Anda di halaman 1dari 34

PERAWATAN PRE OPERASI DAN

INTRA OPERATIF

Kelompok 2
Anida Nur Ngarofah (B2020001)
Heni Widyawati (B2020005)
Ika Findi Julianti (B2020006)
Lutfi As Sifah (B2020010)
Nur Injiyah (B2020013)
Tyas Sayekti Pratama (B2020018)
Pengertian Perioperasi

Perioperasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai dari prabedah (pre
operasi) tindakan yang di lakukan sebelum dilakukannya tindakan pembedahan. Hal ini
merupakan proses dari awal pasien masuk kekamar bedah sampai berakhir di meja bedah.
Bedah (intra bedah) merupakan proses pembedahan sampai dengan selesai dilakukannya
tindakan pembedahan dan diantar keruang pemulihan, dan pascabedah (post operasi) adalah
proses setelah pasien diantar kekamar pemulihan sampai dengan evaluasi selanjutnya (Hidayat,
2008).
Persiapan Pre Operasi 

1. Persiapan fisik
2. Persiapan Penunjang
3. Pemeriksaan Status Anestesi
4. Inform Consent
5. Persiapan Mental/ Psikis
Pencukuran Daerah Operasi
1. Pengertian
Rambut merupakan tempat persembunyian kuman dan dapat menghambat proses perawatan
penyembuhan luka. Oleh karena itu perlu dilakukan pencukuran daerah operasi untuk
menghindari terjadinya infeksi pada area yang akan dilakukan pembedahan. Daerah yang
dicukur bergantung pada jenis operasi dan area yang akan di operasi.

2.  Tujuan
○ Terciptanya area operasi yang bersih (bebas dari rambut/bulu).
○ Mencegah terjadinya infeksi daerah operasi.
3. Persiapan Alat :
Yang harus dipersiapkan sebelum melakukan pencukuran daerah operasi.
a. Sarung tangan on steril.
b. Perlak.
c. Handuk kecil/waslap.
d. Clipper Electric.
e. Cairan desinfektan/betadine/foam pencukur.
f. Plester.
g. Kom berisi air bersih
4. Tata Laksana Pencukuran.
a. Waktu yang tepat untuk melakukan pencukuran adalah segera sebelum operasi
dimulai.
b. Dokter harus menulis atau menyampaikan perintah untuk mencukur.
c. Pasien harus menandatangani persetujuan operasi.
d. Daerah yang dicukur harus berupa daerah persegi dengan batas luarnya kira-kira 2-3
cm daerah insisi sebenarnya.
e. Semua pencukuran dilakukan setelah kulit pasien dibasahi.
f. Gunakan cairan desinfektan/ foam pencukur atau betadine juga dapat merupakan
pilihan, tetapi pastikan bahwa pasien tidak alergi terhadap cairan desinfektan atau
foam tersebut.
g. Jaga rahasia pribadi pasien (patient’s privacy) dengan membatasi tirai dan hanya daerah
yang akan dicukur diperlihatkan.
h. Gunakan sarung tangan.
i. Cukur rambut menggunakan alat cukur elektrik/clipper rambut dengan gerakan yang tegas
ke arah tumbuhnya rambut dan kulit jangan tergores atau melipat karena mikroorganisme
dapat diam pada kulit yang pecah.
j. Setelah pencukuran selesai, keringkan daerah tersebut dengan menggunakan handuk atau
waslap, angkat semua rambut yang lepas (menggunakan plester agar lebih mudah dan
bersih), dan tinggalkan pasien dalam keadaan rapi dan nyaman.
k. Setelah selesai pencukuran tulis dan paraflah pada lembar terintegritas pada status pasien
setelah selesai pencukuran.
l. Buang sarung tangan, mata pisau clipper, kassa yang telah digunakan pada tempat sampah
yang sesuai, bersihkan baki, clipper dan kembalikan pada tempat semula.
JENIS ANESTESI

