Anda di halaman 1dari 12

Berbagai Rumusan

Baru Tentang
Pembangunan
Noviani Nurul Wahida S.A Badoo
06520190390
Kelas : C2
Menurut Servaes (1986) teori-teori dependensi dan keterbelakangan. lahir sebagai
hasil "revolusi intelektual" secara umum pada pertengahan tahun 60-an sebagai
tantangan para ilmuwan Amerika Latin terhadap pandangan Barat mengenai
pembangunan. Meskipun paradigma de- pendensi dapat dikatakan asli Amerika Latin,
namun "bapak pendiri" perspektif ini adalah Baran, yang bersama Magdoff dan
Sweezy merupakan juru bicara kelompok North American Monthly Review. Baran
merupakan orang pertama dalam mengemukakan bahwa pembangunan dan
keterbelakangan harus dilihat sebagai suatu proses yang: (a) saling berhubungan dan
berkesinambungan (interrelated and continuous process), dan (b) merupakan dua
aspek dari suatu proses yang sama, daripada suatu keadaan eksistensi yang orisinal.
Frank (1972) menclak anggapan yang umum bahwa pembangunan akar terjadi
menggantikan tahap kapitalis, dan bahwa negara-negara yang terbelakang sekarang ini
masih dalam suatu tahap, yang kadang-kadang digambarkan sebagai suatu tahap
sejarah yang orisinal, melalui mana negara-negara yang sekarang sudah maju, telah
melewatinya di masa silam.
Menurut Servaes (1986), hal-hal yang dikritik pada
teori dependensi dan keterbelakangan itu pada
pokoknya adalah:

(1) Bahwa pandangan kaum dependerisi tentang


kontradiksi yang fundamental di dunia
antara Pusat dan Periferi ternyata tidak ber-
hasil memperhitungkan struktur-struktur
kelas yang bersifat inter- nal dan kelas
produksi di Periferi yang menghambat
terbentuknya tenaga produktif.
(2) Bahwa teori dependensi cenderung untuk berfokus
pada masalah Pusat dan modal internasional karena
kedua hal itu "dipersalahkan" sebagai penyebab
kemiskinan dan keterbelakangan, ketimbang
masalah pembentukan kelas-kelas lokal.
(3) Teori dependensi telah gagal dalam memperbedakan
kapitalis dengan feodalis, atau bentuk-bentuk
pengendalian produser masa prakapitalis lainnya,
dan apropriasi surplus.
(4) Teori dependensi mengabaikan produktivitas tenaga kerja sebagai titik
sentral dalam pembangunan-ekonomi nasional, dan meletak- kan tenaga
penggerak (motor force) dari pembangunan kapitalis dan masalah
keterbelakangan pada transfer surplus ekonomi Pusat ke Periferi.
(5) Teori dependensi juga dinilai menggalakkan suatu ideologi ber- orientasi
ke Dunia Ketiga yang meruntuhkan potensi solidaritas kelas internasional
dengan menyatukan semuanya sebagai "inusuh", yakni baik elit maupun
massa yang berada di bangsa-bangsa Pusat.
(6) Teori dependensi dinilai statis, karena ia tidak mampu untuk menjelaskan
dan memperhitungkan perubahan-perubahan ekonomi di negara-negara
terbelakang menurut waktunya.
Proses keterbelakangan yang melanda negara-negara baru,
me- nurut Furtado (1972), meliputi tiga tahapan historis yang
terdiri dari:

(1) Tahap keuntungan-keuntungan komparatif.


Selama periode seusai revolusi industri, ketika
sistem divisi tenaga kerja interna- sional
diciptakan dan ekonomi dunia distrukturkan,
negara-negara industri pada umumnya
menspesialisasikan diri pada kegiatan- kegiatan
yang ditandai dengan kemajuan teknik yang
menyebar.
(2) Tahap substitusi impor. Terbentuknya suatu kelompok
sosial kecil dengan keistimewaan (privileges) di kalangan
bangsa-bangsa yang terbelakang menimbulkan suatu
keharusan untuk mengimpor sejumlah barang-barang
tertentu guna memenuhi pola konsumsi yang telah
diadopsi kelompok ini dalam meniru bangsa yang kaya.
(3) Tahap berkembangnya perusahaan multi-nasional
(PMN). Timbulnya PMN telah menjadi suatu fenomena
terpenting dalam tatanan ekonomi internasional, karena
transaksi internal yang dilakukan oleh PMN telah
mengambil alih operasi pasar yang ada selama ini.
Rumusan Baru Dalam Konsep Pembangunan
Bagi negara-negara berkembang, hasil yang dipetik
dari pelak sanaan pembangunan selain pertumbuhan
ekonomi dan peningkatan pendapatan juga sejumlah
pelajaran. Yaitu pelajaran bagaimana meru-
muskan-konsep pembangunan yang lebih sesuai
dengan kebutuhan dan aspirasi masing-masing. Dari
pengalaman membangun selama ini, serta kritik-
kritik yang muncul, ternyata tumbuh sejumlah ide
dengan gagasan yang berguna untuk
menyempurnakan konsep pembangunan pada
tahapan yang berikutnya. Karena pembangunan
pada hakikatnya merupakan suatu proses dinamis
yang senantiasa berkembang terus dalam menjawab
tuntutan kebutuhan serta kondisi perkembangan
zaman, demikian pula halnya dengan konsep-
konsep dan gagasan yang mendasarinya, akan terus
mengalami penyempurnaan.
Unsur-unsur inti dari konsep PYL itu, berdasarkan tulisan-tulisan Bennet (1977),
Chapel (1980), Galtung (1980), Peroux (1983), Rist (1980), dan Todaro (1977)
adalah sebagai berikut:

(a) Berorientasi kepada kebutuhan; yaitu disesuaikan


untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di
bidang kebendaan dan non- kebendaan. Dimulai
dengan pemenuhan kebutuhan dasar mereka yang
tertekan dan dieksploitir, yang merupakan
mayoritas pendu- dak dunia, dan pada saat yang
sama menjamin pemanusiaan seluruh ummat
manusia melalui pemenuhan kebutuhan mereka
akan ekspresi, kreativitas, keadilan,
keramahtamahan, disamping pemahaman dan
penentuan tujuan oleh mereka sendiri.
(b) Endogeneous; yakni bertolak dari jantung masing-
masing masya- rakat yang merumuskan dengan penuh
kedaulatan, nilai-nilai dan pandangan masa depan
mereka sendiri. Karena pembangunan bukanlah suatu
proses yang linear, maka tidak ada suatu model yang
universal, dan hanya kemajemukan pola-pola
pembangunan yang Komunikasi Pembangunan dapat
menjawab kespesifikan dari setiap situasi.
(c) Mengandalkan kemampuan sendiri (self-reliant);
yaitu berarti setiap masyarakat pertama-tama harus
mengandalkan pada kekuatan dan sumberdaya sendiri
dalam arti energi anggotanya, serta ling- kungan alam
dan kultural mereka. Prinsip mengandalkan
kemampuan sendiri ini jelas harus diterapkan pada
tingkat nasional dan internasional, tapi arti yang
sesungguhnva baru dapat diperoleh jika berakar pada
tingkat lokal, inti dari setiap komunitas.
(d) Secara ekologis baik; yaitu bahwa pemanfaatan secara
rasional sum- ber-sumber daya biosfir dengan penuh
kesadaran akan potensi ekosistem lokal, sekaligus global,
dan batas yang ada untuk masa sekarang dan masa yang
akan datang.
(e) Bersandar pada transformasi struktural; suatu yang dituntut
dalam hubungan sosial, aktivitas ekonomi, dan distribusi
spasialnya, seperti juga dalam struktur kekuasaan untuk
merealisasikan kondisi swa-kelola (self-management) dan
partisipasi dalam pembuatan keputusan oleh semua orang
yang dikenai oleh keputusan tersebut, sejak dari masyarakat
desa, kota, hingga dunia secara keseluruhan.
Thanks!
Do you have any questions?

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, including icons by Flaticon and
infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai