Anda di halaman 1dari 87

KELOMPOK 2

ANGGOTA KELOMPOK

Daffa Prasetya Muhammad (0120200007)

Dhannylea Rayner Nosferatu (0120200009)

Hezkhia Putra Wilona (0120200013 )

Jeffry Fernando (0120200015)

Lutfi Hidayat (0120200017)


WAKTU PROSES
PEMBUBUTAN
WAKTU PROSES PEMBUBUTAN
WAKTU PROSES PEMBUBUTAN

L = Panjang Benda yang dibubut s’ = kecepatan pemakanan/Feed Rate

( mm/min )
d = Diameter dari Benda Kerja
i = Jumlah Operasi
n = putaran/menit dari benda
kerja ( rpm ) th = Waktu Proses Dalam Menit

s = pengisian/pemakanan ( mm )
PERHITUNGAN S’

s = Pemakanan dalam Satu Putaran ( mm/putaran )

Pemakanan untuk n putaran = s.n ( mm/menit )

Jadi, kesimpulannya adalah s.n = Kecepatan Pemakanan ( s’ )

S’ = s.n

s’ = Kecepatan Pemakanan ( mm/menit )

s = Pemakanan dalam Satu Putaran ( mm/putaran )

n = putaran/menit dari benda kerja ( rpm )


PERHITUNGAN TH

Kecepatan = Jarak yang ditempuh per satuan waktu


Maka dapat di definisikan
 Kecepatan Pemakanan =
 Waktu Proses =
 th = =
Jadi, untuk Jumlah Operasi i,
 th =
PERHITUNGAN TH

Bagian depan dengan poros padat

 Pembubutan Bagian Depan

Bagian depan dengan poros berongga

Untuk pembubutan memanjang, L = Panjang Yang Dibubut


Untuk perhitungan Kecepatan Putar harus selalu menggunakan Diameter Luar
CONTOH SOAL

Sebuah baut pas berukuran Panjang 150 mm dikerjakan pada 1400


p.p.m. dan pemakanan 0,12 mm. Hitunglah waktu prosesnya.

 Diketahui : L = 150 mm
i=1
n = 1400 rpm
s = 0,12 mm

 Dijawab = th =
WAKTU PROSES
PENGEBORAN
WAKTU PROSES PENGEBORAN

l = Kedalaman Lubang Bor

la = Potongan Awal atau tinggi pucuk bor

L = Jarak Total pengeboran

n = Putaran per menit Bor Spiral

s = pengisian/pemakanan/Feed ( mm )

s’ = Kecepatan Pemakanan/ Feed Rate (


mm/menit )

i = Jumlah Operasi

th = Waktu Proses Dalam Menit


PERHITUNGAN S’

s = Pemakanan dalam Satu Putaran ( mm/putaran )

Pemakanan untuk n putaran = s.n ( mm/menit )

Jadi, kesimpulannya adalah s.n = Kecepatan Pemakanan ( s’ )

S’ = s.n

s’ = Kecepatan Pemakanan /Feed Rate ( mm/menit )

s = Pemakanan dalam Satu Putaran ( mm/putaran )

n = putaran/menit dari benda kerja ( rpm )


PERHITUNGAN TH

Kecepatan = Jarak yang ditempuh per satuan waktu


Maka dapat di definisikan
 Kecepatan Pemakanan =
 Waktu Proses =
 th = =
Jadi, untuk Jumlah Operasi i,
 th =
PERHITUNGAN LA

Sebagai contoh sudut untuk puncak bor adalah 118 O


d = 60 mm, la yang diukur adalah 20 mm
la = d/3 tergantung dari diameter dan sudut pucuk bor
Jadi,
 L ( Jarak total pengeboran ) = l ( kedalaman lubang bor ) + 0,3 . d ( pucuk bor )
CONTOH SOAL

Tiga buah lubang dengan diameter 18 mm harus dibor dalam, pelat


baja yang tebalnya 45 mm. Pemakanan dan p.p.m. yang dipilih adalah
0,3 mm dan 530 rpm. Hitunglah waktu prosesnya.