Oliver Wendel Holmes pada tahun 1846 adalah orang pertama yang menggunakan
istilah anestesi (Putri, 2014). Anestesi merupakan gabungan dua kata dari Bahasa Yunani
yaitu an yang berarti "tidak, tanpa" dan aesthesos yang berarti "persepsi, kemampuan
untuk merasakan, perasaan" (Pasaribu, 2008). Anestesi secara umum berarti upaya yang
dilakukan untuk menghilangkan rasa sakit pada tubuh selama pembedahan dan prosedur
lainya yang bisa menimbulkan rasa sakit (Sasongko, 2019).
1. Anestesi Umum (General)
General anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral disertai
hilangnya kesadaran (reversible). Teknik General Anestesi General anestesi menurut Mangku
dan Senapathi (2010), dapat dilakukan dengan 3 teknik, yaitu:
a. General Anestesi Intravena.
b. General Anestesi Inhalasi.
c. Anestesi Imbang.
2. Anestesi Regional
Anestesi regional merupakan suatu metode yang lebih bersifat sebagai analgesik. Anestesi
regional hanya menghilangkan nyeri tetapi pasien tetap dalam keadaan sadar. Jenis Anestesi
Regional menurut Pramono (2017) digolongkan sebagai berikut :
a. Anestesi Spinal
b. Anestesi Epidural
c. Anestesi Kaudal
3. Anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah suatu upaya untuk menghilangkan berbagai macam sensasi seperti rasa
nyeri untuk sementara waktu yang terjadi pada beberapa bagian tubuh tanpa diikuti dengan
hilangnya kesadaran (Simangunsong, 2015). Anestesi lokal berdasarkan basis anatominya
dapat dibedakan menjadi 4, yaitu :
a. Teknik Anestesi Topikal
b. Teknik Anestesi Infiltrasi
c. Teknik Anestesi Regional/Blok
d. Teknik Anestesi Intraligamen
Jenis pembedahan berdasarkan lokasi

Tindakan bedah dapat dilaksanakan eksternal atau internal. Bedah eksternal


mendatangkan kerugian-kerugian: dapat menimbulkan parut atau disfigurasi/perubahan
penampilan yang bisa langsung dilihat, menimbulkan banyak pengkhayalan dan
kegelisahan bagi pasien. Tindakan bedah internal disertai penetrasi ke dalam tubuh. Parut
dari bedah internal tidak terlihat, tapi bisa menjadi komplikasi, diantaranya adhesi
dan/perlengketan.
Tindakan bedah bisa juga diklasifikasikan menurut lokasi atau sistem dari tubuh seperti
bedah kardiovaskuler, bedah neurologi, bedah musculosceletel, bedah urologi,dan bedah
digestif.
Jenis pembedahan berdasarkan tujuan

Menurut Potter & Perry, 2010 berdasarkan tujuan pembedahan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut (Ansori, 2015):
1) Diagnostik
2) Ablatif
3) Paliatif
4) Rekonstruktif
5) Transplantasi
6) Konstruktif
Posisi pasien di meja operasi
1. Supine (dorsal recumbent)
Posisi paling umum dan natural adalah posisi supine (dorsal recumbent) Prosedur: bedah
perut, ekstremitas, pembuluh darah, dada, leher, wajah, telinga, payudara.
Teknik Memposisikan:
 Pasien terlentang dengan lengan disamping tubuh
 Bantalan kecil diletakkan di bawah kepala dan leher serta bawah lutut
 Titik yang rentan terhadap tekanan diberikan bantalan, seperti tumit, siku dan sakrum
 Jika prosedur akan dilakukan lebih dari 1 jam atau pasien khusus yang rentan terhadap
tekanan , harus digunakan egg crate atau flotation mattres
 Pengaman tali pengikat harus diberikan 2 inchi di atas lutut
 Jika kepala diubah ke satu sisi, harus digunakan doughnut atau head rest special untuk
menjaga syaraf wajah superficial dan pembuluh darah
 Mata harus dijaga dengan menggunakan eye patch, dan salep untuk mencegah kekeringan.
2.  Prone
Prosedur : Pembedahan pada permukaan posterior tubuh, seperti tulang belakang, leher,
pantat, ekstremitas bawah.
Teknik memposisikan:
 Induksi anestesi yang ditunjukkan di posisi supine pada tempat tidur pasien atau meja
operasi. Ketika tidak sadar, pasien di “log rolled”
 Chest rolls atau guling diletakkan di meja operasi sebelum memposisikan, menurut
panjangnya pada kedua sisi
 Foam head rest atau doughnut; kepala dibalik ke salah satu sisi atau muka ditundukkan
 Lengan pasien dirotasikan ke bantalan armboard, menyebabkan lengan bergerak pada
rental normalnya, siku-siku ditekuk
 Bantalan di lutut dan bantal pada ekstremitas bawah untuk mencegah jari kaki menyentuh
matras
 Pengaman tali pengikat diberikan 2 inchi diatas lutut.
3. Trendelenburg

