Anda di halaman 1dari 86

PSIKOLOGI

SOSIAL

Oleh:
Prof. Drs. Koentjoro, MBSc, Ph. D, psikolog
Dosen Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada
Bab I
Pengantar Psikologi Sosial
• Psikologi Sosial & Disiplin-2 yang Terkait
– Psikologi Sosial & Sosiologi
Banyak orang menganggap psikologi sosial & sosiologi adalah sama.
Hal ini terjadi karena keduanya berkecimpung pada studi yang sama
mengenai bagaimana orang bertingkah laku di dalam kelompok.
Hanya saja sosiolog mempelajari masyarakat terkecil hingga
masyarakat luas, sedangkan psikologi sosial pada individu, yaitu
bagaimana sebuah kelompok mempengaruhi individu & sebaliknya
bagaimana individu mempengaruhi kelompok.
– Psikologi Sosial & Psikologi Kepribadian
Perbedaan keduanya yaitu psikologi kepribadian memfokuskan pada
fungsi internal pribadi & perbedaan tiap individu misal mengapa
beberapa individu lebih agresif daripada yang lain, sedangkan
psikologi sosial fokus pada perilaku manusia yaitu bagaimana orang
memandang & mempengaruhi orang lain. Psikologi sosial mempelajari
mengapa situasi sosial dapat berpengaruh pada individu khususnya
pada perilaku yang mengarah ke tindakan baik atau buruk, berkompromi
atau bebas.
– Tingkatan-2 penjelasan
Sesuatu dapat dipelajari dari berbagai perspektif yang
berbeda. Contoh istilah “cinta”. Seorang psikolog mungkin
mendeskripsikannya sebagai sesuatu yang muncul dari diri.
Psikologi sosial juga mengamati bagaimana keadaan &
sifat berbeda yang tampak bagus & kesamaan pasangan
yang dinamakan cinta. Lain lagi seorang teolog pasti akan
mendeskripsikan cinta sebagai anugerah Tuhan yang
terwujud dalam cinta kasih sesama manusia.
• Psikologi sosial & Nilai-2 Manusia
– Bukti nyata dimana nilai-2 mulai masuk
Nilai-2 ini tampak pada serangkaian sejarah psikologi.
Sebagai contoh pada era 1940-an muncul adanya fasisme
di Eropa, 1950-an merebaknya fashion & perbedaan
pandangan yang tak bertoleransi dari McCarthyst tapi justru
memberikan kita tentang konformitas. Tahun 1960-an
tingkat agresi disertai kerusuhan & kriminalitas meningkat,
era 1970-an adanya pergerakan feminis, 1980-an
munculnya perhatian terhadap aspek psikologi mengenai
ras, & 1990-an ditandai adanya respon dari masyarakat
terhadap perbedaan budaya.
– Bukti kurang nyata dimana nilai-2 mulai masuk
Subyektifitas aspek-2 ilmu
Baik ilmuwan maupun filsuf setuju bahwa ilmu tidak selamanya
obyektif. Ilmuwan tidak hanya melulu membaca buku alam akan
tetapi, mereka juga menginterpretasikan alam sesuai dengan
kategori pikiran masing-2. hal ini berarti nilai-2 yang masuk dikatakan
tidak begitu jelas karena adanya nilai subyektif sang interpreter.

– Psikologi sosial dalam tiga dunia


Dunia pertama: Tokoh: Ivan Pavlov, Psikolog Rusia, Jean Piaget ahli
biologi Swiss, & Sigmund Freud ahli fisika Austria. Berdasarkan survei
psikolog Fathali Moghaddam, dideskripsikan bahwa AS dianggap
sebagai dunia psikologi pertama yaitu psikologi akademik superpower
khususnya pada psikologi sosial. Pusat penting dari aktivitas bidang
psikologi terletak di AS.
Dunia kedua yaitu negara-2 industri. Contoh Great Britain yang
bergabung dengan Amerika Utara memiliki tradisi yang kuat mengenai
psikologi ilmiah. Akan tetapi karena Great Britain memiliki lebih sedikit
universitas, maka hanya 25 akademi psikolog yang didirikan.
Dunia ketiga atau yang terakhir seperti Bangladesh, Cuba,
& Nigeria dianggap sebagai dunia ketiga, karena
terbatasnya sumber dayanya, misal psikologi mereka mau
tidak mau harus mengimpor dari dunia pertama & kedua.
Dalam dunia ketiga ini masyarakat maupun psikolog itu
sendiri jarang memiliki kemewahan bahkan permasalahan
seperti kemiskinan, konflik, & kolotnya tradisi-2 kuno selalu
mewarnai permasalahan.

• Bagaimana Kita Menjalankan Psikologi Sosial


Psikologi sosial mengajukan teori-2 yang mengorganisasikan
observasi-2 mereka & mengimplikasikan hipotesis yang teruji.
Psikologi sosial juga mengadakan penelitian yang
memprediksikan perilaku dengan menggunakan studi korelasi
bahkan sering dihubungkan dengan kenyataan alami. Mereka
mencoba menjelaskan perilaku dengan cara menghubungkan
eksperimen-2 yang memanipulasi satu atau lebih faktor di
bawah kondisi yang terkontrol.
Bab II
Diri Seseorang dalam Dunia Sosial
• Konsep diri: Siapakah Aku?
Siapakah aku? Pertanyaan ini amat sederhana tapi jawaban-
nya amat kompleks. Ketika menjawab “aku adalah…..dst” maka
ini berarti kita telah menjabarkan konsep diri kita menurut saya.
Tapi siapa saya? Cukupkah saya dijelaskan dari perspektif
saya?
Elemen-2 konsep diri (Self-concept), kepercayaan-2 khusus
yang telah kita definisikan melalui siapakah kita disebut skema
diri (self-schema).
Self-schema yaitu kepercayaan tentang diri yang mengor-
ganisasikan & membimbing diri menuju proses pembentukan
dunia kita. Skema diri kita berpengaruh terhadap bagaimana
kita memproses informasi yang kita peroleh.
Misal jika atletik sebagai sentral dari konsep diri kita, maka kita
cenderung menasehati orang lain dengan hal-2 yang berkaitan
tubuh & keterampilan. Kita juga akan cepat mengingat olahraga
yang terkait dengan pengalaman.
Bagaimana diri mempengaruhi memori disebut sebagai self-
reference effect, yaitu kecenderungan untuk memproses
secara efektif & efesien ketika ada informasi yang berkaitan
dengan konsep diri kita.
Konsep diri tidak hanya skema dari kita siapa diri kita saat ini
tetapi juga mungkin akan menjadi siapa diri kita atau disebut
sebagai possible selves. Penampilan menarik, atletis, pintar,
kaya & dicintai belum tentu memiliki harga diri tinggi (high self-
esteem) akan tetapi, dengan memiliki itu semua seseorang
akan merasa lebih nyaman.
Perkembangan diri sosial
Diri menjadi fokus utama psikologi sosial karena diri membantu
mengorganisasikan & membimbing perilaku sosial kita.
• Perbandingan sosial
Konsep diri kita tidak hanya identitas atau atribut pribadi
namun juga mencakup identitas sosial.
Social identity yaitu ketika kita merupakan bagian dari
kelompok kecil yang dikelilingi oleh kelompok yang lebih
luas maka kita baru menyadari identitas sosial kita,
namun ketika kita berada pada kelompok yang lebih luas
kita kurang memikirkan hal tsb.
• Selain itu perbandingan sosial juga membentuk identitas
kita seperti kaya atau miskin, pandai atau bodoh, & tinggi
atau pendek. Ketika kita membandingkan diri kita dengan
sekeliling, kita sadar bahwa pada dasarnya kita berbeda.
Dengan demikian social comparison yaitu mengevaluasi
kemampuan & pendapat seseorang dengan cara
membandingkan diri sendiri dengan orang lain.
• Pengalaman kesuksesan & kegagalan
Konsep diri juga didukung oleh pengalaman sehari-2. Misal
setelah mengalami kesuksesan akademik, siswa berusaha
meningkatkan nilai akademiknya untuk lebih baik lagi.
Sedangkan untuk pengalaman kegagalan misal seorang
siswa yang nilainya senantiasa merosot untuk
mengembangkan dirinya ia belajar dengan keras guna
memperoleh prestasi yang lebih baik.
• Penilaian orang lain
Dorongan untuk meningkatkan konsep diri tampak ketika kita melihat diri
kita sendiri yang terrefleksi dari penilaian orang lain. Ketika orang lain
berpikir baik tentang kita, hal ini akan membantu cara berfikir kita bahwa
kita juga baik.
– Pengetahuan diri
• Menjelaskan perilaku kita
mengapa kita memilih sesuatu? Mengapa kita melakukan ini/itu? Mengapa
kita jatuh cinta pada seseorang yang kita anggap spesial? Terkadang kita
tahu tapi terkadang juga tak tahu alasannya. Pertanyaan mengapa kita
melakukan apa yang kita lakukan, kita memproduksi jawaban yang masuk
akal. Maka dari itu, ketika penyebab & faktor-2 lain kurang jelas, penjelasan
kita tidak jarang menjadi salah.
• Memprediksi perilaku kita
Pengetahuan diri dapat dijadikan sebagai prediksi perilaku. Orang sering
juga salah ketika memprediksikan perilaku mereka. Pasangan yang masih
berpacaran memprediksikan akan kelanggengan hubungan mereka selama
pikiran keduanya positif bahwa mereka tetap akan saling mencintai
selamanya. Meskipun demikian, masa depan pribadi sulit diprediksikan.
Jika kita hendak memprediksikan diri kita, langkah terbaik yaitu
mempertimbangkan perilaku masa lalu pada situasi yang sama, itulah
prediksi yang cukup akurat.
• Memprediksikan perasaan kita
Terkadang kita mengetahui bagaimana kita akan merasa jika kita gagal ujian atau
memenangkan dalam permainan, dll. Tetapi sering juga tak mengerti. Beberapa
keputusan besar dalam kehidupan turut memprediksikan perasaan kita dimasa
mendatang. Contoh ketika kita memutuskan menikah dengan seseorang atau
memutuskan untuk bekerja pada sebuah perusahaan, kita dapat memprediksikan
meskipun tidak akurat, kira-2 bagaimana rasanya keadaan nanti.
• Pengawasan Diri
– Self-Efficacy (efikasi diri)
Yaitu kemampuan kita dalam menghadapi tantangan & kesulitan dalam
kehidupan. Ketika permasalahan muncul, rasa efikasi diri muncul begitu kuat
untuk membantu menenangkan kita serta mencari solusi daripad semakin
memperkeruh suasana.
– Locus of Control
Adalah segala sesuatu yang terjadi pada seseorang. Kejadian tsb dapat
diangap sebagai buah hasil dari diri sendiri (internal) dapat juga dari hasil
eksternal (misal kebaikan atau keburukan orang lain).
– Learned helplessness versus self-determination
Less-helplessness (rasa keputusasaan) yaitu ketika entah itu hewan maupun
manusia depresi & merasa tertindas kemudian mereka menjadi pasif karena
mereka percaya bahwa apa yang dilakukannya sia-2.
Sedangkan self-determination yaitu perasaan efikasi & kemampuan
seseorang dalam mengontrol kehidupannya. Misal seorang pasien yang baik
ia tidak akan sering mendentangkan bel panggilan, tidak banyak bertanya, &
selalu berusaha untuk memanajemen diri sebaik-baiknya.
• Self-serving Bias
Yaitu kecenderungan untuk menerima & memaafkan dirinya
dengan rasa senang hati. Banyak opini yang mengatakan
bahwa hampir semua orang menderita hanya karena harga diri
yang rendah atau perasaan merasa rendah diri, namun
kenyataan tak semuanya seperti itu. Misal meskipun kita
mengalami kegagalan kita tetap menerima dengan lapang
dada.
– Penjelasan untuk even-2 positif & negatif
Para peneliti selalu siap menerima kebahagiannya ketika penelitian
mereka dinyatakan berhasil & sukses, sebaliknya ketika kegagalan
harus menghampirinya yang dalam hal ini dianggap sebagai even
negatif, mereka pun menerima dengan senag hati. Dengan demikian
para peneliti telah menunjukkan self-serving bias mereka.
– Dapatkah kita menjadi lebih baik dari ukuran rata-2?
Self-serving bias juga tampak ketika seseorang mencoba
membandingkan dirinya dengan orang lain. Seseorang selalu merasa
“lebih” daripada yang lain. Misal para bisnisman merasa dirinya yang
paling unggul diantara lawan bisnisnya, misal lagi seorang milyuner
merasa bahwa dirinya yang paling kaya dibanding dengan hartawan-2
lain. Padahal anggapan semacam itu hanyalah subyektif dari pelaku itu
sendiri & orang lain belum tentu mengakui.
– False consensus and uniqueness
False consensus effect yaitu kecenderungan untuk membangun self-image
terhadap orang lain & berpikiran negatif karena melihat kegagalannya atau
keburukannya. Misal jika kita bertetangga dengan ide negatif tentang kelompok
ras tertentu, kita mengasumsikan bahwa berberapa ras yang lain juga memiliki
stereotipe negatif. Sedangkan false uniqueness effect yaitu kecenderungan
untuk membangun self-image & berpikir secara positif karena kemampuan
seseorang menunjukkan kesuksesannya.
• Presentasi diri
Self-presentation (presentasi diri) mengacu pada keinginan untuk
menunjukkan image seseorang yang diinginkan baik kepada khalayak
pribadi maupun umum.
– False modesty (rendah hati yang salah)
yaitu ketika seseorang selalu merasa bahwa dirinya lebih buruk/rendah &
cenderung memuji kelebihan orang lain. Miasal perasaan yang menganggap
dirinya lebih bodoh & mengagung-agungkan kepandaian orang lain & kadang
berandai-2 “ kenapa aku tak seperti mereka”.
– Self-handicapping
Yaitu menjaga image diri dengan perilaku & tindakan yang bersifat menghibur diri
untuk menutupi kelemahannya. Sebagai contoh seseorang yang akan
wawancara kerja, justru mengadakan pesta besar-2an bukan mempersiapkan
diri, mahasiswa yang akan ujian justru main games daripada belajar. Ketika
dalam ujian ia berhasil, ia akan membesar-2kan bahwa meskipun tidak belajar ia
ternyata mampu, sedangkan jika ia gagal, ia mengatribusikan kegagalannya
kepada hal-2 yang bersifat sementara & remeh. Misal “saya gagal karena
badanku agak lelah & capek waktu ujian atau karena tadi malam kurang tidur, dll”
daripada mengakui ketidakmampuannya.
Bab III
Kepercayaan Sosial & Atribusi
• Menjelaskan Pihak-2 Lain
Orang selalu berusaha menjelaskan urusan-2nya kepada orang
lain & psikolog berusaha menjelaskan apa yang dijelaskan
orang tsb (hasil penjelasan) kepada orang lain.
Atribusi sebab-musabab: terhadap orang atau situasi?
Attribution theory yaitu bagaimana orang menjelaskan perilaku orang lain.
Kita tak henti-2nya menganalisis mengapa banyak hal terjadi begitu saja
khususnya ketika kejadian negatif itu menimpa kita. Beberapa pasangan
menikah menganalisis perilaku pasangannya lebih spesifik lagi dari segi
kekurangan sehingga perseteruan sering terjadi.
Kejadian semacam ini disebabkan karena situasi & didukung perilaku
pasangan itu sendiri karena belum bisa saling memahami. Jadi dalam
kejadian semacam ini kita tidak bisa hanya beratribusi menyalahkan
orangnya atau karena situasinya.
– The Fundamental Attribution Error
Adalah kecenderungan para pengamat untuk menilai terlalu
rendah (underestimate) pengaruh situasi-2 & menaksirkan
atau menilai terlalu tinggi (overestimate) pengaruh-2
disposisional yang terjadi pada perilaku orang lain.
Misal ada 2 orang A & B. A lebih cerewet, banyak ulah, dll,
sedangkan B cenderung diam & tenang. Semula kita
berpikir mengenai perbedaan itu hanyalah watak tiap
individu. Namun kemudian sebagai peneliti atribusi kita
akan berasumsi bahwa A lebih extrovert person (terbuka) &
B introvert person (tertutup) yang mana sifat-2 tsb dapat
dipengaruhi dari situasi-2 disekitarnya.
– Mengapa kita membuat kesalahan atribusi (attribution error)
Sejauh ini kita telah melihat ke-bias-an yang terletak pada
cara bagaimana menjelaskan perilaku orang lain. Kita sering
mengabaikan penentu-2 situasi yang cukup kuat. Mengapa
kita cenderung menilai rendah penentu perilaku orang lain
tetapi tidak mau memperhatikan milik kita sendiri,
• Kesadaran perspektif & situasi
An actor-observer difference yaitu ketika kita melakukan tindakan,
lingkungan seakan-2 dikomando untuk memperhatikan kita & ketika
kita mengamati orang lain bertindak maka orang tersebut merupakan
pusat dari perhatian kita & situasi secara relatif tidak begitu
diperhatikan. An actor-observer difference menekankan bahwa
perspektif dari tindakan pelaku beda dengan perspektif pengamat.
contoh: ketika kita diwawancarai di TV lalu secara sengaja hasil
wawancara itu didokumentasikan, ketika penonton melihat tingkah
laku kita saat wawancara, mereka mungkin bertanya, apakah kita
bertingkah laku tsb karena faktor sifat & karakter alamiah kita secara
pribadi atau karena faktor situasi yang menuntut kita untuk bertindak
seperti itu.
Perbedaan budaya
Perbedaan budaya juga turut berpengaruh pada
atrribution error. Pandangan barat menekankan bahwa
manusia yang menyebabkan peristiwa, bukan situasi.
Universitas California Selatan melaporkan bahwa
mahasiswanya selalu diyakinkan melalui psikologi-pop
berpikir positif yaitu “mereka pasti bisa melakukan apa
yang mereka anggap sukar”.
Diasumsikan disini bahwa dengan watak, sikap, &
perilaku yang benar, seseorang dapat mengatasi
permasalahan yang datang.
– Mengapa kita mempelajari Attribution Errors?
Alasannya yaitu untuk menjelaskan seringnya pikiran
sosial kita memiliki kekurangan & kesalahan. Kemudian
alasan kedua yaitu adanya ke-bias-an yang menjajah
pikiran kita yaitu kurangnya kita menyadari akan ke-bias-
an tsb.
• Mengkonstruksikan interpretasi-2 & memori-2
Berdasarkan hasil eksperimen ditemukan bawa memvonis
sebelum memeriksa akan mengaburkan persepsi & interpretasi
kita, & kesalahan informasi juga akan mengaburkan daya ingat
kita.
– Belief perseverance (kepercayaan yang kuat)
Yaitu konsep hidup awal seseorang yang selalu dipegang teguh
sebagai kepercayaannya. Meskipun terkadang kepercayaan itu
didiskreditkan orang lain, namun ia yakin bahwa ada sisi kebenarannya.
Kepercayaan dapat berpengaruh terhadap bagaimana kita
menginterpretasikan suatu keadaan atau kejadian.
– Mengkonstruksikan memori-2
Hampir 85% mahasiswa percaya pernyataan seperti yang tercantum di
Psychology Today bahwa ilmu telah membuktikan, jika serangkaian
pengalaman selama seumur hidup akan terpelihara secara sempurna di
dalam pikiran. Namun penelitian psikologi membuktikan fakta yang
justru berlawanan. Penelitian menjelaskan bahwa ingatan bukanlah kopi
dari pengalaman yang tetap tersimpan dalam ruang ingatan. Akan
tetapi, kita mengkonstruksikan bahwa memori-2 merupakan penarikan
diri yang meliputi memori-2 pikiran ke masa lalu. Artinya kita
mengkonstruksikan fragmen-2 informasi di masa lalu dengan cara
mengkombinasikan perasaan kita saat ini & apa harapan kita dari
fragmen-2 informasi tsb.
• Rekonstruksi sikap masa lalu
Yaitu kita berpikir ulang & berusaha mengubah apa yang
dulu kita anggap benar atau kita anggap salah. Misal
mungkin ketika diusia 20 tahun, kita bersikap kepada
orang tua semau kita & kita anggap semua itu sudah
benar. Akan tetapi sekarang setelah dewasa & banyak
pengalaman serta pelajaran berharga, kita lebih tahu
manakah yang lebih baik & bagaimana seharusnya
bersikap kepada orang tua.
• Rekonstruksi perilaku masa lalu
Konstruksi memori memungkinkan kita merevisi sejarah
diri kita. Arti dari rekonstruksi di sini yaitu mengubah
perilaku kita agar tidak seperti perilaku kita dulu setelah
kita mendapat informasi baru.
Misal seorang anak dulu menggosok gigi sehari lebih
dari 5 kali karena tidak tahu. Namun setelah mendapat
pelajaran dari guru agar menggosok gigi yang baik 2 kali
sehari, ia lalu mengubah perilaku tsb.
• Memvonis Orang Lain
– Intuisi: potensi kita untuk mengeahui diri dari dalam
Intuisi adalah kemampuan untuk memahamisesuatu dengan
menggunakan perasaan daripada mempertimbangkan fakta
yang ada, atau intuisi yaitu sebuah ide apa yang dianggap
benar dalam situasi tertentu berdasarkan perasaan yang kuat
daripada menganut fakta-2.
– Kekuatan Intuisi
Pada dasarnya setiap orang memiliki intuisi. Pikiran kita
sebagian kadang terkontrol, sadar & sebagian lagi refleks &
tanpa kita sadari. Pikiran yang otomatisterjadi di luar
pandangan & dimana alasannya tak terketahui. Perhatikan
istilah-2 di bawah ini:
• Schemas, yaitu mental kita yang secara otomatis, intuitif
membimbing persepsi & interpretasi-2 pengalaman kita.
Misal ketika kita mendengan suara seseorang berbicara
masalah sekte agama atau seks, kita tidak hanya
mendengarkan kata-2nya tapi juga bagaimana kita secara
otomatis menginterpretasikan suara itu.
• Emotional reactions hampir sama dengan instantaneous. Yaitu
reaksi yang muncul sebelum pikiran seseorang diungkapkan, salah
satu saraf memotong & mengambil informasi dari mata & pikiran
untuk ditujikan ke otak.
– Keterbatasan intuisi
Terkadang intuisi ada sisi benarnya tapi tak jarang banyak
salahnya. Secemerlang & sehebat apapun seseorang belum
tentu intuisinya selalu benar. Intuisi merupakan ketidak-
sadaran pikiran yang tidak dapat dipercayai seluruhnya.
– Judgemental Overconfidence
Yaitu kecenderungan untuk terlalu percaya diri atau terlalu
menilai tinggi (overestimate) keakuratan akan kepercayaan
seseorang daripada kebenaran yang sewajarnya. Sebagai
contoh “Saya yakin 98% jarak antara New Delhi & Bombay
hingga 1000 mil”. Padahal kebenaran berdasarkan fakta
bisa salah 30% dari dugaan itu. Orang yang memiliki
kepercayaan diri tinggi cenderung menjadi overconfident
people.
Bab IV
Perilaku & Sikap
• Benarkah Sikap Menentukan Perilaku?
Perilaku yaitu reaksi evaluasi baik yang menyenangkan maupun tak menyenangkan
yang terdapat pada kepercayaan & perasaan seseorang. Baik para filsuf, teolog,
maupun para pendidik telah berspekulasi mengenai hubungan antara pikiran &
tindakan, karakter, & tingkah laku, perkataan pribadi & perbuatan umum. Asumsi
yang dikeluarkan baik dari ajaran-2 & konseling yaitu kepercayaan & perasaan
pribadi kita sangat menentukan perilaku umum kita. Jadi kalau kita ingin merubah
cara orang berperilaku, kita harus merubah hati & pikiran mereka.
– Apakah kita semua munafik?
Awalnya psikolog sosial setuju bahwa mengetahui sikap seseorang berarti memprediksik-
an tindakan orang. Akan tetapi tahun 1964, Leon Festinger membuktikan bahwa merubah
sikap bukan berarti merubah perilaku. Festinger percaya bahwa hubungan kerja antara
sikap & perilaku sistem perputarannya diumpamakan seperti kerja kuda sebagai pelaku &
keretanya sebagai sikap. Dengan demikian kita tidak dapat dikatakan munafik karena
apapun ang kita ekspresikan tidak memprediksikan perilaku yang mana antara sikap &
perilaku memiliki arah yang berbeda tergantung pengaruh-2 di luar.
– Meminimalisasikan pengaruh-2 sosial terhadap sikap
Tidak seperti seorang dokter yang mendeteksi detak jantung pasien, psikolog sosial belum
tentu mendapat jawaban langsung atas sikap seseorang hanya dengan mengamati
hingga mereka meneliti lebih seksama dari sikap-2 yang terekspresikan oleh seseorang.
Seperti perilaku lain, ekspresi juga memiliki pengaruh-2 dari luar.
Untuk bersikap & berperilaku, seseorang dianjurkan untuk tidak mudah terpengaruh dari
lingkungan sosial kita.
• Benarkah perilaku menentukan sikap?
Memang ada benarnya bahwa perilaku turut menentukan
sikap. Misal ketika kita baru masuk di sebuah universitas, kita
tak punya teman & segala sesuatu masih terasa asing
sekalipun dengan kawan sebangku. Agar dapat beradaptasi,
kita seharusnya meninggalkan perilaku-2 SMA & mencoba
beradaptasi dengan lingkungan baru. Nah, perilaku adaptasi
kita itu selanjutanya akan turut menentukan sikap kita.
– Saying becomes believing (perkataan menjadi kepercayaan)
Berkaitan dengan efek role playing yaitu efek saying becomes believing.
Perlu dipertimbangkan pertama yaitu kecenderungan manusia untuk
mengadaptasikan perkataan kita dengan tujuan menyenangkan
pendengar. Misal pendengar akan lebih cepat menerima kabar baik
dari pada kabar buruk & dalam penyampaian pesan itu kita
menyesuaikan siapa pendengar karena apa yang diberikan pemberi
informasi cenderung menjadi kepercayaan bagi yang mendengar. Lagi
misal seorang anak perempuan mengenalkan pacarnya yang berbeda
ras kepada ayahnya, secara jujur tapi rahasia, respon seorang ayah
akan mengatakan “saya tak akan membiarkan mereka menikah”, akan
tetapi untuk menyenangkan hati anaknya, ayah itu bilang “dia adalah
laki-2 yang baik”. Maka dengan perkataan seperti itu anak akan
mempercayai bahwa pacarnya memang baik terbukti ayahnya
mengatakan baik.
– Aksi jahat & sikap
Sikap mengikuti prinsip perilaku yang bekerja dengan aksi
amoral. Kejahatan terkadang merupakan hasil dari
komitmen-2 yang meluas secara berangsur-2. aksi
kejahatan yang dianggap remeh & kecil justru membuat
kejahatan semakin mengembang & besar jika dilakukan
terus-menerus. Padahal dari tindakan kejahatan kecil itu
jika dilakukan terus dapat menggerogoti sensitivitas moral
pelaku.
– Interracial behavior and racial attitudes
Jika tindakan moral seimbang dengan sikap moral,
akankah perilaku positif antar ras akan mengurangi
prasangka buruk terhadap ras lain? Sebagian para ahli ilmu
sosial di AS berargumentasi bahwa “jika kita menunggu
hati berubah melalui khotbah & pengajaran, kita akan
menunggu lama adanya keadilan antar ras. Akan tetapi,
jika kita mengatur tindakan moral, kita dapat mengatasi
kondisi dengan sepenuh hati.
• Mengapa Tindakan Mempengaruhi Sikap?
Psikolog sosial memperkirakan 3 kemungkinan sumber-2.
Pertama, self-presentation theory yang mengasumsikan untuk alasan-2
strategis, kita mengekspresikan sikap-2 yang membuat kita tampak lebih
konsisten.
Kedua, cognitive dissonance theory mengasumsikan bahwa untuk
mengurangi ketidaknyamanan, kita mengatur tindakan kita dulu secara
benar.
Ketiga, self-perception theory berasumsi bahwa tindakan kita adalah self-
revealing (ungkapan pikiran kita sendiri) ketika terdapat ketidakpastian
tentang perasaan atau kepercayaan.