 Diketahui : d = 18 mm
l = 45 mm
i=3
s = 0,3 mm
n = 530 rpm
 Dijawab = th =
L = l + 0,3 . D
L = 45 mm + 0,3 . 18 mm = 50,4 mm
WAKTU PROSES PENYERUTAN
DAN PEMOTONGAN ALUR
WAKTU PROSES PENYERUTAN DAN PEMOTONGAN ALUR

l = Panjang Benda Kerja

la = Potongan Awal, lx = Potongan Lebih

L = Panjang Langkah ( =l+la+lx )

b = Lebar benda kerja

n = Jumlah Langkah ganda per menit

s = Pemakanan ( mm )

s’ = Kecepatan Pemakanan/ Feed Rate (


mm/menit )

i = Jumlah Operasi

th = Waktu Proses Dalam Menit


PERHITUNGAN TH PENYERUTAN
PERHITUNGAN TH PEMOTONGAN ALUR

 Karena dalam langkahnya Pendek VA=VR, perhitungan


dapat dibuat dengan Vm = 2 . L . n

Dengan demikian th = . i

 Jika mengganti kecepatan potong rata-rata Vm dengan


2 . L . n, maka kita akan menghasilkan

th =

 Waktu Proses =

th = =
RINGKASAN PERHITUNGAN TH

Untuk perhitungan waktu proses penyerutan dan


pemotongan alur dapat menggunakan
CONTOH SOAL

Sebuah pelat baja dengan lebar 430 mm harus dikerjakan dalam dua
operasi dengan menggunakan pemakan sebesar 2 mm dan jumlah
langkah ganda sebesar 25 1/min. Hitunglah waktu proses.

 Diketahui : b = 430 mm
i=2
s = 2 mm
n = 25 1/min
 Dijawab = th =
 Catatan :
Panjang dari Benda Kerja diketahui dengan Panjang langkah
WAKTU PROSES
PEngefraisan
Waktu proses pengefraisan

l = Panjang Benda Kerja a = Kedalaman Potong

lx = Potongan Awal Sz= pemakanan per gigi ( mm )

la = Potongan Lebih s = pemakanan per putaran ( mm )

L = Panjang Pengerjaan Frais Total u = kecepatan pemakanan ( mm/menit )

n = Putaran per menit dari pisau frais i = Jumlah Operasi

d = Diameter Pisau Frais th = Waktu Proses Dalam Menit


PERHITUNGAN LA
PERHITUNGAN U

Pemakanan untuk satu gigi = Sz ( mm )


Pemakanan untuk satu putaran s = Sz . z ( mm )
Pemakanan untuk n putaran u = s . n ( mm/menit )

PERHITUNGAN TH

 Waktu Proses =

th = =
CONTOH SOAL

Sebuah pisau mesin frais muka dengan diameter 80 mm mempunyai Sembilan gigi.
Pemotong harus mengerjakan sebuah benda kerja yang panjangnya 240 mm. Potongan
lebih adalah 4 mm dan kedalaman potong 5 mm. Kecepatan potong dan pemakanan per
gigi yang dipilih adalah 12/min dan 0,15 mm. Hitunglah waktu proses

 Diketahui : d = 80 mm
z= 9
v = 12 m/menit
Sz = 0,15 mm
lx = 240 mm
lx = 4 mm
i=1
Waktu Proses Penggerindaan
Pembagian Tidak Langsung
Pembagian Universal
Gesekan
WAKTU PROSES PENGGERINDAAN
 Berikutadalah beberapa simbol untuk penghitungan
penggerindaan :
1) l = Panjang Benda Kerja
2) la= Potongan Awal
3) lx = Potongan Lebih
4) L = Panjang Penggerindaan
5) b = Lebar Benda Kerja
6) bs = Lebar Roda Gerinda
7) t = Kelegaan Gerinda
8) a = Pengisian Perpotongan
9) i = Jumlah Potongan
10) tn = Waktu Proses dlm Menit
Untuk Waktu Proses Penggerindaan dibagi 2
: B) Pengerindaan Rata:
A) Penggerindaan Silindris:
1) S = Pengisian per langkah (mm)
1) S = Pengisian per Putaran (mm) 2) n = Jumlah Langkah per menit
2) n = p.p.m. Benda Kerja 3) UT = Kecepatan Pengisian
(m/min)
3) Uw = Kecepatan Keliling Benda Kerja (m/min)
 tn Untuk Penggerindaan Silindris
Pengisian Untuk Satu Putaran = S – (mm)
Pengisian Untuk n Putaran =S.N
Jadi Kesimpulannya :
- S . n = Kecepatan Pengisian dari Roda Gerinda (mm/min). Mengapa bisa
begitu ?
• Pada Umumnya :
1) KECEPATAN = Jarak Yang Ditempuh / Waktu , maka :
2) Untuk I potongan kita dapatkan :