Prosedur: Abdomen bawah, organ pelvis

Teknik memposisikan:

 Pasien supine dengan kepala lebih rendah daripada kaki


 Shoulder braces tidak boleh digunakan karena dapat menyebabkan kerusakan brachial
pleksus. Jika dibutuhkan, harus diberi bantalan yang baik dan diletakkan over acrominal
pada scapula
 Modifikasi posisi ini dapat digunakan untuk syok hipovolemik
 Posisi ekstremitas dan pengaman tali pengikat sama dengan posisi supine.
4. Reverse Trnedelenburg

Prosedur: Abdominal atas, kepala dan leher, bedah wajah

Teknik memposisikan:

 Posien supine dengan kepala lebih tinggi dari kaki


 Bantal kecil dibawah leher dan lutut
 Bantalan yang baik footboard harus digunakan untuk mencegah licin kaki di meja
 Antiembolik harus digunakan jika posisi digunakan untuk periode waktu yang lama
 Pasien harus di kembalikan ke posisi supine secara perlahan
5. Lithotomy

● Prosedur: Bedah perineal, vaginal, rectal, kombinasi prosedur abdominal-vaginal.

● Teknik memposisikan:

 Variasi dari posisi supinasi, dapat berbahaya dan tidak nyaman untuk pasien
 Pasien ditempatkan pada posisi supine dengan pantat dekat dengan meja bawah (area
sacrum harus diberikan bantalan yang baik)
 Kaki di letakkan di stirrup atau knee rest di meja operasi pada kedua sisi.
 Tinggi stirrup tidak boleh terlalu tinngi atau rendah, tetapi sama pada kedua sisi
 Bantalan stirrup (knee brace) tidak harus menekan struktur pembuluh darah atau syaraf di
ruang popliteal
 Tekanan dari logam strirrup melawan bagian atas dalam paha / betis harus dicegah

 Kaki harus dinaikkan dan diturunkan secara perlahan dan simultan (kemungkinan
dibutuhkan 2 orang)
6. Modified Fowler ( Duduk)

Prosedur: Otorhinology (telinga dan hidung), neurosurgery (posterior atau oksipital)

Teknik memposisikan:

 variasi dari posisi reverse tredelenburg


 pasien supine, dengan meja atas dapat fleksikan (footboard optional)
 backrest dielevasikan, lutut difleksikan
 arm rest pada bantal yang diletakkan di pangkuan, pengaman tali pengikat diberikan 2 inchi
diatas lutut
 Tekanan pada area scapula, olecranon, scrum, ischial tuberositis, dan calcaneus
 Bergerak lambat dalam perubahan posisi harus digunakan untuk mencegah perubahan
drastis pada pergerakan volume darah.
 Antiembolic harus digunakan untuk menbantu aliran balik vena
 Ketika penggunaan neurologi headrest khusus, mata harus dijaga
8. Kraske (Jackknife)