– Self-presentation: impression management


Kita dapat mengulas sedikit di Bab 2 bahwa kita selalu sibuk berdandan, diet,
berpakaian bahkan ikut operasi plastik hanya karena khawatir akan pikiran
orang lain tentang kita. Untuk membuat membuat kita terkesan bagus (good
impression) sering kita berusaha untuk meraih reward sosial & material guna
menyamankan diri kita bahkan untuk menyelamatkan identitas sosial kita.
Bahkan tak seorangpun ingin tampak seperti orang bodoh, maka ia berusaha
untuk menyerasikan antara sikap & tindakannya. Agar tampak konsisten, kita
mungkin pura-2 besikap yang kita sendiri sebenarnya tidak mempercayainya.
Seseorang yang cenderung membuat kesan baik dengan cara terus menerus
memonitor perilaku sendiri & memperhatikan bagaimana reaksi orang lain serta
ia berusaha untuk tampil sesuai dengan tuntutan & harapan orang lain terhadap
dirinya yang disebut sbg self-monitoring tendency.
– Self-justification: cognitive dissonance (penyelarasan diri: ketegangan
kognitif)
Salah satu teori mengatakan bahwa sikap kita berubah karena kita
termotivasi untuk tetap menjaga konsistensi kita diantara kognisi-2 yang
kita miliki. Cognitive dissonance theory dari Leon Festinger
mengasumsikan bahwa akan muncul ketegangan ketika secara tiba-2
muncul dua pikiran/ kepercayaan “kognisi” yang secara psikis tidak
konsisten. Maka unuk mengurangi ketidaknyamanan dari kemunculan
kognisi tsb, kita sedapat mungkin menyelaraskan pikiran kita.
– Self-perception (persepsi diri)
Self-perception theory mengasumsikan bahwa kita menarik kesimpulan
diri sama seperti ketika mengamati perilaku kita sendiri. Ketika kita
dalam keadaan/ ambigu, kita dlm posisi pengamat seseorang dari luar,
kita melihat sikap orang dengan cara mengamati perilaku mereka
secara seksama ketika beraksi dengan perasaan senang. Seperti itu
juga kita mengamati sikap kita sendiri. Mendengar diri sendiri, berbicara
menginformasikan tindakan kita, mengamati tindakan-2 kita,
memberikan petunjuk betapa kuatnya kepercayaan kita.
Bab V
Gen, Budaya, & Gender
• Alamiah Manusia & Perbedaan Gender
Dalam perbedaan & persamaan manusia, dua perspektif selalu
mendominasi pikiran yang terkini yaitu:
pertama perspektif revolusioner yang menekankan pada
kekeluargaan.
kedua perspektif budaya yang menekankan pada perbedaan
manusia.
– Evolusi & perilaku
Seleksi alam (natural selection) yaitu proses evolusi yang mana secara
alami makhluk/ organisme yang memiliki ciri tertentu dapat survive &
mampu berkembang biak di lingkungan tertentu pula. Sedangkan
Evolutionary psychology (psikologi evolusi) membelajari bagaimana
seleksi alam mempengaruhi tidak hanya kesesuaian sifat fisik tetapi juga
psikis & perilaku sosial yang meningkatkan kelangsungan &
berkembangbiaknya gen-2.
– Budaya & perilaku
Budaya yaitu pelestarian perilaku, ide-2 , sikap, & tradisi-2
yang selalu dijalankan & dilestarikan oleh sekelompok luas
orang-2 & diturunkan dari generasi ke genarasi. Evolusi
menghasilkan fleksibilitas budaya untuk tetap dijaga &
dijalankan sesuai dengan lingkungan & kemajuan zaman.
• Perbedaan budaya
Perbedaan bahasa, adat, & perilaku memberikan kesan bahwa
hampir keseluruhan perilaku kita secara sosial telah terprogram.
Norma yaitu peraturan-2 untuk diterima & dengan harapan untuk
dipatuhi & dilaksanakan. Meskipun beberpa norma bersifat universal,
setiap budaya memiliki norma tersendiri yaitu peraturan yang harus
diterima & diharapkan menjadi perilaku sosial.
• Persamaan budaya
Meskipun banyak norma bervariasi, namun manusia benar-2
menegakkan norma-2 yang siapapun orangnya & dimana pun
tempatnya orang akan mematuhi norma tsb. Contoh: Semua orang
dari berbagai negara & agama apapun juga ketika mengikuti
konferensi, semuanya akan saling menghormati & menjaga norma
kesopanan untuk tidak saling merendahkan.
• Peranan sosial
Peranan memiliki nilai positif & juga efek yang sangat
kuat. Orang yang secara sengaja memainkan peranan
baru, terkadang merubah dirinya sendiri atau
berempati dengan orang yang memiliki peran berbeda
dari dirinya. Peranan sering datang berpasangan yang
ditentukan oleh hubungan misal orangtua dengan
anak, suami & istri, guru & murid, dll. Untuk saling
membantu & memahami, satu sama lain saling
membantu. Dengan demikian orang akan berperilaku
di dalam sosial sesuai dengan perannya. Seorang
dokter akan berperan sesuai tugas sorang dokter.
• Persamaan & Perbedaan Gender
Dalam psikologi gender diartikan sebagai karakter baik
secara biologis maupun sosial yang dipengaruhi oleh
definisi peran perempuan & laki-2, sedangkan istilah
“seks” hanya mengacu pada biologis saja.
– Independence versus connectedness (kemerdekaan/ kebebasan vs
berhubungan)
Perbedaan gender terkadang sudah ditanamkan sejak kecil meskipun
tanpa kita sadari. Sebagai contoh ketika masih kecil anak laki-2 sudah
berusaha keras untuk bisa bebas dari ibunya & berusaha mencari
identitas dirinya, sedangkan anak perempuan selalu ingin berhubungan
& bergabung dengan orang lain. Begitu juga peran dalam kelompok,
anak laki-2 cenerung terlibat dalam aktivitas kelompok yang lebih luas
dibanding anak perempuan.
– Social dominance
Kita tidak dapat memungkiri bahwa diberbagai negara, kekuasaan laki-2
masih dirasakan yang paling dominan. Laki-2 cenderung berperan
sebagai pemimpin sedangkan wanita sebagai motivator sebuah tim
dalam aktivitas sosial. Terdapat keyakinan bahwa meskipun wanita
memperoleh persamaan status dengan kaum laki-2, wanita tetap tidak
akan merasa sebebas kaum laki-2.
– Aggression (kekerasan)
Yaitu perilaku fisik atau verbal yang bertujuan menyakiti
seseorang. Didalam eksperimen laboratorium, hal ini
berarti secara sengaja misal menyengatkan aliran listrik ke
tubuh seseorang atau hanya sekedar berkata-2 yang
menyakitkan perasaan orang lain, hal ini sudah dikatakan
bersikap agresi. Melalui pandangan umumperilaku seperti
berburu, berkelahi, & berperang umumnya adalah
aktivitas-2 yang dilakukan oleh laki-2. Oleh karena itu,
berdasarkan survei, laki-2 cenderung agresif daripada
perempuan, sehingga ada kecenderungan kekerasan
yang dilakukan kaum laki-2 terhadap perempuan.
– Seksual
Perbedaan laki-2 & perempuan dalam seksualitas juga
tampak. Misal pada kenyataannya laki-2 cenderung lebih
berinisiatif untuk merangsang pasangannya ketika akan
melakukan hubungan seksual. Begitu juga meskipun laki-
2 tanpa perempuan, mereka tetap memiliki alternatif lain
untuk berhubungan seksual, sedangkan perempuan lebih
pasif.
• Budaya & Gender
Pengaruh budaya secara mencolok diilustrasikan oleh
perbedaan peranan gender sepanjang masa & dimanapun
juga. Budaya sebagaimana didefinisikan diawal yaitu ide-2 ,
sikap, & tradisi-2 yang selalu dijalankan & dilestarikan oleh
sekelompok luas orang-2 & diturunkan dari generasi ke
genarasi. Kita dapat melihat ide, sikap, & tradisi sangat
berpengaruh terhadap pembentukan perilaku kaum laki-2
maupun perempuan. Di negara manapun, perempuan lebih
banyak menghabiskan waktunya untuk menyelesaikan
pekerjaan rumah & pengasuhan anak sedangkan laki-2
bidang pekerjaannya lebih brsifat kepemimpinan.
– Peran gender berbeda-2 tergantung budaya
Dalam masyarakat nomaden & food-gathering, laki-2 & perempuan
memiliki peluang yang sama untuk memperoleh pendidikan &
keduanya mengerjakan tugas yang sama. Lain lagi bagi masyarakat
petani, perempuan bekerja di sawah serta mengasuh anak,
sedangkan laki-2 berkelana dengan bebas. Bagi masyarakat industri
peranan sangat banyak & berbeda. Contoh: Di Korea Selatan
perempuan menduduki posisi manajer hanya berkisar 2%, di AS 17%,
di Austria 28%, & Switzerland sebaesar 48%. Bahkan di Amerika
Utara hampir semua dokter & dokter gigi kaum laki-2, sedangkan di
Rusia hampir semua dokter perempuan, & di Denmark kebanyakan
dokter gigi adalah wanita.
– Peran gender berbeda-2 dari waktu ke waktu
Perubahan perilaku selalu mengiringi perubahan sikap.
Sekitar tahun 1960 & 1995, proporsi wanita menikah
berusia 40 tahun di AS yang bekerja meningkat dua kali
lipat dari 38% menjadi 76%. Begitu juga yang terjadi di
Kanada, Australia, & Britania. Perubahan juga tampak
pada tahun 1970 yaitu meningkatnya jumlah para wanita
yang dididik menjadi pengacara, dokter, & dokter gigi.
Variasi peranan gender sepanjang masa & budaya apapun
mengisyaratkan bahwasanya sebenarnya evolusi & biologi
tidak mengubah peranan gender hanya masyarakat saja
yang mengkonstruksikan perbedaan itu.
– Peer-transmitted culture (budaya yang turun temurun)
Bagaimana orang tua mendidik & merawat anaknya, maka
sifat-2, sikap, & perilaku ortu akan diwarisi oleh anak
mereka. Anak-2 menyerap & menerapkan nilai-2 yang ada
di rumahnya.
• Biologi & Budaya
Kita tidak perlu berpikir bahwa antara evolusi & budaya
merupakan pesaing (competitors). Norma budaya itu bersifat
halus tapi efeknya terhadap sikap & perilaku kita sangat kuat.
Akan tetapi budaya tidak sebebas biologi. Sgala sesuatu yang
bersifat sosial & psikis umumnya bersifat biologis. Jika ada
harapan-2 lain mempengaruhi kita, maka hal ini adalah
sebagian dari program biologis kita. Lebih jauh lagi apapun
yang diwarisi dari gen nenek moyang kita, budaya tetap lebih
menonjol yang turut mempengaruhi perilaku kita. Jika hormon
& gen memberikan kecenderungan bahwa laki-2 secara fisik
lebih agresif daripada perempuan, maka budaya juga akan
memperkuat perbedaan ini melalui norma-2 yang
mengharapkan laki-2 lebih tabah & kuat sedangkan perempuan
lebih ramah & lemah lembut. Seleksi alam & seleksi budaya
mungkin terdapat kesamaan untuk bekerja sama dalam
menghasilkan watak-2 yang secara genetik berguna atau yang
disebut dengan coevolution (proses evolusi psikologis). Dengan
demikian antara biologi & budaya terdapat interaksi yang
keduanya berpengaruh terhadap sikap & perilaku manusia.
Bab VI
Konformitas
• Pengertian
Konformitas adalah sebuah perubahan perilaku atau kepercayaan sebagai
hasil dari tekanan kelompok baik nyata maupun maya. Sedang compliance
yaitu konformitas yang melibatkan tindakan secara umum untuk menuruti
tuntutan sosial padahal secara individu ia tidak menyetujuinya. Misal
compliance yaitu terkadang kita ikut-an apa yang kata umum baik padahal
secara pribadi kita menyatakan tidak baik sehingga kita tidak tahu apa yang
sebenarnya kita lakukan. Acceptance yaitu konformitas yang melibatkan
baik tindakan maupun kepercayaan demi keserasian dalam sosial.
• Kapan Orang harus Berkonformitas?
Beberapa situasi harus memicu orang untuk berkompromi/ menyesuaikan,
sedangkan beberapa situasi yang lain tidak perlu. Beberapa peneliti telah
membuktikan bahwa konformitas itu sangat penting khususnya jika sebuah
kelompok memiliki tiga orang atau lebih & bersifat kohesif serta memiliki
status yang tinggi.
– Group size (ukuran kelompok)
Didalam eksperimen laboratorium sebuah kelompok tidak perlu
besar untuk memiliki efek yang besar. Asch & peneliti-2 lain
menemukan bahwa tiga hingga lima orang akan lebih dapat
berkonformitas daripada 1 atau 2 orang. Bib Latane
mengasumsikan bahwa pengaruh sosial meningkat sejalan
dengan kesiapan & ukuran sebuah kelompok.
- Unanimity (kebulatan suara)
Yaitu ketika dalam sebuah kelompok para anggota berkonformitas
karena perihal yang mereka bahas sudah saling setuju dengan
kebulatan suara bersama.
– Cohesion (kohesi)
Adalah perasaan yang mana para anggota dalam sebuah
kelompok semuanya terikat & terjalin bersama mungkin karena
satu sama lain saling menarik & memperhatikan.
– Status
Dalam berkonformitas, status ternyata menduduki peran yang
cukup tinggi. Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya
seseorang yang berstatus sosial tinggi cenderung memiliki
dampak lebih dalam kelompok.
• Mengapa Orang harus Berkonformitas?
Terdapat 2 kemungkinan mengapa orang berkonformitas, yaitu:
a. normative influence, yaitu orang berkonformitas yang didasarkan pada
kehendak atau keinginan seseorang untuk memenuhi harapan-2 orang
lain. Hal ini sering dilakukan agar yang melakukan tsb bisa diterima orang
lain.
b. informational influence yaitu konformitas merupakan hasil dari adanya
bukti tentang realita yang diberikan orang lain. Kecenderungan seseorang
untuk lebih berkonformitas ketika merespon kemauan publik yang
merefleksikan normative influence. Sedangkan kecenderungan untuk lebih
berkonformitas pada pengambilan keputusan tugas merefleksikan
informational influence.

• Siapa Saja yang Berkonformitas?


– Gender
Diantara warga Amerika yang berada dalam kelompok kondisi tertekan selama
30 thn, terdapat kecenderungan bagi wanita untuk lebih brkonformitas daripada
laki-2. Akan tetapi, berdasarkan eksperimen terbaru, kini kaum wanita tidak lagi
mudah berkonformitas. Hampir semua perbedaan gender dalam perilaku sosial
juga tampaknya tidak lagi terpengaruh oleh investigator jenis kelamin.
Sebelumnya dikatakan bahwa perempuan lebih mudah terpengaruh karena
mereka lebih memperhatikan hubungan interpersonal yang mengatribusikan
perbedaan individu.
Bersambung…….
….lanjutan
Eagly & Wendy Wood percaya bahwa perbedaan dalam konformitas
merupakan hasil dari peranan sosial pria & wanita yang telah
terstereotipkan. Perbedaan laki-2 & perempuan tidak hanya perbedaan
gender tetapi juga perbedaan status. Dalam kehidupan sehari-2, laki-2
cenderung menduduki posisi status & memiliki kekuasaan lebih tinggi
sehingga sering kita lihat laki-2 menekan & kaum wanita merasakan
dampaknya.
– Personality (kepribadian)
Sejarah psikososial yang berpikir tentang hubungan antara sifat
kepribadian dengan perilaku sosial paralel yang menekankan tentang
sikap & perilaku. Kepribadian seseorang/ individu memerlukan adanya
hubungan dengan pribadi diluar dirinya atau perilaku sosial seperti
konformitas & kepribadian sehingga ada kecenderungan untuk
berkonformitas dengan perilaku sosial lain.
– Budaya
Latar belakang budaya turut mempengaruhi dalam upaya bagaimana
seseorang berkonformitas. Sebagai contoh tingkat konformitas
masyarakat Libanon 31%, Hongkong 32%, mereka adalah suku-2 yang
memiliki sanksi keras untuk tidak berkonformitas, sedangkan orang
Norwegia & Perancis lebih cenderung berkonformitas.
• Melawan Tekanan Sosial
Manusia tidak seperti bola billiard yang hanya bisa dilempar
semau pemain, tetapi manusia dapat bertindak untuk
merespon tekanan-2 yang datang padanya. Mengetahui
adanya seseorang yang mencoba untuk memaksa kita, hal ini
akan mendorong kita untuk bereaksi mungkin dalam bentuk
perlawanan.
– Reactance
Yaitu sebuah motif untuk melindungi atau memulihkan rasa kebebasan
seseorang. Reactance muncul ketika ada seseorang yang mengancam
aksi kebebasan kita. Teori dari psychological reactance mengatakan
bahwasanya orang benar-2 bertindak untuk melindungi kebebasannya
yang didukung oleh pertunjukan eksperimen-2 yang mencoba untuk
membatasi kebebasan seseorang yang sering menghasilkan sebuah
dampak boomerang. Sebagai contoh ketika seorang menghentikan
kita di jalan & meminta kita untuk menandatangani surat permohonan,
sementara kita mempertimbangkan permohonan tsb, ada orang lain
yang bilang “Orang tidak seharusnya mendistribusikan atau
menandatangani permohonan semacam itu”.
Teori reactance memprediksikan bahwa jika ada perkataan yang
tidak enak seperti itu akan membatasi kebebasan kita untuk
memutuskan menandatangani.

– Menilai keunikan (asserting uniqueness)


Orang merasa sangat tidak nyaman ketika mereka berpenampilan
begitu berbeda dengan orang lain di sekitarnya, akan tetapi di
negara barat orang cenderung merasa tidak nyaman jika dirinya
tamptl sama seperti orang lain. Memang dalam mengaplikasikan
keunikan, kita tidak mau dilbilang orang yang menyimpang, akan
tetapi kita semua mengekspresikan perbedaan kita melalui gaya &
pakaian pribadi kita. Dengan demikian kita dalam bertindak untuk
menghadirkan rasa keunikan & individualitas kita yaitu ketika
dalam kelompok kita tampak berbeda dengan yang lainnya.
Bab VII
Persuasi
• Dua Jalur dalam Melakukan Tindakan Persuasif
– Central route persuasion
Yaitu persuasi terjadi ketika orang-2 yang merasa tertarik
fokus pada argumen-2 & merespon dengan pikiran-2 yang
baik & menyenangkan. Alice Eagly & Shelly Chaiken
melaporkan bahwa orang yang mampu & termotivasi untuk
berpikir melalui adanya isu sangat tepat berpersuasif
melalui central route to persuasion.
– Peripheral route persuasion
Yaitu persuasi yang memberikan isyarat seseorang yang
memicu untuk cenderung menerima tanpa berpikir banyak.
Jadi persuasi ini terjadi karena dipengaruhi oleh isyarat
insidental seperti karena disebabkan menariknya atau
kemolekan seseorang.
Ciri-2 Central & Peripheral Route Persuasions:

Audiens Proses Persuasi

Central Analitik & Berusaha keras: Argumen yang


termotivasi mengelaborasi & kuat menimbulkan
route setuju persetujuan yg
dapat bertahan
lama

Peripheral Tidak analitik & Usaha rendah: Pemicu isyarat


turut terlibat menggunakan untuk suka &
route isyarat peripheral menerima sering
hanya bersifat
sementara
• Elemen-2 Persuasi
Ada 4 elemen persuasi baik sentral maupun
peripheral yang dieksplorasi oleh psikolog
sosial yaitu:
1) komunikator,
2) pesan (message),
3) bagaimana pesan itu dikomunikasikan,
4) pendengar (audiences).

Dengan kata lain, siapa yang mengatakan


apa dengan sarana apa & kepada siapa.
– Siapa yang menyampaikan? Komunikator
Komunikator adalah seseorang yang menyampaikan
pesan dengan menggunakan suatu sarana kepada
audiens. Sebagai komunikator itu sendiri harus memilki:
• Kredibilitas
Seorang komunikator harus berkredibilitas, benar-2 ahli & dapat
dipercaya (trustworthy or believable)
• Memiliki daya tarik
Memilki kemampuan & daya tarik terhadap pendengar akan lebih
efektif dalam penyampaian pesan. Daya tarik ada beberapa cara
salah satunya physical appeal (selera fisik). Argumen khususnya
emosionil sering lebih mengena ketika argumen-2 tsb datang dari
orang-2 yang menarik atau cantik. Cara kedua yaitu similarity
(kesamaan) yang menekankan bahwa pada dasarnya kita
menyukai orang-2 yang memiliki kesamaan dengan kita, maka
penyampaian pesan biasanya lebih efektif & efisien.
– Apa yang disampaikan? Isi pesan.
Jika Anda ingin mengatakan suatu pesan misal untuk
menghentikan merokok atau mengajak orang untuk
membayar pajak, mungkin Anada akan bertanya -2
bagaimana mengkonsepkan isi pesan untuk disampaikan
kepada publik yang dengan harapan publik akan merespon
lebih-2 mau mengikutinya.
• Alasan-2 vs emosi
Bayangkan jika Anda hendak berkampanye untuk mendukung aksi
dalam rangka meringankan penderita kelaparan. Apakah Anda akan
membut item-2 argumen & mencantumkan susunan statistik yang
amat mengesankan? Atau menurut anda lebih efektif mengunakan
pendekatan secara emosional misalnya cerita tentang anak yang
menderita kelaparan. Tentu saja anda dapat menggunakan
keduanya (alasan & emosi) hanya saja anda sebagai komunikator
harus dapat membaca siapa audiensnya & strategi mana yang
layaknya lebih efektif.
• Primacy (keunggulan) vs recency
Primacy effect yaitu ketika terdapat dua pesan yang bersifat
persuasif datang secara berturut-2 & audiens kemudian merespon &
menerima hanya pesan yang pertama karena pesan pertama
dianggap paling unggul & berpengaruh, sedangkan recency effect
yaitu ketika terdapat 2 pesan persuasif yang datangnya dalam waktu
yang terpisah antara pesan pertama & kedua sedangkan audiens
hanya merespon pesan kedua.
– Bagaimana pesan disampaikan? Melalui channel apa?
Channel of communication adalah cara pesan itu
disampaikan kepada audiens entah dengan cara bertatap
muka secara langsung, dalam bentuk tulisan, film, dll.
Pesan yang mudah dipahami akan lebih efektif & persuasif
jika disajikan dalam bentuk video, sedangkan pesan yang
lebih sulit pemahamannya lebih tepat disajikan dalam bentuk
tertulis. Dengan demikian tingkat kesulitan untuk
menyampaikan pesan dengan media turut menentukan
keefektifan penyampaian.
– Kepada siapa pesan disampaikan? Audiens
Dalam penyampaian pesan sangat penting untuk
mempertimbangkan siapa audiens kita, apa yang audiens
pikirkan ketika menerima pesan, benarkah mereka berpikir
untuk setuju atau justru menolak. Usia audiens juga
menimbulkan perbedaan. Berdasarkan penelitian ditemukan
bahwa sikap orang yang berusia masih muda cenderung
kurang stabil.
• Berapa usia mereka
Sekarang ini cenderung memiliki sikap sosial & politik yang berbeda
tergantung usia seseorang. Ada 2 penjelasan mengenai perbedaan
tsb. Pertama, life cycle explanation yaitu perubahan sikap dalam
kehidupan misal seseorang semakin tua usianya semakin konservatif
cara berpikirnya. Kedua, generational explanation yaitu perilaku
orangtua yang masih mengadopsi perilaku-2 ketika masih mudanya
karena mereka merasa perilaku anak jaman sekarang tidak cocok
dengan gaya orang tua dulu. Berdasarkan survei, perilaku orangtua
kurang atau tidak terlalu banyak perubahan cenderung stabil
berbeda dengan anak usia muda.
• Apa yang mereka pikirkan
Dalam central route persuasion, hal yang signifikan untuk dipikirkan
tidak hanya pesan semata tetapi kira-2 respon apa yang akan
muncul dalam pikiran seseorang ketika menerima pesan. Jika
pesan merupakan gagasan-2 yang baik & menyenagkan maka
biasanya audiens akan terbujuk, sedangkan jika memprofokasi, kita
berpikir argumen yang kontradiksi, kita sebagai audiens tetap tidak
terbujuk.
• Studi Kasus dalam Persuasi: Cult Indoctrination
(pengindoktrinasian pemujaan)
Cult disebut juga sebagai New Religions movement
(pergerakan agama baru) yaitu sebuah kelompok
yang secara tipe dicirikan oleh 1) perbedaan ritual
untuk menunjukkan ketaqwaan kepada Tuhan atau
seseorang; 2) mengisolasi diri dari lingkungan
budaya yang penuh dengan ‘kejahatan’; 3) memiliki
pemimpin yang kharismatik. Misal cult salah satunya
adalah adanya bunuh diri massal dari suatu sekte
yang dipercayai dengan bunuh diri sudah merupakan
pengorbanan untuk meraih surga.
– Sikap mengikuti perilaku
Ketika seseorang telah berkomitmen untuk
mengikuti suatu aliran kepercayaan dengan cara
sukarela & secara umum sudah terdaftar dalam
anggota serta pimpinan telah mengetahuinya maka
seyogyanya ia melakukan pemujaan yang pimpinan
lakukan.
– Elemen-2 persuasi
Kita dapat menganalisis persuasi pemujaan yang
menggunakan faktor-2 sebagaimana telah
didiskusikan dipermulaan bab ini.
• Komunikator
Pemujaan yang sukses biasanya memiliki seorang
pemimpin yang kharismatik yaitu seorang pemimpin yang
mampu mengarahkan & menarik umatnya. Seorang
komunikator (pemimpin) juga harus dapat dipercaya &
memang mendalami agama yang disebarkan tersebut.
• Pesan
Pesan yang disampaikan dari pemimpin bervariasi mulai dari ajaran-
2 secara teoritis & diskusi-2 kelompok kecil.
• Audiens
Anggota yang direkrut bisa bermacam-2 misal pengikut Jim Jones
cirinya kurang berpendidikan & hidupnya sederhana. Ada lagi sekte
lain yang umatnya berasal dari kalangan terpelajar, kelas menengah
yang hidup dengan segala keidealannya, ada juga kelompok yang
terdiri dari orang-2 yang jahat & serakah.

– Dampak dari berkelompok (Group effects)


Kekuatan kelompok turut menentukan dalam rangka
pembentukan pandangan & perilaku umat. Seseorang yang
telah memutuskan untuk mengikuti pemujaan suatu sekte
baru mau tidak mau harus kehilangan kelompok sosialnya
yang dulu & menerima resiko & dampak-2 dari kelompok
baru. Dalam kelompok baru ini nanti, ia akan memiliki
identitas & realitas baru yang harus siap dihadapinya.
Dengan adanya rasa persaudaraan maka satu sama lain
akan merasa satu keluarga senasib sepenanggungan.
• Melawan Persuasi: Suntikan untuk Perlindungan
Sikap (attitude inoculation)
Setelah mempelajari ‘senjata pengaruh dari persuasi,
sekarang kita akan belajar beberapa taktik untuk
melawan pengaruh persuasi.
Bagaimana mungkin kita mempersiapkan orang-2
yang tidak menginginkan persuasi. Attitude inoculation
yaitu mengekspos orang untuk menyerang atau
mengatasi sikap kelemahannya yang ada dalam diri
mereka, jadi jika ketika tiba-2 ada serangan persuasif
yang lebih kuat daripada kemampuannya untuk
menolak, mereka akan mampu melawannya.
– Perkuat komitmen pribadi
Ada kalanya persuasi dari orang lain kita tertarik & perlu kita
ikuti, namuun ada kalanya juga tidak harus kita ikuti. Ketika
kita memutuskan untuk menolak persuasi tsb salah satu
taktiknya dengan cara memperkuat komitmen pribadi kita.
Argumen-2 & alasan-2 mengapa kita menolak kita jelaskan
sedetail mungkin.
– Studi kasus:
program inokulasi skala besar
• Menginokulasi anak agar melawan persuasi untuk
merokok
Yaitu dengan cara anak-2 khususnya usia remaja SMA
diajak serentak untuk tidak merokok.
• Menginokulasi anak agar melawan dampak periklanan
Ketika barang dagangan diiklankan, sekilas tampak
menarik khususnya bagi anak kecil. Anak di bawah usia 8
tahun kesulitan membedakan mana iklan yang patut
diikuti & mana yang tidak, sehingga anak maunya apa
yang diiklankan di media TV harus dimiliki.
Oleh karena itu sebagai pihak orang tua harus membantu
anak menganalisis iklan-2 yang ditayangkan & memberi
nasehat kepada anak agar mereka tidak mudah terbujuk
iklan.
Bab VIII
Pengaruh Kelompok
• Apa Itu Kelompok?
Kelompok adalah dua orang atau lebih yang berinteraksi dalam
jangka wktu lama tidak hanya untuk sementara dimana satu
sama lain saling mempengaruhi & mereka merasa ‘satu
keluarga’. Ada 3 contoh pengaruh kolektif:
– Social facilitation
Kita melangkah dari pertanyaan dasar: apakah kita terpengaruh hanya
karena kehadiran orang lain? “hanya karena kehadiran” berarti orang-2
tidak perlu ada persaingan, tidak memberi reward atau pun hukuman, &
tidak melakukan apa-2 kecuali audiens pasif atau disebut sebagai
coactors. Coactor yaitu sekelompok orang yan kerjasama secara
mendadak & secara individu tidak ada tugas untuk berkompetisi. Misal
ketika kita jogging, makan, & ujian bersama.
Social facilitation sendiri memiliki 2 makna;
1) –makna aslinya- yaitu kecenderungan individu untuk mempertunjuk-
kan kemudahan mempelajari & menyelesaikan tugas dengan
mudah karena kehadiran orang lain;
2) –makna kini- yaitu respon yang kuat & mencolok kehadiran orang
lain.
– Kehadiran orang lain
Dikatakan bahwa kehadiran orang lain terkadang memberikan
kemudahan bagi orang lain untuk melakukan aktivitas, tapi tak jarang
juga sebagai hambatan. Sebagaimana kita mengibaratkan perkiraan
cuaca, kita memperkirakan akan terjadi hujan ternyata hanya mendung
atau bahkan panas.
– Crowding: kehadiran beberapa orang yang lain
Pada dasarnya hampir sama dengan kehadiran orang lain bahwa
terkadang memberikan keuntungan tapi kadang justru merugikan.
Seseorang dalam keadaan stress, kawannya akan dapat menghiburnya.
Meskipun demikian para peneliti telah menemukan bahwa dengan
kehadiran banyak orang justru seseorang yang dalam keadaan stress
akan bertambah keringat, tertekan, bernapas lebih cepat, otot-2
meregang, ketika mengadakan perjalanan lebih mudah lelah, memilki
tekanan darah lebih tinggi, & detak jantung lebih cepat. Bagi orang yang
mudah gagap, kehadiran banyak orang cenderung semakin gagap
ketika berbicara didepan umum & banyak orang.
– Mengapa kita mudah bangkit dengan kehadiran orang lain?
Dalam poin ini kita melihat bahwa seseorang akan lebih mudah bangkit
tergerak baik cenderung ke kemarahan maupun kearah yang positif.
Terdapat 3 faktor pendukung:
• Evaluation apprehension (evaluasi aprehensif)
Yaitu memperhatikan bagaimana orang lain menilai atau mengevaluasi diri
kita. Evaluation apprehension juga membantu untuk menjelaskan :
mengapa orang cenderung mempertunjukkan yang terbaik ketika coactor
agak superior? Mengapa orang yang sangat mencemaskan tentang
evaluasi orang lain terhadap dirinya adalah seseorang yang justru
merekalah yang sebenarnya paling terpengaruh dengan kehadiran orang
lain.
• Driven by distraction (dipicu kebingungan)
Beberapa psikolog membuat teori bahwa orang mulai heran mengamati
bagaimana coactor bertindak atau bagaimana audiens bereaksi yang
sebenarnya tindakannya itu dipicu oleh karena kebingungan. Konflik antara
memperhatikan orang lain & memperhatikan tugas berlebihan dalam sistem
kognitif dapat membangkitkan ketertarikan dapat juga kemarahan. Bukti
bahwa orang cenderung terpicu kebingungan berdasarkan eksperimen
yang menyatakan bahwa social facilitation tidak muncul hanya karena
kehadiran orang lain tetapi juga kehadiran bukan manusia seperti ledakan
api yang tiba-2 terjadi.
• Mere presence (kehadiran semata)
Zajonc percaya kehadiran orang lain itu sendiri dapat membangkitkan
ketertarikan atau kemarahan seseorang meskipun tanpa diikuti evaluation
apprehension & arousing distraction. Misal seseorang memilih warna pink
bukan karena dipengaruhi oleh orang lain tetapi karena kehadiran ‘warna
pink itu sendiri’ yang memang menarik.
• Social Loafing
Social Loafing yaitu kecenderungan dimana orang-2 secara kerjasama
mengerahkan usaha mereka untuk memperoleh goal yang hendak dicapai
bersama sedangkan dalam hal ini usaha individu tidak diperhitungkan .
Sebagai contoh permainan dalam sebuah tim, meskipun yang meng-gol-kan
bola kegawang satu orang namun kesuksesan kemenangan tetap satu tim
yang merasakan meski terdiri dari beberapa orang.
– Banyak tangan akan meringankan pekerjaan
Pekerjaan seberat apapun jika dikerjakan bersama-2 maka akan terasa ringan.
Dikatakan ringan bukan berarti hanya metode penyelesaiannya yang serentak
bersamaan, namun dalam sebuah kelompok sosial bisa saling bergantian.
Misalnya dalam tarik tambang, 2 anggota yang paling depan berusaha menarik
tali sekuat mungkin namun karena agak lelah mereka mengendorkan tarikannya.
Dua orang tadi berani mengendorkan tarikannya karena anggota yang lain
secara otomatis sudah siaga untuk menarik menggantikan tenaga temannya
yang sedang ‘berhenti sejenak itu’, & demikian terus saling bergantian.
– Social loafing dalam kehidupan sehari-2
Free riders adalah orang memperoleh keuntungan dari kelompok, akan tetapi
sebenarnya ia hanya memberikan sedikit sumbangan pada kelompok tsb.
Demikian juga social loafing yang terjadi dalam kehidupan sehari-2 misal tim
mendayung, mengevaluasi puisi atau editorial, menghasilkan ide-2, dll, sering
segelintir orang hanya menyumbangkan partisipasinya yang akhirnya
mengeluarkan karya unggulan.
• Polarisasi Kelompok
Efek baik buruk biasanya terjadi dari interaksi kelompok, misal bentrokan
dengan aparat keamanan & kekerasan massa yang mendemontrasikan
potensi destruktifnya. Akan tetapi dukungan kelompok, konsultan
manajemen, & para ahli teori menyatakan keuntungannya. Begitu juga
pergerakan sosial & agama mendesak para anggotanya untuk
memperkuat identitas mereka melalui persahabatan yang terjalin satu
sama lain.
Penelitian membantu untuk mengklarifikasi pemahaman kita
seperti dampak-2 dari hasil penelitian. Dari mempelajari orang-2 dalam
sebuah kelompok kecil, sebuah prinsip muncul yang akan membantu
menjelaskan baik dampak yang konstruktif (bersifat membangun)
maupun yang destruktif bersifat merusak). Diskusi kelompok sering
memperkuat unklinasi (kecenderungan) awal para anggota (baik atau
buruk).
Group polarization/ polarisasi kelompok mengilustrasikan proses
penyelidikan bagaimana sebuah penemuan yagn menarik justru
menggiring/ menuntun peneliti kearah kesimpulan yang salah & kadang
terkesan gegabah yang akhirnya perlu diganti dengan kesimpulan yang
lebih akurat.
• Groupthink
Kapan pengaruh kelompok benar-2 dianggap sebagai
penghambat dari keputusan yang brilian?
Kapan kelompok benar-2 mempromosikan keputusan
yang baik, & bagaimana kita dapat menuntun
kelompok untuk membuat keputusan yang optimal?
Groupthink yaitu kecenderungan dalam pengambilan
keputusan kelompok untuk menekan mereka yang
berbeda pendapat demi keharmonisan kelompok.
– Simptom-2 groupthink
Terdapat 7 simptom groupthink yang semuanya
dikategorikan menjadi 3 kelompok:
• Kelompok simptom pertama cenderung menuntun anggota
kelompok menjadi terlalu tinggi dalam menailai kemungkinan &
kebenaran kelompok mereka (to overestimate their group’s might
and right)
– An illusion invulnerability: kelompok Janis mempelajari semua
keoptimisan yang berlebihan & yang berkembang dimana semua
pendapat-2 dari kelompoknya diperkirakan akan benar atau
“kemungkinan” besar akan kebenarannya.
– Unquestioned belief in the group’s morality: anggota kelompok
mengasumsikan & memikirkan moralitas yang melekat pada sifat
mereka & mengabaikan perihal moral & etika, & asumsi mereka itu
dianggap benar.
• Kelompok simptom kedua cenderung untuk close- minded:
– Rationalization: kelompok melalaikan tantangan-2nya dengan cara
secara kolektif menjastifikasi keputusan-2 mereka. Presiden
Johnson dalam makan siangnya mengatakan bahwa dirinya lebih
banyak waktunya untuk berrasionalisasi (menjelaskan &
menjastifikasi) daripada merefleksikan & memikirulang keputusan-2
utama untuk meningkatkan pemimpinannya.
Masing-2 inisiatif menjadi sebuah tindakan untuk bertahan &
berjastifikasi.
– Stereotyped view of opponent: peserta dalam groupthink ini
memikirkan bahwa musuh mereka terlalu kejam untuk diajak
bernegosiasi atau justru terlalu lemah & tak memilki intelegensi
untuk mempertahankan kelompok mereka sendiri melawan inisiatif
yang telah direncanakan.
• Kategori ketiga yaitu kelompok yang menderita akibat
tekanan terhadap keseragaman (pressures toward
uniformity)
– Conformity pressure (tekanan konformitas): anggota dalam suatu
kelompok akan menolak dengan keras anggota yang timbul
keraguan tentang asumsi-2 & rencana yang diprogramkan
kelompok yang pengungkapannya bukan karena argumen-2
melainkan karena emosi pribadi.
– Self-censorship: pertentangan sering menimbulkan
ketidaknyamanan, akan tetapi anggota sepakat jika ada salah
satu anggota yang tidak setuju maka lebih baik tidak ikut
kelompok tersebut.
– Mindguards: beberapa anggota melindungi kelompoknya dari
informasi yang akan mungkin mempertanyakan keefektifan atau
moralitas dari keputusan yang diambil.
• Pengaruh Minoritas
Kelompok mempengaruhi individu, tetapi kapan & bagaimana individu dapat
mempengaruhi kelompknya? Serge Moscovici di Paris telah
mengidentifikasi beberapa penunjang penentu pengaruh minoritas:
consistency (konsistensi), self-confidence (kepercayaan diri), & defection
from the majority (meninggalkan dari kelompok mayoritas).
– Consistency (konsistensi)
Moscovi, dkk menyatakan apabila kelompok minoritas cenderung konsisten &
tetap dalam pendiriannya maka biasanya kelompok mayoritas akan menyetujui
pendapat minoritas. Mmasih berdasarkan Moscovi jika kelompok minor mengikuti
kelompok mayor biasanya merefleksikan adanya sekedar memenuhi tuntutan
publik. Akan tetapi jika kelompok mayor yang mengikuti kelompok minor
merefleksikan adanya penerimaan sejati (a genuine acceptance).
– Self-confidence (kepercayaan diri)
Konsistensi & ketekunan menuntun seseorang kearah kepercayaan diri. Joel
Wacthler (1974) menyatakan bahwa perilaku apapun yang dilakukan minoritas
yang menuntun kearah rasa percaya diri cenderung membangkitkan keraguan
mayoritas untuk memikirkan ulang akan posisi minoritas.
– Defections from the majority (meninggalkan dari kelompok mayoritas)
Ketika kelompok minoritas secara konsisten mulai meragukan kebijakan mayor,
maka anggota mayor menjadi merasa lebih bebas mengekspresikan keraguan
mereka sendiri & bahkan akan berpaling dari mayor menuju ke kelompok minor.
– Apakah kepemimpinan minoritas berpengaruh?
Leadership atau kepemimpinan adalah sebuah
proses yang mana beberapa anggota tertentu
dalam kelompok mencoba untuk memotivasi &
membimbing kelompoknya. Berpengaruh &
tidaknya kepemimpinan terhadap kelompok,
tergantung bagaimana & seperti apa seorang
pemimpin menjalankan kepemimpinannya.
Kelompok akan berjalan dengan baik apabila
pemimpin cukup terampil & pintar dalam
memanajemen kelompok. Pemimpin yang
cenderung menuntut goal yang sempurna tanpa
memperhatikan bawahannya, maka kelompok tidak
dapat berjalan dengan lancar. Anggota mulai ada
rasa tidak percaya terhadap kepemimpinan
pimpinan.
Bab IX
Prejudice: Disliking Others
(Prasangka: Tidak Menyukai Orang Lain)
• Kewajaran & Kekuatan Prasangka
– Apa itu prasangka?
Pengertian prasangka berbeda dengan pengertian stereotipe, diskriminasi,
rasisme, & sexism. Prasangka adalah sikap negatif sebuah kelompok & anggota-
2 individu, sedangkan stereotipe kepercayaan tentang atribut pribadi sekelompok
orang. Stereotipe terkadang dibesar-2kan, tidak akurat, atau berupa perlawanan
ide-2 baru. Discrimination yaitu perlakuan atau perilaku negatif yang tidak adil
terhadap orang yang berbeda ras, sedangkan sexism adalah sikap prasangka
individu & perilaku diskriminasi hanya karena perbedaan jenis kelamin, biasanya
wanita cenderung dianggap lemah.
– Bagaimana atau melalui apa prasangka dapat menembus (merasuk)?
• Racial prejudice
Prasangka negatif dapat bertumbuh kembang berawal dari ras yang berbeda
khususnya terhadap ras minoritas. Ras yang paling menerima sikap kurang
menguntungkan sejak dulu adalah ras brkulit hitam. Contoh Clark & Mamie Clark
(1947). Para psikolog mencoba menyodori boneka mainan yang berkulit hitam &
berkulit putih kepada anak-2 dari ras yang berbeda-2. Fakta menunjukkan hampir
semua anak memilih mainan boneka yang berkulit putih. Hal ini sudah menunjukkan
bahwa memang prasangka negatif ras terkadang tak dapat dielakkan.
• Gender prejudice
Terdapat buruk sangka terhadap gender, karena secara
umum antara laki-2 & perempuan sudah distereotipkan
menurut pandangan umum. Seperti yang kita ketahui
bahwa masih dipercayai perempuan telah distereotipkan
sebagai sosok yang ramah, lembut, & lemah; sedangkan
kaum laki-2 digambarkan sebagai kaum yang superior
terhadap wanita serta terkesan yang paling dominan baik
dalam keluarga maupun aktivitas sosial.
• Sumber-2 Prasangka Sosial
– Ketidaksetaraan sosial
• Ketidaksetaraan status & prasangka
Adanya kesenjangan atau perbedaan status, akan
mengiring ke arah prasangka negatif. Misal berdasarkan
penelitian, para majikan memandang budak sebagai
makhluk yang malas, tak bertanggung jawab, & kurang
berambisi, karena secara umum ciri-2 tersebut
dijustifikasi untuk para budak.
• Agama & prasangka
Agama juga dapat menimbulkan prasangka. Berdasarkan survei di
Amerika Utara yang didominasi umat Kristiani, anggota gereja
mengekspresikan prasangka ras lebih daripada non-anggota. Begitu
juga para fundamentalis Kristiani lebih berprasangka terhadap
mereka yang kepercayannya masih tradisional.
– Identitas sosial
Yaitu kata ‘kami’ yang merupakan aspek konsep diri kita,
identitas sosial merupakan bagian untuk menjawab “siapa
aku”? Yang datang dari keanggotaan sebuah kelompok.
Misal: “saya orang Australia”, “saya orang muslim”, dll. Kita
mengidentifikasi diri kita dengan kelompok tertentu atau
(ingroup), sedangkan ketika kita mengkontraskan &
membandingkan kelompok kita dengan kelompok lain
dengan cenderung memuji kebaikan kelompok kita sendiri.
– Konformitas
Konformitas juga ternyata dijadikan sebagai sumber
prasangka sosial. Dikatakan oleh beberapa peneliti bahwa
orang yang berkonformitas memilki tingkat prasangka lebih
tinggi dibanding dengan yang tidak.
Sumber-2 Prasangka secara Emosional
Meskipun prasangka sering dipicu oleh situasi sosial,
faktor emosi juga dapat menyalakan api prasangka.
– Frustrasi & agresi
Rasa sakit & frustasi sering membangkitkan pertikaian. Salah
satu sumber frustasi adalah adanya kompetisi.
Ketika 2 kelompok bersaing untuk memperebutkan sesuatu
misal pekerjaan, rumah, & derajat sosial; pencapaian goal
salah satu pihak dapat menjadikan frustasi bagi pihak lain
(dalam hal ini pesaing yang kalah).
Realistic theory conflict theory mengatakan prasangka muncul
ketika kelompok bersaing untuk hal-2 yang jarang/ sukar
diperoleh.
– Personality dynamics (kepribadian yang dinamis)
• Perlunya status & pengakuan
Status bersifat relatif, untuk dapat merasakan diri kita memiliki status,
kita memerlukan adanya orang yang statusnya di bawah kita. Dengan
demikian, salah satu keuntungan psikologi tentang prasangka bahwa
ada sistem status yaitu berupa perasaan superior. Misal ketika teman-2
di kelas gagal ujian & kita tidak atau kakak-2 kita dihukum orang tua,
maka kita merasa menang & memiliki ‘status’ untuk dianggap lebih baik.
• Kepribadian otoriter
Emosi yang turut berkontribusi terhadapp prasangka adalah
kepribadian diri yang otoriter. Pada tahun 1940, peneliti dari Univ.
California Berkeley menemukan bahwa 2 orang yang melarikan Nazi
Jerman mempunyai rencana yaitu membuka kedok akar psikologi
anti-semitik yang amat keji yang menyebabkan penyembelihan
terhsdsp berjuta-2 orang Yahudi. Pada studi orang dewasa di
Amerika, Theodor Adorno, dkk (1950) menemukan bahwa pertikaian
terhadap kaum Yahudi serign terjadi berdampingan dengan
pertikaian terhadap kaum minoritas.
• Sumber-2 Prasangka Kognitif
Memahami stereotip & prasangka akan membantu
memahami bagaimana otak bekerja. Bagaimana cara
kita memikirkan tentang dunia & benarkah cara
menyederhanakannya akan mempengaruhi stereotip
kita? Lalu bagaimana dengan stereotip-2 itu apakah
berpengaruh terhadap keputusan-2 kita?
Selama dekade terakhir ini dapat dipertunjukkan bahwa poin
dasar pada pemikiran sosial mengenai prasangka yaitu
kepercayaan yang telah di stereotipkan & sikap prasangka
ada tidak hanya karena pengkondisian sosial hingga
mampu menimbulkan pertikaian, akan tetapi juga
merupakan hasil dari proses pemikiran yang normal.
– Kategorisasi
Salah satu utnuk menyederhanakan (mensimpflikasikan) lingkungan
kita yaitu melalui pengkategorisasian (categorization) yang berarti
mengorganisasikan dunia dengan cara mengklompokkan obyek-2
berdasarkan kategorinya. Misal ahli biologi mengkelompokkan
tanaman, hewan, & manusia. Dengan demikian kita mempelajari
mereka akan lebih mudah. Jenis kelamin & etnik dalam dunia terkini
kita adalah cara yang paling tepat untuk mengkategorisasikan
orang. Misal Tom yang berusia 45 tahun, seorang Afrika-Amerika,
agen real estate di Irlandia Baru, kita memiliki imej ke dia pasti laki-
2 kulit hitam dari pada mengkategorikan dia usia separuh baya,
seorang bisnisman, atau penduduk bagian selatan. Eksperimen
mengekspos kategori orang secara spontan, perbedaan ras yang
menonjol.
– Stimulasi distinktif
Cara lain kita merasakan & mengamati dunia kita juga akan
menjadikan stereotip. Orang yang berbeda, mencolok, &
terlalu ekstrim, sering dijadikan perhatian & mendapatkan
perlakuan yang kadang kurang wajar.
• Distinctive people (orang yang berbeda)
Apakah anda sendiri pernah berada dalam situasi dimana anda
hanyalah satu-2nya orang yang berbeda, misal jenis kelamin, ras, &
kebangsaan? Jika jawabannya “ya” dapat dipastikan anda akan
menjadi fokus utama untuk diperhatikan meskipun tidak selamanya
demikian.
• Vivid-cases (kasus-2 yang nyata/ mencolok)
Otak kita juga menggunakan kasus distinktif sebagai jalan pintas
untuk menjustifikasi kelompok. Berdasarkan kasus-2 yang mencolok
membantu untuk menjelaskan mengapa orang kelas menengah
terlalu sering membesar-2kan perbedaan diantara mereka & kelas
dibawahnya, sebaliknya, stereotip orang yang hidup dlam
kemiskinan biasanya cenderung bertukar pikiran atau aspirasi antara
mereka kaumnya.
Bab X
Agresi: Menyakiti Orang Lain
• Apa Itu Agresi?
Agresi / aggression didefinisikan sebagai perilaku fisik atau
verbal yang bertujuan untuk melukai seseorang, sedangkan
hostile aggression yaitu kekerasan/ agresi yang dipicu akibat
kemarahan & dilakukan dengan tujuan akhirnya memang untuk
melukai musuh. Sebaliknya instrumental aggression yaitu
kekerasan yang dilakukan dimana fungsinya hanya sebatas
sebagai sarana untuk pencapaian atau tujuan lain. Contoh
hostile aggression yaitu seorang musuh yang marah & balas
dendam maka tujuannya melukai & si korban terluka,
sedangkan contoh instrumental aggression yaitu sebagaimana
digambarkan tahun 1990, pemimpin politik menjustifikasi
perang Teluk Persia tidak sebagai pertikaian atau
persengketaan untuk sengaja membunuh 100 orang Irak, akan
tetapi sebagai sarana pembebasan Kuwait.
• Teori Agresi
Untuk menganalisis hostile & instrumental aggression, psikolog
sosial telah memfokuskan pada 3 ide pokok:
1) adanya agresi bawaan atau instink agresi,
2) agresi sebagai respon natural terhadap frustasi, &
3) perilaku agresi yang terpelajari.
– Apakah benar agresi itu bawaan sejak lahir?
Para filsuf telah memperdebatkan bahwa pada dasarnya
manusia itu alamiah memiliki sifat ramah tetapi juga memilki
sifat kejam yang sewaktu-2 berpotensi meledak menjadi
kebrutalan. Pandangan pertama dari filsuf Perancis Jean
Jacque Rousseau yang menuduh masyarakat sekitar,
sebagai faktor utama kejahatan sosial bukan alamiah.
Thomas Hobbes, filsuf dari Inggris berpendapat bahwa
hukum masyarakat justru sangat dibutuhkan untuk
mengendalikan kebrutalan manusia.
• Teori instink
Teori ini mengatakan bahwa agresi itu muncul dari bawaan, pola
perilaku yang tidak terpelajari yang diekspresikan oleh semua
anggota dari suatu spesies.
• Pengaruh saraf
Karena agresi adalah perilaku yang kompleks, tak seorangpun
mampu memeriksa otak utnuk mengontrolnya. Akan tetapi, para
peneliti telah menemukan bahwa baik hewan maupun manusia
memiliki sistem saraf yang merupakan faktor untuk memfasilitasi
agresi. Ketika saraf ini sedang aktif di otak, kemarahan meningkat,
akan tetapi jika tidak aktif kenmarahan akan menurun.
• Pengaruh gen
Keturunan dapat berpengaruh terhadap kesensitifan sistem saraf
menuju ke sifat agresi. Pada percobaan sepasang anak kembar yang
diwawancarai dalam keadaan terpisah, hasilnya kedua anak tersebut
ketika ditanya dengan pertanyaan yang sama “apakah memiliki sifat
agresi?” ternyata jawabannya “ya” meskipun kadarnya tidak sama.
• Pengaruh biokimia
Biokimia yang telah merasuk ke sistem peredaran darah kita juga
akan berpengaruh terhadap kesensitifan stimulasi sifat agresif kita
contoh eksperimen laboratorium & data kepolisian mengindikasikan
bahwa ketika orang diprovokasi alkohol akan cenderung
membangkitkan perilaku agresinya.
– Apakah agresi adalah respon terhadap frustrasi?
Frustrasi yaitu segala sesuatu yang merintangi pencapaian
goal kita. Frustrasi tumbuh ketika motivasi kita untuk
mencapai goal sangat kuat & ketika kita diharapkan
bergratifikasi atau untuk merasa puas.
• Revisi teori frustrasi-agresi
Tes laboratorium tentang frustrasi-agresi menunjukkan hasil yang
beda, terkadang frustrasi meningkatkan agresifitas, terkadang tidak.
Misal frustrasi yang dapat dipahami alasan penyebabnya, seseorang
maksimal akan merasa tersinggung atau terlukai tidak sampai
bertindak agresi.
• Apakah uang dapat mengurangi frustrasi?
Kita dapat menganalisis 3 fakta berikut ini:
(1) orang dengan penghasilan sedikit akan membuat mereka meraih
kesenangan hidup juga sdikit,
(2) dengan perkembangan ekonomi ang pesat, dekade terakhir ini
memberikan pendapatan 2 kali lipat. Faktanya dengan pendapatan tsb
kebutuhan orang semakin tercukupi dengan tidak menutup
kemungkinan adanya rasa kebahagiaan yang meningkat,
(3) banyak orang yang memiliki uang, harta, benda tetapi mereka tidak
menikmati & bahagia tetapi justru menambah beban hidup. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa dalam keadaan tertentu uang
dapat mengurangi frustrasi tapi dalam keadaan yang lain justru
menambah frustrasi.
– Apakah agresi dipelajari dari perilaku sosial?
Teori pembelajaran sosial (social learning theory) yaitu kita mempelajari
perilaku sosial dengan cara mengamati & meniru contoh dengan cara
dihadiahi (rewarded) & diberi hukuman (punished). Dengan demikian
perilaku agresi dapat diadopsi dari orang lain atau melihat model dengan
kenyataan yang ada disekitar kita. Seorang kriminal bertindak agresi
karena menonton adegan di TV atau melalui film.
• Pengaruh-2 pada Agresi
Dalam kondisi yang bagaimana kita bertindak agresi?
– Insiden aversif: Faktor penyebab agresi tidak hanya frustrasi tetapi
beberapa pengalaman aversif seperti pain (rasa sakit), uncomfortable
heat (tekanan yang tidak nyaman), attack (serangan), atau overcrowding
(kesesakan).
• Pain
The pain-attack reaction yaitu ketika manusia atau hewan secara spontan
bereaksi ketika mendapat serangan atau sengatan dari pihak luar misal
tersengat arus listrik atau terkena dampak yang menyakitkan diri, maka
mereka secara spontan akan membalas menyerang. Sebagai contoh ketika
dalam pertandingan tinju kelas berat antara Evander Holyfield dan Mike
Tyson. Sudah 2 ronde Mike Tyson kalah dan merasa “panas” karena tidak rela
dikalahkan oleh lawan yang dianggap masih ringan, untuk membalas rasa
sakit hati dan waktu itu kebetulan Holyfield menubrukkan kepalanya ke
lawannya, maka secara spontan Tyson bereaksi dengan cara menggigit
telinga lawannya.
• Heat (iklim yang panas)
Variasi iklim yang berganti-2 juga dapat berpengaruh
terhadap perilaku. Bau yang menyengat, asap rokok, dan
polusi udara semuanya dapat berhubungan dengan
perilaku agresif (Rotton & Frey, 1985). Berdasarkan
studi, lingkungan yang sangat berpengaruh dan sangat
mengganggu yaitu lingkungan yang beriklim panas.
• Attack (serangan)
Ketika seseorang merasa disakiti, dilukai, ataupun
sekedar dihina perlakuan tersebut sangat menyinggung
perasaan, maka semua ini akan memicu seseorang
untuk melakukan serangan.
• Crowding
Yaitu perasaan subyektif yang merasa tidak memiliki
cukup tempat atau ruang untuk bertempat tinggal. Dalam
keadaan seperti ini seseorang akan mudah stres.
Akibat dari stres inilah orang akan mudah tersinggung
dan cepat emosi yang bisa berbuntut tindakan agresi.
– Pengaruh Media: Pornografi dan Kekerasan Seksual
Media sebagai sarana komunikasi memiliki banyak aspek positifnya,
namun aspek negatif juga turut mewarnai. Salah satunya adalah
maraknya pornografi dan kekerasan seksual yang ditayangkan lewat
media, misal kekerasan dan keerotiasan yang diperankan artis dalam
sebuah film. Pornografi yang menggambarkan kekerasan seksual
sebagai kenikmatan bagi korban, hal ini akan meningkatkan persepsi
adanya penerimaan coercion/ kekerasan dalam berhubungan seksual.
– Pengaruh Media: Televisi
Kita dapat mengamati dengan menonton model agresifitas dapat
memicu keinginan anak berperilaku agresi & dapat belajar cara-2 baru
berperilaku agresi. Dapat juga diamati bahwa setelah melihat kekerasan
seksual, beberapa orang laki-2 pemarah akan semakin kejam terhadap
pasangannya ketika berhubungan seksual. Begitu juga melalui televisi
berbagai karakter kekerasan dapat dipelajari dengan cara menontonnya.
Menonton kekerasan dan kebrutalan di TV tidak selamanya membawa
dampak buruk, salah satu kebaikannya adalah adanya media catharsis
yaitu ketika menonton drama yang tragis memungkinkan orang untuk
melepaskan emosinya yang tertahan, selain itu dengan membayangkan
seandainya agresi itu terjadi pada dirinya sendiri pasti akan sangat
mengerikan. Hal ini memungkinkan penonton yang berniat berperilaku
buruk akan diurungkan.
• Dampak TV pada perilaku
Berdasarkan studi ditemukan bahwa anak-2 semakin banyak
menonton TV kekerasan, maka tingkat agresifitas anak juga
akan meningkat. Kemungkinan seorang anak yang agresif atau
yang berintelegensi rendah lebih suka menonton program-2 TV
yang ada kekerasannya sehinggga memicu anak untuk bertindak
secara agresif. Dampak TV pada perilaku juga dapat diamati
pada maraknya aneka ragam kekerasan, bahkan jumlah
pembunuh semakin meningkat setelah kehadiran TV.
• Dampak TV pada pola pikir
Dampak TV tidak hanya pada perilaku seseorang tapi juga pada
pola pikirnya. Berdasarkan survei, anak 7-11 tahun di Amerika
yang termasuk penonton TV “kelas berat”, ketika menonton
kekerasan akan memiliki rasa takut lebih daripada penonton
“kelas ringan”. Penonton kelas berat akan berpikir dengan rasa
khawatir “jangan-2 ada orang yang berniat jahat masuk ke rumah
mereka atau ketika mereka keluar rumah ada penjahat yang
akan menyakiti”. Orang dewasa yang sering menonton kriminal
juga akan berpikir bahwa New York adalah tempat yang
berbahaya.
– Catharsis
Katarsis atau penyucian diri dapat dijadikan sebagai salah
satu cara untuk mengurangi perilaku agresi. Sebagaimana
penjelasan di atas bahwa konssep katarsis yaitu
melepaskan energi-2 emosi yang terpendam sekaligus
penyucian diri karena dengan berimajinasi jika sikap agresi
akan terjadi pada dirinya, ia pasti menderita. Dengan berpikir
demikian seseorang yang hendak bertindak agresi dapat
diurungkan.
– A learning social approach
Jika perilaku agresif dapat dipelajari maka ada kemungkinan
untuk mengontrolnya. Hampir semua agresifitas bersifat dari
desakan hati, agresif yang memanas, karena hasil dari
sebuah argumen, hinaan, atau serangan. Dengan demikian
kita dapat mencegah sebelum agresifitas itu terjadi. Kita
harus belajar strategi-2 resolusi konflik non-agresi. Hukuman
bagi pelaku agresif tidak terlalu efektif karena strategi ini
akan berhasil hanya dibawah situasi tertentu.
Bab XI
Ketertarikan & Intimacy:
Menyukai & Mencintai Orang Lain
• Persahabatan
Faktor apa saja yang menumbuhkan rasa seseorang untuk
menyukai dan mincintai? Ada beberapa yang mendorong
seseorang untuk saling tertarik: kedekatan, ketertarikan,
kesamaan, dan rasa suka.
– Proximity (kedekatan)
Pada dasarnya kedekatan dapat menimbulkan pertikaian karena tak
jarang pembunuh justru orang terdekat dengan korban. Namun
demikian, jika dihubungkan dalam bahasan ini, kedekatan seseorang
justru sebagai perantara untuk memupuk keintiman dalam
persahabatan yang hingga akhirnya dapat tumbuh berkembang
menjadi rasa suka. Para sosiolog telah membuktikan bahwa banyak
orang menikah dengan pasangan yang tinggal sekampus, bekerja pada
perusahaan yang sama, atau karena kelas yang sama.
– Physical attractiveness (ketertarikan fisik)
Matching phenomenon yaitu kecenderungan laki-2 dan
perempuan untuk memilih pasangan yang baik secara
fisik maupun karakter “match” sebanding. Akan tetapi filsuf
Bertrand Raussel berpikir bahwa hampir semua wanita
mencintai laki-2 karena karakternya sedangkan laki-2
mencintai wanita karena penampilannya.
– Similarity (kesamaan) VS Complementarity (pelengkap)
Seseorang tertarik dengan orang lain karena adanya
kesamaan entah itu agama, ras, hobi, dll atau disebut
sebagai similarity. Sedangkan complementarity yaitu
kecenderungan dalam sebuah hubungan antara yang
mana masing-2 pihak saling melengkapi kekurangnan
pihak yang lain.
– Liking those who like us ( menyukai mereka yang menyukai
kita)
Memang kedekatan, penampilan menarik, dan kesamaan
dapat menarik kita untuk tertarik pada seseorang. Tapi
masalahnya apakah ia yang kita kagumi tsb juga tertarik
pada kita. Jika tidak, apa gunanya kita berbangga hati
dengan kekaguman kita. Oleh karena itu, meskipun kita
menyukai seseorang, mempertimbangkan apakah ia juga
menyukai kita, hal ini sangat penting.
– Relationship rewards (hubungan yang menghadirkan
keuntungan)
Poin pokok dari reward theory of attraction yaitu mereka
yang menguntungkan kita atau tidak merugikan, pasti kita
akan menyukainya. Jadi dari hubungan itu kita akan
mendapatkan lebih banyak keuntungan (reward) daripada
resiko (costs).
• Love
Apa itu cinta? Mendefinisikan ‘cinta’ jauh lebih
kompleks daripada arti kata ‘suka’ sehingga sangat
sulit untuk mengukur dan mempelajari cinta. Orang
merindukan cinta, hidup untuk cinta, dan mati untuk
cinta.
– Passionate love
Yaitu perasaan kasih sayang yang diiringi keinginan untuk
senantiasa bersama dan bersatu dengan orang yang
dikasihi. Passionate lovers biasanya memiliki perasaan
cinta yang begitu kuat, merasa bahagia karena
mendapatkan cinta dan perhatian pasangannya dan
merasa putus asa atau kehilangan ketika ditinggalkan.
– Macam-2 dalam cinta
• Waktu dan budaya
Selalu ada saja tantangan dalam bercinta, padahal kita berasumsi
bahwa cinta adalah prasyarat dalam pernikahan. Akan tetapi,
asumsi ini tidak berlaku dalam budaya yang mempraktekkan
pernikahan yang pengantinnya dijodohkan oleh orang tua mereka.
Sebagai contoh hingga sekarang di Amerika Utara, pilihan pasangan
khususnya bagi wanita masih sangat dipengaruhi adanya
pertyimbangan keadaan ekonomi, latarbelakang keluarga, dan
status. Budaya seperti ini juga masih berlaku di beberapa negara
seperti Pakistan, India, dan Thailand, sehingga jika dibandingkan
dengan negara barat yang modern dan umumnya cinta datang
terlebih dahulu baru disusul adanya pernikahan; sedangkan seperti
di negara bagian timur, pernikahan diselenggarakan terlebih dahulu
baru dengan sejalannya waktu cinta mempelai akan bersemi.
• Self-monitoring
Baik tempat maupun waktu, para individu sangat vervariasi
pendekatannya untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis.
Seseorang yang memiliki self-monitoring tinggi akan sangat terampil
dalam memonitor perilakunya sendiri dalam segala kondisi. Selain itu
dalam menjalin hubungan, ia tidak mau berlama-2 dalam berpacaran
dan memiliki itikad baik dalam berhubungan.
• Gender
Apakah sebenarnya laki-2 dan perempuan berbeda dalam hal
berpengalaman passionate love? Berdasarkan survei, laki-2
cenderung lebih mudah jatuh cinta dibanding perempuan. Selain itu
wanita lebih suka memfokuskan keintiman dalam berteman dan
perhatian untuk pasangannya, sedangkan laki-2 lebih memikirkan
hal-2 yang berhubungan dengan aspek fisik dan hal-2 yang
menyenangkan.
– Companionate love
Yaitu kasih sayang yang kita rasakan terhadap pasangan yang tinggal
bersama karena adanya rasa saling menyayang yang begitu mendalam.
Meskipun api cinta dalam jenis “passionate love” begitu membara, tapi
lama kelamaan bisa meredup. Memang biasanya keromantisan dapat
bertahan beberapa bulan bahkan hingga satu atau dua tahun, namun
cinta passionate love tidak dapat bertahan lama bahkan semakin lama
memudar. Sebaliknya, companionate love, jenis cinta ini dapat bertahan
lama, dalam keadan apapun pasangan tetap hangat meskipun badai
menerpa karena memang sejak awal pasangan telah bersepakat
mencintai apapun yang terjadi.
• Memelihara Kedekatan dalam menjalin Hubungan
Faktor apa saja yang mempengaruhi menyala dan meredupnya
hubungan?
– Attachment (kasih sayang)
Seorang anak akan merasa sangat teduh ketika berada di dekat ibunya,
karena adanya kehangatan, kasih sayang, dan perhatian yang begitu
tulus. Untuk memelihara hubungan antara ibu dan anak tersebut
diperlukan adanya bentuk kasih sayang yang tulus dan pemahaman
diantara mereka. Seorang ibu seharusnya peka (sensitif) terhadap
tingkah laku anak sehingga beliau benar-2 mengetahui apa yang
sebenarnya dirasakan, diinginkan dan tidak diinginkan anak. Begitu juga
halnya dalam memelihara jalinan hubungan dengan pasangan.
– Equity
Yaitu keadaan yang mana apa yang diperoleh seseorang
(outcomes) proporsional dengan apa yang ia kontribusikan.
Hal ini berarti dalam menjalin hubungan seharusnya tidak
ada kepincangan atau ketidakseimbangan karena yang satu
merasa banyak berkorban tanpa mendapatkan perolehan
selayaknya.
– Self-disclosure
Tindakan atau perilaku diri untuk mengungkapkan segala
sesuatu kepada pasangan atau umum yang mana hal
tersebut semula merupakan rahasia. Sebuah perkawinan
yang dilandasi adanya kepercayaan , kedekatan, dan
keintiman satu sama lain akan saling terbuka apapun
keadaannya tiada rasa khawatir/ takut untuk ditinggalkan.
Hubungan dalam rumah tangga sangat intim, keterbukaan
satu sama lain semakin terbuka, saling memberi dan
menerima, tingkat pengetahuan untuk saling memahami
begitu dalam, terbuka dengan sejujur-jujurnya, karakteristik
inilah yang disebut sebagai self-disclosure.
• Ending Relationship (Mengakhiri Hubungan)
Tak jarang cinta yang semula diagung-2kan oleh kedua
mempelai akhirnya kandas juga. Apa yang menjadi faktor
seseorang mengakhiri perkawinannya? Bagaimana sebenarnya
pasangan hingga memutuskan berpisah atau sebaliknya yaitu
memperbaiki dan memperbarui style hubungan mereka? Setiap
pasangan memiliki background dan alasan tersendiri apakah
ingin berpisah dengan pasangan atau memperbaiki
hubungannya. Banyak faktor yang mendorong seseorang untuk
cenderung memilih bercerai, alasan yang paling klasik yaitu
tidak adanya kecocokam lagi.
– Siapa yang bercerai?
Tingkat perceraian sangat bervariasi tiap tahunnya di beberapa negara,
misal presentase perceraian di Bolivia, Philipina, dan Spanyol kira-2 1
hingga 4,7%. Memprediksikan kecepatan peningkatan budaya
perceraian, hal ini membantu untuk mengetahui budaya masing-2
pasangan. Budaya yang individualis (individualistic culture) yang mana
orang memaknai cinta sebagai sebuah perasaan dari apa yang hati
katakan, budaya ini lebih tinggi tingkat perceraiannya dibanding dengan
communal cultures yang mana cinta diartikan sebagai sebuah kewajiban
dan apa yang orang lain katakan tentang kita. Resiko perceraian juga
tergantung dari siapa menikahi siapa (fergusson, Myers, dan Tzeng).
Orang biasanya lebih mempertahankan perkawin-
annya karena beberapa faktor pertimbangan
sebelum menikah a.l.:
• Menikah setelah usia mempelai lebih dari 20 tahun
• Keduanya tumbuh berkembang dari keluarga yang
memiliki orang tua genap (bapak dan ibu)
• Pacaran guna penjajagan agak lama sebelum
memutuskan menikah
• Minimal memiliki background pendidikan yang seimbang
• Berpenghasilan cukup dari pekerjaan yang baik
• Hidup di kota kecil atau area pedesaan
• Pernikahan tidak karena hamil sebelum nikah
• Menjalankan ibadah secara teratur
• Memiliki kesetaraan usia, kesamaan agama, dan
kesamaan tingkat pendidikan

Anda mungkin juga menyukai