3) Jika kita menggunakan kecepatan kelliling kita medapatkan :

 tn Untuk Penggerindaan Rata


Dari Persamaan untuk Kecepatan potong atas
Garis lurus maka kita menghasilkan :
1) Waktu untuk satu langkah : 3) Waktu untuk I potongan :

NOTE : Jika pengisian terjadi


sesudah setiap lngkah ganda,
maka , nlai tn menjadi 2x juga.
2)Waktu untuk satu potongan :
Pembagian Tidak Langsung
 Beberapa
simbol yang harus diperhatikan pada
pembagian tidak langsung :
1) i = Rasio Transmisi
2) T = Angka Pembagi, langkah pembagian
3) nk= Putaran engkol per langkah pembagian
4) α  = Sudut jarak – bagi dari Bendak Kerja
Cara Menentukan Pembagian ada 3 :
1)Melalui Angka Pembagi :
Rasio transmisi perlengkapan paling sedikit adalah
40:1 , artinya 40 putaran dari piranti pembagi = 1
putaran dari benda kerja , atau :

2)Melalui Derajat Sudut :

Putaran 360 ° dari Benda Kerja ^= 40 putaran


α putaran 360 °dari Benda Kerja ^= 40/360°
3)Lingkaran Lubang :
Sebuah bagian lubang nk diperkecil
sesuai ndengan lingkaran lubang .

JUMLAH LUBANG

l 15 16 17 18 19 20

ll 21 23 27 29 31 33

lll 37 39 41 43 47 49

KESIMPULAN AKHIRNYA ADALAH


Pembagian Universal
 Pada pembagian Universal ada beberapa
simbol- simbol yang wajib dingat dan
diperhatikan yaitu:
1) i = Raso Transmisi ( biasanya 40:1)
2) T = Angka Pembagi
3) T’= Angka Pembagi Pembantu ( dekat
T)
4) Z = Roda Gigi ( 1 dan 3 adalah roda gigi
penggerak)
Pembagi Universal terbagi menjadi 3:
1)Peranti Pembagi Universal :
Piranti pembagi ini berfungsi untuk memperluas
daerah pembagian melalui roda-gigi tukar ,
terutama dalam hal pembagian dari bilangan 51++

Kita memilih salah 1 angka pembagi bantu T’ yang


dapat diringkas, sekitar T , lalu menghasilkan
lingkaran lubang dengan kode biasa yaitu : nk= 40/T’

2)Langkah Tambahan :
Perbedaan T’ – T yang timbul diimbangi dengan
roda-gigi putar dan arah putaran dikompen-
sasikan dengan roda gigi antara.
*T’< T menghasi kan nilai + (plus) :
Nilai + tersebut di pecah menjadi 2 :
a) Transmisi sederhana : 2 Roda-Gigi tukar + 1 Roda-Gigi antara
b) Transmisi ganda : 4 Roda-Gigi tukar tanpa Roda-Gigi antara
*T’ < T menghasilkan nilai – (negatif)
Nilai negatif tersebut kemudian terpecah menjadi 2:
a) Transmisi sederhana : 2 Roda-Gigi tukar + 2 Roda-Gigi antara
b) Transmisi ganda : 4 Roda-Gigi tukar + 1 Roda-Gigi antara

3)Roda – Roda Gigi :


Rasio tak langsung selalu ada antara Roda-Roda
Gigi dan Kecepatan Putar :