Prosedur: Prosedur rectal, sigmoidoscopy, colonoscopy

Teknik memposisikan:

 Variasi dari posisi prone


 Meja di fleksikan (90 derajat)
 Semua perlindungan dengan posisi prone di ubah dengan posisi Kraske
 Meja (pengaman) tali pengikat diberikan di atas paha
9. Lateral recumbent

● Prosedur: Bedah thorak dan ginjal

● Teknik memposisikan:

 Bantalan khusus “bean bag atau Vac-Pac” diletakkan di meja operasi


 Awalnya, pasien diposisikan supine untuk induksi
 Pasien kemudian diangkat dan diubah kedalam sisi nonoperatif (biasanya dibutuhkan 4
orang untuk memindahkan)
 Kepala disokong dan diluruskan dengan spinal column
TEKNIK DRAPING
Pengertian

Suatu prosedur dalam menutup dan  melingkupi pasien dengan barrier steril untuk
membentuk, memberi  batas tegas  areah steril pada sekitar area incisi setelah permukaan kulit
dilakukan aseptik area operasi dengan antiseptik dan  memelihara area operasi yg steril selama
proses pembedahan.
Karakteristik bahan draping
1. Resisten terhadap abrasi

2. Sebagai Barier (anti mikroorganisme)

3. Biocompatibility (Free toxic)

4. Drapebility

5. Dapat mencegah listrik statik

6. Nonflamable (tidak menginduksi kebakaran)

7. Bebas serat

8. Tensile strenght (kuat terhadap tahanan)


Bahan untuk draping
1. Bahan Pakai ulang (reusable)
2. Bahan sekali pakai (Disposible).
3. Non Woven (Kertas)
4. Non Woven (Plastic Inscisional drapes)
Langkah melakukan draping pasien laparatomy

1. Perawat  instrumen membawa lipatan duk, dengan berdiri menjauh dari meja mayo
mendekat kearah pasien,

2. Perawat instrumen  (scrub Nurse) membentangkan duk kecil pada ke empat sisi daerah 
operasi

3. Pakailah towel klem atau plastic drape, untuk membatasi daerah yang akan dioperasi

4. Perawat instrumen  (scrub Nurse) membentangkan duk besar bersama dengan assisten
operator,  untuk menutupi area ekskremitas pasien

5. Bentangkan ujung atas duk laparotomi  untuk  anesthesia screen (tabir anestesia).
Perhatikan bahwa tangan yang  menyentuh daerah yang tidak steril terlindung  dalam
lipatan kain dan  duk dirapihkan dengan  tangan lain
JENIS LUKA OPERASI

Dehisensi luka adalah terbukanya kembali luka operasi pada daerah berongga maupun pada
daerah kompak. Dehisensi dapat berupa terlepasnya sebagian atau keseluruhan jahitan pada
kulit beserta lapisan jaringan lain. Pada daerah berongga seringkali tampak jahitan kulit masih
utuh namun jahitan pada lapisan lebih dalam (lemak atau muskulatur) terlepas. Dehisensi luka
adalah terpisahnya lapisan-lapisan fascia pada luka operasi, hal ini merupakan komplikasi
tersering dari infeksi pembedahan yang dalam.
Jenis luka operasi

1. Clean wounds (Luka Bersih)

2. Clean wounds

3. Clean-contaminated wounds ( Luka Bersih Terkontaminasi )

4. ​Contaminated wounds (Luka Terkontaminasi)

5. ​Dirty and infected wounds ( Luka Kotor dan Infeksi )


Patogenesis

Penyebab dari dehisensi luka operasi abdomen dapat dikategorikan dalam satu dari empat
kategori berikut, yakni:

1. Robekan benang jahit yang melalui fasia


2. Knot slippage.
3. Rusaknya benang jahit.
4. Ikatan benang jahit yang longgar atau interval jahitan yang sangat jarang.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai