalam petak tersier diberi kotak dengan ukuran 4cm x 1,25 cm. Dalam kotak ini diberi
kode dari saluran mana petak itu mendapat air. Arah saluran tersier kanan/kiri dari
bangunan sadap melihat aliran air. Kotak dibagi 2, atas dan bawah. Bagian atas dibagi kanan
dan kiri. Bagian kiri menunjukan luas petak (Ha) dan bagian kanan menunjukan besar debit
(l/dtk) untuk menentukan dimensi saluran tersier.
BAB III
Rata-rata curah hujan dengan metode aritmatik dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Sedangkan, rata-rata curah hujan dengan metode Thiessen dihitung dengan rumus sebagai
berikut.
dimana :
Sofia Fadillah - 15010077 25
Bab III : Kondisi Aliran Sungai Laporan Tugas Besar SI-3131 Irigasi dan Bangunan Air
Kedua metode di atas kemudian dibandingkan nilai galatnya dan metode dengan nilai galat
paling kecil digunakan untuk perhitungan berikutnya. Pada perencanaan irigasi ini, curah
hujan rata-rata yang didapat dengan metode Thiessen menghasilkan galat paling kecil
secara keseluruhan.
d. Penyinaran matahari
Evaporasi merupakan konversi air kedalam uap air. Proses ini terjadi hampir tanpa
berhenti di siang hari dan kadangkala di malam hari. Perubahan dari keadaan cair
menjadi gas ini memerlukan input energi yaitu berupa panas untuk evaporasi. Proses
tersebut akan sangat aktif jika ada penyinaran langsung dan matahari. Awan merupakan
penghalang matahari dan akan mengurangi input energi. Tebal penyinaran matahari
dapat dilihat di lampiran.
e. Kecepatan angin
Angin berperan dalam proses pemindahan lapisan udara jenuh dan menggantikannya
dengan lapisan udara lain sehingga evaporasi dapat berjalan terus. Jika kecepatan angin
cukup tinggi untuk mememindahakan seluruh udara jenuh, peningkatan kecepatan
angin lebih lanjut tidak berpengaruh terhadap evaporasi. Maka tingkat evaporasi
meningkat seiring dengan kecepatan angin hingga suatu kecepatan kritis, dimana
kecepatan angin tidak lagi mempengaruhi evaporasi. Tabel kecepatan angin dapat
dilihat di lampiran.
Keterangan
HD : Hujan yang hilang pada stasiun D yang dihitung
HA, HB, HC, : Hujan yang teramati pada masing-masing stasiun A, B dan C
dAD, dBD, dCD, : Jarak dari masing-masing stasiun A, B dan C ke stasiun D (yang hilang)
Tabel data curah hujan yang telah dilengkapi dapat dilihat di lampiran.
BAB IV
1. Saluran Primer yang berfungsi membawa air dari sumber dan mengalirkannya ke
saluran sekunder. Saluran ini mengalirkan air langsung dari bendung yang telah dibuat.
Saluran ini dibuat memanjang mengikuti kontur yang ada.
2. Saluran Sekunder berfungsi untuk menyadap air dari saluran primer untuk mengairi
daerah di sekitarnya. Saluran sekunder dibuat tegak lurus terhadap saluran primer dan
mengikuti kontur yang ada.
3. Saluran Tersier berfungsi untuk membawa air dari saluran sekunder dan
membagikannya ke petak-petak sawah dengan luas maksimum 100 hektar.
Sedangkan saluran pembuang berfungsi untuk membuang air berlebihan dari petak-petak
sawah ke sungai. Air berlebihan tersebut bisa dibuang kembali ke Sungai Bantimurung atau
bisa juga ke sungai lain yang dekat dari kawasan tersebut.
4.1.3 Perencanaan
Bangunan Air
Bangunan irigasi yang dipakai adalah bangunan utama, dalam hal ini bendung (untuk
meninggikan tinggi muka air di sungai sampai ketinggian yang diperlukan sehingga air dapat
dialirkan ke lahan di sekitarnya).
Selain itu, dalam sistem irigasi daerah Sungai Bantimurung ini juga digunakan untuk hal-hal
sebagai berikut.
Bangunan bagi yang terletak pada saluran primer yang membagi air ke saluran-saluran
sekunder atau pada saluran sekunder yang membagi air ke saluran sekunder lainnya.
Terdiri dari pintu-pintu yang dengan teliti mengukur dan mengatur air yang mengalir ke
berbagai saluran.
Bangunan sadap yang terletak di saluran primer ataupun sekunder yang memberi air
kepada saluran tersier.
Bangunan bagi sadap yang berupa bangunan bagi dan bersama itu pula sebagai
bangunan sadap. Bangunan bagi-sadap merupakan kombinasi dari bangunan bagi dan
bangunan sadap (bangunan yang terletak di saluran primer atau sekunder yang
memberi air ke saluran tersier.
B1Ka
68.75 136.125
B1
B
A2Ka
75 148.5
A2 A1
A1Ki A
75 148.5
Bendung
Langkah 5 : Mencari harga (ea – ed) perbedaan tekanan uap air (mmHg)
ea–ed = 32.84 – 28.08 = 4.76
Langkah 6 : Mencari harga kecepatan angin rata-rata
Dari data didapatkan harga kecepatan angin rata-rata adalah 182.73
km/hari.
Langkah 7 : Mencari harga fungsi kecepatan angin
f(U) = 0.27(1 + U/100) = 0.27(1 + 182.73/100) = 0.76
Langkah 8 : Mencari faktor harga berat (W) dan (1-W)
Nilai tersebut didapatkan dari interpolasi data yang sudah ada. Dari perhitungan
didapatkan:
W = 0.73 dan (1-W) = 0,27
Langkah 9 : Mencari harga (1-W) x f(U) x (ea-ed)
(1-W) x f(U) x (ea-ed)= 0.27 x 0.76 x 4.76 = 0.98
Langkah 10 : Mencari harga (Ra) penyinaran radiasi
matahari teoritis (mm/hari)
Hal ini sama dengan kasus kasus sebelumnya yaitu dengan menggunakan interpolasi dari
data yang
Sofia Fadillah sudah ada.
- 15010077 34
Bab IV : Sistem Irigasi DAS Laporan Tugas Besar SI-3131 Irigasi dan Bangunan Air
Ra = 15.66 mm/hari
Langkah 11 : Mencari harga n/N
n/N = 44/100 = 0.44
Langkah 12 : Mencari harga
Rs
Rs = (0.25 + (0.5 x n/N))
x Ra = (0.25 + (0.5 x 0.44)) x
15.66 = 7.33 mm/hari
Langkah 13 : Mencari harga radiasi penyinaran matahari yang diserap bumi (Rns)
Didapat dari tabel atau menggunakan rumus.
M = Eo + P
Eo = 1,1 x Eto
P = perkolasi
k=MxT/S
T = Jangka
waktu
penyiapan
lahan, hari
S = Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm
Baris 11 yakni 200 + 50 = 250 mm seperti yang sudah diterangkan diatas
Untuk bulan November periode I, LP = 11.93 mm/hari
: Penggunaan air konsumtif
Untuk November Periode Iuntuk
(masatanaman (Etc)
penyiapan lahan)
ETc
Etc = LP
C x=Eto
11.93 mm/hari
Baris 12 : Kebutuhan air bersih di sawah untuk padi, NFR (Netto Field Requirement)
Untuk masa penyiapan lahan,
NFR = LP – Re
Untuk tanaman padi, NFR
= ETc + WLR + P – Re
Untuk tanaman palawija,
NFR = Etc + P – Re
Karena pada bulan November periode I, lahan sedang dalam masa
persiapan maka,
NFR = 11.93 + 2 – 4.55 = 9.38 mm/hari
Baris 13 : Kebutuhan air netto sebelum dibagi dengan efisiensi (DR x eff) (l/det/ha)
DR= NFR / 8.64
November Periode I,
DR = 9.38 / 8.64 = 1.67 l/det/ha
5. Menghitung kebutuhan air masing-masing golongan
Perhitungan ini ditujukan untuk mengetahui perubahan kebutuhan air akibat rotasi
teknis. Dalam perencanaan irigasi untuk daerah irigasi Sungai Bantimurung digunakan
rotasi teknis. Adapun alternatif-alternatif tersebut adalah sebagai berikut.
Golongan I : Alternatif A, mulai tanggal 1 November
BAB V
2. Pendimensian Saluran
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pendimensian saluran :
a. Dalam penggunaanan (kebutuhan air) dihitung berdasarkan pada perhitungan yang
sudah dibahas pada bab sebelumnya.
b. Dalam merencanakan lebar saluran yang dipergunakan di lapangan, dari b’ (b
perhitungan), dibulatkan ke 5 centimeter terdekat.
c. Perhitungan dimensi saluran dimaksudkan untuk memperoleh dimensi dari saluran
yang akan dipergunakan dalam jaringan irigasi serta untuk menentukan tinggi muka
air yang harus ada pada bendung agar kebutuhan air untuk seluruh wilayah cakupan
pengairan dapat terpenuhi.
d. Perhitungan dimensi saluran ini ada dua tahap yaitu tahap penentuan dimensi
untuk setiap ruas saluran dan tahap perhitungan keetinggian muka air pada tiap-
tiap ruas saluran. Hasil perhitungan tersebut lebih efisien ditampilkan dalam bentuk
tabel dimana urutan pengerjaan sudah diurutkan per kolom.
Tujuan perencanaan saluran adalah untuk mengetahui dimensi saluran yang akan
dibangun. Saluran yang direncanakan adalah saluran pasangan dengan jalan
inspeksi. Hal ini akan mempengaruhi lebar tanggul. Dari petak yang telah
direncanakan dan penentuan dimensi saluran rencana yang telah dilakukan di atas,
maka tinggi muka air yang akan melewati saluran bisa dihitung.
𝐷𝑅 × 𝐴
𝑄=
1000 × 𝜂
dimana : DR = kebutuhan pengambilan air
A = luas petak (ha)
η = efisiensi irigasi
Debit Saluran A adalah sebagai berikut.
𝐷𝑅×𝐴
𝑄 = 1000×𝜂 = 1.98×218.75
1000×90%
= 0.48125 m3/detik
𝑄
𝐴=𝑉
dimana : Q = debit (m3/s)
V =kecepatan (m/s)
Luas penampang basah untuk saluran A adalah sebagai berikut.
𝐴 = 𝑉Q = 0.48125 = 1.309
0.368
m2
4. Perhitungan kemiringan talud (m)
Berdasarkan KP penunjang halaman 125, kemiringan talud ditentukan sebagai berikut :
0,15-0,30 1
0,30-0,50 1
0,50-0,75 1
0,75-1,00 1
1,00-1,50 1
1,50-3,00 1,5
3,00-4,50 1,5
4,50-5,00 1,5
5,00-6,00 1,5
6,00-7,50 1,5
7,50-9,00 1,5
9,00-10,00 1,5
10,00-11,00 2
11,00-15,00 2
15,00-25,00 2
25,00-40,00 2
Kemiringan talud (m) untuk saluran A adalah 1.
5. Perhitungan nilai perbandingan (n)
𝑛 = (0,96 × 𝑄0,25) + 𝑚
dimana : m = kemiringan talud
Nilai perbandingan (n) untuk saluran A adalah sebagai berikut.
𝑃 = 𝑏’ + (2 × ℎ × (1 + 𝑚2)0,5)
𝑃 = 𝑏’ + (2 × ℎ × (1 + 𝑚2)0,5)
0,15-0,30 35
0,30-0,50 35
0,50-0,75 35
0,75-1,00 35
1,00-1,50 40
1,50-3,00 40
3,00-4,50 40
4,50-5,00 40
5,00-6,00 42,5
6,00-7,50 42,5
7,50-9,00 42,5
9,00-10,00 42,5
10,00-11,00 45
11,00-15,00 45
15,00-25,00 45
25,00-40,00 45
Koefisien Strickler (k) untuk saluran A adalah 35.
13. Perhitungan kecepatan aliran rencana (V*)
𝑄
𝑉* =
𝐴’
𝑖= 𝑉*2
4
(𝑘 2 ×
𝑅3)
dimana : V* = kecepatan aliran rencana (m/s)
k =koefisien Strickler
R = jari-jari hidrolik (m)
𝑉*2 0.422
𝑖= 4 = 4 = 0.0005
(𝑘 2 × 𝑅 3 ) (352 × 0.393)
𝐵 = 𝑏’ + (2 × (ℎ + 𝑊) )
𝑚
dimana : h = ketinggian air (m)
W = freeboard (m)
b’ = pembulatan lebar dasar saluran
m = kemiringan talud
Lebar saluran A yang ditambah freeboard
adalah sebagai berikut.
𝐵 = 𝑏’ + (2 × (ℎ + 𝑊) )
𝑚
(0.63 + 0.4)
𝐵 = 1.2 + (2 × )
1
𝐵 = 3.26 meter
Nilai Q diambil dari perhitungan dimensi saluran. Nilai Q pada saluran A adalah 0.48
m3/s.
7. Perhitungan lebar dasar saluran (b)
Nilai b diambil dari perhitungan dimensi saluran. Nilai b pada saluran A adalah 1.13
m3/s.
8. Penentuan tipe pintu Romijn
Berdasarkan tabel, pintu Romijn ditentukan sebagai berikut :
Tabel 5.4 Pintu Romijn
RI R II R III R IV RV R VI
Lebar 0,5 0,5 0,75 1 1,25 1,5
Debit max (m3/dt) 0,16 0,3 0,45 0,6 0,75 0,9
hmax 0,33 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
ℎ𝑚𝑎𝑥
𝑧=
3
𝑧 = ℎ 𝑚3𝑎 𝑥 = 0.5
3
= 0.17 meter
10. Perhitungan jumlah pintu
Jumlah pintu ditentukan berdasarkan perbandingan antara debit rencana dengan debit
max pada tabel pintu Romijn. Jumlah pintu pada saluran A adalah 1.
11. Perhitungan TMA dekat pintu ukur hilir
BAB VI
7.1 Kesimpulan
Dari pengumpulan serta pengolahan data yang dilakukan untuk merencanakan daerah
irigasi Pagerwangi, dapat diperoleh beberapa hal sebagai berikut.
1. Sistem irigasi yang direncanakan untuk daerah irigasi Bantimurung dan sekitarnya
adalah sistem irigasi gravitasi.
2. Jaringan irigasi yang digunakan adalah jaringan irigasi teknis.
3. Luas daerah irigasi yang dialiri adalah 218.75 Ha.
4. Petak sawah yang direncanakan adalah sebanyak 3 petak dengan luas masing-masing
petak antara 68.75 ha hingga 75 Ha.
5. Perencanaan saluran meliputi 2 saluran primer, 3 saluran sekunder dan 3 saluran
tersier. Kebutuhan air setiap hektar sebelum disesuaikan dengan efisiensi tiap saluran
direncanakan sebesar 1.98 l/det/ha.
Dimensi saluran dan tinggi muka air untuk tiap saluran dan petak dapat dilihat di lampiran.
7.2 Saran
Dari pengerjaan tugas ini penulis dapat menyarankan beberapa hal sebagai berikut.
6. Untuk memperoleh perencanaan dan perhitungan yang lebih akurat, maka perlu
diperhitungkan kebutuhan air yang lebih teliti, mengingat pada kenyataan di lapangan
sulit sekali menemukan kondisi ideal, di mana semua kebutuhan air untuk semua areal
sawah bisa dipenuhi secara bersamaan.
7. Data-data yang digunakan sebaiknya data-data yang aktual dan lengkap, sehingga
penyimpangan dapat diperkecil.
8. Waktu pengerjaan sebaiknya diperpanjang dan perlu diadakan asistensi rutin di setiap
minggu.
DAFTAR PUSTAKA
Data Pengamatan Curah Hujan tahun 1972 – 1981. Laboratorium Mekanika Fluida, Program
Studi Teknik Sipil.
Data Klimatologi tahun 1972 – 1981. Laboratorium Mekanika Fluida, Program Studi Teknik
Sipil.
Bagian Penunjang untuk Standar Perencanaan Irigasi. 1986. Buku Petunjuk Perencanaan
Irigasi. Departemen Pekerjaan Umum.
http://geospasial.bnpb.go.id/
Stasiun Camba
TAHUN Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah Rerata
1972 1,429 755 295 116 9 0 0 6 0 0 76 218 2,904 242
1973 914 280 366 324 265 96 149 17 283 75 824 681 4,273 356
1974 399 909 573 236 147 58 94 28 164 347 464 666 4,085 340
1975 524 264 437 414 250 148 58 48 168 224 477 686 3,698 308
1976 789 489 376 62 86 35 21 0 0 112 264 379 2,613 218
1977 1,014 571 259 334 139 142 0 20 0 0 0 649 3,128 261
1978 496 420 336 194 284 122 252 15 120 69 187 682 3,177 265
1979 672 582 460 167 297 89 0 0 4 74 238 619 3,202 267
1980 752 478 572 224 76 12 0 10 56 33 144 872 3,229 269
1981 512 416 97 216 90 75 153 1 47 85 205 445 2,342 195
Stasiun Malino
TAHUN Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah Rerata
1972 1,624 566 273 221 63 0 0 0 0 0 352 340 3,439 287
1973 532 315 491 440 292 88 243 112 241 16 730 520 4,020 335
1974 480 930 660 170 150 35 190 8 185 240 400 660 4,108 342
1975 621 621 558 570 275 205 63 64 23 194 472 615 4,281 357
1976 833 794 862 238 204 100 5 5 0 269 187 495 3,992 333
1977 900 1,476 663 485 195 324 0 17 0 0 241 684 4,985 415
1978 773 640 414 276 158 253 279 128 65 144 274 849 4,253 354
1979 772 262 519 319 706 433 15 0 0 34 165 495 3,720 310
1980 780 799 610 772 645 170 16 6 0 63 302 715 4,878 407
1981 729 626 264 340 148 106 109 0 160 60 610 726 3,878 323
Lampiran A3 : Curah hujan rata-rata hujan dengan metode aritmatik serta probabilitasnya
TAHUN/BULAN Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
1972 905.30 519.52 385.42 178.17 60.80 4.71 0.00 9.77 0.00 0.94 71.29 422.39
1973 576.80 257.37 287.84 250.51 248.05 100.70 90.63 21.71 309.37 111.72 883.35 781.77
1974 399.00 808.22 513.66 109.78 106.50 20.32 137.33 8.22 143.28 282.01 407.49 655.64
1975 508.93 361.02 550.97 372.56 117.19 58.52 179.51 46.12 100.18 330.44 492.07 583.33
1976 894.49 681.15 335.50 26.21 57.74 63.26 1.22 0.00 0.00 161.92 198.07 452.47
1977 1062.04 1117.30 351.31 433.84 106.03 150.48 0.00 5.87 0.00 0.00 231.71 408.81
1978 525.20 452.02 418.89 215.66 251.03 186.05 209.61 33.84 99.28 69.94 268.95 631.14
1979 845.31 644.17 454.35 260.25 185.86 87.12 4.71 0.00 23.78 33.50 201.27 580.38
1980 659.69 550.53 369.49 226.83 92.95 18.59 0.00 72.17 3.25 17.93 212.76 823.02
1981 556.27 503.60 296.68 144.42 148.40 88.65 133.62 1.95 24.39 50.15 234.20 667.29
Rank Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Probability
1 1062.04 1117.30 550.97 433.84 251.03 186.05 209.61 72.17 309.37 330.44 883.35 823.02 9.09
2 905.30 808.22 513.66 372.56 248.05 150.48 179.51 46.12 143.28 282.01 492.07 781.77 18.18
3 894.49 681.15 454.35 260.25 185.86 100.70 137.33 33.84 100.18 161.92 407.49 667.29 27.27
4 845.31 644.17 418.89 250.51 148.40 88.65 133.62 21.71 99.28 111.72 268.95 655.64 36.36
5 659.69 550.53 385.42 226.83 117.19 87.12 90.63 9.77 24.39 69.94 234.20 631.14 45.45
6 576.80 519.52 369.49 215.66 106.50 63.26 4.71 8.22 23.78 50.15 231.71 583.33 54.55
7 556.27 503.60 351.31 178.17 106.03 58.52 1.22 5.87 3.25 33.50 212.76 580.38 63.64
8 525.20 452.02 335.50 144.42 92.95 20.32 0.00 1.95 0.00 17.93 201.27 452.47 72.73
9 508.93 361.02 296.68 109.78 60.80 18.59 0.00 0.00 0.00 0.94 198.07 422.39 81.82
10 399.00 257.37 287.84 26.21 57.74 4.71 0.00 0.00 0.00 0.00 71.29 408.81 90.91
R80 512.18 379.22 304.45 116.71 67.23 18.94 0.00 0.39 0.00 4.34 198.71 428.41
R50 618.25 535.03 377.46 221.24 111.84 75.19 47.67 8.99 24.09 60.05 232.95 607.23
R50 606.50 532.00 374.00 222.00 106.50 76.00 46.00 8.50 24.00 59.00 241.00 603.00 mm/bulan
R80 511.80 384.40 313.80 109.60 70.00 18.20 0.00 0.40 0.00 4.20 195.00 439.40 mm/bulan
TAHUN Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des SATUAN
1972 4 4 4 4 4 5 5 7 8 7 6 5
1973 5 4 5 5 5 5 6 6 6 6 6 6
1974 7 6 6 4 4 4 4 5 4 4 4 4
1975 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4
1976 4 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3
1977 3 4 3 3 2 2 3 4 4 5 5 3 knots
1978 3 3 3 3 3 4 4 5 4 - - -
1979 4 4 3 3 3 2 3 4 4 4 4 3
1980 3 3 3 2 2 3 3 3 4 4 3 3
1981 - - - - - - - - - - - -
4 4 4 3 3 4 4 5 5 5 4 4
Rerata 183 178 173 153 143 158 173 207 207 200 194 172 km/hari
2.11 2.06 2 1.77 1.66 1.83 2 2.4 2.4 2.32 2.25 1.99 m/s
I DATA METEOROLOGI
Re 80 mm/bln 358.3 269.1 219.7 76.7 49.0 12.7 0.0 0.3 0.0
1
Re 50 mm/bln 424.6 372.4 261.8 155.4 74.6 53.2 32.2 6.0 16.8
2 Hari hujan bulanan rata-rata (n) hh 22.89 22.11 19.50 12.56 10.75 7.88 6.89 2.57 7.13
II EVAPOTRANPIRASI (Eto) mm/bln 142.35 132.47 158.93 172.68 162.55 155.65 178.87 217.77 227.39
21 Direct Run Off mm/bln 125.37 78.70 35.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
22 Base Flow = In - DVn mm/bln 37.01 49.42 44.81 31.56 18.93 11.36 6.82 4.09 2.45
23 Run Off Bulanan mm/bln 162.38 128.12 79.82 31.56 18.93 11.36 6.82 4.09 2.45
24 LUAS CATCHMENT AREA Ha 7195 7195 7195 7195 7195 7195 7195 7195 7195
25 DEBIT m3/bln 11683346 9218112 5743189 2270387 1362232 817339 490404 294242 176545
m3/det 4.36 3.81 2.14 0.88 0.51 0.32 0.18 0.11 0.07
l/s 4362.06 3810.40 2144.26 875.92 508.60 315.33 183.10 109.86 68.11
VII WATER BALANCE Untuk Re 50
7 Water Surplus (WS) = (R - Ea) mm/bln 275.24 234.49 100.49 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
24 LUAS CATCHMENT AREA Ha 7195 7195 7195 7195 7195 7195 7195 7195 7195
25 DEBIT m3/bln 16452912 16651986 8775162 2270387 1362232 817339 490404 294242 176545
m3/det 6.14 6.88 3.28 0.88 0.51 0.32 0.18 0.11 0.07
l/s 6142.81 6883.26 3276.27 875.92 508.60 315.33 183.10 109.86 68.11
Golongan B
Bulan November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober
Periode I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
C1 LP 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 0.00 LP 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 0.00 0.50 0.75 1.00 1.00 0.82 0.45
C2 LP LP 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 0.00 LP LP 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 0.00 0.50 0.75 1.00 1.00 0.82 0.45
C3 0.45 LP LP LP 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 0.00 LP LP LP 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 0.00 0.50 0.75 1.00 1.00 0.82
C 0.45 LP LP LP 1.08 1.07 1.02 0.67 0.48 0.00 LP LP LP 1.08 1.07 1.02 0.67 0.48 0.42 0.75 0.92 0.94 0.76 0.64
Golongan C
Bulan November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober
Periode I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
C1 LP 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 0.00 LP 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 0.00 0.50 0.75 1.00 1.00 0.82 0.45
C2 0.45 LP LP 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 0.00 LP LP 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 0.00 0.50 0.75 1.00 1.00 0.82
C3 0.82 0.45 LP LP LP 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 0.00 LP LP LP 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 0.00 0.50 0.75 1.00 1.00
C 0.64 0.45 LP LP LP 1.08 1.07 1.02 0.67 0.48 0.00 LP LP LP 1.08 1.07 1.02 0.67 0.48 0.42 0.75 0.92 0.94 0.76
Terpilih:
ALT 7
Luas 230 Ha
DR 1.98 l/s/Ha
B1Ka
68.75 136.125
B1
B
A2Ka
75 148.5
A2 A1
A1Ki A
75 148.5
Bendung
b b' A' P R
V* i W H B