=
n penggerak bersesuaian dgn 1 putaran dari poros
piranti pembagi.
GESEKAN

 Gesekan adalah suatu peristiwa yang terjadi akibat adanya kontak antara


dua buah permukaan benda satu sama lain. Akibat gesekan ini, maka
muncul gaya gesek yang melawan gerak benda atau arah kecenderungan
benda akan bergerak.
GESEKAN
 Dalam mempelajari tentang GESEKAN kita
harus mengingat beberapa simbol :
1) F = Gaya Normal (garis tegak Lurus atas
permukaan gesek )
2) Fr= Gaya yang diperlukan untuk mengatasi
gesekan .
3) µ= Koefisien (ditentukan melalui
experiment)
4) v= Kecepatan (m/s)
5) Pv= Kerugian daya (W)
Gesekan terbagi menjadi beberapa jenis :

1) Gesekan Luncur
Rasio antara gaya gesekan dan gaya normal adalah
koefisien gesekan :

Maka dapat disimpulkan :


a) Gaya Gesekan = gaya normal . Koefisien gesekan
b) Fr =F. µ
NOTE :
2) Gesekan Gelinding:
Gesekan gelinding timbul karena adanya torsi yang bekerja
berlawanan dengan rotasi bola. Torsi ini diakibatkan oleh pusat
massa bola yang bergeser ketika bentuk bola tidak sempurna.
Pusat massa yang bergeser akan mengakibatkan gaya normal yang
diberikan oleh lantai juga akan bergeser.

Benda yang menggelinding harus mengatasi hambat-gesekan. Dengan


begitu:
momen(arah jarum jam ) = momen (berlawanan arah jarum jam )
Fr . r =F . f
Fr =F . f/r
NOTE : Untuk bantalak kontak- gelinding, pengalaman menunjukan
bahwa
f/r = µ’ biasanya sama dengan 0,002.
Maka dapat disimpulkan bahwa : Fr = F.µ’
Kopling Gesekan
Kopling gesek (Friction Clutch) adalah proses pemindahan tenaga melalui gesekan
antara bagian penggerak dengan yang akan digerakan. Konsep kopling ini banyak
dipergunakan pada sistem pemindah tenaga kendaraan, khususnya pada kendaraan
ringan, sepeda motor, sedan dan mobil penumpang lainnya.
1.Tekanan Kontak

Tekanan kontak berdungsi sebagai gaya normal.


dengan menggunakan luas lapisan dan tekanan
yang di ijinkan:

Catatan : Luas lapisan adalah perbedaan antara dua luas


lingkaran
Gaya Gesekan

Gaya gesekan adalah gaya yang harus digunakan untuk mengatasi


hambatan gesekan

Catatan : Koefisian dari gesekan statis adalah antara 0.15 dan 0.35,
tergantung pasangan lapisan yang digunakan
Momen Puntir

Momen puntir yang dapat dipindahkan adalah perkalian dari gaya gesekan dengan
radius gaya putar

Untuk i bidang gesekan

Catatan : Interval evektif dari gaya gesekan yang beroprasi dihitung atas dasar nilai rata rata
kedua radius lapisan
Ringakasan

 Bidang Kontak
• Tekanan Kontak
• Gaya Gesekan
• Momen Puntir Gesekan
Contoh
Contoh Soal
Tekanan Gas
Konsep Tekanan

Satuan dari turunan tekanan telah di bahas di materi “Tekanan dan Gaya”

Catatan : untuk perbandingan 1 pascal kurang lebih tekanan seekor lalat atas luat 1cm2. Karena tekanan
sebesar ini untuk bidang teknik adalah kecil sekali, maka digunakan satuan “bar” untuk 105 Pa

Catatan :
Tekanan Udara

Kesimpulan : Tekanan 1 bar = 1000 mbar sesuai dengan sebuah kolom air raksa dengan tinggi 750 mm
Tekanan Mutlak

Tekanan lebih bekerja diatas garis PL.


Tekanan Mutlak = Tekanan Udara + Tekanan Lebih
Pa = Pl + Po

Tekanan negatif bekerja dibawah garis PL.


