Anda di halaman 1dari 26

dr.

Adhi Permana,SpPD,KGH,FINASIM
RS/FK Muhammadiyah Palembang
Hematemesis Melena

• Hematemesis → muntah darah kehitaman → indikasi perdarahan


saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum Treitz.
• Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) → dari duodenum
→manifestasi keluarnya darah segar per anum bila perdarahannya
banyak.
• Melena (feses berwarna hitam) → biasa berasal dari perdarahan SCBA

• Walau perdarahan usus halus dan bagian proksimal kolon→


bermanifestasi dalam bentuk melena
• PENDEKATAN DIAGNOSIS
• Anamnesis
• 1. Jumlah, warna, perdarahan
• 2. Riwayat konsumsi obat NSAID jangka panjang
• 3. Riwayat merokok, pecandu alkohol
• 4. Keluhan lain seperti mual, kembung, nyeri abdomen, dll
• Pemeriksaan Fisik
• Memeriksa status hemodinamik:
• 1. Tekanan darah dan nadi posisi baring
• 2. Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
• 3. Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin)
• 4.Kondisi pernapasan
• 5. Produksi urin
• Pemeriksaan Penunjang
• 1. Laboratorim; darah lengkap, elektrolit, fungsi hati, masa pembekuan dan
• perdarahan, petanda virus hepatitis, ratio BUN/Kreatinin
• 2. Radiologi: 0MD (Oesophagus Maag Duodenum) jika ada indikasi
• 3. Endoskopi saluran cerna
• DIAGNOSIS BANDING
• Hemoptoe, hematokezia.
• TATA LAKSANA
• Stabilisasi hemodinamika
• 1.Jaga patensi jalan napas
• 2. Suplementasi oksigen
• 3. Akses intravena 2 line dengan jarum besar pemberian cairan Normal
Saline atau Ringer Laktat
• 4. Evaluasi laboratorium : waktu koagulasi, Hb, Ht, serum elektrolit, ratio
Blood Urea Nitrogen (BUN): serum kreatinin
• 5. Pertimbangkan transfusi Packed Red Cell (PRC) →kehilangan darah
sirkulasi > 30 % atau Ht < 78 % (atau menurun >6%) sampai target Ht 20-25% pada
dewasa muda atau 30% pada dewasa tua
• 6. Pertimbangkan transfusi Fresh Frozen Plasma (FFP) atau trombosit apabila INR
• > 1,5 atau trombositopenia
• 7. Pertimbangkan lntersive Care Unit (lCU) apabila
• a. Pasien dalam keadaan syok
• b. Pasien dengan perdarahan aktifyang berlanjut
• c. Pasien dengan penyakit komorbid serius, yang membutuhkan transfusi
darah multipel, atau dengan akut abdomen
• Nonformakologis
• Balon tamponade untuk menghentikan perdarahan varises esophagus.
• Farmakologis
• Transfusi darah PRC . Pada kasus varises transfusi sampai dengan Hb 10gr%, pada kasus
non varises transfusi sampai dengan Hb 12 gr . Bila perdarahan berat (25-30%),boleh
dipertimbangkan transfusi whole blood
• Sementara menunggu darah dapat diberikan pengganti plasma (misalnya dekstran/
hemacel) atau NaCI 0,9% atau RL
• Untuk penyebab non varises
• 1.Penghambat pompa proton dalam bentuk bolus maupun drip
• 2. Sitoprotektor: Sukralfat 3-4xL gram atau Teprenon 3 x l tab atau Rebamipide 3x100 mg
• 3. Injeksi vitamin K 3x1 ampul, untuk pasien dengan penyakit hati kronis atau sirosis hati
• Untuk penyebab varises
• 1. Somatostatin bolus 250 ug + drip 250 mcg/jam intravena atau okreotide
(sandostatin) 0,7 mg/ 2jam. Pemberian diberikan sampai perdarahan berhenti
atau bila mampu diteruskan 3 hari setelah skleroterapi/ligasi varises esofagus.
• 2. Vasopressin : sediaan vasopressin 50 unit diencerkan dalam 100 ml dekstrosa
5%, diberikan 0,5-1 mg/menit iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6
jam; atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per infuse 0,1-0,5 U/menit.
• 3. Propanolol, dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat ditingkatkan hingga tekanan
diastolik turun 20 mmHg atau denyut nadi turun 20% (setelah keadaan stabil
hematemesis melena (-)
• 4. Isosorbid dinitrat/mononitrat 2 x 1 tablet/hari hingga keadaan umum stabil
• 5. Metoklorpramid 3 x 10 mg/hari
• Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai kelainan
• Pada pasien dengan pecah varises/penyakithati kronik/sirosis hati dapat
ditambahkan : Laktulosa 4x 1 sendok makan dan Antibiotika ciprofloksacin
2x500 mg atau sefalosporin generasi ketiga. Obat ini diberikan sampai konsistensi dan
frekuensi tinja normal.

