• Instansi, pendidikan, medis, militer, dan jenis perdagangan lainnya dapat memberikan pengalaman belajar
yang lebih mendalam. Mereka tidak perlu membuat infrastruktur sendiri, karena Metaverse akan
menyediakan kerangka kerja.
• Acara virtual, yang telah menjadi popular selama dua tahun terakhir sejak pandemi melanda, kini dapat
menghadirkan penawaran yang lebih terintegrasi.
• Ritel dan bisnis dapat memperluas jangkauannya ke pengalaman belanja imersif yang memungkinkan produk
yang lebih kompleks.
• Perusahaan dapat mencapai keterlibatan, kolaborasi, dan koneksi yang lebih baik dengan karyawan mereka
melalui ruang kerja yang diperbesar secara virtual.
• Media sosial dapat berpindah ke Metaverse, di mana pengguna dapat berinteraksi melalui avatar tiga
dimensi atau 3D.
• Peluang untuk mengembangkan strategi bisnis digital yang memanfaatkan infrastruktur bawaan dan peserta
Metaverse.
• Ide dan inovasi yang berfokus pada peluang dan model bisnis baru dengan Metaverse.
• Kemampuan untuk mengidentifikasi risiko teknologi, privasi, dan implikasi keamanan yang unik dalam
lingkungan baru yang persisten dan terdesentralisasi ini.
THE IMPACTS…
Metaverse Menampilkan Yang Imaji Sebagai Sebuah Realitas
(+) 1. Pengalaman.
Metaverse mampu mewujudkan fantasi apapun
(-) 1.Menimbulkan Adiksi.
Metaverse menawarkan fantasi yang real sehingga
yang ia mau dan dengan pengalaman tersebut memungkinkan seseorang kecanduan untuk
menjadi lompatan baru dalam perkembangan berlama-lama dalam metaverse.
Teknologi. 2. Depresi.
2. Ekspresi. . Seperti media sosial lainnya, metaverse
Metaverse menampilkan pengguna dalam bentuk berpeluang besar menyebabkan depresi mengingat
avatar 3D. Pengguna dalam hal ini bisa mendesain siapapun dapat melakukan apapun spt bullying dll.
karakternya sendiri dan memperlihatkan ekspresi 3. Keamanan Data Diri.
yang ia alami kepada orang-orang. Tingkat kehati-hatian yang minim memicu
3. Teleportasi. insecurity terutama berkaitan dengan data pribadi.
Metaverse bisa dipakai untuk berinteraksi dengan
orang lain. Pengguna bisa mengundang orang lain
dengan cepat untuk mengunjungi tempat kita.
RELIGION AND METAVERSE
Pada beberapa Agama, Metaverse menjadi arena dan
sarana mudah di dalam melakukan berbagai aktifitas
keagamaan, sebagaimana pada gereja-geraja Virtual di
Barat. Beberapa penelitian menyebut bahwa Gereja
berbasis metaverse lebih baik dari yang asli dan jauh lebih
efektif dan diminati oleh masyarakat.
Metaverse termasuk teknologi yang mampu merekonstruksi atau membangun pemahaman masyarakat
dalam beribadah. Namun demikian perlu diingat, kemampuan yang tanpa batas memungkinkan pelbagai
hal yang merusak fondasi agama tersebar luas. Hal-hal negatif dalam rupa dan bentuk apapun dapat
muncul di alam metaverse sehingga membutuhkan kehati-hatian tingkat tinggi untuk berselancar di alam
metaverse.
Kemampuan metaverse menduplikasi realitas bisa kita manfaatkan untuk simulasi atau percontohan terkait
ritual ibadah namun kembali harus diingat bahwa yang kita hadapi bukan yang real sehingga menjaga jarak
terhadap metaverse sangat diperlukan agar kita tidak tenggelam dalam kepalsuan (fake).
THE CHALLENGES….
• Dalam hal Ibadah yang bersifat (Tauqifi/dengan ketetapan pasti), imaji dalam dunia Metaverse tidak
memenuhi tuntutan agama. Agama bukan khayalan. Ia harus terwujud dalam bentuk Tindakan nyata.
• Namun, pengembangan teknologi berbasis Metaverse pada ranah agama, dapat juga menjadi alternatif
untuk memotong rantai panjang dalam meningkatkan spiritualitas (Contoh: Menjadi sarana di dalam
bermeditasi, menggali kedalaman spiritualitas dengan penghayatan, mengunjungi tempat-tempat suci
keagamaan dengan mudah, cross references dalam mengakses materi keagamaan)
• Potensi positif lainnya, juga berlaku pada ranah Mu’amalah. Praktik-praktik ekonomi syari’ah sangat
akomodatif dan adaptif terhadap Realita metaverse ini. Beberapa produk ekonomi Islam berbasis pada
ekosistem metaverse telah dikembangkan, seperti: Pengembangan blockchain pada produk halal supply
chain, sistem tracking, perbankan dan asuransi, investasi haji, serta zakat.
SOME OF THE KEY POINTS
• Jika tidak cermat mengimplementasikan dimensi-dimensi yang ada di dalam iklim metaverse ini, Agama
dapat menjadi komoditas dan akan kehilangan kesakaralannya (Lihat misal teori tentang “Brand of Faith:
Marketing Religion in a Commercial Age” Mara Einstein).
• Di sisi lain, Ekosistem agama dalam dunia metaverse juga memenuhi kebutuhan para penganut agama,
khususnya di masa sulit, seperti pandemi, dan keterbatasan akses terhadap sumber-sumber agama.
• Metaverse yang bercirikan tanpa batas, keadaan yang terus mengalami perubahan dengan cepat, serta
kehadiran sosok-sosok virtual sebagai representasi atas identitas-identitas individu akan menambah
kerumitan situasi kehidupan sosial, tak terkecuali sosial keagamaan.
• Adanya ekosistem metaverse ini meniscayakan berdirinya lembaga pengawasan, atau otoritas
keagamaan yang berbasis metaverse pula. Tujuannya untuk memberi pengawasan dan mengendalikan
perubahan dan dinamika fenomena sosial keagamaan yang terus berubah.
CLOSING STATEMENT