Tekanan Mutlak = Atmosfer - Tekanan Negatif
Pa = Pl - Pu
Membaca Barometer

Pa = 1+Po
Pa = 1-Pu

Catatan : 1 bar = 750 mm dari kolom air


raksa
Pemakaian Gas Oksigen
dan Asetilen
Jumlah Gas
Jika katup dibuka maka keseimbangan yang terjadi
p . V = konstan
• Maka untuk O2 :
p . V (tabung) = p . V (atmosfer)
p . 40 = 1 . V (tekanan udara = 1 bar
Kesimpulan :
Jumlah Gas = Isi dalam liter . Tekanan tabung
V = 40 .p
Catatan :
1 bar = 40 l O2
• Untuk C2H2 :
1 l aseton pada 1 Po melarutkan = 25 l Asetilen
16 l aseton pada 1 Po melarutkan = 40 l Asetilen
Kesimpulan :
Jumlah gas = 10 x Isi dalam liter . Tekanan tabung
V = 400 .p
Catatan :
1 bar = 400 l C2H2
Pemakaian Gas

Selama pengelasan tekanan tabung menurun dari p1 menjadi p2.


• Maka untuk oksigen :
Pemakaian gas = Isi dalam liter . Penurunan tekanan
V = 40 .
• Untuk asetilen :
Pemakaian gas = 10 x Isi dalam liter . Penurunan tekanan
V = 400 .
Contoh
Pengelasan
Penampang Las

Catatan : Celah udara yang tidak


diketahui dihitung dengan kelagaan z
(10%-20%)
Volume las

Penampang Las harus diisi dengan batang isi

Jadi Persamaannya adalah


Volume Las = Volume batang isi
A.L = A’ . l . i

A = Penampang Las
L = Panjang kampuh Las
A’ = Penampang batang
l = Panjang elektroda yang digunakan
i = Jumlah elektroda
Contoh
PERHITUNGAN
KAMPUH LAS
1. Tegangan-tegangan las
Dalam penampang las, tegangan yang diperkecil
oleh faktor yang berdasarkan pengalaman, seperti
0,65 jika ada beban pada kampuh las sudut.
2. Lekuk awal = lekuk akhir = a
Untuk panjang kampuh las yang dibebani,
pengurangan lekuk harus dimasukkan dalam
perhitungan.

I = L-2.a
3. Bagian yang tersambung bersifat simetris

F = A.

*note A = Σ (a . l)
4. Bagian yang tersambung bersifat asimetris
Gaya yang bekerja pada titik berat harus dihitung sesuai
dengan hukum tuas, yang diterapkan pada sambungan-
sambungan yang di las.

=F.e
. b = F . (b – e)
=
=
F = Gaya (N)
A = Penampang Longiduntal kampuh (
L = Panjang total kampuh las (dengan lekuk awal dan lekuk akhir)
I = Panjang kampuh las yang dibebani

Keterangan : a = tebal las sudut


e = jarak titik berat dalam penampang yang asimetris
= tegangan las (N/)
PERHITUNGAN ZAT
CAIR
 Debit aliran adalah besaran yang menunjukkan volume fluida
yang mengalir melalui suatu penampang tiap satuan waktu.
 Rumus Debit Aliran Fluida

Q = A . V = V/t

Keterangan:
V = volume fluida yang mengalir ()
t = waktu (s) 
A = luas penampang (
v =  Kecepatan aliran (m/s)
Q = debit aliran fluida (
RUMUS FLUIDA KONTINUITAS
Kontinuitas atau kekekalan debit ini dapat dinyatakan
dengan rumus persamaan kontinuitas yang dituliskan
sebagai berikut

 =
  .   =  .
RUMUS TEKANAN HIDROSTATIS
Tekanan hidrostatis pada titik kedalaman berapapun
tidak dipengaruhi oleh berat air, luasan permukaan air,
ataupun bentuk bejana air. Tekanan hidrostatis
menekan ke segala arah. Satuan tekanan adalah 
Newton per meter kuadrat (N/m2) atau Pascal (Pa).
Rumus tekanan hidrostatis diformulasikan dengan:

=ρ.g.h

keterangan:
ρ = berat jenis air (untuk air tawar,  ρ = 1000)
g = besar percepatan gravitasi 9,8
h = titik kedalaman yang diukur dari permukaan air
(m)
HUKUM OHM
 Bunyi Hukum Ohm