• HEMOSTASIS ENDOSKOPI
• Untuk perdarahan non varises: Penyuntikan mukosa disekitar titik perdarahan
menggunakan adrenalin L: L0000 sebanyak 0,5-1 ml tiap kali suntik dengan batas dosis L0
ml.
• Penyuntikan ini harus dikombinasi dengan terapi endoskopik lainnya seperti klipping, termo
koagulasi atau eleltro koagulasi.
• Untuk perdarahan varises: dilakukan Iigasi atau sklerosing
• Terapiangiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap berlangsung dan belum bisa
ditentukan asal perdarahan.
• Pada varises dapat dipertimbangkan IPS (Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt).
• Pada keadaan sumber perdarahan yang tidak jelas dapat dilakukan tindakan arteriografi.
• Prosedur bedah dilakukan sebagai tindakan emergensi atau elektif.

• KOMPLIKASI
• Syok hipovolemik, pneumonia aspirasi, gagal ginjal akut, sindrom hepatorenal,
• koma hepatikum, anemia karena perdarahan
• PROGNOSIS

• Penderita dengan perdarahan SCBA yang disebabkan pecahnya varises esofagus

mempunyai faal hati yang buruk/terganggu sehingga setiap perdarahan baik besar maupun

kecil mengakibatkan kegagalan hati yang berat.


• Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb,

tekanan darah selama perawatan, dan lain-lain.


• Mengingat tingginya angka kematian dan sukarnya dalam menanggulangi perdarahan
saluran makan bagian atas maka perlu dipertimbangkan tindakan yang bersifat preventif
terutama untuk mencegah terjadinya terjadinya pecahnya varises pada pasien.
Gagal Napas

•Gagal napas → kondisi kegagalan sistem pernapasan pada fungsi pertukaran gas seperti
oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida dari darah vena.
•Gagal napas → tekanan oksigen arteri (Pa O2 <60 mmHg (8.0kPa) dan/atau tekanan
karbondioksia arteri (Pa COr) >45 mmHg (6.0 kPa).

•Sistem pernapasan terdiri dari

• Paru-paru: sebagai organ pertukaran gas

• Sistem pompa yang memventilasi paru-paru : terdiri dari dinding dada, otot pernapasan,

pusat pernapasan di susunan saraf pusat (SSP), dan jalur yang menghubungkan SSP

dengan otot pernapasan (saraf spinalis dan saraf perifer)


• Pemeriksaann penunjang
• . Laboratorium: DPL.
• . Analisis gas darah
• . Foto toraks
• . Kateter Swan Ganz dengan monitor - tekanan kapiler paru IPCWPJ
• . EKG
• . CT (computed tomographic) angiography toraks: sesuai indikasi
• . Bronkoskopi: sesuai indikasi

• DiAGNOSIS BANDING
• Edema paru, ARDS
• TATA LAKSANA
• Tipe I
• . Mengobatai penyakit dasar
• . Oksigen

• . Ventilasi mekanik: pada penyakit berat (ARDS)

• . Bronkodilator : Agonis beta adrenergik: terbutalin, albuterol, Antikolinergik: diberikan

kombinasi dengan agonis beta adrenergik


• . Antibiotika: sesuai indikasi
• . Kortikosteroid oral atau parenteral
• . Ekspektoran dan nukleonik
• . Fisioterapi dada
• Tipe ll

• Tujuan: memperbaiki ventilasi alverolar menjadi normal, hingga penyakit dasar dapat diobati

• .Menjaga patensi jalan napas: penyedotan secret, drainase postural, stimulasi batuk, perkusi dada,
atau dengan pemasangan selang endotrakea atau trakeostomi.
• Alat napas buatan: ventilator mekani
• .Oksigen: jika ada hipoksemia, diberikan secara hati-hati

• KOMPLIKASI

• . Komplikasi paru: emboli paru, barotrauma, fibrosis pulmonal.

• . Komplikasi kardiovaskular: hipotensi, cardiac output menurun, aritmia,perikarditis, infark

miokard akut
• PROGNOSIS

• Prognosis tergantung dari penyakit penyebab dan komorbid.

• Kematian pada kasus gagal napas umumnya disebabkan karena kegagalan multiorgan.
• Angka kematian pada gagal napas yang disertai kegagalan kardiovaskular, ginjal, atau
neurologis sebesar 55.4 %, 57.4 %, dan 48.1 %.
• Sedangkan angka kematian pada gagal napas dengan kegagalan satu organ sebesar 20.7
%
Cardiac Arrest
• Cardiac arrest → sebagai berhentinya fungsi mekanis jantung secara mendadak, yang
mungkin dapat reversibel dengan intervensi cepat namun dapat menyebabkan kematian
apabila tidak ada intervensi

• PENDEKATAN DIAGNOSIS
• Anamnesis → Didapatkan secara aloanamnesis.
• Riwayat peningkatan angina, dispneu, palpitasi, mudah Ielah, dan keluhan tidak spesifik
lainnya.
• Gejala prodromal → prediktif untuk penyakit jantung, namun tidak spesifik untuk
memprediksi sudden cardiac death (SCD).
• Pemeriksaan Fisik → Nadi tidak teraba
• Pemeriksaan Penunjang
• EKG : dapat ditemukan fibrilasi ventrikel, takikardia ventrikel, artifak EKG yang mirip dengan
fibrilasi ventrikel, left bundle branch block baru
• DIAGNOSIS BANDING

• Hipovolemia, hipoksia, asidosis, hipokalemia/hiperkalemia, hipotermia,


tension pneumothorak, tamponade jantung, toksin, trombosis paru, trombosis
koroner.
• PERAWATAN PASCA RESUSITASI

• Fase tatalaksana ini ditentukan oleh seting klinis cardiac arrest.

• Fibrilasi ventrikel primer pada infark miokard akut (tidak diikuti dengan keadaan low-output)
umumnya sangat responsif terhadap resusitasi dan mudah dikontrol setelah peristiwa inisial.
• Dalam seting rumah sakit dukungan respirator umumnya tidak diperlukan

atau hanya diperlukan dalam waktu singkat, dan stabilisasi hemodinamik dilakukan

segera setelah defibrilasi atau kardioversi.


• Pada fibrilasi ventrikel sekunder pada infark miokard akut → usaha resusitasi jarang
berhasil, dan pasien yang sukses diresusitasi memiliki rekurensi tinggi.
• KOMPLIKASI

• Ensefalopati pasca resusitasi, kematian

• PROGNOSIS

• Prognosis cardiac arrest di dalam RS terkait penyakit non-kardiak buruk, dan perawatan
pasca resusitasi didominasi oleh penyakit komorbid.
• Pasien dengan kanker stadium akhir, gagal ginjal, penyakit sistem saraf pusat akut, infeksi
tidak terkontrol memiliki survival rate <1,0 %

Anda mungkin juga menyukai