“Kuat arus dalam suatu rangkaian berbanding lurus


  dengan tegangan pada ujung-ujung rangkaian dan
berbanding terbalik dengan hambatan rangkaian”

 Hukum Ohm dinamai dari ahli fisika Jerman, Georg Simon Ohm (1787-
1854). Hukum Ohm digunakan untuk menghitung tegangan listrik,
hambatan listrik, atau kuat arus dalam rangkaian listrik.
 Rumus Hukum Ohm

Keterangan:
R = Hambatan (Ω)
V = Tegangan Listrik (V)
I = Kuat Arus Listrik (A)
PENERAPAN HUKUM OHM DALAM RANGKAIAN LISTRIK

Dari rangkaian listrik diatas


terlihat bahwa sumber arus
baterai akan mengalir melalui saklar yang
kemudian akan melewati hambatan
listrik atau beban. Semakin besar nilai
hambatan, maka arus yang diserap akan semakin
kecil. Sebaliknya jika nilai hambatan semakin kecil,
maka arus yang mengalir semakin besar. Namun
arus yang mengalir harus sesuai dengan kemampuan
beban.
HUBUNGAN
Jika tahanan konstan dan tegangan meningkat, maka arus
listrik akan meningkat.

Jika tegangan konstan dan tahanan meningkat, maka arus


listrik akan berkurang.

*note : Hukum Ohm hanya berlaku untuk listrik searah saja,


dalam listrik bolak balik hanya berlaku untuk tahanan
beban murni.
HUBUNGAN TAHANAN
 Resistansi (Resistance)  atau yang lebih sering
disebut dengan istilah resistor dapat dirangkai
satu sama lainnya untuk keperluan
mendapatkan nilai tahanan tertentu.
 Rangkaian hambatan atau resistor ini dapat kita
bagi menjadi 3 macam:
1. Hubungan seri

2. Hubungan paralel

3. Hubungan seri paralel


HUBUNGAN SERI
Pada rangkaian seri hambatan listrik atau resistor dihubungkan atau disusun secara
berurutan satu sama lainnnya. Pada rangkain seri ini  berlaku ketentuan sebagai
berikut.
1.      Besarnya kuat arus pada masing masing tahanan (resistor) akan sama besar
I1 = I2 = I3 = I

2.      Besarnya beda potensial (tegangan listrik) pada masing – masing hambatan


akan berbeda – beda jika nilai hambatannya berbeda sesuai dengan prinsip hukum
ohm.
VR1 = I x R1
VR2  = I x R2
VR3 = I x R3

3.      Besarnya hambatan total pada rangkaian ini merupakan total penjumlahan


dari masing – masing nilai resistor yang terhubung
Rtotal = R1 + R2 + R3
HUBUNGAN PARALEL
Pada rangkaian hambatan paralel, resistor disusun secara paralel
atau sejajar sehingga mempunyai dua ujung yang sama.
Pada rangkaian paralel berlaku ketentuan sebagai berikut.
1. Besarnya kuat arus pada masing – masing resistor berbeda – beda
bergantung pada besarnya nilai hambatan resistor.
I1 ≠ I2 ≠ I3 ≠ I tetapi I = I1 + I2 + I3

2. Besarnya beda potensial atau tegangan pada masing – masing


resistor akan sama
V R1 = V R2 = V R3 = V Rp
3.      Besarnya hambatan total dapat dihitung dengan dengan rumus
berikut.
HUBUNGAN SERI PARALEL
Merupakan gabungan dari rangkaian seri dan paralel.
Rangkaian ini juga biasa disebut dengan rangkaian
campuran atau rangkaian kombinasi.

Untuk menghitung nilai hambatan total dari rangkaian seri


paralel, maka kita dapat menggunakan teori rangkaian seri
dan paralel di atas. Biasanya untuk memudahkan
perhitungan, didahulukan menghitung rangkaian serinya,
kemudian baru dihitung bagian paralelnya. Terakhir
lakukan penjumlahan dari rangkaian total keduanya(sangat
tergantung dari bentuk rangkaian campurannya). 
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai